Sejarah Dakwah Transfomatif Dakwah Transformatif
melakukan transformasi pemikiran, iqra’, bacalah; al qalam, pena, sebelum
melakukan transformasi sosial. Agar dakwah yang dilaksanakan itu benar fungsional dan mempunyai peranan
transformatif, maka beliau mempersiapkan diri dengan jiwa yang besar, wa rabbaka fakabbir, teguh dan ulet, wa lirabbika fashbir; bersih dan tulus lahir dan batin, wa
tsiyabaka fathahir, menjauhi perbuatan yang merusak kepribadiannya, wa rujza fahjur, banyak memberi, tanpa pamrih, wala tamnun fastaksir. Kepribadian beliau
yang paripurna itu terbentuk sebelum beliau beliau menjadi Nabi, empat puluh tahun yang lalu. Melalui daya pikir yang jitu, ijtihad dan daya juang yang tangguh, dalam
jangka waktu kurang lebih 22 tahun, terciptalah masyarakat tauhid dengan rukun sosial persuadaraan, persamaan, kemerdekaan, dan keadilan sosial yang berpusat di
Kota Nabi madinatun Nabi. Ada upaya untuk merusak masyarakat yang telah dibangun oleh beliau itu,
ketika beliau wafat. Pada saat itu ada kelompok pembangkang, yang tidak membayar zakat; ada kelompok yang menyatakan keluar dari Islam, murtad dan ada pula
kelompok yang dipimpin oleh orang yang mengaku-aku Nabi, matanabbi. Namun tantangan itu semua dapat ditangani secara tuntas oleh Abu Bakar, khalifah pengganti
kepemimpinan Nabi. Yang lama musnah masa pun berubah, dan di atas puing reruntuhan, mekarlah kehidupan baru. Schiller; Wilhelm Tell. Bilal, Ammar Bin
Yasir, Salman Al Farisi kini dari perbudakan, hidup sejajar dengan khalifah Rasul serta sahabat yang lain, mereka adalah ashabi, sahabat-sahabatku, kata Nabi SAW.
Setelah berhasil Jazirah Arab sebagai ―pilot proyek‖ dalam menjalankan missinya, beliau melakukan tabligh peradaban ke luar jazirah Arab melalui
korespondensi yang dibawa oleh sahabat-sahabat beliau. Beliau mengirimkan surat ke Kisra di Persia, Gubernur Romawi di Damaskus, Raja Hudzah di Yamamah, Kaisar
di Romawi, Raja Muqauqis, Raja Najasi di Habsyi, Gubernur Persia di Bahrain, seorang suku Khuzzah, Raja Uman dan Amir Bashrah. Kemudian dilanjutkan dengan
gerakan pembebasan pada masa Al Khulafah Rasyidun, sehingga Damaskus, Baitul Maqdis, Mesopotamia, Babilonia, Hulwan, Nihawand, Isfahan, Persia, Iskandariah,
Mesir dan Tripoli berada dalam pangkuan Islam, karena islam menjanjikan kemerdekaan, sementara penguasa mereka bertindak dzalim dan memperbudak
rakyatnya. Gerakan ini dilanjutkan oleh Dinasti Bani Umayah. Di sebelah barat, Tunisia,
Al Jazair, Maroko, Dan Andalusia, di sebelah timur Usbekistan, Sind, Sungai Syr Darya, Dan Sungai indus berada dalam walayah Islam. Setelah itu islam tersebar ke
Cina, India, Nusantara, dst. Menurut pengarang buku A Concise History of Islam, pada umumnya bangsa-bangsa yang berada dalam wilayah Islam itu diperlakukan
secara baik dan tidak dipaksa memeluk agama Islam. Mengapa dakwah islam itu menjangkau di luar ajazirah Arab? Pada hakekatnya nilai-nilai jahiliyah berlaku
secara umum saat itu, sementara jazirah Arab berstatus sebagai sample. Setelah Nabi Muhammad SAW berhasil mempersatukan bangsa Arab di
bawah kepemimpinannya dan generasi penerus dengan penuh semangat juang dapat melanjutkan missi beliau dengan mengadakan tabligh peradaban, maka terjadilah
kontak Islam dengan kebudayaan setempat, sehingga pada dinasti Abbasiah Islam menjadi pusat peradaban dunia. Hal ini karena dukungan oleh apresiasi khalifah
terhadap ilmu dan ilmuan, adanya legitimasi ajaran agama, agar umatnya banyak membaca, berilmu dan berfikir, di samping adanya kontak di atas.
Pada saat itu kota-kota besar islam; Baghdad, Andalusia, dan Mesir menjadi pusat aktivitas peradaban dan kebudayaan. Di kota itu lahir universitas-universitas ,
para ilmuan, filosuf, para mujtahid, perdagangan, kesenian, dsb. Masa ini dikenal dalam sejarah islam sebagai Al Ashrudz Dzahabi, masa keemasan. P.K. Hitti
mengatakan: ―Zaman ini menjadi kesaksian dari suatu kesadaran kerohanian yang paling utama dalam sejarah Islam, dan yang paling berarti dalam semua dunia alam
pikiran dan kebudayaan‖. Jadi dalam perjalanannya yang panjang itu dakwah Islam melakukan tiga
gelombang transformasi. Gelombang pertama, tranformasi sosial secara kualitatif, dari masyarakat Arab Jahiliah ke masyarakat Islam. Gelombang kedua, transformasi
secara kuantitatif, dengan melakukan perluasan wilayah Islam di luar jazirah Arab. Gelombang ketiga, transformasi peradaban, di mana Islam dapat menyerap puncak
– puncak peradaban Yunani, Persia, Romawi, India, Cina, Mesopotamia, dsb. Sehingga
Islam menjadi pusat peradaban dunia, saat itu.
28
28
Masyhur Amin, Dinamika Islam: Sejarah Transformasi Dan Kebangkitan, Yogyakarta: LKPSM, h. 182-186