Pengawasan komisi penyiaran Indonesia terhadap acara silet pada stasiun RCTI (kasus penayangan bencana gunung merapi, 7 November 2010)

(1)

TERHADAP ACARA SILET PADA STASIUN RCTI

(KASUS PENAYANGAN BENCANA GUNUNG MERAPI,

7 NOVEMBER 2010)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Oleh:

ACHMAD SYOFIAN HADY NIM:106051001772

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

TERHADAP ACARA SILET PADA STASIUN RCTI

(KASUS PENAYANGAN BENCANA GUNUNG MERAPI,

7 NOVEMBER 2010)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Oleh:

ACHMAD SYOFIAN HADY NIM:106051001772

Dibawah bimbingan,

Drs. H. Sunandar, MA NIP. 1962062 199403 1 002

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(3)

Dengan ini saya menyatakan:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diakukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu (S1) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari hasil karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, Maret 2011


(4)

i Achmad Syofian Hady

PENGAWASAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA TERHADAP ACARA SILET PADA STASIUN RCTI (KASUS PENAYANGAN BENCANA GUNUNG MERAPI , 7 NOVEMBER 2010).

Informasi sebagai inti acara yang disampaikan kepada publik dengan menggunakan metode atau cara yang menghibur. Kenyataan yang terjadi pada infotainment adalah berupa informasi tentang hiburan, sisi hiburannya dijadikan subtansi untuk disampaikan kepada masyarakat. Para ahli komunikasi dan media menyebut infotainment sebagai soft journalism, jenis jurnalisme yang menawarkan berita-berita sensasional, lebih personal, dengan selebriti sebagai perhatian liputan.

Tayangan infotainment yang merupakan gabungan informasi dan hiburan,

infotainment muncul karena tekanan pencapaian ekonomi dan munculnya pekerja media

khususnya infotainment yang memiliki keterkaitan namun minim dalam pemahaman kode etik jurnalistik, Pedoman Undang-Undang terkait penyiaran, buku pedoman (P3SPS) dan nilai-nilai moral serta substansi isi pesan yang disampaikan melalui televisi. Contoh kasus dalam tayangan Silet di RCTI pada tanggal 7 November tentang bencana meletusnya gunung merapi, berita bencana akibat letusan Merapi itu diarahkan kesisi mistis dengan mewawancarai paranormal yang bernama Joyo Boyo. Prediksi-prediksi tentang kondisi Merapi yang berlebihanpun diutarakan olehnya. Akibatnya, Dadang Rahmat Hidayat selaku ketua Komisi Penyiaran Indonesia menjelaskan, dalam penayangan tersebut KPI menerima 1.128 aduan karena isi tayangan Silet tampaknya tak benar dan ada dampak kekhawatiran dan kegelisahan di masyarakat Yogyakarta.

Penelitian ini berusaha untuk menjawab pertanyaan berikut; Apa yang dimaksud dengan infotainment dan realitasnya? Apa perbedaan berita dan infotainment? Apa fungsi dan kewajiban Komisi penyiaran Indonesia selaku lembaga independen dalam mengawasi penyiaran, khususnya pada tayangan infotainment Silet di RCTI mengenai pemberitaan gunung Merapi 7 November 2010? Dengan demikian, maka penelitian ini memiliki tujuan: 1) Untuk memahami infotainment dan realitas tayangannya2) Untuk mengetahui perbedaan berita dan infotainment? 3) Untuk memgetahui pengawasan Komisi penyiaran Indonesia (KPI) selaku lembaga independen yang mengawasi penyiaran, khususnya pada tayangan Silet di RCTI mengenai pemberitaan bencana gunung Merapi 7 November 2010.

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka penelitian dilakukan melalui pendekatan kualitatif deskriptif. Dalam hal pendekatan teori kualitatif deskriptif ini, diantara beberapa model yang ditawarkan para ahli, penulis memilih model induksi, yang menerangkan bahwa peneliti tidak perlu perlu mengetahui tentang sesuatu teori, akan tetapi langsung ke lapangan. Pengumpulan data dilakukan melalui mix methode; telaah teks, literatur, pengamatan partisipatif, observasi dan wawancara mendalam. Pembacaan data diolah dan dianalisa dengan pencitraan atas realitas sosial Burhan Bungin tahun 2010 untuk memahami fenomena acara infotainment dan kaitannya dengan peran dan fungsi KPI selaku lembaga independen yang mengawasi penyiaran, khususnya pada tayangan

infotainment Silet di RCTI. Dengan demikian hasil penelitian ini menunjukkan adanya tiga

temuan, yaitu: Pengertian Infotainment dan realitas tayangannya, Perbedaan Berita dan

Infotainment, Fungsi dan kewajiban Komisi Penyiaran Indonesia dalam mengawasi

infotainment Silet di RCTI mengenai pemberitaan bencana gunung Merapi 7 November


(5)

ii

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas karunia dan hidayah yang dicurahkan-Nya kepada penulis, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Shalawat teriring salam selalu tercurahkan keharibaan Nabi Muhammad SAW semoga kita selaku pengikutnya mendapatkan Syafaat-Nya dihari akhir.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar sarjana strata satu (S1) pada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada umumnya. Skripsi dengan judul “PENGAWASAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA TERHADAP ACARA SILET PADA STASIUN RCTI (KASUS PENAYANGAN BENCANA GUNUNG MERAPI, 7 NOVEMBER 2010)” merupakan karya yang banyak tantangan dan kekurangan, maka penulis sebagai hamba yang dhoif mengucapkan mohon pengertian dalam penyelesaian apabila ada kekurangan dan ketidak jelasan tulisan. Untuk itu dengan terselesaikannya karya ini penulis berterimakasih dari berbagai pihak demi kelangsungan penyelesaian skripsi ini akhirnya penulis sampaikan ucapan terimakasih kepada yang terhormat:

1. Dr. Komarudin Hidayat, MA, selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta seluruh jajaran civitas akademik.

2. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Bapak Dr. Arif Subhan, MA,

3. Drs. H. Sunandar, MA, selaku dosen pembimbing. Terimakasih banyak pak, atas kesabaran dan motivasi dalam membimbing penulis dari awal


(6)

iii

dapat bermanfaat khususnya dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Umi Musyarafah, MA, selaku Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam yang telah mendukung penulis dalam kelangsungan skripsi ini sampai akhir, semoga segala apa yang telah diutarakan dapat bermanfaat.

5. Drs. Jumroni, M.Si selaku Penasihat Akademik KPI A angkatan 2006. 6. Ibunda tercinta Dra. Hj. Supiati dan H. Djamal Sidik selaku orang tua

kandung yang telah memotivasi penulis dan membantu dalam kelangsungan penyelesaian skripsi ini sampai akhir, tanpa ridha dan dukungan dari mereka semua ini tidak akan berarti apa-apa bagi penulis dan tidak lupa kasih sayang serta perhatian yang telah diberikan kepada penulis sampai saat ini.

7. Adinda tersayang Sunita Juliantika, keluarga besar Bapak Suhardi dan Ibu Sumiati atas segala dukungan dan juga perhatian.

8. Adinda tercinta Amelia Luthfiah, Musthafa Khemal

9. Wakil Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Nina Muthmainnah dan Bapak H. Priyo selaku Anggota beserta staf pengurus lainnya.

10.Serta semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini penulis ucapkan terimakasih.

Jakarta, Maret 2011


(7)

iv

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah... 3

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 4

D. Metodologi Penelitian ... 5

E. Tinjauan Pustaka... 7

F. Sistematika Penulisan... 7

BAB II KERANGKA TEORITIS A. Pengertian Pengawasan ... 9

1. Maksud dan Tujuan Pengawasan ... 11

2. Teknik Pengawasan ... 11

3. Proses Pengawasan... 12

B. Pengertian Media Massa ... 13

1. Media Massa secara Etimologis ... 13

2. Pendapat-pendapat beberapa ahli tentang media ... 14

3. Jenis-jenis media massa berdasarkan jenis penyampaiannya 14 4. Pengaruh media massa secara umum ... 15


(8)

v

1. Pengertian Televisi, Stasiun, dan Siaran ... 19

2. Kekurangan dan kekuatan televisi ... 21

D. Pengertian Berita ... 22

E. Perbedaan Berita Faktual dan Non Faktual ... 25

F. Pengertian Infotainment ... 27

G. Kode Etik Jurnalistik ... 32

BAB III TINJAUAN UMUM PROFIL KOMISI PENYIARAN INDONESIA (KPI). A. Sejarah berdirinya Komisi Penyiaran Indonesia ... 35

B. Latar Belakang Komisi Penyiaran Indonesia ... 37

C. Visi dan Misi Komisi Penyiaran Indonesia ... 39

D. Stuktur Kelembagaan Komisi Penyiaran Indonesia ... 40

E. Tugas dan Kewajiban Komisi Penyiaran Indonesia... 42

F. Wewenang Komisi Penyiaran Indonesia ... 43

BAB IV PENYAJIAN HASIL PENELITIAN A. Fungsi, Wewenang dan Kewajiban Komisi Penyiaran Indonesia... 44

B. Infotainment sebagai Berita Faktual yang Dipertanyakan Nilai Beritanya ... 47

C. Pengawasan Komisi Penyiaran Indonesia pada kasus Silet di RCTI mengenai pemberitaan bencana gunung Merapi 7 November 2010 ... 54


(9)

vi

A. Kesimpulan ... 62 1. Pengertian Infotainment dan realitas tayangannya ... 62 2. Perbedaan Berita dan Infotainment ... 63 3. Fungsi dan kewajiban Komisi Penyiaran Indonesia dalam

mengawasi tayangan Silet di RCTI pada pemberitaan bencana gunung Merapi 7 November 2010. ... 64 B. Saran ... 66

DAFTAR PUSTAKA ... 68 LAMPIRAN


(10)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Televisi adalah media yang paling luas dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Kehadiran televisi seolah-olah telah menjadi bagian dari anggota keluarga. Jika kita amati dengan seksama, hampir setiap rumah di perkotaan hingga pelosok desa hampir dipastikan memiliki pesawat televisi. Dominasi media televisi (TV) tersebut tidak terlepas karena masih lemahnya budaya baca tulis masyarakat dibanding dengan budaya menonton. Selain itu media televisi bisa dibilang sarana hiburan yang relatif murah bagi sebagian besar masyarakat kita.

Sebagai media massa, televisi merupakan sebuah kekuatan besar yang sangat diperhitungkan dalam berbagai analisis tentang kehidupan sosial, ekonomi dan politik, terlebih dalam posisinya sebagai suatu institusi informasi. Televisi dapat pula dipandang sebagai faktor yang paling menentukan dalam proses-proses perubahan sosial budaya dan politik. Sebagai media massa yang dominan, televisi telah memberi dampak yang luar biasa dalam kehidupan masyarakat. Bahkan kehadirannya sangat berpengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap perilaku dan pola fikir masyarakat di Indonesia. Seluruh proses produksi, distribusi dan konsumsi pesan komunikasi merupakan hasil interaksi para pelaku, konsumen dan distributor komunikasi melalui perantara media (televisi) yang mau tidak mau menempatkan proses komunikasi dalam setiap tindakan manusia.


