Modifikasi Struktur Senyawa Etil p-Metoksisinamat yang Diisolasi dari Kencur (Kaempferia galanga L.) dengan Metode Reaksi Reduksi dan Uji Aktivitas Antiinflamasinya secara In Vitro

(1)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Modifikasi Struktur Senyawa Etil

p-

Metoksisinamat yang

Diisolasi dari Kencur (

Kaempferia galanga

L.) dengan

Metode Reaksi Reduksi dan Uji Aktivitas

Antiinflamasinya secara

In Vitro

SKRIPSI

HADI QUDSI NIM : 1110102000066

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA OKTOBER 2014


(2)

ii

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Modifikasi Struktur Senyawa Etil

p-

Metoksisinamat yang

Diisolasi dari Kencur (

Kaempferia galanga

L.) dengan

Metode Reaksi Reduksi dan Uji Aktivitas

Antiinflamasinya secara

In Vitro

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi

HADI QUDSI NIM : 1110102000066

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA OKTOBER 2014


(3)

iii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar

Nama : Hadi Qudsi

NIM : 1110102000066

Tanda Tangan :


(4)

(5)

(6)

vi ABSTRAK

Nama : Hadi Qudsi Program Studi : Farmasi

Judul : Modifikasi Struktur Senyawa Etil p-Metoksisinamat yang Diisolasi dari Kencur (Kaempferia galanga L.) dengan Metode Reaksi Reduksi dan Uji Aktivitas Antiinflamasinya secara In Vitro

Isolasi senyawa etil p-metoksisinamat dari Kencur (Kaempferia galanga L) telah dilakukan melalui maserasi dengan pelarut n-heksan dan menghasilkan rendemen sebesar 2,564 %. Modifikasi struktur etil p-metoksisinamat dengan reaksi reduksi menggunakan NaBH4 dilakukan untuk mengetahui lebih dalam

hubungan struktur EPMS terhadap aktivitas antiinflamasinya. Reaksi reduksi menghasilkan senyawa asam p-metoksisinamat (C10H903) dengan rendemen

9,513 %. Uji aktivitas antiinflamasi dilakukan secara in vitro menggunakan metode inhibisi denaturasi BSA (Bovine Serum Albumin). Hasil dari pengujian aktivitas antiinflamasi diketahui bahwa pada konsentrasi 40 ppm etil

p-metoksisinamat menginhibisi denaturasi protein sebesar 35,624% sedangkan asam p-metoksisinamat hanya 14,005%, hal ini menunjukkan bahwa modifikasi etil p-metoksisinamat pada gugus esternya dapat mempengaruhi aktivitas antiinflamasinya.


(7)

vii ABSTRACT

Nama : Hadi Qudsi Major : Pharmacy

Judul : Structure Modification of Ethyl p-Methoxycinnamate Isolated from Kencur (Kaempferia galanga L.) with Reduction Reaction and In Vitro Anti-inflammatory Assay to the Result of Modification Compound

Isolation of ethyl p-methoxycinnamate from Kencur (Kaempferia galanga

L.) had been done by maseration using n-hexane with 2,564% yield. In this research modify the structure of EPMS with reduction to exploring the structure activity relationship of EPMS against the anti-inflammatory had been done. Reduction of EPMS using sodium borohydried produces p-methoxycinnamate acid in 9,513% yield. In vitro antiinflammatory activity assays performed by using inhibition of BSA (bovine serum albumine) denaturation method. It was found that in concentration 40 ppm, ethyl p-methoxycinnamate inhibit denaturation of protein 35,624 % whereas p-methoxycinnamate acid 14,005 %. It was showed that that modification in the ester group on the ethyl

p-methoxycinnamate could influence in anti-inflammatory activity

Key Word : isolation, ethyl p-methoxycinnamate, reduction, Bovine Serum Albumin.


(8)

viii

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa mencurahkan segala rahmat-Nya kepada kita semua, khususnya penulis dalam

menyelesaikan skripsi yang berjudul “Modifikasi Struktur Senyawa Etil p -Metoksisinamat yang Diisolasi dari Kencur (Kaempferia galanga L.) dengan Metode Reaksi Reduksi serta Uji Aktivitas sebagai Antiinflamasi secara In Vitro”.

Shalawat dan salam senantiasa terlimpah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, teladan bagi umat manusia dalam menjalani kehidupan.

Skripsi ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat mendapatkan gelar Sarjana Farmasi pada Progaram studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam menyelesaikan masa perkuliahan sampai penulisan skripsi ini tentu banyak kesulitan dan halangan yang menyertai, sehingga penulis tidak terlepas dari doa, bantuan dan bimbingan banyak pihak. Oleh karena itu, ucapan terima kasih penulis haturkan kepada:

1. Bapak Prof. Dr. (hc). Dr. MK.Tadjudin, Sp.And selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Drs.Umar Mansur, M.Sc.,Apt selaku ketua Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Supandi, M.Si., Apt sebagai Pembimbing I dan Ibu Ismiarni Komala, M.Sc. Ph.D., Apt sebagai Pembimbing II yang telah memberikan ilmu, nasehat, waktu, tenaga, dan pikiran selama penelitian dan penulisan skripsi. 4. Ibu Lina Elfita, M.Si., Apt selaku pembimbing akademik yang telah

memberikan arahan selama masa perkuliahan.

5. Bapak dan Ibu dosen, serta karyawan yang telah memberikan bimbingan dan bantuan selama menempuh pendidikan di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.


(9)

ix

6. Kedua orang tua tercinta, H. Ihwan HS dan Hj. Khozanah yang selalu ikhlas memberikan dukungan moral, material, nasehat-nasehat, serta doa yang tiada pernah putus.

7. Kakak Nurmansyah S.T yang selalu memberikan arahan dan semangat. Adik tercinta,Ihda Laila yang selalu memberikan semangat.

8. Teman-teman Andalusia Farmasi Uin 2010 yang selalu menemani baik suka maupun duka selama kuliah di farmasi uin.

9. Kak Lisna, Mbak Rani, Kak Rahmadi, Kak Tiwi, Kak Eris, Kak Liken yang sangat membantu penulis dalam melakukan penelitian di laboratorium.

10. Teman-teman seperjuangan Kencur dan BSA : Ivo, Mirza dan Finti, Ninik. Terima kasih sebanyak-banyaknya atas segala bantuannya.

11. Teman-teman seperjuangan selama penelitian dilab : Dwikky, Hanny, Liana, Rifa, Salma, Biela, Deni dll yang tidak dapat penulis sebutkan satu-satu tanpa mengurai rasa terima kasih atas dukungan dan semangatnya

12. Semua pihak yang telah membantu penulis selama melakukan penelitian dan penulisan.

Semoga semua bantuan yang diberikan diberikan balasan yang setimpal dar Allah SWT. Menyadari bahwa pengetahuan yang penulis miliki terbatas dan penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,oleh karena itu saran dan kritik yang membangun penulis nantikan dan semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di lingkungan UIN dan masyarakat pada umumnya.

Jakarta, 17 Oktober 2014


(10)

x

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Hadi Qudsi NIM : 1110102000066 Program Studi : Strata-1 Farmasi

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Jenis Karya : Skripsi

demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah saya, dengan judul :

MODIFIKASI STRUKTUR SENYAWA HASIL REDUKSI ETIL P -METOKSISINAMAT YANG DIISOLASI DARI KENCUR (Kaempferia

galanga L.) DENGAN METODE REAKSI REDUKSI SERTA UJI ANTIINFLAMASI SECARA IN VITRO

untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta.

Demikian pernyataan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Jakarta

Pada tanggal : 17 Oktober 2014

Yang menyatakan,


(11)

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

DAFTAR ISTILAH ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 3

1.5 Hipotesis ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Tanaman Kencur ... 4

2.1.1 Klasifikasi ... 5

2.1.2 Kandungan Kimia ... 5

2.2 Spesifikasi Etil p-Metoksisinamat ... 6

2.3 Natrium Borohidrida (NaBH4) ... 7

2.4 Reaksi Reduksi ... 7

2.5 Identifikasi... 8

2.5.1 Kromatografi ... 8

2.5.1.1 Kromatografi Lapis Tipis ... 9

2.5.1.2 Kromatografi Kolom ... 11

2.5.1.3 Kromatografi Gas- Spektrometri Mass ... 12

2.5.2 Spektrofotometri ... 13

2.5.2.1 Spektrofotometri Infra Merah ... 13

2.5.2.1 Spektrofotometri Resonansi Magnetik ... 14

2.6 Uji Antiinflamasi ... 15

BAB III METODELOGI PENELITIAN ... 16

3.1 Tempat dan Waktu ... 16

3.1.1 Tempat ... 16

3.1.2 Waktu ... 16

3.2 Alat dan Bahan ... 16

3.2.1 Alat ... 16

3.2.2 Bahan ... 16


(12)

xii

3.3.1 Isolasi Kaempferia Galanga Linn ... 17

3.3.2 Reaksi Reduksi Senyawa EPMS dengan NaBH4 ... 18

3.4 Uji Aktivitas Antiinflamasi ... 18

3.4.1 Pembuatan Reagen ... 18

3.4.2 Pengukuran Aktivitas Antiiflamasi secara In Vitro ... 19

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 21

4.1 Isolasi Etil p-Metoksisinamat ... 21

4.1.1 Hasil Determinasi Kaempferia galanga L ... 21

4.1.2 Hasil Isolasi Etil p-metoksisinamat ... 21

4.1.3 Hasil Identifikasi Etil p-metoksisinamat ... 22

4.2 Modifikasi struktur Etil p-metoksisinamat dengan reaksi reduksi menggunakan NaBH4 ... 29

4.2.1 Identifikasi Senyawa Hasil Reduksi... 30

4.3 Uji Antiinflamasi dan Hubungan Struktur terhadap Aktifitas Senyawa Hasil reduksi ... 35

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 38

5.1 Kesimpulan ... 38

5.2 Saran ... 38

DAFTAR PUSTAKA ... 39


(13)

(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Tanaman Kencur ... 4

Gambar 2.2 Rimpang Kencur ... 4

Gambar 2.3 Etil p-metoksisinamat ... 6

Gambar 4.1 Hasil KLT Isolat Kencur ... 22

Gambar 4.2 Spektrum IR Etil p-metoksisinamat ... 23

Gambar 4.3 Spektrum GCMS Etil p-metoksisinamat (Umar et al., 2008) ... 25

Gambar 4.4 Spektrum GCMS Etil p-metoksisinamat ... 26

Gambar 4.5 Spektrum 1H-NMR Etil p- metoksisinamat ... 27

Gambar 4.6 Struktur senyawa EPMS ... 28

Gambar 4.7 Hasil KLT EPMS (E) dan senyawa hasil reduksi (R) ... 29

Gambar 4.8 Spektrum FT-IR Senyawa hasil reduksi ... 31

Gambar 4.9 Kromatogram GCMS Senyawa hasil reduksi ... 33

Gambar 4.10. Spektrum 1H-NMR Senyawa hasil reduksi ... 34

Gambar 4.11 Struktur Senyawa hasil reduksi ... 35

Gambar 4.12 Reaksi Reduksi Etil p-metoksisinamat... 35

Gambar 4.13 Kurva % Inhibisi Uji Antiinflamasi ... 36


(15)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Daerah spektrum IR Isolat Kencur ( EPMS) ... 23 Tabel 4.2 Hasil Analisis Spektrum 1H-NMR 500 MHz EPMS ... 28 Tabel 4.3 Daerah Spektrum IR Senyawa . ... 32 Tabel 4.4 Hasil Analisis Spektrum 1H-NMR 500 MHz EPMS dan Senyawa hasil reduksi ... 34 Tabel.4.5 Hasil Uji Antiinflamasi EPMS dan Senyawa Turunannya ... 37


