Departemen Keuangan (Bagian Anggaran 15)

72. Departemen Keuangan (Bagian Anggaran 15)

Berdasarkan hasil pemeriksaan atas Laporan Keuangan Departemen Keuangan (Depkeu) Tahun 2007, BPK menyatakan “Tidak Memberikan Pendapat (TMP) ” karena adanya pembatasan dan keterbatasan ruang lingkup pemeriksaan, kelemahan material atas Sistem Pengendalian Intern, informasi yang disediakan tidak lengkap dan belum adanya tindak lanjut yang memadai, sehingga BPK tidak dapat menerapkan prosedur pemeriksaan yang memadai dan lingkup pemeriksaan BPK tidak cukup untuk memungkinkan BPK menyatakan pendapat.

Laporan Realisasi Anggaran (LRA) Depkeu Tahun 2007 menunjukkan realisasi pendapatan negara dan hibah sebesar Rp648,31 triliun atau 103,24% dari anggaran yang ditetapkan, sebesar Rp627,93 triliun, sedang realisasi belanja sebesar Rp6,99 triliun atau 70,99% dari anggaran yang ditetapkan, sebesar Rp9,85 triliun. Neraca per 31 Desember 2007 menunjukkan total aset sebesar Rp93,83 triliun, total kewajiban sebesar Rp2,02 triliun dan ekuitas dana sebesar Rp91,80 triliun.

Hasil pemeriksaan atas Laporan Keuangan Depkeu Tahun 2007 yang perlu mendapat perhatian antara lain sebagai berikut.

Kelemahan Sistem Pengendalian Intern

72.1 Pengendalian intern atas pencatatan dan pelaporan realisasi penerimaan perpajakan tidak memadai sehingga realisasi penerimaan perpajakan sebesar Rp490,99 triliun tidak dapat diyakini kewajarannya.

72.2 Penerimaan perpajakan migas senilai Rp65,09 triliun tidak dapat diyakini kewajarannya dan tidak ada unit akuntansi yang bertanggung jawab untuk melaporkan penerimaan pajak tersebut sehingga penerimaan pajak yang disajikan dalam Neraca Depkeu Tahun 2007 belum dapat diyakini kewajarannya.

72.3 Realisasi pengembalian pungutan ekspor pada Tahun 2007 sebesar Rp4,82 miliar belum dilaporkan dalam LRA Depkeu Tahun 2007 sehingga jumlah pengembalian pungutan ekspor yang terealisasi selama Tahun 2007 tidak berpengaruh pada LK BA 15 DJA.

72.4 Pencatatan saldo akun-akun Neraca dan LRA pada unit akuntansi Depkeu tidak berasal dari sub sistem akuntansi dibawahnya sehingga nilai akun-akun yang disajikan dalam Neraca dan LRA Depkeu Tahun 2007 tidak dapat diyakini kewajarannya.

72.5 Piutang pajak sebesar Rp42,04 triliun yang disajikan dalam Neraca Depkeu Tahun 2007 tidak dapat diyakini kewajarannya sehingga realisasi penerimaan yang disajikan pada LK Depkeu Tahun 2007 tidak dapat diyakini kewajarannya.

Ketidakpatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan.

72.6 Laporan-laporan keuangan fungsi Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal tidak dikonsolidasikan secara konsisten sehingga LK Depkeu selaku pengguna anggaran tidak mencerminkan posisi keuangan Depkeu selaku pengguna anggaran dan akuntabilitas serta pengukuran kinerja Depkeu selaku pengelola fiskal dan selaku pengguna anggaran, tidak dapat diukur dengan andal.

72.7 Penerimaan minyak bumi dan gas dalam Laporan Keuangan tingkat Eselon I Direktorat Jenderal Anggaran (DJA) Tahun 2007 disajikan secara neto dan masih terdapat pengeluaran langsung dari rekening migas dan rekening panas bumi tanpa melalui mekanisme APBN sehingga realisasi pengeluaran tidak tersaji dalam LK tingkat Eselon I DJA dan realisasi pengembalian (restitusi) PPN Migas dan Panas Bumi tidak mengurangi penerimaan PPN yang dicatat dalam LRA tingkat Eselon I Ditjen Pajak Tahun 2007.

72.8 Terdapat realisasi belanja modal yang menggunakan mata anggaran 52 belanja barang dan perjalanan dinas pada Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK) sebesar Rp1,13 miliar dan pada Sekretariat Jenderal Depkeu sebesar Rp12,75 miliar sehingga belanja modal dan belanja barang di LK tidak menggambarkan kondisi yang sebenarnya dan aset tetap kurang dicatat senilai Rp1,13 miliar pada LK BPPK dan senilai Rp12,75 miliar pada Sekretariat Jenderal Depkeu.

72.9 Sebanyak 187 rumah dinas negara golongan II kantor pusat Ditjen 72.9 Sebanyak 187 rumah dinas negara golongan II kantor pusat Ditjen

72.10 Tuntutan Ganti Rugi (TGR) atas pemalsuan SPM sebesar Rp792,31 juta belum ditindaklanjuti dan belum dicatat di dalam Neraca Depkeu Tahun 2007 sehingga terjadi kekurangan pengakuan atau pencatatan akun bagian lancar tagihan TGR dan akun TP/TGR pada neraca tingkat Eselon I (UAPPA- EI) Ditjen Perbendaharaan sebesar Rp792,31 juta dan adanya potensi kerugian negara dengan tidak tertagihnya TGR karena kadaluarsa, mengingat hal

tersebut sudah terjadi sejak Tahun 2005.