(11)

Televisi mempunyai idealisme untuk memberikan informasi yang benar kepada khalayaknya. Idealisme seperti itulah media diharapkan berperan menjadi sarana edukasi dan pendewasaan kepada masyarakat agar lebih kritis yang disertai kedalaman dalam berfikir. Namun kadang-kadang harapan tidak selalu sesuai dengan kenyataan, realitas pasar bisa berlawanan arah dengan kebijakan dan tujuan awal idealisme media. Dalam persaingan media yang semakin ketat, tidak sedikit menimbulkan kontra produktif dengan etika dan norma yang ada dalam masyarakat. Komersialisme seakan menjadi kekuatan dominan penentu makna pesan. Logika pasar mengarahkan pengorganisasian sistem informasi itu. Seakan kompetensi jurnalisme hanya merupakan faktor produksi yang fungsi utamanya adalah penopang kepentingan pasar.1

Penayangan berita palsu atau bohong yang disiarkan pada tayangan Silet 7 November 2010 sifatnya dalah provokatif hubungan kasus ini di kaitkan pada firman Allah tentang larangan kepada hamba-hambaNya yang beriman dari mengekor kepada isu yang tersebar, dan memerintahkan mereka untuk meneliti kebenaran berita yang sampai kepada mereka, karena tidak semua yang diberitakan itu benar adanya, dan tidaklah setiap yang dibicarakan itu merupakan suatu kejujuran. Sesungguhnya, musuh-musuh kalian senantiasa mengintai kelemahan kalian, maka wajib atas kalian agar selalu terjaga, sehingga kalian bisa memergoki orang-orang yang hendak membangkitkan dan menyebarkan kegelisahan serta isu-isu yang tidak benar ditengah-tengah kalian. Berikut firman Allah SWT mengenai orang fasiq yang membawa berita tidak benar:

1


(12)

























































Artinya: Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas

perbuatanmu itu. (QS. Al-Hujurat: 6)

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Untuk mempermudah menyelesaikan penelitian ini, maka penulis membatasi mengenai PENGAWASAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA TERHADAP ACARA SILET PADA STASIUN RCTI (KASUS PENAYANGAN GUNUNG MERAPI, 7 NOVEMBER 2010)

KPI sebagai lembaga independen yang bertugas untuk mengawasi tentang penyiaran, kontribusinya adalah keberperanan KPI dalam mengontrol suatu tanyangan atau program penyiaran yang layak untuk disiarkan atau tidak, khusunya dalam tayangan infotaiment Silet di RCTI pada 7 November 2010 mengenai pemberitaan bencan gunung Merapi.

Contoh kasus dalam tayangan infotaiment di RCTI pada tanggal 7 November 2010 tentang bencana alam meletusnya gunung merpai yang diberitakan oleh infotaiment Silet, berita bencana akibat letusan Merapi itu diarahkan kesisi mistis dengan mewawancarai paranormal yang bernama Joyo Boyo. Prediksi-prediksi tentang kondisi Merapi yang berlebihanpun diutarakan olehnya. Akibatnya, Dadang Rahmat Hidayat selaku ketua Komisi Penyiaran Indonesia menjelaskan, dalam penayangan tersebut KPI menerima 1.128 keluhan dalam kurun waktu dua hari semenjak acara


(13)

ditayangkan. Bahkan, lantaran isi tayangan Silet itu 550 orang berpindah dari Muntilan, Magelang, Jawa Tengah, ke Nanggulan. Kesalahan utama, menyampaikan informasi yang tampaknya tak benar dan ada dampak kekhawatiran dan kegelisahan di masyarakat Yogyakarta. 2

2. Perumusan Masalah

Permasalahan di atas menunjukan tayangan yang dinilai berlebihan karena menimbulkan kegelisahan dan kekhawatiran akibat pemberitaan yang belum tentu terbukti kebenarannya (sifatnya masih menduga-duga) dapat menyebabkan ganguan di masyarakat oleh karena pada penelitian ini peneliti akan mencoba mengkaji persoalan tayangan yang layak atau tidak untuk dipublikasikan setelah melalui ketentuan-ketentuan KPI. Untuk mempermudah peneliti dalam mengumpulkan data maka peneliti membatasi dengan perumusan masalah sebagai berikut:

a. Apa yang dimaksud dengan infotainment dan realitas tayangannya? b. Apa perbedaan berita dan infotainment?

c. Apa fungsi dan kewajiban Komisi penyiaran Indonesia selaku lembaga independen yang mengawasi penyiaran, khususnya pada tayangan

infotainment Silet di RCTI pada pemberitaan bencana gunung Merapi,

7 November 2010?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian secara umum adalah:

1. Mengajak mahasiswa dan pembaca agar lebih kritis dan jeli dalam menerima suatu tayangan.

2


(14)

2. Untuk mengetahui sejauh mana peran KPI dalam memberikan peringatan terhadap tayangan yang melanggar peraturan yang telah ditetapkan .

Adapun tujuan secara khusus adalah:

1. Apa saja ketentuan KPI dalam memberikan batasan terhadap suatu tayangan.

2. Untuk mengetahui kode etik yang ditentukan KPI mengenai penyiaran, khususnya tayangan infotainment Silet di RCTI pada pemberitaan bencana gunung Merapi, 7 November 2010. Manfaat penelitian secara akademis yaitu untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang pengawasan televisi.

Manfaat penelitian secara praktis adalah hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi peminat studi penyiaran sebagai bahan bacaan ketika menjawab permasalahan konteporer dalam kehidupan. Khususnya permasalahan penyiaran infotainment Silet di RCTI mengenai pemberitaan bencana gunung Merapi, 7 November 2010.

D. Metodologi Penelitian 1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Dilihat dari segi tujuan penelitian, penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yaitu dengan menggambarkan Peran Komisi Penyiaran Indonesia dalam pemberitaan khususnya pada tayangan infotaniment Silet di RCTI mengenai pemberitaan bencana gunung merapi 7 November 2010.


(15)

Menurut Lexy J. Moelong metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang dapat diamati.3

2. Teknik Pengumpulan Data a. Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara

(intervieweer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai

(interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.

Proses wawancara ini dilakuakan peneliti dengan wakil ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Nina Muthmainnah, yang berhubungan dengan infotainment khususnya pada infotainment Silet di RCTI pada pemberitaan bencana gunung Merapi 7 November 2010. b. Observasi

Karl Weick (dikutip dari Selitz, Wrigtsman, dan Cook 1976: 253) mendefinisikan observasi sebagai pemilih, pengubah, pencatatan, dan pengkodean serangkain prilaku dan suasana yang berkenaan dengan organismein situ, sesuai dengan tujuan-tujuan empiris.4

Pengamatan mengoptimalkan kemampuan peneliti dari segi motif, kepercayaan perhatian, perilaku tak sadar, kebiasaan dan sebagainya. Pengamatan ini akan dilakukan kepada komisi penyiaran Indonesia (KPI) dalam melaksanakan perannya sebagai lembaga penyiaran di indonesia.

3

Lexy J. Moeleong, "Metode Penelitian Kualitatif," PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2007.

4

Rakmad Jalaludin. Metode Penelitian Komunikasi Dilengkapi Contoh Analisis Statistik. (Bandung PT. Remaja Rosdakarya, 2005). Cet ke 12, h 83.


(16)

c. Dokumentasi

Dokumentasi adalah pengumpulan data-data atau arsip-arsip tertulis mengenai hal-hal yang berhubungan masalah peneliti, yang kemudian penulis analisis sehingga menjadi bahan untuk skripsi.

Pengumpulan data akan dikumpulkan dari data yang bersumber dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), buku-buku, jurnal, koran, internet dan sebagainya.

3. Analisis data

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisa deskriptif. Untuk memeriksa keabsahan data maka penulis menggunakan

triangulasi yaitu taknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan

sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.

E. Tinjauan Pustaka

Agar penulisan skripsi ini tidak dikatakan menjiplak atau menggandakan skripsi lain maka penulis merujuk kepada tinjauan pustaka sebelumnya dengan judul PERAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA DALAM MENGAWASI TAYANGAN MISTIK DI TELEVISI.

F. Sistematika penulisan

Penulisan laporan hasil penelitian disusun dengan sistematika sebagai berikut:


(17)

BAB I Bab ini akan dijelaskan mengenai, pendahuluan meliputi gambaran umum mengenai Latar belakang masalah, Pembatasan dan Perumusan masalah, Tujuan dan Manfaat penelitian, Metode penelitian, Tinjauan pustaka serta Sistematika penulisan.

BAB II Bab ini dijelaskan mengenai Kerangka teoritis yang terdiri dari: Pengertian Pengawasan, Pengertian Media Massa (Pers), Pengertian Televisi, Pengertian Berita, Perbedaan Berita Faktual dan Non Faktual, Pengertian Infotainment, Kode Etik Jurnalistik BAB III Bab ini dijelaskan tentang Tinjauan umum mengenai Profil

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), sejarah berdirinya KPI, visi dan misi KPI, tugas dan kewajiban KPI, wewenang dan aturan dalam mengawasi infotaiment khususnya pada penayangan Silet di RCTI mengenai pemberitaan bencana gunung Merapi, 7 November 2010 .

BAB IV Bab ini dijelaskan tentang Pengawasan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dalam mengawasi Infotainment khususnya tayangan infotainment Silet di RCTI mengenai pemberitaan bencana gunung Merapi, pada 7 November 2010.


(18)

9

TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian Pengawasan

Pengawasan adalah proses dalam menetapkan ukuran kinerja dan pengambilan tindakan yang dapat mendukung pencapaian hasil yang diharapkan sesuai dengan kinerja yang telah ditetapkan tersebut. Controlling is the process of measuring performance and taking action to ensure desired

results. Pengawasan adalah proses untuk memastikan bahwa segala aktifitas

yang terlaksana sesuai dengan apa yang telah direncanakan. The process of

ensuring that actual activities conform the planned activities.1

Istilah pengawasan dalam bahas inggris disebut controlling. The modern concept of control provides a historical record of what has happened and provides date the enable the executive to take corrective steps. Hal ini berarti bahwa pengawasan tidak hanya melihat sesuatu dengan seksama dan melaporkan hasil kegiatan mengawasi, tetapi juga mengandung arti memperbaiki dan meluruskannya sehingga mencapai tujuan yang sesuai dengan apa yang direncanakan.