(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Skema isolasi EPMS dari kencur (kaempferia galanga L) ... 42

Lampiran 2. Skema reduksi EPMS ... 43

Lampiran 3. Determinasi Tanaman Kencur ... 44

Lampiran 4. Sertifikat Analisa Natrium Diklofenak ... 45

Lampiran 5. Perhitungan Bahan... 47

Lampiran 6. Perhitungsn Nilai Rf ... 48

Lampiran 7. Setifikat Analisis NaBH4 ... 49

Lampiran 8. Tabel Hasil Uji Antiinflamasi ... 50

Lampiran 9. Hasil Perhitungan Uji Antiinflamasi ... 51


(17)

xvii

DAFTAR ISTILAH

EPMS Etil p-Metoksisinamat BSA Bovine Serum Albumine

Kg Kilogram g Gram mg Milligram L Liter mL Mililiter

GCMS Gas Chromatography Mass Spectrometer

FT-IR Fourier Transform Infra Red

KLT Kromatografi Lapis Tipis NMR Nuclear Magnetic Resonance


(18)

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Indonesia telah dikenal sebagai salah satu negara kepulauan terbesar yang memiliki keanekaragaman hayati nomor tiga setelah Brazil dan Kongo (Maryanto

et al., 2013), oleh karena itu Indonesia memiliki potensi yang sangat besar dalam penyediaan atas bahan baku tumbuhan obat. Kekayaan alam tumbuhan obat di Indonesia terdiri atas 30.000 jenis dari total 40.000 jenis tumbuhan di dunia (Nugroho, 2010), dimana 7.500 jenis tumbuhan telah digunakan secara turun-temurun dalam pengobatan tradisional di Indonesia (Maryanto et al., 2013).

Kencur (Kaempferia galanga L.) merupakan salah satu tumbuhan yang dikembangkan sebagai tanaman obat asli Indonesia yang mempunyai nilai ekonomis cukup tinggi (Rostiana et al., 2003). Etil p-Metoksisinamat (EPMS) adalah salah satu produk alam yang terdapat pada kencur yang termasuk dalam kelompok minyak atsiri dan mempunyai jumlah yg relatif besar yaitu 31,77% dari total 2,4%-2,9% minyak atsiri.

Inflamasi adalah suatu respon yang ditimbulkan oleh cedera atau kerusakan pada jaringan yang berfungsi untuk menghancurkan, mengurangi, atau melokalisasi baik agen pencedera maupun jaringan yang cedera (Erlina et al., 2007). Obat non-steroidal anti-inflammatory drugs (NSAID) biasa digunakan untuk pengobatan inflamasi, tetapi dalam penggunaan jangka panjang dapat menimbulkan efek samping yaitu tukak lambung. Dalam studi secara in vitro,

EPMS secara non-selektif menghambat aktivitas enzim COX-1 dan COX-2 (Umar et al., 2012), dimana enzim ini berguna dalam pembentukan prostaglandin yang merupakan mediator inflamasi (Gosal et al., 2012).

EPMS mempunyai gugus fungsi yang reaktif sehingga dapat ditransformasikan menjadi gugus fungsi lain yang lebih aktif (Subakti, 1985), oleh karena itu EPMS bisa menjadi bahan awal sintesis/modifikasi untuk penelitian lebih lanjut terhadap aktivitas antiinflamasinya. Beberapa contoh modifikasi senyawa EPMS yang telah dilakukan pada penelitian-penelitian sebelumnya seperti adisi brom pada EPMS dalam pelarut CCl4 menjadi dibromo etil


(19)

p-2

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

metoksisinamat (Surbakti, 1985), reduksi EPMS dengan logam natrium dan etanol kering menjadi p-metoksisinamaldehida (Surbakti, 1985), amidasi EPMS dengan etanolamin menghasilkan etil p-metoksisinamida (Barus, 2009).

Reaksi reduksi merupakan salah satu transformasi yang paling penting dalam sintesis organik dan natrium borohidrida (NaBH4) sebagai reduktor yang

paling umum (Saeed et al., 2006). Modifikasi EPMS dengan reaksi reduksi diharapkan menghasilkan suatu senyawa baru turunan esternya yang dapat memberikan pengaruh terhadap aktivitas antiinflamasinya. Seperti pada turunan naftalenasetat, mereduksi gugus karboksilat menjadi alkohol atau aldehid senyawa tetap aktif sebagai analgesik (Siswandono, 2000).

Senyawa hasil reduksi selanjutnya diuji aktivitas antiinflamasi secara in vitro menggunakan bovine serum albumin dengan prinsip inhibisi denaturasi protein (William et al., 2002), pengujian ini dipilih karena waktu analisa yang cepat dengan menggunakan sampel yang sedikit dan merupakan uji pendahuluan yang dilakukan sebagai skrining awal aktivitas antiinflamasi.

Denaturasi protein adalah salah satu parameter bila terjadi inflamasi dan arthritis rhematoid, produksi auto-antigen pada penyakit arthritis dapat menyebabkan denaturasi protein secara in vivo. Oleh karena itu menggunakan agen yang dapat mencegah denaturasi protein akan bermanfaat dalam perkembangan obat antiinflamasi (Chatterjee et al., 2012). Menurut William et al

(2002) senyawa yang mempunyai % inhibisi lebih besar dari 20% dianggap mempunyai efek antiinflamasi dan dapat digunakan untuk pengembangan obat baru.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah produk akhir dari proses reaksi reduksi etil p-metoksisinamat ? 2. Apakah hasil reduksi senyawa etil p-metoksisinamat mempunyai

aktivitas antiinflamasi?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Melakukan modifikasi struktur senyawa etil p-metoksisinamat dengan menggunakan metode reaksi reduksi.


(20)

3

2. Menguji aktivitas antiinflamasi senyawa dari hasil reaksi reduksi etil

p-metoksisinamat.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Memberikan data ilmiah tentang produk akhir dari proses reaksi reduksi etil p-metoksisinamat.

2. Memberikan informasi dan pengetahuan tentang reduksi etil

p-metoksisinamat mempengaruhi aktivitas antiinflamasinya.

1.5 Hipotesis

Reduksi senyawa etil p-metoksisinamat memberikan pengaruh terhadap aktivitas antiinflamasinya


(21)

4 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB II

TINAJUAN PUSTAKA 1.1 Tanaman Kencur (Kaempferia galanga L)

Kencur merupakan tanaman tropis yang banyak tumbuh di Indonesia, termasuk jenis herba berbatang semu pendek, bahkan tidak berbatang. Memiliki jumlah daun 2-4 helai dan letaknya saling berlawanan (Afriastini, 2002). Daun kencur berbentuk bulat lebar, tumbuh mendatar diatas permukaan tanah, panjang daun 10-12 cm dengan lebar 8-10 cm berdaging agak tebal, mudah patah, berbentuk elips, melebar atau bundar (Backer,C.A. 1986).

Rimpangnya kokoh bercabang banyak, rapat seperti umbi, tidak berserat dan berdiameter sampai 1,5 cm, kulit rimpang berwarna coklat mengkilap, licin dan tipis sedangkan bagian dalam berwarna putih berair dengan aroma yang tajam (Afriastini, 2002). Bunga kencur berwarna putih berbau harum tumbuh diantara helai daun yang letaknya diatas, berjumlah 4- 12. Kelopak dan mahkota bunga berjumlah 3 helai dan bakal buah tenggelam.

Gambar 2.1 Tanaman Kencur Gambar 2.2 Rimpang Kencur (Sumber : Koleksi Pribadi)


(22)

5

2.1.1 Klasifikasi

Secara Taksonomi Kaempferia galanga L dapat diklasifikasikan: Kingdom : Plantae

Subkingdom : Traecheobionta Super Divisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Liliopsida Sub Kelas : Commelinidae Ordo : Zingiberales Famili : Zingiberaceae Genus : Kaempferia

Spesies : Kaempferia galanga L

Nama lain Kaempferia galanga L di berbagai daerah di Indonesia adalah sebagai berikut :

Kencur (Jawa), Ceuko (Aceh), Tekur (Gayo), Kopuk (mentawai), cakue (minang), Cokur (Lampung), Cikur (Sunda), Cekuh (Bali), Cekur (Lombok), Cekir (Sumba), Cakuru (Makasar), Ceku (Bugis), Suha (Seram), Sahulu (Ambon), Onegai (Buru).

2.1.2 Kandungan Kimia Kaempferia galanga L

Kaempferia galanga L. mempunyai kandungan kimia salah satunya minyak atsiri, sebesar 2,4-2,9 % yang terdiri atas Etil p-metoksisinamat (31,77%), metil sinamat (23,23%), karvon (11,13%), eucalyptol (9,59%), penta dekana (6,41%), borneol (2,87%) kamfen (2,47%), benzene (1,33%), α-pinen (1,28%) (Tewtrakul et al., 2005). Selain itu konstituen lain rimpang adalah sineol, borneol, 3-karen, kamphene, kaempferal, sinamaldehid, asam p-metoksisinamat, etil sinamat dan p-metoksisinamat (Mohanbabu et al., 2010)


(23)

6

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.2 Spesifikasi Etil p-metoksisinamat

Gambar 2.3 Etil p-Metoksisinamat

(https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/summary/summary.cgi?cid=5281783&loc=ec_ rcs#x281)

Etil p-metoksisinamat (ethyl 3-(4-methoxyphenyl)prop-2-enoate) atau C12H14O3 merupakan salah satu senyawa hasil isolasi rimpang kencur

(Kaempferia galanga L) yang merupakan bahan dasar senyawa tabir surya yaitu pelindung kulit dari sengatan sinar matahari. (Taufikurohmah et al., 2008)

 Berat molekul : 206.237 g/mol

 Bentuk : kristal

 Warna : putih

 Bau/aroma : harum seperti aroma khas kencur

 Titik leleh : 40-50oC (Nugraha et al., 2012)

EPMS termasuk dalam golongan senyawa ester yang mengandung cincin benzena dan gugus metoksi yang bersifat nonpolar dan juga gugus karbonil yang mengikat etil yang bersifat sedikit polar sehingga dalam ekstraksinya dapat menggunakan pelarut-pelarut yang mempunyai variasi kepolaran yaitu etanol, etil asetat, metanol, air, dan heksan. kepolaran EPMS lebih mendekati heksan karena dalam EPMS ada dua gugus yang mendukung sifat nonpolar sedang gugus yang mendukung ke arah polar hanya satu. (Taufikurohmah et al., 2008)


(24)

7

2.3 Natrium Borohidrida (NaBH4)

NaBH4 merupakan reduktor yang larut dalam air. NaBH4 merupakan agen

pereduksi umum untuk aldehida, keton, asam klorida dan anhidrida. Mempunyai selektivitas kimia yang tinggi atau reduktor cukup kuat. Oleh karena itu, kekuatan reduksi dari NaBH4 bisa untuk mereduksi asam, ester, halida, amida, lakton dan

fungsi laktam. NaBH4 menjadi sangat populer sebagai reduktor pilihan dalam

sintesis bahan aktif skala besar dalam aplikasi reduksi aldehida/keton (Fessenden., 1986).