Pengawasan merupakan fungsi manajerial yang keempat setelah perencanaan, pengorganisasian dan pengarahan. Sebagai salah satu fungsi manajemen, mekanisme pengawasan didalam suatu organisasi memang mutlak diperlukan. Pelaksanaan suaturencana atau program tanpa diiringi dengan suatu sistem pengawasan yang baik dan berkesinambungan, jelas akan

1

http://itjen-depdagri.go.id/?pilih=news&mod=yes&aksi=lihat&id=25 (Akses 27 Maret 2011)


(19)

mengakibatkan lambatnya atau bahkan tidak tercapainya sasaran dan tujuan yang telah ditentukan terlebih dalam pengawasan mengenai penyiaran televisi. Pengertian pengawasan sangat beragam dan banyak sekali pendapat para ahli yang menemukannya akan tetapi disini di uraikan pengawasan yang melibatkan penyiaran televisi khususnya yaitu sebagai kontrol sosial. Pada prinsipnya kesemua pendapat yang dikemukakan para ahli adalah sama, yaitu merupakan tindakan didalam membandingkan antara hasil dalam kenyataan (dassein) dengan hasil yang diinginkan (das sollen), yang dilakukan dalam rangka melakukan koreksi atas penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam kegiatan manajemen (penyiaran televisi).2

Elemen-elemen dasar komunikasi dari model tersebut adalah, Laswell mengidentifikasikan tiga dari keempat fungsi media:

1. Fungsi pengawasan (surveillance), penyediaan informasi tentang lingkungan.

2. Fungsi penghubungan (corellation), dimana terjadi penyajian pilihan solusi untuk suatu masalah.

3. Fungsi pentransferan (budaya transmission), adanya sosialisasi dan pendidikan.

4. Fungsi hiburan (entertaiment) yang diperkenalkan oleh Charles Wright yang mengembangkan model Laswell dengan dengan memperkenalkan model dua belas kategori dan daftar fungsi. Pada model ini Charles Wright menambahkan fungsi hiburan. Wright juga membedakan antara fungsi positif (fungsi) dan fungsi negatif (disfungsi).

2


(20)

1. Maksud dan Tujuan Pengawasan

Terwujudnya tujuan yang dikehendaki sebenarnya tidak lain merupakan tujuan dari pengawasan. Sebab setiap kegiatan pada dasarnya selalu mempunyai tujuan tertentu. Oleh karena itu pengawasan mutlak diperlukan dalam usaha pencapaian suatu tujuan, maksud pengawasan adalah untuk :

a. Mengetahui jalannya pekerjaan, apakah lancar atau tidak

b. Memperbaiki kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh pegawai dan mengadakan pencegahan agar tidak terulang kembali kesalahan-kesalahan yang sama atau timbulnya kesalahan yang baru.

c. Mengetahui apakah penggunaan budget yang telah ditetapkan dalam rencana terarah kepada sasarannya dan sesuai dengan yang telah direncanakan.

d. Mengetahui pelaksanaan kerja sesuai dengan program (fase tingkat pelaksanaan) seperti yang telah ditentukan dalam planning atau tidak. e. Mengetahui hasil pekerjaan dibandingkan dengan yang telah ditetapkan

dalam planning, yaitu standart.

2. Teknik Pengawasan

Pengawasan langsung dan pengawasan tidak langsung:

a. Pengawasan langsung, adalah pengawasan yang dilakukan secara pribadi oleh pimpinan atau pengawas dengan mengamati, meneliti, memeriksa, mengecek sendiri secara on the spot di tempat pekerjaan, dan menerima laporan, laporan secara langsung pula dari pelaksana. Hal ini dilakukan dengan inspeksi.


(21)

b. Pengawasan tidak langsung, diadakan dengan mempelajari laporan, laporan yang diterima dari pelaksana baik lisan maupun tertulis, mempelajari pendapat, pendapat masyarakat dan sebagainya tanpa pengawasan on the spot.

Pengawasan preventif dan represif :

a. Pengawasan preventif, dilakukan melalui pre audit sebelum pekerjaan dimulai. Misalnya dengan mengadakan pengawasan terhadap persiapan-persiapan, rencana kerja, rencana anggaran, rencana penggunaan tenaga dan sumber-sumber lain.

b. Pengawasan represif, dilakukan melalui post audit, dengan pemeriksaan terhadap pelaksanaan di tempat (inspeksi), meminta laporan pelaksanaan dan sebagainya.3

3. Proses Pengawasan

Pengawasan terdiri daripada suatu proses yang dibentuk oleh tiga macam langkah-langkah yang bersifat universal yakni:

a. mengukur hasil pekerjaan

b. membandingkan hasil pekerjaan dengan standard dan memastikan perbedaan (apabila ada perbedaan)

c. mengoreksi penyimpangan yang tidak dikehendaki melalui tindakan perbaikan

3


(22)

B. Pengertian Media Massa

1. Media Massa secara Etimologis

Kata Media berasal dari bahasa Latin Medium yang secara harfiah berarti tengah, perantara atau pengantar. Atau dengan kata lain media adalah perantara atau pengantar dari pengirim pesan kepada penerima pesan (strategi belajar mengajar). Sedangkan Massa merupakan kata serapan berasal dari bahasa Inggris yaitu mass yang artinya massa atau jumlah besar (kata benda) atau dapat diartikan sebagai massa, rakyat, atau besar-besaran (kata sifat). Dengan kata lain massa merupakan masyarakat atau publik, dalam hal ini penerima pesan media.6

Media massa atau pers adalah suatu istilah yang mulai dipergunakan pada tahun 1920-an untuk mengistilahkan jenis media yang secara khusus didesain untuk mencapai masyarakat yang sangat luas. Dalam pembicaraan sehari-hari, istilah ini sering singkat menjadi media. yang benar. Dengan idealisme semacam itu, media ingin berperan sebagai sarana pendidikan.7

Media memiliki idealisme, yaitu memberikan informasi. Masyarakat dengan tingkat ekonomi rendah memiliki ketergantungan dan kebutuhan terhadap media massa yang lebih tinggi dari pada masyarakat dengan tingkat ekonomi tinggi karena pilihan mereka yang terbatas. Masyarakat dengan tingkat ekonomi lebih tinggi memiliki lebih banyak pilihan dan akses banyak media massa, termasuk bertanya langsung pada sumber atau ahli dibandingangkan mengandalkan informasi yang mereka dapat dari media massa tertentu.

6

M. Echos, John and Hassan Sadily. Kamus Inggris-Indonesia. Jakrta: Gramedia.

7


(23)

2. Pendapat-pendapat beberapa ahli tentang media

Gearlach dan Ely (1971) mengatakan bahwa media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun suatu kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan atau sikap.

Atwi Suparman (1997) mendefinisikan, media merupakan alat yang digunakan untuk menyalurkan pesan atau informasi dari pengirim kepada penerima pesan.8

AECT (Association Education Assocation) membatasi media sebagai bentuk-bentuk dan saluran yang digunakan orang untuk menyalurkan pesan atau informasi.

NEA (National Education Assocation) membatasi media sebagai bentuk-bentuk komunikasi baik tercetak maupun audiovisual serta peralatannya.9

Dalam aktifitas pembelajaran, media dapat didefinisikan sebagai suatu yang dapat membawa informasi dan pengetahuan dalam interaksi yang berlangsung antara pendidikan dengan peserta didik.

3. Jenis-jenis media massa berdasarkan jenis penyampaiannya a. Media Auditif

Media yang hanya mengandalkan pada kemampuan suara saja, seperti radio, cassete recorder, dan piring hitam.

8

Pupuh Faturrohman, dan M Sobry Sutikono. Strategi belajar mengajar melalui penanaman, Konsep Umum dan Konsep Islami. Bandung: Refika Aditama, 2007.

9

S. Sadiman, Arief, dkk. Media pendidikan, pengertian, pembangunan, dan pemanfaatannya. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008.


(24)

b. Media Visual

Media yang hanya mengandalkan pada indra penglihatan berupa gambar atau simbol-simbol yang bergerak seperti film strip, foto gambar atau lukisan, dan cetakan.

c. Media Audio-Visual

Media yang menampilkan suara dan gambar. Media audio-visual ini ada yang diam seperti film bingkai suara, ada pula yang bergerak seperti film suara dan video cassete. Media audio-visual ini juga terbagi menjadi audio-visual murni yang unsur suara dan gambarnya berasal dari satu sumber seperti film audio-cassete. Sedangkan film audio-visual tidak murni unsur suara dan gambarnya berasal dari sumber yang berbeda, seperti film bingkai suara yang unsur gambarnya bersumber dari slide proyektor dan unsur suaranya bersumber dari tape recorder.

4. Pengaruh media massa secara umum

a. Pengaruh dan fungsi media massa pada budaya

Menurut Karl Erik Rosengren pengaruh media cukup kompleks, dampaknya bisa dilihat dari:

1) Siapa (who)

2) Pesannya apa (says what)

3) Saluran yang digunakan (in what channel) 4) Kepada siapa (to whom)


(25)

Pesan media dan faktor yang berpengaruh

Penelitian akademis terhadap media massa sebagai organisasi mulai intensif dilakukan dinegara Barat pada tahun 1980-an. Dalam perkembangan penelitian terhadap media massa, perhatian para peneliti brubah seiring dengan perkembangan zaman dan pengetahuan. Pada perkembangan awal studi komunikasi massa di Amerika pada tahun 1950-an, penelitian lebih ditunjukan pada effect yang dihasilkan media massa. Media massa ketika itu dinilai memiliki pengaruh sangat kuat pada masyarakat. Namun, dengan semakin banyaknya media yang muncul, effect atau pengaruh media tidak lagi signifikan. Pada tahun 1970-an, perhatian orang beralih pada isi pesan media karena ketika itu pemberitaan media massa dinilai bias. Orang mempertanyakan ojektifitas berita yang disampaikan media dan muncul perdebatan mengenai nilai berita. penelitian yang dilakukan pada massa itu kebanyakan adalah untuk mengetahui seberapa jauh objektifitas isi media.

Pada tahun 1980-an, menyadari bahwa pembahasan mengenai effect dan objektifitas media massa tidak akan memberikan jawaban yang memuaskan, tanpa menelusuri situasi internal media, maka perhatian beralih pada organisasi media itu sendiri. Bebagai penelitian menunjukan bahwa isi pesan media sangat di pengaruhi oleh berbagai pengaruh internal dan eksternal yang dialami media massa sebagai organisasi. Pengaruh yang diberikan media kepada masyarakat atau sebaliknya sangat bergantung pada bagaimana media bekerja. Dalam hal ini Mc Quail (2000)


(26)

menyatakan, only buy knowing how the media themselves operate can we

understand how society influences the media and vice versa.10

Jika pada masa lalu, media massa cendrung di salahkan karena effect yang ditimbulkannya atau objektifitas beritanya yang diragukan, maka dewasa ini muncul pengertian yang lebih baik terhadap media massa. Cara bertahap, perhatian juga diberikan pada isi media massa yang bersifat nonberita, seperti drama, musik, dan hiburan.11

Penawaran yang dilakukan oleh media bisa jadi mendukung pemirsanya menjadi lebih baik atau mengempiskan kepercayaan dirinya. Media bisa membuat pemirsanya merasa senang akan diri mereka, merasa cukup, atau merasa rendah dari yang lain. Selain bahwa media massa memiliki pengaruh dan fungsinya, media massa juga memiliki tujuan. Menurut Atang Syamsuddin secara universal tujuannya adalah:

1) Informasi 2) Hiburan 3) Pendidikan

4) Propaganda/ pengaruh 5) Pertanggung jawaban sosial12

5. Media massa sebagai media pendidikan

Pengertian media sangatlah luas, demikian juga fungsi dan penerapannya. Jika kita kaitkan dan diterapkan dengan pendidikan yang

10

Morissan., Teori Komunikasi Massa, (Bogor: PT. Ghalia Indonesia, 2010), h. 42

11

Denis McQuail, McQuail’s Mass Communication Theory, 4th Edition, Sage Publication, 200, Hal.244.

12

http://pendidikanmanusia.blogspot.com/2008/08/analisis-media-massa.html (Akses 3 Desember 2010)


(27)

batasannya telah disebutkan diatas, maka media dapat diartikan sebagai berikut:

a. Gagne (1970) menyebutkan media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsangnya untuk belajar. b. Briggs (1970) berpendapat bahwa media adalah segala alat fisik yang

dapat menyajikan pesan serta merangsang siswa untuk belajar. Contohnya: buku, film, kaset dan film kaset.13

Dengan memperhatikan pendapat Gagne dan Briggs tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwa media merupakan alat dan bahan fisik yang terdapat dilingkungan siswa untuk menyajikan pesan kegiatan pembelajaran (proses kegiatan belajar-mengajar) sehingga dapat merangsang siswa untuk belajar. Akan tetapi, dalam peristilahan dan lingkungan istilah media terdapat beberapa istilah lain yang mengiringinya atau berhubungan yang dapat disimpulkan sebagai unsur-unsur dari media.

C. Pengertian Televisi

Televisi adalah sebuah alat penangkap siaran bergambar. Kata televisi berasal dari kata tele dan vision; yang mempunyai arti masing-masing jauh (tele) dan tampak (vision). Jadi televisi berarti tampak atau dapat melihat dari jarak jauh. Penemuan televisi disejajarkan dengan penemuan roda, karena penemuan ini mampu mengubah peradaban dunia. Di Indonesia 'televisi' secara tidak formal disebut dengan TV, tivi, teve atau tipi.14

13

S. Sadiman, Arief, dkk. Media Pendidikan, pengertian, pengembangan, dan pemanfaatannya. Jakarta: Raja Grafindi Persada, 2008.

14


(28)

1. Pengertian Televisi, Stasiun, dan Siaran

Televisi merupakan media komunikasi yang menyediakan berbagai informasi yang update, dan menyebarkannya kepada khalayak umum.

Dalam Baksin (2006: 16) mendefinisikan bahwa: “Televisi merupakan

hasil produk teknologi tinggi (hi-tech) yang menyampaikan isi pesan dalam bentuk audiovisual gerak. Isi pesan audiovisual gerak memiliki kekuatan yang sangat tinggi untuk mempengaruhi mental, pola pikir, dan

tindak individu”.

Menurut ensiklopedia Indonesia dalam Parwadi (2004: 28) lebih

luas lagi dinyatakan bahwa: “Televisi adalah sistem pengambilan gambar,

penyampaian, dan penyuguhan kembali gambar melalui tenaga listrik. Gambar tersebut ditangkap dengan kamera televisi, diubah menjadi sinyal

listrik, dan dikirim langsung lewat kabel listrik kepada pesawat penerima”.

Berdasarkan kedua pendapat di atas menjelaskan bahwa televisi adalah sistem elektronis yang menyampaikan suatu isi pesan dalam bentuk audiovisual gerak dan merupakan sistem pengambilan gambar, penyampaian, dan penyuguhan kembali gambar melalui tenaga listrik. Dengan demikian, televisi sangat berperan dalam mempengaruhi mental, pola pikir khalayak umum. Televisi karena sifatnya yang audiovisual merupakan media yang dianggap paling efektif dalam menyebarkan nilai-nilai yang konsumtif dan permisif.

Stasiun televisi merupakan lembaga penyiaran atau tempat berkerja yang melibatkan banyak orang, dan yang mempunyai kemampuan atau


(29)

keahlian dalam bidang penyiaran yang berupaya menghasilkan siaran atau karya yang baik.15

Dalam buku Morissan dinyatakan bahwa Stasiun Televisi adalah tempat kerja yang sangat kompleks yang melibatkan banyak orang dengan berbagai jenis keahlian. Juru kamera, editor gambar, reporter, ahli grafis, dan staf operasional lainnya harus saling berintraksi dan berkomunikasi dalam upaya untuk menghasilkan siaran yang sebaik mungkin Dari penjelasan di atas maka dapat diuraikan bahwa televisi sangat berpengaruh terhadap stasiun, karena stasiun merupakan suatu tempat atau kantor yang mengupayakan untuk menghasilkan siaran yang sebaik mungkin, dengan demikian melibatkan banyak orang dalam pengelolaan berita atau informasi yang akan di publikasikan.

Umumnya siaran bertujuan untuk memberi informasi yang dapat dinikmati dan dapat diterima dikalangan masyarakat, menurut Morissan

bahwa: “Siaran televisi merupakan pemancaran sinyal listrik yang

membawa muatan gambar proyeksi yang terbentuk melalui pendekatan sistem lensa dan suara.16

Siaran televisi adalah merupakan gabungan dari segi verbal, visual, teknologial, dan dimensi dramatikal. Verbal, berhubungan dengan kata-kata yang disusun secara singkat, padat, efektif. Visual lebih banyak menekankan pada bahasa gambar yang tajam, jelas, hidup, memikat. Teknologikal, berkaitan dengan daya jangkau siaran, kualitas suara, kualitas suara dan gambar yang dihasilkan serta diterima oleh pesawat

15

Morissan, Teori Komunikasi Massa, (Bogor: PT. Ghalia Indonesia, 2010), h. 9

16


(30)

televisi penerima di rumah-rumah. Dramatikal berarti bersinggungan dengan aspek serta nilai dramatikal yang dihasilkan oleh rangkaian gambar yang dihasilkan secara simultan.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat didefinisikan bahwa siaran televisi adalah suatu pemancar yang diproyeksikan melalui pendekatan sistem lensa, suara, dan menghasilkan gambar yang bergerak dan berisikan suatu informasi yang beranekaragam yang dapat diterima oleh setiap kalangan masyarakat.

2. Kekurangan dan kekuatan televisi a. Kekurangan televisi

1) Karena bersifat transitory maka isi pesannya tidak dapat dimemori oleh pemirsa.

2) Media televisi terikat oleh waktu tontonan.

3) Televisi tidak bisa melakukan kritik sosial serta pengawasan sosial secara langsung dan vulgar. Hal ini terjadi karena faktor penyebaran siaran televisi yang begitu luas kepada massa yang heterogen.

4) Pengaruh televisi lebih cenderung menyentuh aspek psikologis massa.

5) memerlukan biaya yang cukup besar b. Kekuatan televisi

1) Media televisi menguasai jarak dan ruang karena teknologi televisi telah menggunakan elektromagnetik, kabel dan fiber yang dipancarkan melalui satelit.


(31)

2) Sasaran yang dicapai untuk menjangkau massa cukup besar. 3) Nilai aktualitas terhadap suatu liputan atau pemberitaan sangat

cepat.

4) Daya rangsang seseorang terhadap media televisi cukup tinggi. Hal ini disebabakan oleh kekuatan suara dan gambarnya yang bergerak. 5) menimbulkan efek atau dampak yang kuat terhadap pemirsa.

D. Pengertian Berita

Berita berasal dari bahsa sansekerta "Vrit" yang dalam bahasa Inggris disebut "Write" yang arti sebenarnya adalah "Ada" atau "Terjadi".Ada juga yang menyebut dengan "Vritta" artinya "kejadian" atau "Yang Telah Terjadi". Menurut kamus besar, berita berarti laporan mengenai kejadian atau peristiwa yang hangat.

Berita adalah laporan tercepat mengenai fakta atau ide terbaru yang benar, menarik dan atau penting bagi sebagian besar khalayak, melalui media berkala seperti surat kabar, radio, televisi, atau media on-line internet.17

News (berita) mengandung kata new yang berarti baru. Secara singkat sebuah berita adalah sesuatu yang baru yang diketengahkan bagi khalayak pembaca atau pendengar. Dengan kata lain, news adalah apa yang surat kabar atau majalah cetak atau apa yang para penyiar beberkan.

Menurut Dean M. Lyle Spencer : Berita adalah suatu kenyataan atau ide yang benar yang dapat menarik perhatian sebagian besar dari pembaca.

Menurut Willard C. Bleyer : Berita adalah sesuatu yang termasa (baru) yang dipilih oleh wartawan untuk dimuat dalam surat kabar. Karena itu ia

17


(32)

dapat menarik atau mempunyai makana bagi pembaca surat kabar, atau karena ika dapat menarik pembaca - pembaca tersebut. Menurut William S Maulsby : Berita adalah suatu penuturan secara benar dan tidak memihak dari fakta yang mempunyai arti penting dan baru terjadi, yang dapat menarik perhatian pembaca surat kabar yang memuat berita tersebut. Menurut Eric C. Hepwood : Berita adalah laporan pertama dari kejadian yang penting yang dapat menarik perhatian umum

Dari sekian definisi atau batasan tentang berita itu, pada prinsipnya ada beberapa unsur penting yang harus diperhatikan dari definisi tersebut. Yakni: Laporan kejadian atau peristiwa atau pendapat yang menarik dan penting disajikan secepat mungkin kepada khalayak luas.

1. Dalam berita juga terdapat jenis-jenis berita yaitu, Straight News: berita langsung, apa adanya, ditulis secara singkat dan lugas. Sebagian besar halaman depan surat kabar berisi berita jenis ini,

2. jenis berita Straight News dipilih lagi menjadi dua macam. Hard News: yakni berita yang memiliki nilai lebih dari segi aktualitas dan kepentingan atau amat penting segera diketahui pembaca. Berisi informasi peristiwa khusus (special event) yang terjadi secara tiba-tiba.

3. Soft News, nilai beritanya di bawah Hard News dan lebih merupakan berita pendukung.

4. Depth News: berita mendalam, dikembangkan dengan pendalaman hal-hal yang ada di bawah suatu permukaan.

5. Investigation News: berita yang dikembangkan berdasarkan penelitian atau penyelidikan dari berbagai sumber.


(33)

6. Interpretative News: berita yang dikembangkan dengan pendapat atau penelitian penulisnya/reporter.

7. Opinion News: berita mengenai pendapat seseorang, biasanya pendapat para cendekiawan, sarjana, ahli, atau pejabat, mengenai suatu hal, peristiwa, kondisi poleksosbudhankam, dan sebagainya.

Bagian berita secara umum, berita mempunyai bagian-bagian dalam susunannya yaitu

1. Headline

Biasa disebut judul. Sering juga dilengkapi dengan anak judul. Ia berguna untuk menolong pembaca agar segera mengetahui peristiwa yang akan diberitakan menonjolkan satu berita dengan dukungan teknik grafika. 2. Deadline.

Ada yang terdiri atas nama media massa, tempat kejadian dan tanggal kejadian. Ada pula yang terdiri atas nama media massa, tempat kejadian dan tanggal kejadian. Tujuannya adalah untuk menunjukkan tempat kejadian dan inisial media.

3. Lead.

Lazim disebut teras berita. Biasanya ditulis pada paragraph pertama sebuah berita. Ia merupakan unsur yang paling penting dari sebuah berita, yang menentukan apakah isi berita akan dibaca atau tidak. Ia merupakan sari pati sebuah berita, yang melukiskan seluruh berita secara singkat. 4. Body.