Adapun spesifikasi dari NaBH4 adalah sebagai berikut :

 Sinonim : Sodium borohydride, Natrium borohydride

 Berat Molekul : 37,85

 Densitas : 1,07 g/cm3

 Bentuk : kristal padat

 Warna : putih

 Titik didih : 500oC

 Titik leleh : 400oC

Beberapa kelebihan NaBH4 sebagai agen pereduksi antara lain :

 Aman dalam hal penyimpanan, penggunaan dan penanganan

 Pelarut yang biasa digunakan seperti air dan metanol

2.4 Reaksi Reduksi

Secara umum, konsep tentang reaksi reduksi terdapat 3 deskripsi pengertian. Pertama, konsep reaksi reduksi didasarkan pada keterlibatan oksigen. Reaksi yang melepaskan oksigen dinamakan reaksi reduksi (Gebelein, 1997).

Contoh reaksi reduksi:

 Pelepasan oksigen dari senyawanya - 2Fe2O3 4Fe + 3O2

- 2Ag2O  4Ag + O2

Kedua, reaksi reduksi ditinjau dari serah terima elektron. Reaksi reduksi menerima elektron.


(25)

8

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 Pada reaksi ini Na melepaskan 1 elektron, lalu diterima Cl - 2Na + Cl2  2NaCl atau Na + ½Cl2  NaCl

 Serah terima elektron yang terjadi:

- Na  Na+ + e Na melepas elektron (oksidasi) - ½Cl2 + e  Cl- Cl menerima elektron (reduksi) Dan yang ketiga, reaksi reduksi didasarkan pada perubahan bilangan oksidasi. Bilangan oksidasi (biloks atau bo) adalah bilangan yang menunjukkan muatan yang disumbangkan oleh atom unsur tersebut pada molekul atau ion yang dibentuknya. Misalnya pada NaCl yang terbentuk melalui ikatan ion, maka bilangan oksidasi Na adalah +1 dan bilangan oksidasi Cl adalah -1. Untuk senyawa HCl yang terbentuk melalui ikatan kovalen, H lebih elektropositif mempunyai bilangan oksidasi +1, sedangkan Cl lebih elektronegatif mempunyai bilangan oksidasi -1 (Gebelein, 1997).

Sedangkan dalam bidang sintesis organik, reaksi reduksi merupakan salah satu transformasi yang penting, dimana reduksi adalah meningkatnya kerapatan elektron suatu karbon disebabkan oleh terbentuknya suatu ikatan antara C dengan atom yang kurang elektronegatif seperti H atau dengan memutus ikatan antara C dengan atom elektronegatif sepeti O, N, atau halogen (Murry, 2008) dan natrium borohidrida (NaBH4) sebagai reduktor yang umum (Saeed et al., 2006).

2.5 Identifikasi 2.5.1 Kromatografi

Kromatografi didefinisikan sebagai prosedur pemisahan zat terlarut oleh suatu proses migrasi diferensial dinamis dalam sistem yang terdiri dari dua fase atau lebih, salah satu diantaranya bergerak secara berkesinambungan dalam arah tertentu dan di dalamnya zat-zat itu menunjukkan perbedaan mobilitas disebabkan adanya perbedaan dalam adsorpsi, partisi, kelarutan, tekanan uap, ukuran molekul atau kerapatan muatan ion. Dengan demikian masing-masing zat dapat diidentifikasi atau ditetapkan dengan metode analitik (Departemen Kesehatan, 1995).

Teknik kromatografi umum membutuhkan zat terlarut terdistribusi diantara dua fase, satu diantaranya diam (fase diam), yang lainnya bergerak (fase


(26)

9

gerak). Fase gerak membawa zat terlarut melalui media, hingga terpisah dari zat terlarut lainnya, yang tereluasi lebih awal atau lebih akhir. Umumnya zat terlarut dibawa melewati media pemisah oleh aliran suatu pelarut berbentuk cairan atau gas yang disebut eluen. Fase diam dapat bertindak sebagai zat penyerap, seperti halnya penyerap alumina yang diaktifkan, silika gel, dan resin penukar ion, atau dapat bertindak melarutkan zat terlarut sehingga terjadi partisi antara fase diam dan fase gerak.

Jenis-jenis kromatografi yang bermanfaat dalam analisis kualitatif dan kuantitatif yang digunakan dalam penetapan kadar dan pengujian dalam Farmakope Indonesia adalah Kromatografi Kolom, Kromatografi Gas, Kromatografi Kertas, Kromatografi Lapis Tipis, dan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Kromatografi kertas dan kromatografi lapis tipis umumnya lebih bermanfaat untuk tujuan identifikasi, karena mudah dan sederhana. Kromatografi kolom memberikan pilihan fase diam yang lebih luas dan berguna untuk pemisahan masing-masing senyawa secara kuantitatif dari suatu campuran. Kromatografi gas dan kromatografi cair kinerja tinggi kedua-duanya membutuhkan peralatan yang lebih rumit dan umumnya merupakan metode dengan resolusi tinggi yang dapat mengidentifikasi serta menetapkan secara kuantitatif bahan dalam jumlah yang sangat kecil (Departemen Kesehatan, 1995).

Dalam proses terakhir ini suatu lapisan cairan pada suatu penyangga yang inert berfungsi sebagai fase diam. Partisi merupakan mekanisme pemisahan yang utama dalam kromatografi gas-cair, kromatografi kertas,dan bentuk kromatografi kolom yang disebut kromatografi cair-cair. Dalam praktek, seringkali pemisahan disebabkan oleh suatu kombinasi efek adsorpsi dan partisi (Departemen Kesehatan, 1995).

2.5.1.1 Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi lapis tipis ialah metode pemisahan fisikokimia. Lapisan yang memisahkan, yang terdiri atas bahan berbutir-butir (fase diam), ditempatkan pada penyangga berupa pelat gelas, atau lapisan yang cocok. Campuran yang akan dipisah berupa larutan ditotolkan berupa bercak atau pita (awal). Setelah pelat atau lapisan ditaruh di dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan


(27)

10

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

pengembang yang cocok (fase gerak), pemisahan terjadi selama perambatan kapiler (pengembangan). Selanjutnya, senyawa yang tidak berwarna harus ditampakkan (Stahl Egon, 1985).

Tempatkan pada 2 sisi di sebelah dalam bejana kromatografi, 2 helai kertas saring, tinggi 18 cm, lebar sama dengan panjang bejana. Masukkan lebih kurang 100 mL pelarut ke dalam bejana kromatografi, (hingga tinggi pelarut 0,5 cm sampai 1 cm dari dasar bejana), tutup kedap dan biarkan sistem mencapai keseimbangan; kertas saring harus basah seluruhnya. Dapat juga seluruh sisi bejana dilapisi dengan kertas saring. Dalam kedua hal itu, kertas saring harus selalu tercelup ke dalam pelarut pada dasar bejana. Bila penjenuhan dalam bejana dengan cara tersebut di atas tidak dikehendaki, maka hal ini akan dinyatakan dalam masing-masing monografi (Stahl Egon, 1985).

Totolkan Larutan uji dan Larutan baku, menurut cara yang tertera pada masing-masing monografi dengan jarak antara lebih kurang 1,5 cm dan lebih kurang 2 cm dari tepi bawah lempeng, dan biarkan mengering. (Tepi bawah lempeng adalah bagian lempeng yang pertama kali dilalui oleh alat membuat lapisan pada waktu melapiskan zat penjerap terhindarkan gangguan fisik terhadap zat penjerap pada waktu penotolan (dengan pipet atau penotol lainnya) atau selama bekerja dengan lempeng (Stahl Egon, 1985).

Beri tanda pada jarak 10 cm hingga 15 cm di atas titik penotolan. Tempatkan lempeng pada rak penyangga, hingga tempat penotolan terletak di sebelah bawah, dan masukkan rak ke dalam bejana kromatografi. Pelarut dalam bejana harus mencapai tepi bawah lapisan penjerap, tetapi titik penotolan jangan sampai terendam. Letakkan tutup bejana pada tempatnya, dan biarkan sistem hingga pelarut merambat 10 cm hingga 15 cm di atas titik penotolan, umumnya diperlukan waktu lebih kurang 15 menit hingga 1 jam. Keluarkan lempeng dari bejana , buat tanda batas rambat pelarut, keringkan lempeng di udara,dan amati bercak mula-mula dengan cahaya ultraviolet gelombang pendek (254 nm) dan kemudian dengan cahaya ultraviolet gelombang panjang (366 nm). Ukur dan catat jarak tiap bercak dari titik penotolan serta catat panjang gelombang untuk tiap bercak yang diamati. Tentukan harga Rf untuk bercak utama. Jika diperlukan, semprot bercak dengan pereaksi yang ditentukan, amati dan bandingkan


(28)

11

kromatogram zat uji dengan kromatogram baku pembanding (Departemen kesehatan, 1995).

2.5.1.2Kromatografi Kolom

Alat-alat yang diperlukan untuk kromatografi kolom sangat sederhana, terdiri dari tabung kromatografi dan sebuah batang pemampat yang diperlukan untuk memadatkan wol kaca atau kapas pada dasar tabung jika diperlukan,serta untuk memadatkan zat penjerap atau campuran zat penjerap dan air secara merata di dalam tabung. Kadang-kadang digunakan cakram kaca berpori yang melekat pada dasar tabung untuk menyangga isinya. Tabung berbentuk silinder dan terbuat dari kaca, kecuali bila dalam monografi, disebutkan terbuat dari bahan lain. Sebuah tabung mengalir dengan diameter yang lebih kecil untuk mengeluarkan cairan yang menyatu dengan tabung atau disambung melalui suatu sambungan anti bocor pada ujung bawah tabung utama. Ukuran kolom bervariasi; kolom yang umum digunakan dalam analisis farmasi mempunyai diameter dalam antara 150 mm hingga 400 mm, tidak termasuk tabung pengalir. Tabung pengalir, umumnya berdiameter dalam antara 3 mm hingga 6 mm,dapat dilengkapi dengan sebuah kran untuk mengatur laju aliran pelarut yang melalui kolom dengan teliti.Batang pemampat merupakan suatu batang silinder, melekat kuat pada sebuah tangkai yang terbuat dari plastik, kaca, baja tahan karat, atau aluminium, kecuali bila dinyatakan lain dalam monografi. Tangkai batang pemampat biasanya mempunyai diameter yang lebih kecil dari kolom dan panjang minimal 5 cm melebihi panjang efektif kolom, batang mempunyai diameter lebih kurang 1 mm lebih kecil dari diameter dalam kolom (Departemen kesehatan, 1995)..

Zat penjerap atau fase diam yang digunakan bisa berupa aluminium oksida yang telah diaktifkan, silika gel, atau tanah silika yang dimurnikan dalam keadaan kering atau dalam campuran dengan air, dimampatkan ke dalam tabung kromatografi kaca atau kuarsa. Zat uji yang dilarutkan dalam sejumlah kecil pelarut, dituangkan ke dalam kolom dan dibiarkan mengalir ke dalam zat penjerap. Zat berkhasiat diadsorpsi dari larutan secara kuantitatif oleh bahan penjerap berupa pita sempit pada permukaan atas kolom. Dengan penambahan pelarut lebih lanjut melalui kolom, oleh gaya gravitasi atau dengan memberikan


(29)

12

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

tekanan, masing-masing zat bergerak tururn dalam kolom dengan kecepatan tertentu, sehingga terjadi pemisahan dan diperoleh kromatogram (Departemen kesehatan, 1995).

2.5.1.3Kromatografi Gas – Spektrometer Gas (GC-MS)

Perkembangan teknologi instrumentasi menghasilkan alat yang merupakan gabungan dari dua sistem dengan prinsip dasar yang berbeda satu sama lain tetapi dapat saling melengkapi, yaitu gabungan antara kromatografi gas dan spektrometer massa (GC-MS). Kedua alat dihubungkan dengan satu interfase.

Kromatografi gas disini berfungsi sebagai alat pemisah berbagai komponen campuran dalam sampel, sedangkan spektrometer massa berfungsi untuk mendeteksi masing-masing molekul komponen yang telah dipisahkan pada sistem kromatografi gas. Dari kromatogram GC-MS akan diperoleh informasi jumlah senyawa yang terdeteksi dan dari spektra GC-MS akan diperoleh informasi struktur senyawa yang terdeteksi.

Dalam kromatografi gas, pemisahan terjadi ketika sampel diinjeksikan ke dalam fase gerak. Fase gerak yang biasa digunakan adalah gas inert seperti Helium. Fase gerak membawa sampel melalui fase diam yang ditempatkan dalam kolom. Sampel dalam fase gerak berinteraksi dengan fase diam dengan kecepatan yang berbeda-beda. Saat terjadi interaksi, yang tercepat akan keluar dari kolom lebih dulu, sementara yang lambat keluar paling akhir. Komponen-komponen yang telah terpisah kemudian menuju detektor.

Detektor akan memberikan sinyal yang kemudian ditampilkan dalam komputer sebagai kromatogram. Pada kromatogram, sumbu x menunjukkan waktu retensi, RT (Retention Time), waktu saat sampel diinjeksikan sampai elusi berakhir), sedang sumbu y menunjukkan intensitas sinyal. Dalam detektor, selain memberikan sinyal sebagai kromatogram, komponen-komponen yang telah terpisah akan ditembak elektron sehingga terpecah menjadi fragmen-fragmen dengan perbandingan massa dan muatan tertentu (m/z). Fragmen-fragmen dengan m/z ditampilkan komputer sebagai spektra massa, dimana sumbu x menunjukkan perbandingan m/z sedangkan sumbu y menunjukkan intensitas. Dari spektra tersebut dapat diketahui struktur senyawa dengan membandingkannya dengan spektra massa standar dari literature yang tersedia dalam komputer. Pendekatan


(30)

13

pustaka terhadap spektra massa dapat digunakan untuk identifikasi bila indeks kemiripan atau Similarity Indeks (SI) berada pada rentangan ≥ 80 % (Howe, 1981).

2.5.2 Spektrofotometri

Spektrofotometri merupakan pengukuran suatu interaksi antara radiasi elektromagnetik dan molekul atau atom dari suatu zat kimia. Teknik yang sering digunakan dalam analisis farmasi meliputi spektrofotometri serapan ultraviolet, cahaya tampak, inframerah dan serapan atom (Departemen kesehatan, 1995).

2.5.2.1Spektrofotometri Infra Merah

Spektrofotometri Infra Merah merupakan alat untuk merekam spektrum di daerah inframerah terdiri dari suatu sistem optik dengan kemampuan menghasilkan cahaya monokromatik di daerah 4000 cm-1 hingga 625 cm-1 (lebih

kurang 2,5 πm hingga 16 πm) dan suatu metode untuk mengukur perbandingan

intensitas perbandingan cahaya yang ditransmisikan cahaya datang (Departemen kesehatan, 1995).

Setiap molekul memiliki karakteristik spectrum inframerah yang berbeda-beda baik dalam posisi maupun intensitas pita absorbsinya Spektrum yang diperoeh merupakan hubungan antara bilangan gelombang (cm-1) dan persen transmittan. Spektrum IR digunakan untuk mengidentifikasi gugus fungsi.

Fourier Transform (FT) dapat memisahkan masing-masing frekuensi absorbsi dari interferogram. Tipe dari instrumen ini dikenal dengan Fourier transform infrared spectrometer (FT-IR). Keuntungan dari instrumen ini adalah dapat diperoleh interferogram kurang dari satu detik. Hal ini memungkinkan untuk mendapatkan banyak inferogram pada sampel yang sama dan mengakumulasikannya dalam memori komputer. Interferogram merupakan sinyal yang kompleks akan tetapi, pola gelombangnya mengandung semua frekuensi yang mengindikasikan sebagai spektrum IR. Interferogram merupakan plot antar intensitas dengan frekuensi (Pavia.et.al,. 2001)


(31)

14

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.5.2.3 Spektrofotometri Resonansi Magnetik Inti

Spektrofotometri Resonansi Magnetik Inti (SMR) atau Nuclear Magnetic Resonance (NMR) merupakan suatu metode untuk mengidentifikasi struktur atom dari suatu molekul secara lebih spesifik (Stahl Egon, 1985).

NMR adalah metode spektroskopi yang lebih penting dibandingkan dengan IR. IR dapat memberikan informasi gugus fungsi yang ada pada suatu senyawa, sedangkan NMR memberikan informasi mengenai nomor atom. Kombinasi data dari IR dan NMR dapat digunakan untuk menentukan struktur suatu molekul (Pavia.et al., 2001).

Spektrofotometri NMR berhubungan dengan sifat magnet dari berbagai inti dan juga untuk menentukan berbagai letak inti tersebut dalam suatu molekul. Seperti dengan menggunakan spektroskopi resonansi magnetik proton dapat diketahui jenis lingkungan atom hidrogen dan jumlahya pada atom karbon tetangga. Spektroskopi yang sering digunakan adalah spektroskopi ¹H dan ¹³C-NMR karena atom hidrogen dan karbon selalu ada dalam setiap molekul senyawa organik (Willard et al., 1948).

Instrumen NMR terdiri atas komponen-komponen sebagai berikut : a. Magnet

Merupakan suatu alat tambahan yang berguna untuk menstabilkan medan magnet.

b. Probe sampel

Tempat meletakkan sampel dan tempat terjadinya resonansi. c. Sumber dan detektor radiasi radioaktif

Merekam perubahan magnetisasi sampel dan peluruhannya yang disebabkan oleh pengaruh waktu.

d. Rekorder data

Memberikan informasi berupa sinyal yang dikirim kesuatu komputer untuk dìproses, diakumulasi lalu ditransformasikan secara otomatis (Atta-ur-Rahman, 1986; Willard et al., 1948)


(32)

15

2.6 Uji Antiinflamasi

Uji-uji dalam penelitian farmakologi tidak hanya bisa menggunakan hewan coba atau in vivo, Beberapa metode in vitro dapat digunakan dalam mengetahui potensi atau aktivitas antiinflamasi dari suatu obat, kandungan kimia dan preparat herbal. Teknik-teknik yang bisa digunakan antara lain adalah pelepasan fosforilasi oksidatif (ATP biogenesis terkait dengan respirasi), penghambatan denaturasi protein, stabilisasi membran eritrosit, stabilisasi membran lisosomal, tes fibrinolitik dan agregasi trombosit(Oyedapo et al., 2010). Pada penelitian ini, uji antiinflamasi dilakukan dengan cara inhibisi denaturasi protein yang merupakan uji untuk skrining awal aktivitas antiinflamasi, dimana denaturasi protein adalah salah satu parameter bila terjadi inflamasi dan rematik. Oleh karena itu menggunakan agen yang dapat mencegah denaturasi protein akan bermanfaat dalam perkembangan obat antiinflamasi (Chatterjee et al., 2012).

Bovine serum albumin (BSA) merupakan salah satu protein yang dapat digunakan untuk uji antiinflamasi. Larutan BSA dalam tris-buffer saline pH 6,3 ditambahkan larutan sampel dalam metanol kemudian larutan diinkubasi selama 30 menit pada suhu + 25oC lalu di panaskan di waterbath selama 5 menit pada suhu + 72oC, setelah dipanaskan larutan didiamkan selama 25 menit pada suhu ruang didinginkan lalu dianalisis dengan Spektrofotometri UV dan menggunakan persamaan :

% inhibisi =

x 100 %

Dimana senyawa yang mempunyai % inhibisi lebih besar dari 20% dianggap mempunyai efek antiinflamasi dan dapat digunakan untuk pengembangan obat baru (William et al., 2008)


(33)

16 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB III METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu

3.1.1 Tempat

Penelitian dilakukan di Laboratrium Penelitian 1 dan 2, Laboratorium Farmakognosi dan Fitokimia Prodi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3.1.2 Waktu

Penelitian ini berlangsung dari bulan Maret 2014 sampai dengan bulan Agustus 2014.

3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat

Labu bermulut dua, alat refluks, gelas ukur, batu stirer, becker glass, timbangan analtik, spatula, batang pengaduk, pipet tetes, tabung reaksi, kertas saring, corong, vial, pH meter, allumunium foil, erlenmeyer, chamber, plat KLT, vacuum rotary evaporator, hotplate, termometer, lemari asam, sinar UV, spektrofotometer UV (HITACHI), Gas Chromatography Mass Spectrometer (AGILENT), spektrofotometer FT-IR (SHIMADZU), spektrofotometer 1H-NMR (500MHz, JEOL).

3.2.2 Bahan

Senyawa etil p-metoksisinamat yang merupakan hasil isolasi dari kencur (Kaempferia galangga L)

a. Pereaksi

Reaksi reduksi : Natrium Borohidrida (NaBH4) (Sigma-Aldrich)

dalam Metanol (Merck)

b. Bahan kimia

Aquadest, Metanol p.a (Merck), HCl 2 N (Merck), Etil asetat (Merck),


(34)

17

(Merck), tris base (Merck), Natrium diklofenak (Dipharma), Bovine Serum Albumin (BSA) fraksi V kemurnian 96% (Sigma-Aldrich).