Atau tubuh berita. Isinya menceritakan peristiwa yang dilaporkan dengan bahasa yang singkat, padat, dan jelas. Dengan demikian body merupakan perkembangan berita.


(34)

Unsur-Unsur Berita

Dalam Berita Harus terdapat unsur-unsur 5W 1H yaitu : 1. What - apa yang terjadi di dalam suatu peristiwa?

2. Who - siapa yang terlibat di dalamnya? 3. Where - di mana terjadinya peristiwa itu? 4. When - kapan terjadinya?

5. Why - mengapa peristiwa itu terjadi?

E. Perbedaan Berita Faktual dan Berita Non Faktual 1. Berita Faktual

a. Kritis Terhadap Fakta

Faktual artinya sesuai dengan kenyataan yang ada, atau realevent. (dalam buku Bagaimana meliput dan menulis berita untuk media massa. Ashadi Siregar, dkk:58). Ketika mengumpulan fakta, wartawan pada dasarnya mengandalkan subjektifitas dirinya.sebagai pengamat suatu kejadian, wartawan mengandalkan subjektifitas dirinya untuk memperoleh fakta yang dapat ditangkap secara indrawi. Ketika mewawancarai seseorang, wartawan mengandalkan subjektifitas orang tersebut untuk memperoleh pengalaman, kesaksian, atau pendapatnya.

Persoalan yang muncul kemudian adalah bagaimana subjektifitas itu berpengaruh terhadap kebenaran, kopetensi, dan juga konsistensi dari setiap fakta yang diperoleh. Jika subjektifitas itu dipengaruhi oleh adanya kepentingan atau keberpihakan, atau oleh ukuran yang tidak berlaku umum, maka fakta yang diperoleh wartawan mungkin mengalami bias. Fakta yang demikian akan gagal menggambarkan realitas sesungguhnya.


(35)

b. Informasi : News & Views

Informasi adalah pesan, ide, laporan, keterangan, atau pemikiran. Dalam dunia jurnalistik, informasi dimaksud adalah news (berita) dan views (opini). Berita adalah laporan peristiwa yang bernilai jurnalistik atau memiliki nilai berita (news values) aktual, faktual, penting, dan menarik. Berita disebut juga informasi terbaru. Jenis-jenis berita:

1) berita langsung (straight news) 2) berita opini (opinion news)

3) berita investigasi (investigative news)

Views adalah pandangan atau pendapat mengenai suatu masalah atau peristiwa. Jenis-jenis informasi ini adalah: kolom, tajukrencana, artikel, surat pembaca, karikatur, pojok, dan esai. Ada juga tulisan yang tidak termasuk berita juga tidak bisa disebut opini, yakni feature, yang merupakan perpaduan antara news dan views. Jenis feature yang paling populer adalah feature tips (how to do it feature), feature biografi, feature catatan perjalanan/petualangan, dan feature human interest. 18

2. Berita Non Faktual

Kabar yang dikemas berita non faktual diranah pertelevisian Indonesia adalah sebagai informasi seputar artis, dan mengutamakan fakta privat yang sering dikaitkan dengan kabar burung, kabar angin, rumor dan

18


(36)

isu sebagai gossip. Fakta privat dikemas secara terangterangan sehingga merupakan pembeberan rahasia pribadi.

Kriteria berita non faktual bisa dilihat dari persyaratan berita, biasanya tidak memenuhi unsur-unsur berita. Seperti yang sudah dijelaskan, berita bisa disebut fakta jika memenuhi 5W + 1H jika tidak memenuhi kriteria tersebut maka berita tersebut dinamakan berita non faktual. Dalam jurnalistik yang disebut berita harus mengandung nilai (news value atau news worthy). Berita bisa disebut mempunyai nilai al. jika mengutamakan fakta, mengedepankan kebenaran, menghargai harkat dan martabat manusia, membela yang diabaikan, seimbang, dan lain-lain. Jika sudah memenuhi unsur-unsur layak berita dan kelengkapan berita maka berita tersebut bisa menjadi agent of change.19

F. Pengertian Infotainment

Infotainment, kata infotainment berasal dari dua kata yaitu

information dan entertainment yang berarti hiburan, namun infotainment

bukanlah berita hiburan. Infotainment adalah berita yang menyajikan informasi mengenai kehidupan orang-orang yang dikenal masyarakat

(celebrity), dan karena sebagian besar dari mereka bekerja pada industri

hiburan seperti pemain film/ sinetron, penyanyi dan sebagainya maka berita mengenai mereka disebut juga dengan infotainment. Infotainment adalah salah satu bentuk berita keras karena memuat informasi yang harus segera ditayangkan. Program berita reguler terkadang menampilkan berita mengenai

19

http://www.scribd.com/doc/34518749/Menyoal-Nilai-Beita-Infotainment (Akses 14 Desember 2010)


(37)

kehidupan selebritis yang biasanya disajikan pada segmen akhir suatu program berita. Namun dewasa ini infotainment disajikan dalam program berita sendiri yang terpisah dan khusus menampilkan berita-berita mengenai kehidupan selebritis.20

MimetismeInfotainment & Etika Komunikasinya

Mimetisme dalam buku Haryatmoko tentang etika komunikasi

adalah “Gairah yang tiba-tiba menghinggapi media dan mendorongnya seperti

sangat urgen, bergegas untuk meliput kejadian, karena media lain menganggapnya penting.4 Ikut-ikutan semacam ini pada akhirnya akan sampai pada keyakinan bahwa semakin banyak media memberitakan akan suatu hal secara kolektif maka dianggap hal itu penting. Sementara media membiarkan diri untuk selalu membangkitkan keingintahuan pemirsanya dengan menawarkan untuk memberikan informasi secara lebih.

Infotainment merupakan salah satu dari sekian banyak program di

televisi yang mengundang perdebatan. Namun demikian program ini masih semarak di stasiun-stasiun televisi hingga saat ini. Program televisi yang satu ini menggabungkan konsep informasi dengan entertainment (informasi dan hiburan) dalam konsep acaranya. Program infotainment termasuk jenis program yang berkembang dengan cepat dan dari aspek biaya produksi, acara ini relatif termasuk yang termudah dan termurah. Program ini tidak terlalu membutuhkan polesan dalam penyampaiannya. Tidak terlalu membutuhkan banyak property atau kecanggihan teknologi tertentu dalam pembuatannya.

20

Morissan, Jurnalistik Televisi Mutakhir, (Jakarta,)h. 27

4


(38)

Karena konsepnya yang sangat natural, dengan asumsi semakin polos cara penyampaiannya maka akan semakin dahsyat efek komunikasinya.

Beberapa infotainment cenderung mengetengahkan gaya bahasa presenternya yang cukup bombastis dan provokatif, meski dengan penguasaan bahasanya yang pas-pasan. Penampilan yang seronok dan dandanan pakaian yang kurang sopan dalam tayangan infotainment kerap dianggap membuat risih dilihat dari tataran etika atau dianggap dapat meracuni publik.

Kehadiran infotainment di televisi sedang mendapat gugatan dari berbagai kalangan, mulai dari masyarakat awam, tokoh masyarakat, LSM, dan bahkan dari kalangan jurnalistik itu sendiri. Ada yang mempertanyakan keabsahannya sebagai kegiatan jurnlistik, dan ada pula yang mempersoalkan konten tayangan yang dianggapnya telah kebablasan.

Pengertian infotainment tersebut adalah: Infotainment berasal dari dua kata yaitu information dan entertainment yang dianggap sebagai informasi yang berisi kabar, kabar burung (tidak ada pada faktanya), dan kabar angin (tidak jelas sumbernya) seputar dunia hiburan. Kabar seputar dunia hiburan ini dianggap sebagai informasi yang kemudian dikaitkan dengan berita. Memang, stasiun televisi menyiarkan berita dalam berbagai bentuk, seperti berita langsung (hard news), reportase, dan lain sebagainya. Sehingga ada kesan

infotainment juga sebagai berita.

Bandingkan dengan informasi dalam infotainment lebih mengutamakan fakta privat yang tidak terkait dengan kepentingan publik. Informasinya lebih menonjolkan kabar burung dan kabar angin maka


(39)

informasi yang ada di infotainment tidak mempunyai nilai sebagai berita jurnalistik.

Kabar dalam infotainment dirancang agar memenuhi kritetia berita jurnalistik yaitu dilengkapi dengan 5W + 1H, dengan check dan recheck serta cover both side yang lebih mirip sebagai klarifikasi. Akan tetapi meski informasi atau fakta sudah memenuhi 5W + 1H itu baru sebatas berita. Sedangkan informasi atau fakta yang dikemas sebagai berita jurnalistik selain ada 5W + 1H harus mengandung unsur-unsur layak berita.

Fakta privat bisa menjadi berita jurnalistik jika dibawa ke ranah publik atau terkait dengan masalah publik dan hukum. Misalnya, informasi seputar video porno mirip artis sudah menjadi fakta publik karena menyangkut (pelanggaran) hukum. Maka, tidak ada alasan untuk menyalahkan media massa dalam pemberitaan video mesum itu selama berpijak pada fakta publik (penyidikan polisi), fakta empiris (data), dan fakta opini. (Pendapat yang relevan dari berbagai kalangan).22

Belakangan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menyebut infotainment sebagai berita nonfaktual. Ini membingungkan karena informasi yang dimekas

infotainment juga fakta. Semua kabar yang disiarkan infotainment adalah

fakta. Persoalannya adalah infotainment menyasar fakta privat. Padahal, jurnalistik mengedepankan fakta publik dan fakta empiris.

Rencana menyensor materi inforainment oleh lembaga atau badan semacam LSF (Lembaga Sensor Film) tidak akan berguna karena sensor yang dijalankan lebih condong ke arah materi yang terkait dengan (adegan) seks.

22

http://www.unisba.ac.id/index.php/en/Artikel/qinfotainmentq.aspx (Akses 23 Desember 2010)


(40)

Sedangkan yang dipersoalkan dalam tayangan infotainment adalah masalah pribadi yang dijadikan sebagai materi dalam cengkeraman gossip.

Dikalangan pertelevisian internasional juga dikenal infotainment sebagai pembeberan fakta seputar film dan musik beserta orang-orang yang terlibat di dalamnya. Bisa juga berupa resensi film atau musik. Yang ditampilkan adalah kabar tentang film dan tokoh yang terkait dengan film tersebut.