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Isolasi Etil p-metoksisinamat dari Kaempferia galanga Linn

Sampel tumbuhan kencur yang berasal dari kebun instalasi Balitro (Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat) Cicurug-Sukabumi dideterminasi di Herbarium Bogoriense Bidang Botani, Pusat Penelitian Biologi, LIPI Cibinong, Bogor.

Sebanyak 8 Kg kencur dibersihkan, dicuci dengan air mengalir, diiris tipis lalu di jemur sampai kering tanpa terkena sinar matahari langsung. Setelah kering, rajangan kencur diblender sampai halus lalu dimaserasi dengan menggunakan pelarut n-heksan yang telah didestilasi sebanyak 1,7 L dengan waktu perendaman 5 hari sambil sesekali dilakukan pengocokan. Setelah 5 hari disaring sehingga diperoleh ampas dan filtrat. Ampas ditambah kembali n-heksan sebanyak 1,7 L. Proses maserasi dilakukan sebanyak 3 kali. Seluruh filtrat hasil maserasi dipekatkan dengan vacuum rotary evaporator, kemudian filtrat pekat ini didiamkan pada suhu kamar selama 1 hari sampai terbentuk kristal.

Kristal yang terbentuk dipisahkan dengan penyaringan, lalu dimurnikan dengan proses pencucian menggunakan n-heksan dan direkristalisasi dengan cara melarutkan kristal dalam n-heksan dengan beberapa tetes metanol kemudian dibiarkan pada suhu kamar hingga terbentuk kristal kembali (Afrizal et al., 1999).

Dihitung rendemennya.

% rendemen =

x 100 %

Kemudian dilakukan identifikasi EPMS yang didapat dengan KLT lalu diidentifikasi lebih lanjut dengan spektrofotometri FT-IR, GC-MS dan H-NMR (500 MHz, JEOL).


(35)

18

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.3.2 Reaksi Reduksi Senyawa Etil p-Metoksisinamat dengan NaBH4

1,5 g EPMS dimasukkan dalam labu reaksi kemudian ditambah serbuk natrium borohidrida 1,65 g didiamkan selama 15 menit lalu ditambah metanol 15 mL, diaduk dengan magnetic stirrer pada temperatur 70OC (refluks). Reaksi berjalan selama 3 jam, setelah reaksi selesai dilakukan uji KLT. Lalu campuran reaksi didinginkan dalam suhu ruangan, kemudian ditambahkan dengan HCl 2N 15 mL. Diekstraksi dengan etil asetat (3 x 15 mL). Fase etil asetat diuapkan dengan vacuum rotary evaporator, hasil evaporasi diuji KLT dan dibandingkan dengan standar EPMS. Jika masih ada spot EPMS (starting material), maka dilakukan pemurnian dengan menggunakan kromatografi kolom dengan fase diam berupa silica gel sebanyak 20,08 g serta eluen n-heksan dan etil asetat (4:1) sebagai fase gerak. Kemudian dilakukan uji KLT untuk memastikan bahwa tidak ada lagi spot EPMS. Identifikasi senyawa hasil reduksi dilakukan dengan spektrofotometri FT-IR, GC-MS dan spektrofotometer 1H-NMR (500 MHz, JEOL). (Da Costa et al., 2006).

3.4 Uji Aktivitas Antiinflamasi secara In Vitro

3.4.1 Pembuatan reagen

1. Pembuatan Tris –Buffer Saline (TBS)

Sebanyak 605,0 mg Tris base dan 4,35 g NaCl dilarutkan dalam 400 mL aquadest kemudian pH diatur dengan asam asetat glasial hingga mencapai 6,3. Lalu dicukupkan dengan aquadest sampai 500 mL.

2. Pembuatan larutan BSA 0,2% dalam TBS

Sebanyak 0,5 g BSA dimasukkan dalam labu ukur 250 mL, kemudian dilarutkan dengan TBS 250 mL.

3. Pembuatan variant konsentrasi Na diklofenak ( Kontrol positif )

Sebanyak 40,0 mg Natrium diklofenak dilarutkan didalam labu ukur 10 mL dengan metanol dicukupkan hingga volume 10 mL, sehingga didapatkan larutan induk dengan konsentrasi 4000 ppm. Kemudian dilakukan pengenceran menjadi 2000, 1000, 500, dan 250 ppm.


(36)

19

4. Pembuatan kontrol negatif

Sebanyak 100 µL metanol ditambahkan dengan larutan BSA 0,2% dalam TBS kedalam labu ukur hingga volume 10 mL.

5. Pembuatan variant konsentrasi EPMS (Sampel uji 1)

Sebanyak 40,0 mg EPMS dilarutkan didalam labu ukur 10 mL dengan metanol dicukupkan hingga volume 10 mL, sehingga didapatkan larutan induk dengan konsentrasi 4000 ppm. Kemudian dilakukan pengenceran menjadi 2000, 1000, 500, dan 250 ppm.

6. Pembuatan variant konsentrasi senyawa hasil modifikasi (Sampel uji 2) Sebanyak 40,0 mg senyawa hasil reduksi dilarutkan didalam labu ukur 10 mL dengan metanol dicukupkan hingga volume 10 mL, sehingga didapatkan larutan induk dengan konsentrasi 4000 ppm. Kemudian dilakukan pengenceran menjadi 2000, 1000, 500, dan 250 ppm.

3.4.2 Pengukuran Aktivitas Antiinflamasi In vitro

1. Pembuatan larutan uji

Larutan uji (5 mL) terdiri dari 50 µL larutan sampel yang kemudian ditambah dengan larutan BSA 0,2% hingga volume 5 mL sehingga didapatkan variant konsentrasi menjadi 40, 20, 10, 5, dan 2,5 ppm.

2. Pembuatan larutan kontrol positif

Larutan kontrol positif (5 mL) terdiri dari 50 µL larutan Na diklofenak yang kemudian ditambah dengan larutan BSA 0,2% hingga volume 5 mL sehingga didapatkan variant konsetrasi menjadi 40, 20, 10, 5, dan 2,5 ppm. 3. Pembuatan larutan kontrol negatif

Larutan kontrol negatif (5 mL) terdiri dari 50 µL metanol yang kemudian ditambah dengan larutan BSA 0,2% hingga volume 5 mL.

Setiap larutan diinkubasi selama 30 menit pada suhu + 25oC lalu di panaskan di waterbath selama 5 menit pada suhu + 72oC, setelah dipanaskan larutan didiamkan selama 25 menit pada suhu ruang. Selanjutnya diukur absorbansinya dengan spektrofotometer UV-Vis (HITACHI) pada panjang gelombang 660 nm.


(37)

20

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Persentase inhibisi dari denaturasi protein dikalkulasikan dengan rumus berikut:

% inhibisi =

x 100 %


(38)

21

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi Etil p-Metoksisinamat

4.1.1 Hasil Determinasi Kaempferia galanga L

Tumbuhan kencur dideterminasi terlebih dahulu untuk memastikan kebenaran tumbuhan yang digunakan dalam penelitian ini di Herbarium Bogoriense Bidang botani, Pusat Penelitian Biologi, LIPI Cibinong, Bogor. Hasil determinasi menunjukkan bahwa tumbuhan yang digunakan adalah kencur (Kaempferia galanga L) (Lampiran 3).

4.1.2 Hasil Isolasi Etil p-metoksisinamat

Isolasi senyawa EPMS dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu preparasi simplisia dari kencur segar sebanyak 8 Kg diproses hingga menjadi simplisia, diperoleh serbuk simplisia sebanyak 858 g. Simplisia dimaserasi dengan pelarut n-heksan lalu disaring, filtrat yang berwarna kekuningan kemudian dipekatkan dengan vacuum rotary evaporator, filtrat pekat didiamkan di suhu ruang menghasilkan kristal kuning lalu direkristalisasi dan menghasilkan kristal putih sebanyak 22 g (Lihat skema isolasi pada Lampiran 1).

Rendemen Kristal :

% rendemen =

x 100% = 2,564%

Rekristalisasi bertujuan memurnikan suatu zat padat dari campuran atau pengotornya dengan cara melarutkan kembali kristal dalam pelarut yang cocok yaitu n-heksan dan ditambah beberapa tetes metanol, metanol digunakan untuk melarutkan pengotor yang ada. Setelah direkristalisasi diuji dengan KLT untuk memastikan hanya terdapat satu spot senyawa murni, eluen yang digunakan n-heksan : etil asetat perbandingan 4:1, didapatkan Rf = 0,697 (Gambar 4.1).


(39)

22

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Gambar 4.1 KLT Isolat Kencur (visualisasi UV λ 245 nm)

4.1.3 Hasil Identifikasi Etil p-metoksisinamat a. Pemerian

Bentuk : kristal putih Bau : aroma khas kencur Warna : putih gading

b. Titik Leleh

Pengukuran dilakukan dengan menggunakan alat melting point apparatus, rentang titik leleh senyawa EPMS ada pada 47-52oC.

c. Elusidasi Struktur Senyawa Etil p-metoksisinamat

Elusidasi senyawa EPMS menggunakan 3 alat yaitu spektrofotometri FT-IR untuk mengetahui gugus fungsi, spektrofotometri 1H-NMR untuk mengetahui letak proton H pada struktur, dan GCMS untuk mengetahui berat molekul senyawa serta fragmentasi massa.


(40)

23

Gambar 4.2 Spektrum IR isolat kencur ( EPMS) Tabel 4.1 Daftar daerah spektrum IR isolat kencur ( EPMS)

Ikatan Daerah Absorbsi (v, cm-1) C-H aril 3007 – 3045 C-H alifatik 2979 – 2842

C=O 1704

C=C aril 1629 – 1573 C-O 1367 – 1321 C-O aril 1252 -1210, 1029 Aromatik posisi para 829

Hasil penafsiran spektrum IR senyawa isolat kencur dari berbagai bilangan gelombang absorbsi gugus fungsi yang spesifik pada tabel 4.1 dan gambar 4.2 yaitu pada bilangan gelombang v 3007 – 3045 cm-1 merupakan bilangan gelombang spesifik vibrasi ulur ikatan antar atom C-H pada gugus aromatik. Ditemukan C=C pada bilangan gelombang v


(41)

24

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

1629 – 1573 cm-1 dan C-H alifatik pada bilangan gelombang v 2979 – 2842 cm-1 yang juga menunjukkan keberadaan aromatik, munculnya bilangan gelombang v 829 cm-1 menunjukkan aromatik disubstitusi para. Pada bilangan gelombang v 1256 – 1210 cm-1 dan 1029 cm-1 terdapat C-O aril yang berikatan pada aromatik.

Pita serapan pada bilangan gelombang v 1704 cm-1 spesifik dari gugus C=O karbonil, dan bilangan gelombang C-O ditemukan pada v 1367

– 1321 cm-1, dari kedua bilangan gelombang ini menunjukan adanya suatu gugus ester.

Analisa kedua menggunakan GCMS, dimana menurut literatur untuk senyawa EPMS menunjukkan bahwa senyawa tersebut muncul pada waktu retensi 9,9 dengan berat molekul 206,4 serta memiliki fragmentasi massa pada 161; 134; 118; 89; 77; 63; 51 (Umar et al., 2012) (Gambar 4.3).

Hasil interpretasi GCMS menunjukkan bahwa isolat kencur muncul pada waktu retensi 9,932 dan memiliki berat molekul sebesar 206,0 dengan fragmentasi massa pada 161; 134; 118; 103; 89; 77; 63; 51 (Gambar 4.4). Adapun fragmentasi yang terjadi pada senyawa isolat kencur adalah :

O

O CH3 O

H3C

O

O H3C

CH 2 O H 3C CH 2 CH CH CH CH +

-OCH2CH -C

-OCH 3 + + + + + M+=206,0 m/z = 161

m/z = 134

m/z = 103 m/z = 77

m/z = 51 C4H


(42)

25


(43)

26

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


(44)

27

Analisa terakhir yaitu dengan 1H-NMR, dimana interpretasi analisa NMR berupa nilai pergeseran kimia ( ), hasil analisa NMR dengan 1 H-NMR ditunjukan pada tabel 4.2 dan gambar 4.5


(45)

28

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tabel 4.2 Hasil analisis spektrum 1H-NMR 500 MHz EPMS

Posisi

pergeseran kimia ( ) (ppm) (d6-DMSO)

( Umar et al.,2012)

pergeseran kimia ( ) (ppm) (CDCl3)

1 1,24 (t,3H, J=12) 1,33 (t, 3H, J=7,15) 2 4,60 (q, 2H, J=11,5) 4,25 (q, 2H, J=7,15) 4 6,45 (d, 1H, J=16,5) 6,31 (d, 1H, J=15,6) 5 7,63 (m, 1H) 7,65 (d, 1H, J=16,25) 7 6,97 (d, 1H, J=14,5) 6,90 (d, 1H, J=9,05) 8 7,63 (m, 1H) 7,47 (d, 1H, J=8,45) 10 7,63 (m,1H) 7,47 (d,1H, J=8,45) 11 6,97 (d, 1H, J=14,5) 6,90 (d, 1H, J=9,05) 12 3,83 (s, 3H) 3,82 (s, 3H)

Gambar 4.6 Struktur Senyawa EPMS

Interpretasi NMR dibandingkan dengan hasil interpretasi pada penelitian Umar (2012). Spektrum 1H-NMR memberikan sinyal pada pergeseran kimia 1,33 (3H) berbentuk triplet dan muncul di 4,25 (2H)

quartet, sinyal lebih downfield karena berikatan dengan oksigen. Sinyal juga muncul di pergeseran kimia 3,83 (3H) berbentuk singlet, lebih

downfield karena berikatan dengan oksigen (-OCH3). Pergeseran kimia

pada 6,31 (1H) berbentuk doublet berhubungan dengan pergeseran kimia 7,65 (1H) berbentuk doublet, dengan rentang konstanta kopling yang dekat yaitu 15,6 dan 16,25 Hz, bentuk ini adalah gugus olefin dengan proton berkonfigurasi trans. Kemudian pada pergeseran kimia 6,9 – 7,4 (4H) merupakan proton-proton dari benzen dengan 2 substitusi. Sinyal ini

CH3 O

O H3C

O 1 2 3 4 5 6 7 8 9 12 10 11


(46)

29

adalah sinyal dari H 7/11 dan H 8/10, karena pola sinyal menunjukan bahwa 2 proton yang ekivalen terkopling secara ortho dengan 2 proton yang ekivalen lainnya.

Sehingga dari data interpretasi IR, GCMS, 1H-NMR, dapat ditarik kesimpulan bahwa senyawa hasil isolasi dari kencur (Kaempferia galanga

L) adalah etil p-metoksisinamat.

4.2 Modifikasi Struktur Etil p-metoksisinamat (EPMS) dengan Reaksi Reduksi menggunakan NaBH4

Reaksi reduksi etil p-metoksisinamat pada penelitian ini menggunakan reduktor yakni Natrium Borohidrida (NaBH4) (lihat Lampiran

2) kemudian hasil reaksi diidentifikasi dengan KLT menggunakan silica gel

sebagai fase diam, serta fase gerak berupa eluen n- heksan dan etil asetat (4 : 1) dibawah sinar UV pada panjang gelombang 245 nm.

Gambar 4.7 Hasil KLT senyawa EPMS (E) dan hasil reduksi (R) eluen n-heksan : etil asetat = 4:1 (visualisasi UV λ 245 nm)

KLT terhadap hasil reaksi reduksi dilakukan untuk membuktikan bahwa senyawa hasil reaksi (R) tidak sama dengan starting material

(Gambar 4.7). Nilai Rf EPMS (E) adalah 0,697, sedangkan nilai Rf senyawa hasil reaksi reduksi (R) adalah 0,116. Hasil dari reaksi reduksi adalah senyawa yang berupa kristal putih dengan rendemen sebesar 9,513%


(47)

30

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

% Rendemen =

X 100 % = 9,513 %

4.2.1 Identifikasi Senyawa Hasil Reduksi

Identifikasi dimulai dengan melihat perbedaan nilai Rf senyawa EPMS dan hasil reduksi menggunakan KLT dengan eluen n-heksan : etil asetat dengan perbandingan 4:1 (lihat gambar 4.7), senyawa hasil reduksi mempunyai nilai Rf = 0,116. beradasarkan nilai Rf dapat diketahui bahwa tingkat kepolaran senyawa hasil reduksi lebih tinggi dibandingkan dengan EPMS.

a. Pemerian senyawa hasil reduksi:  Warna : putih

 Bau : tidak berbau

 Bentuk : kristal

b. Titik leleh :

Pengukuran dilakukan dengan menggunakan alat melting point apparatus, rentang titik leleh senyawa hasil reduksi 172-176 oC.

c. Elusidasi struktur senyawa hasil reduksi

Elusidasi struktur senyawa hasil reduksi dilakukan dengan IR, GCMS dan 1H-NMR. Penafsiran spektrum IR senyawa hasil reduksi dapat dilihat pada tabel 4.3.


(48)

31

Gambar 4.8 Spektrum IR senyawa hasil reduksi

Terdapat pita serapan pada bilangan gelombang v 1650-1600 cm-1 menunjukan keberadaan aromatik serta muncul serapan pada bilangan gelombang v 825,57 cm-1 yang menunjukkan aromatik disubstitusi para.C-H alifatik ditemukan pada bilangan gelombang v 2946,39 cm-1, dan pada bilangan gelombang v 1227,74 terdapat C-O yang berikatan pada aromatik. Pita serapan bilang gelombang v 1708 dan 1328,05 merupakan serapan spesifik dari gugus C=O karbonil dan C-O menunjukkan adanya gugus karboksilat dan diperkuat dengan munculnya pita serapan pada bilangan gelombang v 3100-2700 cm-1. Hal ini menunjukkan bahwa modifikasi telah berhasil merubah gugus ester pada EPMS menjadi karboksilat. 500 750 1000 1250 1500 1750 2000 2500 3000 3500 4000 1/cm 22.5 30 37.5 45 52.5 60 67.5 %T 2 9 4 6 .3 9 1 8 8 6 .4 6 1 7 0 8 .0 4 1 3 2 8 .0 5 1 2 2 7 .7 4 1 1 1 4 .9 0 1 0 3 0 .0 3 9 6 7 .3 4 8 2 5 .5 7 7 7 7 .3 5 6 8 7 .6 5 EPMS-2


(49)

32

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tabel 4.3 Daerah spektrum IR senyawa hasil reduksi Ikatan Daerah Absorbsi (v, cm-1)

OH 3100-2700

C-H alifatik 2946,39

C=O 1708

C=C aril 1650-1600

C-O 1328,05

C-O aril 1227,74

Aromatik posisi para 825,57

Analisa kedua menggunakan GCMS, senyawa hasil reduksi muncul pada waktu retensi 9,648 yang memiliki berat molekul 178 dengan fragmentasi 161; 133; 107; 89; 77; 63 (Gambar 4.9). Hasil fragmentasi yang terjadi pada senyawa hasil reduksi adalah :

H3C O O OH H 3C O O H 3C O CH 2 H 3C O CH CH +

M+= 178 m/z = 161

m/z = 133

m/z = 107 m/z = 77

+ -CO -OCH3 + + + -OH


(50)

33

Gambar 4.9 Kromatogram GCMS senyawa hasil reduksi

Data analisa IR dan GCMS diperkuat dengan analisa 1H-NMR adapun hasil analisis senyawa hasil reduksi ditunjukkan pada tabel 4.4 dan gambar 4.10


(51)

34

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Gambar 4.10 Spektrum 1H-NMR senyawa hasil reduksi

Tabel 4.4 Hasil analisis spektrum 1H-NMR 500 MHz EPMS dan senyawa hasil reduksi

Posisi

pergeseran kimia ( ) (ppm)

EPMS (CDCl3) Senyawa hasil reduksi (CD3OD)

1 1,33 (t, 3H, J=7,15) --- 2 4,25 (d, 2H, J=7,15) ---

4 6,31 (d, 1H, J=15,6) 7,62 (d, 1H, J= 15) 5 7,65 (d, 1H, J=16,25) 6,35 (d, 1H, J= 15) 7 6,90 (d, 1H, J=9,05) 6,96 (d, 1H, J= 10) 8 7,47 (d, 1H, J=8,45) 7,54 (d, 1H, J= 10) 10 7,47 (d,1H, J=8,45) 7,54 (d, 1H, J= 10) 11 6,90 (d, 1H, J=9,05) 6,96 (d, 1H, J= 10) 12 3,82 (s, 3H) 3,82 (s,3H)


(52)

35

Gambar 4.11 Struktur senyawa hasil reduksi

Sinyal di pergeseran kimia 3,83 (3H) berbentuk singlet, lebih

downfield karena berikatan dengan oksigen (-OCH3). Pergeseran kimia

pada 7,62 (1H) berbentuk doublet berhubungan dengan pergeseran kimia 6,35 (1H) berbentuk doublet, dengan rentang konstanta kopling yang sama yaitu 15 Hz, bentuk ini adalah gugus olefin dengan proton berkonfigurasi

trans. Kemudian pada pergeseran kimia 6,96 – 7,54 (4H) merupakan proton-proton dari benzen dengan 2 substitusi.Sinyal ini adalah sinyal dari H 7/11 dan H 8/10, karena pola sinyal menunjukan bahwa 2 proton yang ekivalen terkopling secara ortho dengan 2 proton yang ekivalen lainnya.

O CH3

O O

CH3

NaBH4+ Metanol Refluks 3 jam

O CH3

OH O

Gambar 4.12 Reaksi Reduksi Etil p-metoksisinamat

Sehingga dari data interpretasi IR, GCMS, 1H-NMR, dapat ditarik kesimpulan bahwa senyawa hasil reduksi dari etil p-metoksisinamat adalah asam p-metoksisinamat.