Sudah saatnya kita mengubah paradigma dalam menghadapi siaran televisi dengan mendorong masyarakat untuk memilih acara televisi melalui pendidikan media. Masyarakat didorong agar bisa memilih siaran televisi dengan muatan asas manfaat.23

Oleh karena itu kecepatan memperoleh berita belum cukup untuk menjamin posisi keberlangsungan suatu media. Agar tidak ditinggal oleh konsumen, maka media harus selalu mampu merpertegas kekhasannya dan memberi presentasi yang menarik. Tuntan ini menyeret masuk kecendrungan menampilkan yang spektakuler dan sensasional. Penampilan seperti itu isinya biasanya cendrung superfisial. Karena ingin menyentuh banyak orang dan tidak merugikan, maka dicari yang menyenangkan semua, lalu yang ditampilkan mirip dengan acara serba-serbi.24

Jika demikian apa yang telah di sampaikan dalam buku Dr. Haryatmoko seperti itu, maka infotainment bisa dikategorikan sebagai kepentingan komersial (memperoleh kepentingan semata), bukanlah kepentingan nilai berita dan objektifitas berita

23

http://www.swarakita manado.com/index.php/berita/berita-utama/14671-menyoal-nilai-berita-infotainment.html. Sumber: Harian “Swara Kita”, Manado. (Akses 27 Desember 2010)

24


(41)

G. Kode Etik Jurnalistik

Jurnalisme merupakan sebuah pekerjaan yang menuntut seseorang untuk berikap teliti, berimbang, objektif, dan akurat. Sebab hasil dari setiap pekerjaan jurnalisme selalu harus bisa dipertanggunjawabkan kepada publik secara menyeluruh. Seperti disebutkan pada sembilan elemen jurnalisme pada elemen yang pertama, bahwa kewajiban jurnalisme pada kebenaran, dalam jurnalisme sendiri lebih dimaksudkan kebenaran fungsional. Bukanlah kebenaran yang sering dicari oleh orang filsafat. Kebenaran fungsional adalah kebenaran yang senantiasa terus untuk dicari. Jurnalisme melaporkan materi

“kebenaran” apa yang dapat dipercaya dan dimanfaatkan masyarakat saat ini.

Berbekal kebenaran tersebut, masyarakat belajar dan berpikir mengenai segala sesuatu yang terjadi di sekitarnya. Dengan demikian, jurnalisme menyampaikan kebenaran tentang fakta-fakta yang ditemukan saat itu. Fakta-fakta itu tentunya dilaporkan secara akurat dan jujur.

Untuk menegakkan martabat, intergeritas dan mutu jurnalis televisi Indonesia, serta bertumpu kepada kepercayaan masyarakat, dengan ini Ikatan Jurnalis Televisi (IJTI), menetapkan Kode Etik Jurnalis, yang harus ditaati dan dilaksanakan oleh seluruh Televisi Indonesia. Jurnalis televisi Indonesia mengumpulkan dan menyajikan berita yang benar dan menarik minat masyarakat serta jujur dan bertanggung jawab sesuai dengan aturan dan ketentuan seperti dibawah ini:


(42)

BAB I. KETENTUAN UMUM Pasal 1

Kode Etik Jurnalis Televisi adalah penuntun perilaku jurnalis televisi dalam melaksanakan profesinya.

BAB II. KEPRIBADIAN Pasal 2

Jurnalis televisi Indonesia adalah pribadi yang mandiri dan bebas dari benturan kepentingan, baik yang nyata maupun terselubung.

Pasal 3

Jurnalis televisi Indonesia menyajikan berita secara akurat, jujur, dan berimbang, dengan mempertimbangkan hati nurani.

Pasal 4

Jurnalis televisi Indonesia tidak menerima imbalan apapun berkaitan dengan profesinya.

BAB III. CARA PEMBERITAAN Pasal 5

Dalam menayangkan sumber dan bahan berita secara akurat, jujur dan berimbang, jurnalis Televisi Indonesia:

1. Selalu mengevakuasi informasi semata-mata berdasarkan kelayakan berita, menolak sensasi, berita menyesatkan, memutarbalikkan fakta, fitnah, cabul, dan sadis.

2. Tidak menayangkan materi gambar maupun suara yang menyesatkan pemirsa.


(43)

4. Menghindari berita yang memungkinkan benturan yang berkaitan dengan masalah SARA.

5. Menyatakan secara jelas berita-berita yang bersifat fakta, analisis, komentar, dan opini.


(44)

35

TINJAUAN UMUM PROFIL

KOMISI PENYIARAN INDONESIA (KPI)

A. Sejarah berdirinya KPI

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) adalah sebuah lembaga independen di Indonesia yang kedudukannya setingkat dengan lembaga negara lainnya yang berfungsi sebagai regulator penyelenggaraan penyiaran di Indonesia. Komisi ini berdiri sejak tahun 2002 berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran. KPI terdiri atas Lembaga Komisi Penyiaran Indonesia Pusat (KPI Pusat) dan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) yang bekerja di wilayah setingkat Provinsi. Wewenang dan lingkup tugas Komisi Penyiaran meliputi pengaturan penyiaran yang diselenggarakan oleh Lembaga Penyiaran Publik, Lembaga Penyiaran Swasta, dan Lembaga Penyiaran Komunitas. Saat ini Komisi Penyiaran Indonesia diketuai oleh Sasa Djuarsa Sendjaja.

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), yang lahir atas amanat Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002, terdiri atas KPI Pusat dan KPI Daerah (tingkat provinsi). Anggota KPI Pusat dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat RI dan KPI Daerah (7 orang) dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi. Selain itu, anggaran program kerja KPI Pusat dibiayai oleh APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara) dan KPI Daerah dibiayai oleh APBD (Anggaran Pendapatan Belanja Daerah).


(45)

Dalam pelaksanaan tugasnya, KPI Pusat dibantu oleh sekretariat tingkat eselon II yang stafnya terdiri atas staf pegawai negeri sipil serta staf profesional non PNS. KPI merupakan wujud peran serta masyarakat berfungsi mewadahi aspirasi serta mewakili kepentingan masyarakat akan penyiaran harus mengembangkan program-program kerja hingga akhir kerja dengan selalu memperhatikan tujuan yang diamanatkan Undang-undang Nomor 32 tahun 2002 Pasal 3.

Penyiaran diselenggarakan dengan tujuan untuk memperkukuh integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertaqwa, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dalam rangka membangun masyarakat yang mandiri, demokratis, adil, dan sejahtera, serta menumbuhkan industri penyiaran Indonesia.

Untuk mencapai tujuan tersebut organisasi KPI dibagi menjadi tiga bidang, yaitu bidang kelembagaan, perizinan, dan pengawasan isi siaran. Bidang kelembagaan menangani persoalan hubungan antar kelembagaan KPI, koordinasi KPI Daerah serta pengembangan kelembagaan KPI.

Bidang struktur penyiaran bertugas menangani perizinan, industri dan bisnis penyiaran. Sedangkan bidang pengawasan isi siaran menangani pemantauan isi siaran, pengaduan masyarakat, advokasi dan literasi media.

Mekanisme pembentukan KPI dan rekrutmen anggota yang diatur oleh Undang-undang nomor 32 tahun 2002 akan menjamin bahwa pengaturan sistem penyiaran di Indonesia akan dikelola secara partisipatif, transparan, akuntabel.1

1

http://www.kpi.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=1799%3 Amozaik-kelembagaan-kpi-&catid=29%3Apublikasi&lang=id (Akses 28 Desember 2010)


(46)

B. Latar Belakang KPI

Undang-undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 merupakan dasar utama bagi pembentukan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Semangatnya adalah pengelolaan sistem penyiaran yang merupakan ranah publik harus dikelola oleh sebuah badan independen yang bebas dari campur tangan pemodal maupun kepentingan kekuasaan.

Berbeda dengan semangat dalam Undang-undang penyiaran sebelumnya, yaitu Undang-undang No. 24 Tahun 1997 pasal 7 yang berbunyi "Penyiaran dikuasai oleh negara yang pembinaan dan pengendaliannya dilakukan oleh pemerintah", menunjukkan bahwa penyiaran pada masa itu merupakan bagian dari instrumen kekuasaan yang digunakan untuk semata-mata bagi kepentingan pemerintah.

Proses demokratisasi di Indonesia menempatkan publik sebagai pemilik dan pengendali utama ranah penyiaran. Karena frekuensi adalah milik publik dan sifatnya terbatas, maka penggunaannya harus sebesar-besarnya bagi kepentingan publik. Sebesar-besarnya bagi kepentingan publik artinya adalah media penyiaran harus menjalankan fungsi pelayanan informasi publik yang sehat. Informasi terdiri dari bermacam-macam bentuk, mulai dari berita, hiburan, ilmu pengetahuan dan sebagainya. Dasar dari fungsi pelayanan informasi yang sehat adalah seperti yang tertuang dalam Undang-undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 yaitu Diversity of Content (prinsip keberagaman isi) dan Diversity of Ownership (prinsip keberagaman kepemilikan). Kedua prinsip tersebut menjadi landasan bagi setiap kebijakan yang dirumuskan oleh KPI. Pelayanan informasi yang sehat berdasarkan


(47)

publik baik berdasarkan jenis program maupun isi program. Sedangkan

prinsip keberagaman kepemilikan adalah jaminan bahwa kepemilikan media

massa yang ada di Indonesia tidak terpusat dan dimonopoli oleh segelintir orang atau lembaga saja. Prinsip ini juga menjamin iklim persaingan yang sehat antara pengelola media massa dalam dunia penyiaran di Indonesia.

Apabila ditelaah secara mendalam, Undang-undang no. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran lahir dengan dua semangat utama, pertama pengelolaan sistem penyiaran harus bebas dari berbagai kepentingan karena penyiaran merupakan ranah publik dan digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan publik. Kedua adalah semangat untuk menguatkan entitas lokal dalam semangat otonomi daerah dengan pemberlakuan sistem siaran berjaringan. Maka sejak disahkannya Undang-undang no. 32 Tahun 2002 terjadi perubahan fundamental dalam pengelolaan sistem penyiaran di Indonesia, dimana pada intinya adalah semangat untuk melindungi hak masyarakat secara lebih merata. Perubahan paling mendasar dalam semangat UU ini adalah adanya

limited transfer of authority dari pengelolaan penyiaran yang selama ini

merupakan hak ekslusif pemerintah kepada sebuah badan pengatur independen (independent regulatory body) bernama Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Independen yang dimaksudkan adalah untuk mempertegas bahwa pengelolaan sistem penyiaran yang merupakan ranah publik harus dikelola oleh sebuah badan yang bebas dari intervensi modal maupun kepentingan kekuasaan. Belajar dari masa lalu dimana pengelolaan sistem penyiaran masih berada ditangan pemerintah (pada masa rezim orde baru), sistem penyiaran sebagai alat strategis tidak luput dari kooptasi negara yang dominan dan digunakan untuk melanggengkan kepentingan kekuasaan. Sistem


(48)

penyiaran pada waktu itu tidak hanya digunakan untuk mendukung hegemoni rezim terhadap publik dalam penguasaan wacana strategis, tapi juga digunakan untuk mengambil keuntungan dalam kolaborasi antara segelintir elit penguasa dan pengusaha. Terjemahan semangat yang kedua dalam pelaksanaan sistem siaran berjaringan adalah, setiap lembaga penyiaran yang ingin menyelenggarakan siarannya di suatu daerah harus memiliki stasiun lokal atau berjaringan dengan lembaga penyiaran lokal yang ada didaerah tersebut. Hal ini untuk menjamin tidak terjadinya sentralisasi dan monopoli informasi seperti yang terjadi sekarang. Selain itu, pemberlakuan sistem siaran berjaringan juga dimaksudkan untuk merangsang pertumbuhan ekonomi daerah dan menjamin hak sosial-budaya masyarakat lokal. Selama ini sentralisasi lembaga penyiaran berakibat pada diabaikannya hak sosial-budaya masyarakat lokal dan minoritas. Padahal masyarakat lokal juga berhak untuk memperolah informasi yang sesuai dengan kebutuhan polik, sosial dan budayanya. Disamping itu keberadaan lembaga penyiaran sentralistis yang telah mapan dan berskala nasional semakin menghimpit keberadaan lembaga-lembaga penyiaran lokal untuk dapat mengembangkan potensinya secara lebih maksimal.

C. Visi dan Misi Komisi Penyiaran Indonesia

Visi:

Terwujudnya sistem penyiaran nasional yang berkeadilan dan bermartabat untuk dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat.


(49)

Misi:

Membangun dan memelihara tatanan informasi nasional yang adil, merata, dan seimbang.

Membantu mewujudkan infrastruktur bidang penyiaran yang tertib dan teratur, serta arus informasi yang harmonis antara pusat dan daerah, antarwilayah Indonesia, juga antara Indonesia dan dunia internasional.

Membangun iklim persaingan usaha di bidang penyiaran yang sehat dan bermartabat.

Mewujudkan program siaran yang sehat, cerdas, dan berkualitas untuk pembentukan intelektualitas, watak, mora, kemajuan bangsa, persatuan dan kesatuan, serta mengamalkan nilai-nilai dan budaya Indonesia.

Menetapkan perencanaan dan pengaturan serta pengembangan SDM yang menjamin profesionalitas penyiaran.

D. Struktur Kelembagaan Komisi Penyiaran Indonesia

Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002, Komisi

Penyiaran Indonesia terdiri atas KPI Pusat dan KPI Daerah (tingkat provinsi).

Anggota KPI Pusat (9 orang) dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dan KPI Daerah (7 orang) dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) tingkat propinsi. Dan selanjutnya, anggaran untuk program kerja KPI Pusat dibiayai oleh APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara) dan KPI Daerah dibiayai oleh APBD (Anggaran Pendapatan Belanja Daerah) masing-masing provinsi.


(50)

Dalam pelaksanaan tugasnya, KPI dibantu oleh sekretariat tingkat eselon II yang stafnya terdiri dari staf pegawai negeri sipil (PNS) serta staf profesional non PNS. KPI merupakan wujud peran serta masyarakat berfungsi mewadahi aspirasi serta mewakili kepentingan masyarakat akan penyiaran harus mengembangkan program-program kerja hingga akhir kerja dengan selalu memperhatikan tujuan yang diamanatkan Undang-undang Nomor 32 tahun 2002 Pasal 3:

“Penyiaran diselenggarakan dengan tujuan untuk memperkukuh integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertaqwa, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dalam rangka membangun masyarakat yang mandiri, demokratis, adil, dan sejahtera, serta menumbuhkan industri penyiaran Indonesia.”

Untuk mencapai tujuan tersebut organisasi KPI dibagi menjadi tiga bidang:

Bidang Kelembagaan, menangani persoalan hubungan antar

kelembagaan KPI, koordinasi KPID serta pengembangan kelembagaan KPI. 1. Azimah Soebagijjo (Koordinator)

2. Idy muzayyad 3. Judhariksawan

Bidang Struktur Penyiaran, bertugas menangani perizinan, industri

dan bisnis penyiaran.

1. Iswandi Syaputra (Koordinator)

2. Dadang Rahmat Hidayat (Merangkap Ketua KPI Pusat) 3. Mochamad Riyanto


(51)

Bidang Pengawasan Isi Siaran, menangani pemantauan isi siaran, pengaduan masyarakat, advokasi dan literasi media.

1. Ezki Tri Widianti (Koordinator)

2. Fetty Fajriati Miftach (Anggota/Merangkap Wakil Ketua KPI Pusat) 3. Nina Muthmainnah (Merangkap Wakil Ketua KPI Pusat)

Dengan adanya diatur oleh Undang-undang nomor 32 tahun 2002, mekanisme pembentukan KPI dan rekrutmen anggotanya tentunya dapat menjamin bahwa pengaturan sistem penyiaran di Indonesia akan dikelola secara partisipatif, transparan, akuntabel sehingga menjamin independensi KPI itu sendiri.

E. Tugas dan Kewajiban Komisi Penyiaran Indonesia

Sebagai lembaga independen yang bertugas mengawasi siaran media massa, tentu KPI memiliki tugas dan kewajiban serta wewenang dalam ruang lingkup siaran. Undang-undang dalam (P3SPS) adalah sebagai acuan dan rujukan untuk melaksanakan kewajiban KPI. Demi kelangsungan penegakan hukum mengenai siaran, KPI mempunyai integritas yang kuat untuk mensinerjakan kelayakan siaran, tugas dan kewajiban tersebut adalah:

1. Menjamin masyarakat untuk memperoleh informasi yang layak dan benar sesuai dengan hak asasi manusia.

2. Ikut membantu pengaturan infrastruktur bidang penyiaran.

3. Ikut membangun iklim persaingan yang sehat antarlembaga penyiaran dan industri terkait.


(52)

5. Menampung, meneliti, dan menindaklanjuti aduan, sanggahan, serta kritik dan apresiasi masyarakat terhadap penyelenggaraan penyiaran.

6. Menyusun perencanaan pengembangan sumber daya manusia yang menjamin profesionalitas di bidang penyiaran.

Beberapa infotainment cenderung mengetengahkan gaya bahasa presenternya yang cukup bombastis dan provokatif, meski dengan penguasaan bahasanya yang pas-pasan. Penampilan yang seronok dan dandanan pakaian yang kurang sopan dalam tayangan infotainment kerap dianggap membuat risih dilihat dari tataran etika atau dianggap dapat meracuni publik. Oleh karena itu dalam mengawasi KPI hal tersebut KPI berhak mengambil langkah dalam wewenangnya hal ini dijelaskan dalam wewenang KPI.

F. Wewenang Komisi Penyiaran Indonesia 1. Menetapkan standar program siaran

2. Menyusun peraturan dan menetapkan pedoman perilaku penyiaran (diusulkan oleh asosiasi/masyarakat penyiaran kepada KPI)

3. Mengawasi pelaksanaan peraturan dan pedoman perilaku penyiaran serta standar program siaran.

4. Memberikan sanksi terhadap pelanggaran peraturan dan pedoman perilaku penyiaran serta standar program siaran.

5. Melakukan koordinasi dan/atau kerjasama dengan Pemerintah, lembaga penyiaran, dan masyarakat.


(53)

44

HASIL PENELITIAN

A. Fungsi, Wewenang dan Kewajiban Komisi Penyiaran Indonesia

Eksistensi KPI adalah bagian dari wujud peran serta masyarakat dalam hal penyiaran, baik sebagai wadah aspirasi maupun mewakili kepentingan masyarakat (UU Penyiaran, pasal 8 ayat 1). Legitimasi politik bagi posisi KPI dalam kehidupan kenegaraan berikutnya secara tegas diatur oleh UU Penyiaran sebagai lembaga negara independen yang mengatur hal-hal mengenai penyiaran (UU Penyiaran, pasal 7 ayat 2). Secara konseptual posisi ini mendudukkan KPI sebagai lembaga kuasi negara atau dalam istilah lain juga biasa dikenal dengan auxilarry state institution.

Dalam rangka menjalankan fungsinya KPI memiliki kewenangan (otoritas) menyusun dan mengawasi berbagai peraturan penyiaran yang menghubungkan antara lembaga penyiaran, pemerintah dan masyarakat. Pengaturan ini mencakup semua daur proses kegiatan penyiaran, mulai dari tahap pendirian, operasionalisasi, pertanggungjawaban dan evaluasi. Dalam melakukan semua ini, KPI berkoordinasi dengan pemerintah dan lembaga negara lainnya, karena spektrum pengaturannya yang saling berkaitan. Ini misalnya terkait dengan kewenangan yudisial dan yustisial karena terjadinya pelanggaran yang oleh UU Penyiaran dikategorikan sebagai tindak pidana. Selain itu, KPI juga berhubungan dengan masyarakat dalam menampung dan menindaklanjuti segenap bentuk apresiasi masyarakat terhadap lembaga penyiaran maupun terhadap dunia penyiaran pada umumnya bahwa


(54)

kemerdekaan masyarakat menyatakan pendapat, menyampaikan, dan memperoleh informasi, bersumber dari kedaulatan rakyat dan merupakan hak asasi manusia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang demokratis. Dengan demikian, kemerdekaan atau kebebasan dalam penyiaran harus dijamin oleh negara.

KPI mempunyai tugas dan kewajiban:

1. menjamin masyarakat untuk memperoleh informasi yang layak dan benar sesuai dengan hak asasi manusia

2. ikut membantu dalam pengaturan infrastruktur bidang penyiaran

3. ikut membangun iklim persaingan yang sehat antara lembaga penyiaran dan industri terikat

4. memelihara tatanan informasi nasional yang adil, merata dan seimbang 5. menampung, meneliti dan menindaklanjuti aduan, sanggahan, serta kritik

dan apresiasi masyarakat terhadap penyelenggaraan penyiaran dan

6. menyusun perencanaan pengembangan sumber daya manusia yang menjamin profesionalitas dibidang penyiaran.

Pelanggaran yang dilakukan oleh infotainment Silet juga sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku dalam (P3SPS) mengenai Peliputan Bencana Alam:

Pasal: 34

Dalam meliput dan/ atau menyiarkan program yang melibatkan pihak-pihak yang terkena musibah, lembaga penyiaran wajib mengikuti ketentuan sebagai berikut:

1) melakukan peliputan subyek yang tertimpa musibah harus mempertimbangkan proses pemulihan korban dan keluarganya


(55)

2) tidak menambah penderitaan ataupun trauma orang dan/ atau keluarga yang berada pada kondisi gawat darurat, korban kecelakaan atau korban kejahatan, atau orang yang sedang berduka dengan cara memaksa, menekan, mengintimidasi korban dan/ atau keluarganya untuk diwawancarai dan/ atau diambil gambarnya dan/ atau

3) menyiarkan gambar korban dan/ atau orang yang sedang dalam kondisi menderita hanya dalam konteks yang dapat mendukung tayangan

Pengamatan secara umum infotainment Silet jika disandarkan melalui Pedoman Perilaku Penyiaran yang tertera dalam Undang-Undang Tentang Penyiaran tentu program tersebut sangat keluar dari pedoman perilaku penyiaran, disebutkan dalam Pasal 48 ayat (4).

Pengamatan secara khusus infotainment Silet, dalam kasusnya KPI mendapatkan aduan-aduan dari masyarakat bencana Merapi dan warga Yogyakarata akibata penyiaran yang dinilai berlebihan. Hal ini di tegaskan dalam Undang-Undang Tentang Penyiaran.

Pasal 50:

1) KPI wajib mengawasi pelaksanaan pedoman perilaku penyiaran.

2) KPI wajib menerima aduan dari setiap orang atau kelompok yang mengetahui adanya pelanggaran terhadap pedoman perilaku penyiaran. 3) KPI wajib menindaklanjuti aduan resmi mengenai hal-hal yang bersifat

mendasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) huruf e.

4) KPI wajib meneruskan aduan kepada lembaga penyiaran yang bersangkutan dan memberikan kesempatan hak jawab.