4.3 Uji Antiiflamasi dan Hubungan Struktur terhadap Aktivitas Senyawa Hasil Reduksi

Uji-uji dalam penelitian farmakologi tidak hanya bisa menggunakan hewan coba. Menurut penelitian Chatterjee et al (2012) uji antiinflamasi secara in vitro dapat dilakukan berdasarkan prinsip inhibisi denaturasi protein, dimana

OH O

O H3C

3 4 5 6 7 9 10 11 12


(53)

36

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

denaturasi protein adalah salah satu parameter bila terjadi inflamasi dan rematik. Pada penelitian ini digunakan prinsip denaturasi protein sebagai skrining awal antiinflamasi sehingga nantinya agen ini dapat berguna dalam pengembangan obat antiinflamasi baru (William et al.,2008). Uji aktivitas inflamasi dilakukan terhadap EPMS dan senyawa hasil reduksi EPMS dengan standar anitiinflamasi yaitu Na diklofenak.

Pada uji inhibisi denaturasi BSA dengan rentang konsentrasi 50 ppm- 0,035 ppm dapat memberikan % inhibisi >20% dianggap memiliki aktivitas sebagai antiinflamasi (William et al,2008).

Pada tabel 4.5 dapat dilihat hasil uji antiinflamasi EPMS dan senyawa hasil reduksi EPMS. Senyawa standar Na diklofenak mulai aktif memberikan efek pada konsentrasi 5 ppm yaitu dengan % inhibisi sebesar 23,789% dan pada konsentrasi 40 ppm sebesar 83.92%.

Gambar 4.13 Kurva uji antiinflamasi

Senyawa EPMS yang telah diteliti oleh Umar et al (2012) secara in vivo

mempunyai aktivitas antiinflamasi dengan menghambat COX-1 dan COX-2, mulai aktif memberikan efek pada konsentrasi 5 ppm dengan % inhibisi sebesar 25,888 % dan konsentasi 40 ppm sebesar 35,624 %.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

0 10 20 30 40 50

% In h ib isi Konsentrasi (ppm)

Kurva Uji Antiinflamasi

Na Diklofenak EPMS


(54)

37

Gambar 4.14. Struktur kimia (1) EPMS, (2) Senyawa hasil reduksi

Senyawa hasil reduksi (Gambar 4.14), asam p-metoksisinamat yang merupakan hasil reduksi mengalami penurunan aktivitas dimana % inhibisinya dibawah 20% yaitu pada konsetrasi 5 ppm sebesar 9,028 % dan sampai 40 ppm hanya sebesar 14,005 %.

Berdasarkan uji aktivitas ini dapat dianalisa bahwa modifikasi ester pada EPMS menjadi turunannya yaitu asam karboksilat dapat menghilangkan efek antiinflamasi, hal ini menunjukan bahwa ester pada EPMS mempunyai peranan penting dalam memberikan aktivitas sebagai antiinflamasi.

Tabel. 4.5 Hasil uji antiinflamasi EPMS dan senyawa turunannya No Sampel Konsentrasi % Inhibisi

1 Natrium diklofenak

2,5 ppm 4,626 5 ppm 23,789 10 ppm 24,670 20 ppm 62,555 40 ppm 83,92

2 EPMS

2,5 ppm 8,935 5 ppm 25,888 10 ppm 28,751 20 ppm 29,897 40 ppm 35,624

3 Senyawa hasil reduksi

2,5 ppm 7,407

5 ppm 9,028

10 ppm 10,185 20 ppm 10,995 40 ppm 14,005

O O

H3C

O

CH3

OH O

H3C

O


(55)

38

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa:

1. Senyawa etil p-metoksisinamat berhasil diisolasi dari kencur (Kaempferia galanga Linn) melalui ekstraksi maserasi menggunakan n-heksan dengan rendemen 2,564%. Reduksi etil p-metoksisinamat dengan menggunakan NaBH4 menghasilkan senyawa asam p-metoksisinamat (R) dengan rendemen

sebesar 9,513%.

2. Hasil uji aktivitas antiinflamasi secara in vitro dengan prinsip denaturasi

bovine serum albumin, pada konsentrasi 40 ppm etil p-metoksisinamat menginhibisi denaturasi protein sebesar 35,624% sedangkan asam

p-metoksisinamat hanya 14,005%, hal ini menunjukkan bahwa modifikasi etil

p-metoksisinamat pada gugus esternya dapat mempengaruhi aktivitas antiinflamasinya.

5.2 Saran

Perlu adanya penelitian yang lebih lanjut dan komprehensif terhadap senyawa turunan etil p-metoksisinamat dengan melakukan variasi pereaksi, kondisi reaksi, dan waktu reaksi lalu diuji aktivitas antiinflamasinya


(56)

39

DAFTAR PUSTAKA

Afriastini, J.J., 2002. Bertanam Kencur. Edisi Revisi. Penerbit Penebar Swadaya. hal. 1-33.

Afrizal, Fahmi ; R, Osmeli, D. 1999. Sintesis Isoamil Trans-p-metoksisinamat dari Etil Trans-p-Metoksisinamat. Jurnal Kimia Andalas. Vol.5 (2): 75-79 Bangun, Robijanto. 2011. Semi Sintesis

N,N-Bis(2-Hidroksietil)-3-(4-Metoksifenil) Akrilamida Dari Etil P-Metoksisinamat Hasil Isolasi Rimpang Kencur (Kaempferia Galanga, L) Melalui Amidasi Dengan Dietanolamin.

Medan: Universitas Sumetra Utara.

Barus, Rosbina. 2009. Amidasi Etil p-Metoksisinamat yang Diisolasi dari Kencur (Kaempferia Galanga, Linn). Medan: Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.

Backer. C. A. R. C. B. Van den Briak. 1986.”Flora Of Java”. Vol 2 Walters

Noordhoff. N. V. Groningen. P. 33

Chatterjee, Priyanka; Sangita Chandra; Protapaditya Dey; Sanjib Bhattacharya. 2012. Evaluation of Anti-Inflammatory Effects of Green Tea and Black Tea : A Comparative in vitro Study. J. Adv. Pharm Technol Res Vol 3 (2) 136-138.

Da Costa, Jorge. 2006. Simple reduction of ethyl, isopropyl and benzyl aromatic esters to alcohols using sodium borohydride-metanol system. Rio de Janeiro : Fiocruz

Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta. Erlina, R., A. Indah, dan Yanwirasti. 2007, Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol

Kunyit (Curcuma domestica Val.) pada Tikus Putih Jantan Galur Wistar, J. Sains dan TeknologiFarmasi, 12:2, 112-115.

Fairusi, D. 2012. Transformasi Senyawa Metil Sinamat Menjadi Fenil Sinamat Dan 4-Fenilkroman-2-On Sebagai Kandidat Antikanker. Depok : FMIPA-UI

Fessenden & Fessenden. 1986. Kimia Organik Edisi ketiga. Jakarta : Erlangga Gebelein, Charles G. , 1997. Chemistry and our world . Wm. C. Brown Publisher


(57)

40

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Gosal, Fandy et al. 2012. Patofisiologi dan penanganan Gastro[ati obat antiinflamasi nonsteroid, hal 445-446

Howe, I. And D. H. Williams, 1981, Mass Spectrometry Principles and Aplication , 2th edition, Mc Graw Hill. Inc, London.

Maryanto, ibnu et al. 2013. Bioresource untuk pembangunan ekonomi hijau. Jakarta : LIPI Press Hal 1

McMurry, John. 2008. Organic Chemistry, Seven edition. USA : Brooks/Cole, a Divion of Thomson Learning

Nugroho, Ignatius Adi. 2010. Implementasi Program Pengelolaan dan Konservasi Sumber Daya Genetik Hutan di Tingkat Nasional. APFORGEN Edisi 2 Pavia, Donald L.; Gary M.Lampman; George S.Kriz; James R. Vyvyan. 2008.

Introduction to Spectroscopy Fourth Edition. Brooks/Cole Cengage Learning. USA.

Rostiana, O., Rosita SMD, W. Haryudin, Supriadi dan S. Aisyah, 2003. Status pemuliaan tanaman kencur. Status Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Perkembangan Teknologi Tanaman Rempah dan Obat. Vol XV. No 2. hal. 25-37.

Saeed, A and Ashraf Z. 2006. Sodium borohydride reduction of aromatic carboxylic acids via methyl esters, J. Chem. Sci., Vol. 118, No. 5. India : Indian Academy of Sciences

Siswandono, Soekardjo Bambang. 2000. Kimia Medisinal. Surabaya: Airlangga University Press.

Stahl, Egon. 1985. Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi. Institut Teknologi Bandung. Bandung.

Taufikurohmah, T.; Rusmini; Nurhayati. 2008. Pemilihan Pelarut Optimasi Suhu Pada Isolasi Senyawa Etil Para Metoksi Sinamat (EPMS) Dari Rimpang Kencur Sebagai Bahan Tabir Surya Pada Industri Kosmetik.

Tewtrakul, Supinya; Supreeya Yuenyongsawad; Sopa Kummee; Latthya Atsawajaruwan. 2005. Chemical Components and Biological Activities of Volatile Oil of Kaempferia galanga Linn. Songklanakrin J. Sci. Technol


(58)

41

Umar, Muhammad I.; Mohd Zaini Asmawi; Amirin Sadikun; Item J. Atangwho 1; Mun Fei Yam; Rabia Altaf; Ashfaq Ahmed. 2012. Bioactivity-Guided Isolation of Ethyl-p-methoxycinnamate, an Anti-inflammatory Constituent, from Kaempferia galanga L. Extracts.Molecules, 17, 8720-8734

Vittalrao, Amberkar Monhabu; Tara Shanbag; Meena Kumari K; K.L Bairy; Smita Shenoy. 2011. Evaluation of Antiinlammatory and analgesic activities of alcoholic extract of Kaempeferia Galangan in rats. Indian J.Physiol Pharmacol 55 (1) : 13-24.

Willard, Hobart H.; Lynne L. Merritt, Jr.; John A. Dean; Frank A. Settle, Jr. 1988. Instrumental Methods of Analysis Seventh Edition. Wadsworth Publishing Company. California.

Williams, LAD; A.O Connar; L. Latore; O Dennis; S. Ringer; J.A Whittaker; J Conrad; B.Vogler; H Rosner; W Kraus. 2008. The In Vitro Anti-denaturation Effects Induced by Natural Product and Non-steroidal Compounds in Heat Treated (Immunogenic) Bovine Serum Albumin is Proposed as a Screening Assay for the Detection of Anti-inflammatory compounds, without the Use of Animals, in the Early Stages of The Drug Discovery Process. West Indian Medical Journal 57 (4):327.