(1)

(2)

Tangerang, 14 Februari 2011

Wawancara Penelitian Skripsi

Dalam menyelesaikan skripsi ini, dengan judul “Peran Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Dalam Mengawasi Pemberitaan, Studi Kasus Tayangan Infotainment Silet di RCTI”. Penulis menggunakan metode deskriptif analisis berupa wawancara, pengamatan, dan analisis dokumen untuk mendapatkan data-data yang digunakan, sehingga dapat dijadikan sebagai bahan penyelesaian masalah.

Untuk itu peneliti berharap kepada lembaga Independen Komisi Penyiaran Indonesia agar dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut:

1. Mohon penjelasan mengenai sejarah berdirinya lembaga Independen Komisi Penyiaran Indonesia?

2. Mohon penjelasan mengenai Visi dan Misi Komisi Penyiaran Indonesia? 3. Mohon penjelasan mengenai tugas dan kewajiban Komisi Penyiaran

Indonesia dalam mengawasi siaran televisi?

4. Bagaimana batasan dan ketentuan yang dilakukan oleh Komisi Penyiaran Indonesia dalam mengawasi siaran televisi?

5. Bagaimana wewenang dan aturan Komisi Penyiaran Indonesia dalam mengawasi siaran televisi?

6. Tindakan apa yang dilakukan oleh Komisi Penyiaran Indonesia jika ada tayangan infotainment menayangkan pemberitaan yang masih menduga-duga (tidak sesuai fakta)?

7. Mohon penjelasan perbedaan berita dan infotainment? 8. Apakah infotainment termasuk berita faktual?

9. Bagaimana KPI menyikapi infotainment Silet pada kasus 7 November 2010 dalam pemberitaan bencana merapi yang berlebihan?

10.Bagaimana kerjasama antara KPI dengan lembaga lainnya seperti Lembaga Sensor Film (LSF) dan Dewan Pers dalam mengawasi penyiaran lebih khuhus terhadap infotainment?

11.Mengenai Kasus Silet sebagai pertimbangan dan kebijakan Silet tergugat karena melanggar pasal?

12.Apakah Silet melanggar karena dalam tayangan 7 November 2010 tidak sesuai dengan Pedoman Standar Siaran (P3SPS)?

13.Bagaimana tahapan-tahapan atau metode KPI dalam menyikapi kasus Silet?

Demikian outline wawancara yang dapat peneliti sampaikan. Atas perhatian dan kerjasama yang baik kami ucapkan terima kasih.


(3)

Syofian: Mohon penjelasan ibu mengenai sejarah berdirinya KPI?

Bu Nina: Komisi ini berdiri sejak tahun 2002 berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran. KPI terdiri atas Lembaga Komisi Penyiaran Indonesia Pusat (KPI Pusat) dan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) yang bekerja di wilayah setingkat Provinsi. Wewenang dan lingkup tugas Komisi Penyiaran meliputi pengaturan penyiaran yang diselenggarakan oleh Lembaga Penyiaran Publik, Lembaga Penyiaran Swasta, dan Lembaga Penyiaran Komunitas. untuk lebih jelasnya anda bisa membuka internet dengan kata kunci mozaik kelembagaan KPI.

Syofian: Mohon penjelasan ibu mengenai Tugas dan Kewajiban KPI? Bu Nina: Baik, sebagai lembaga independen KPI yang bertugas mengawasi

siaran media massa, tentu KPI memiliki tugas dan kewajiban serta wewenang dalam ruang lingkup siaran diantaranya:

1. Menjamin masyarakat untuk memperoleh informasi yang layak dan benar sesuai dengan hak asasi manusia.

2. Ikut membantu pengaturan infrastruktur bidang penyiaran. 3. Ikut membangun iklim persaingan yang sehat antarlembaga

penyiaran dan industri terkait.

4. Memelihara tatanan informasi nasional yang adil, merata, dan seimbang

Syofian: Bagaimana KPI menyikapi tayangan infotainment Silet di RCTI dalam pemberitaan bencana Merapi?

Bu Nina: ya, KPI menerapkan sanksi yang sesuai dalam buku SPS dalam pasal 67:2 mengenai sanksi berupa teguran tertulis, penghentian sementara untuk tayangan yang bermasalah, pembatasan durasi, bisa merupakan denda administratif. Nah, untuk kasus Silet adalah dia melakukan pelanggaran pada tanggal 7 November dengan mengatakan bahwa akan ada bencana yang lebih besar menimpa Yogya, Merapi dengan letusan yang hebat berdasarkan ramalan Joyo Boyo dan orang jawa mengatakan bahwa ramalan Joyo Boyo


(4)

itu benar dan akan terbukti, hal ini tentu membuat kepanikan warga sekitar bencana dan KPI mendapatkan surat aduan sebanyak 1.128. Maka KPI menindaknya dengan ketentuan yang empat tadi, salah satunya menghentikan sementara dengan tidak menayangkan program acara dan format acara sejenis.

Syofian: Apakan Silet Dengan Intens sama dalam hal penayangan?

Bu Nina: Kalau dilihat dalam tayangannya Silet jauh lebih provokatif dari segi narasi dibandingkan dengan Intens, housenya juga berbeda Syofian: Apakah ini kebijakan KPI setelah menghentikan sementara

kemudian Silet mengganti program yang baru seperti Intens? Bu Nina: Anda menilai sama, KPI sejauh ini masih menganalisanya, artinya

sanksi yang dilakukan oleh Silet itu yang pertama KPI menghentikan sementara dan dia hentikan dan pada tanggal 15 Silet sempat tayang lagi dan dia diminta untuk meminta maaf di iklan RCTI, dan meminta maaf disuratkabar Nasional dan daerah Yogya, yang keempat tidak membuat acara sejenis dan format acara sejenis rasanya yang dia penuhi hanya yang keempat ini yang pertama dia penuhi sebagian dia langgar.

Bu Nina: Pada Silet KPI langsung menghentikan sementara karena dalam tayanganya ada kesalahan seperti ada gambar darah berceceran yang ini menimbulkan kegelisahan di masyarakat

Syofian: Bagaimana menurut ibu mengenai fungsi televisi?

Bu Nina: Televisi merupakan media yang punya fungsi informasi, hiburan, punya fungsi pendidikan dan kontroversial, tetapi dalam pengamatan kami itu apa boleh buat dari fungsi itu televisi itu lebih banyak melaksanakan fungsi hiburannya. Apakah mayarakat butuh hiburannya? ya jawabannya dengan demikian apakah masyarakat harus dijejali hiburan, “tidak”. Nah, sayangngnya televisi kita yang berkembang menjadi provide orientide ini lebih banyak melaksanakan fungsi hiburannya ini yang menyebabkan acara televisi seperti itu, kita mengerti keinginan televisi adalah cara untung apalagi industri televisi yang padat modal fine tetapi dia tidak boleh meninggalkan fungsi-fungsi lainnya pendidikan, control sosial itu yang sangat minim dia lakukan.


(5)

Syofian: Mohon penjelasan mengenai berita dan infotainment?

Bu Nina: Ok gini, sebenarnya berita itu dalam buku P3SPS ini infotainment masuk dalam program faktual, Syofian klo kamu baca didepan di P3 ada ketentuan umum pasal 1 ada yang disebut program faktual adalah program siaran yang menyajikan fakta non fiksi seperti berita, feature, dokumentasi, infotainment. Jadi baca di kententuan umum penyiaran di pasal 1:10 itu ada infotainment masuk disitu. Jadi dengan demikian infotainment masuk dalam kategori program faktual akan tetapi dia harus memenuhi semua standart program faktual apa itu karya jurnalistik karena itu untuk infotainment diberlakukan juga SPS pasal 42 misalnya yang menyebutkan: Bahwa

1) program siaran pemberitaan wajib memperhatikan prinsip-prinsip jurnalistik:

a. tunduk kepada peraturan perundang-undangan dan pedoman pada Kode Etik Jurnalistik yang ditetapkan oleh Dewan Pers.

b. akurat, adil, berimbang,tidak berpihak, tidak beritikad buruk, tidak menghasut dan menyesatkan, tidak mencampurkan fakta dan opini pribadi, tidak menonjolkan unsur kekerasan, tidak mempertentangkan suku, agama, ras dan antar golongan, serta tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis dan cabul; dan

c. melakukan ralat atas informasi yang tidak akurat

2) Program siaran pemberitaan yang bersifat informatif tentang rekonstruksi suatu peristiwa wajib mengikuti ketentuan sebagai berikut:

a. menyertakan penjelasan yang eksplisit bahwa apa yang disajikan tersebut adalah hasil rekonstruksi dengan e a pilka kata reko struksi , ilustrasi , atau rekayasa di pojok ga bar da per yataa erbal di a al siaran; dan


(6)

b. dilarang melakukan perubahan atau penyimpangan terhadap fakta atau informasi yang dapat merugikan pihak yang terlibat.


Dokumen yang terkait

Peran Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Dalam Mengawasi Tayangan Sinetron Tukang Bubur Naik Haji Di Rcti

2 21 135

PENANGGULANGAN BENCANA GUNUNG MERAPI BER

0 6 10

WACANA TENTANG BENCANA MERAPI DALAM ARTIKEL OPINI (Analisis Wacana Artikel Opini Bencana Alam Gunung Merapi Pada Surat Kabar Harian Kompas Periode Oktober – November 2010)

0 6 139

MODEL SISTEM LOGISTIK BENCANA BERBASIS SCM BERDASARKAN KASUS ERUPSI GUNUNG MERAPI 2010 MODEL SISTEM LOGISTIK BENCANA BERBASIS SCM BERDASARKAN KASUS ERUPSI GUNUNG MERAPI 2010.

0 2 12

BENCANA LERENG GUNUNG MERAPI Adversity Quotient Pada Guru Paud Daerah Rawan Bencana Lereng Gunung Merapi.

0 2 12

RAWAN BENCANA LERENG GUNUNG MERAPI Adversity Quotient Pada Guru Paud Daerah Rawan Bencana Lereng Gunung Merapi.

0 3 15

ASPEK HUKUM SURAT TEGURAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA PUSAT TERHADAP PENAYANGAN PROGRAM KUIS KEBANGSAAN OLEH RCTI YANG MENGANDUNG UNSUR KAMPANYE BERDASARKAN UNDANG UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG.

0 0 1

MEMORANDUM HUKUM KEPADA PT. RAJAWALI CITRA TELEVISI INDONESIA (RCTI) TERHADAP SANKSI YANG DIKELUARKAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA PUSAT (KPIP) BERUPA PENGHENTIAN PENAYANGAN SEMENTARA DAN PERMOHONAN MAA.

0 0 2

Opini Penonton Surabaya Terhadap Program Infotainment “Silet” di RCTI (Studi Deskriptif Opini Penonton Surabaya Terhadap Program Infotainment “Silet” di RCTI) SKRIPSI

0 0 127

Pengaruh pengalaman anak terhadap pengetahuannya : studi kasus tentang pengetahuan anak mengenai Gunung Merapi berkaitan dengan peristiwa meletusnya Gunung Merapi pada bulan Oktober dan November 2010 di Yogyakarta - USD Repository

0 1 207