(59)

42

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

LAMPIRAN

Lampiran 1. Skema Isolasi EPMS dari kencur ( Kaempferia galanga L )

Rimpang kencur

- Dibersihkan - Dikupas - Dirajang - Dikeringkan - Diblender

Bubuk kencur halus Maserasi

Ekstrak kencur

Kristal

Dievaporasi Didiamkan

Disaring Direkristalisasi

Kristal Putih


(60)

43

Lampiran 2. Skema Reduksi EPMS

EPMS

Reduksi

EPMS + NaBH4 Setelah 15 menit + metanol

Refluks pada suhu 70oC Reaksi berjalan selama 3 jam, setelah 3 jam diuji KLT Hasil reaksi ditambah dengan HCl 2N Diekstraksi dengan etil asetat Fase etil asetat diuapkan Hasil evaporasi diuji KLT dan dibandingkan dengan standar EPMS Jika masih ada spot EPMS maka dilakukan pemurnian dengan kromatografi kolom,eluen n-heksan dan etil asetat (4:1) sebagai fase gerak Diuji kembali dengan KLT Diidentifikasi dengan FT-IR, GC-MS, H-NMR.

Senyawa Hasil Reduksi

Uji Antiinflamasi dengan BSA

Dibuat larutan uji 1 (epms), uji 2 (hasil reduksi), Kontrol negatif, kontrol positif Larutan diinkubasi selama 30 menit pada suhu + 25oC Dipanaskan dengan waterbath selama 5 menit dengan suhu + 72oC Didiamkan selama 25 menit pada suhu ruang Diukur absorbansinya dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 660 nm Dihitung persentase inhibisi dari denaturasi BSA.


(61)

44

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


(62)

45


(63)

46

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


(64)

47

Lampiran 5. Perhitungan Bahan

Etil p-metoksisinamat

 Terpakai = 1,5 gr , BM = 206,24 gr/mol

 Mol =

=

= 0,0073 mol

NaBH4

 ρ = 1,0740 g/cm3

, BM = 37,83 gr/mol

 Mol = 6 kali dari Mol EPMS = 6 x 0,0073 = 0,0438 mol

 Massa (g) = Mol x BM


(65)

48

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

HE : EA = 4 : 1

(visualisasi UV

λ 245 nm)

Lampiran 6. Perhitungsn Nilai Rf

- Nilai Rf Etil p-metoksisinamat (E)

=

- Nilai Rf senyawa (R)

=


(66)

49


(67)

50

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 8. Tabel Hasil Uji Antiinflamasi

Sample Absorbansi

1 2 3 Rata-Rata

Kontrol Negatif

0,454 0,455 0,453

0,454 0,454 0,455 0,455

0,454 0,452 0,454 Natrium Diklofenak

2,5 ppm

0,448 0,377 0,472

0,433 0,448 0,377 0,473

0,449 0,377 0,473 Natrium Diklofenak

5 ppm

0,307 0,322 0,412

0,346 0,303 0,322 0,412

0,304 0,323 0,412 Natrium Diklofenak

10 ppm

0,308 0,353 0,364

0,342 0,308 0,353 0,365

0,308 0,353 0,365 Natrium Diklofenak

20 ppm

0,145 0,163 0,202

0,170 0,145 0,163 0,201

0,145 0,163 0,201 Natrium Diklofenak

40 ppm

0,099 0,024 0,025

0,073 0,099 0,024 0,025

0,099 0,024 0,024

Sample Absorbansi

1 2 3 Rata-Rata

Kontrol Negatif

0,897 0,923 0,795

0,873 0,899 0,924 0,796

0,900 0,926 0,799 EPMS

2,5 ppm

0,877 0,785 0,711

0,795 0,895 0,785 0,711

0,896 0,786 0,712 EPMS

5 ppm

0,487 0,754 0,697

0,647 0,487 0,757 0,698

0,488 0,758 0,699 EPMS

10 ppm

0,383 0,733 0,748

0,622 0,383 0,734 0,750

0,382 0,734 0,750 EPMS

20 ppm

0,483 0,709 0,641

0,612 0,484 0,710 0,642

0,484 0,710 0,643 EPMS

40 ppm

0,546 0,616 0,524

0,562 0,546 0,615 0,524


(68)

51

(Lanjutan)

Sample Absorbansi

1 2 Rata-Rata

Kontrol Negatif

0,860 0,867

0,864 0,860 0,870

0,858 0,870 Senyawa hasil

reduksi 2,5 ppm

0,803 0,795

0,800 0,803 0,796

0,802 0,798 Senyawa hasil

reduksi 5 ppm

0,779 0,791

0,786 0,780 0,792

0,779 0,792 Senyawa hasil

reduksi 10 ppm

0,757 0,793

0,776 0,759 0,791

0,761 0,793 Senyawa hasil

reduksi 20 ppm

0,767 0,769

0,769 0,767 0,774

0,766 0,771 Senyawa hasil

reduksi 40 ppm

0,798 0,688

0,743 0,798 0,699


(69)

52

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 9. Hasil Perhitungan Uji Antiinflamasi

No Sampel Konsentrasi Absorbansi Absorbansi

Kontrol % Inhibisi

1 Natrium diklofenak

2,5 ppm 0,433

0,454

4,626

5 ppm 0,346 23,789

10 ppm 0,342 24,670

20 ppm 0,170 62,555

40 ppm 0,073 83,92

2 EPMS

2,5 ppm 0,795

0,873

8,935

5 ppm 0,647 25,888

10 ppm 0,622 28,751

20 ppm 0,612 29,897

40 ppm 0,562 35,624

3 Senyawa hasil reduksi (R)

2,5 ppm 0,800

0,864

7,407

5 ppm 0,786 9,028

10 ppm 0,776 10,185

20 ppm 0,769 10,995


(70)

53

Lampiran 10. Gambar-gambar

Senyawa hasil reduksi Etil p-metoksisinamat

Spektrofotometer UV-Vis GC-MS


(1)

HE : EA = 4 : 1

(visualisasi UV λ 245 nm) Lampiran 6. Perhitungsn Nilai Rf

- Nilai Rf Etil p-metoksisinamat (E)

=

- Nilai Rf senyawa (R)

=


(2)

(3)

Lampiran 8. Tabel Hasil Uji Antiinflamasi

Sample Absorbansi

1 2 3 Rata-Rata

Kontrol Negatif

0,454 0,455 0,453

0,454

0,454 0,455 0,455

0,454 0,452 0,454

Natrium Diklofenak 2,5 ppm

0,448 0,377 0,472

0,433

0,448 0,377 0,473

0,449 0,377 0,473

Natrium Diklofenak 5 ppm

0,307 0,322 0,412

0,346

0,303 0,322 0,412

0,304 0,323 0,412

Natrium Diklofenak 10 ppm

0,308 0,353 0,364

0,342

0,308 0,353 0,365

0,308 0,353 0,365

Natrium Diklofenak 20 ppm

0,145 0,163 0,202

0,170

0,145 0,163 0,201

0,145 0,163 0,201

Natrium Diklofenak 40 ppm

0,099 0,024 0,025

0,073

0,099 0,024 0,025

0,099 0,024 0,024

Sample Absorbansi

1 2 3 Rata-Rata

Kontrol Negatif

0,897 0,923 0,795

0,873

0,899 0,924 0,796

0,900 0,926 0,799

EPMS 2,5 ppm

0,877 0,785 0,711

0,795

0,895 0,785 0,711

0,896 0,786 0,712

EPMS 5 ppm

0,487 0,754 0,697

0,647

0,487 0,757 0,698

0,488 0,758 0,699

EPMS 10 ppm

0,383 0,733 0,748

0,622

0,383 0,734 0,750

0,382 0,734 0,750

EPMS 20 ppm

0,483 0,709 0,641

0,612

0,484 0,710 0,642


(4)

(Lanjutan)

Sample Absorbansi

1 2 Rata-Rata

Kontrol Negatif

0,860 0,867

0,864

0,860 0,870

0,858 0,870

Senyawa hasil reduksi 2,5 ppm

0,803 0,795

0,800

0,803 0,796

0,802 0,798

Senyawa hasil reduksi

5 ppm

0,779 0,791

0,786

0,780 0,792

0,779 0,792

Senyawa hasil reduksi 10 ppm

0,757 0,793

0,776

0,759 0,791

0,761 0,793

Senyawa hasil reduksi 20 ppm

0,767 0,769

0,769

0,767 0,774

0,766 0,771

Senyawa hasil reduksi 40 ppm

0,798 0,688

0,743

0,798 0,699


(5)

Lampiran 9. Hasil Perhitungan Uji Antiinflamasi

No Sampel Konsentrasi Absorbansi Absorbansi

Kontrol % Inhibisi

1 Natrium

diklofenak

2,5 ppm 0,433

0,454

4,626

5 ppm 0,346 23,789

10 ppm 0,342 24,670

20 ppm 0,170 62,555

40 ppm 0,073 83,92

2 EPMS

2,5 ppm 0,795

0,873

8,935

5 ppm 0,647 25,888

10 ppm 0,622 28,751

20 ppm 0,612 29,897

40 ppm 0,562 35,624

3 Senyawa hasil reduksi (R)

2,5 ppm 0,800

0,864

7,407

5 ppm 0,786 9,028

10 ppm 0,776 10,185

20 ppm 0,769 10,995


(6)

Lampiran 10. Gambar-gambar

Senyawa hasil reduksi Etil p-metoksisinamat

Spektrofotometer UV-Vis GC-MS


Dokumen yang terkait

Modifikasi struktur senyawa etil p-metoksisinamat yang diisolasi dari kencur (kaempferia galanga L.) dengan metode reaksi reduksi dan uji aktivitas antiinflamasinya secara in vitro

1 22 70

Isolasi dan Uji Aktivitas Antiinflamasi Senyawa Metabolit Sekunder dari Rimpang Kencur (Kaempferia galanga L.)

5 62 86

Biotransformasi Metabolit Sekunder Utama (Senyawa X) dari Ekstrak n- Heksana Kencur (Kaempferia galanga L.) Oleh Jamur Aspergillus niger ATCC 6275

0 16 54

Perbandingan Sifat Fisik Sediaan Krim, Gel, dan Salep yang Mengandung Etil p-Metoksisinamat dari Ekstrak Rimpang Kencur (Kaempferia galanga Linn.)

7 83 104

Amidasi Senyawa Etil p-metoksisinamat yang Diisolasi dari Kencur (Kaempferia galanga L.) dan Uji Aktivitas Antiinflamasi Secara In-Vitro

1 18 82

Evaluasi Daya Penetrasi Etil p-Metoksisinamat Hasil Isolasi dari Rimpang Kencur (Kaempferia galanga L.) pada Sediaan Salep, Krim, dan Gel

18 117 119

Uji Aktivitas Gel Etil p-metoksisinamat terhadap Penyembuhan Luka Terbuka pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) Jantan Galur Sprague Dawley

6 24 104

Modifikasi Struktur Senyawa Etil p-metoksisinamat yang Diisolasi dari Kencur (Kaempferia galanga Linn.) Melalui Transformasi Gugus Fungsi Serta Uji Aktivitas Sebagai Antiinflamasi

1 18 111

Uji Stabilitas Kimia Etil p-Metoksisinamat dari Rimpang Kencur (Kaempferia galanga Linn) dalam Sediaan Setengah Padat

0 30 87

Uji Efek Analgesik Etil Para Metolsi Sinamat Yang Diisolasi Dari Rimpang Kencur (Kaempferia galanga L.) Pada Mencit Dengan Metode Witkin - Ubaya Repository

0 0 1