35
Ketidakaktifan BK seakan membiarkan anggota DPR melakukan perbuatan yang melanggar tata tertib atau kode
etik DPR. Hal ini menyebabkan kinerja BK menjadi tidak efektif.
Jangankan mengawasi anggota DPR dari tindak korupsi, mengawasi kehadiran anggota DPR dalam sidang saja tidak
bisa. Banyak sidang-sidang DPR yang tidak mencapai kuota 23 karena anggotanya banyak yang bolos sidang, atau sekedar
tanda tangan absen lalu entah menghilang ke mana. Ada juga yang datang tapi kerjanya cuma main HP, baca koran, atau
tertidur saat sidang, sampai-sampai ditegur dan membuat marah Presiden SBY.
16
C. Pergeseran Kedudukan Antara BK dan MKD
Hadirnya BK sebagai alat kelengkapan DPR merupakan amanat UU Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD
dan DPRD selanjutnya disebut UU Susduk, yang diatur lebih spesifik dalam pasal 98 ayat 2 huruf g.
Kinerja BK sebagai alat kelengkapan DPR dapat dikatakan tidak berhasil memperbaiki citra DPR yang dipandang buruk oleh masyarakat
akibat berbagai kasus yang melibatkan para anggotanya. Seiring telah diubahnya UU Susduk menjadi Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2014 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
16
Bambang Cipto, Dewan Perwakilan Rakyat, Dalam Era Pemerintahan Modern- Industrial, Op.Cit., h.6.
36
42 Tahun 2014 UU MD3 Saat ini, maka terjadi pula pergantian alat kelengkapan DPR yang diamanatkan melalui substansi UU MD3 ini.
Pergantian alat kelengkapan DPR ini juga dilengkapi dengan berbagai penambahan tugas dan wewenang yang akan diemban oleh alat
kelengkapan DPR yang baru, yaitu MKD. Hal inilah yang memicu timbulnya pro dan kontra terkait dengan pergeseran kedudukan antara BK
dan MKD. Selain karena kewenangannya yang dinilai terlalu berlebihan terkait
dengan pemberian izin terkait proses pemanggilan terhadap anggota DPR, hal yang banyak menarik perhatian masyarakat adalah pertimbangan
dalam pembentukan MKD. Selain tidak sesuai dengan prinsip persamaan
didepan hukum Equality Before The Law, syarat izin persetujuan dari Mahkamah Kehormatan seharusnya tidak perlu karena dikhawatirkan
berpotensi menjadi celah untuk melarikan diri dan untuk menghilangkan berbagai alat bukti.
17
Keberadaan MKD juga mengalami perluasan dibandingkan BK. Jika BK hanya pada ranah kode etik, keberadaan MKD masuk hingga pada
ranah penegakan hukum melalui adanya izin pemanggilan dan pemeriksaan.
Penerbitan UU MD3 juga tidak dilakukan dengan menerbitkan naskah akademik. Padahal, naskah tersebut wajib diterbitkan baik oleh
17
Republika News, Ini Delapan Kejanggalan MD3, http:www.republika.co.idberitanasionalpolitik140713n8nfx7-ini-delapan-kejanggalan-uu-
md3, dikunjungi Pada 16 Mei 2016, Pukul 11.44.
37
DPR maupun Pemerintah sebelum mereka menerbitkan satu UU baru. Hal ini dinyatakan oleh Kuasa hukum DPD, Alexander Lay.
Lebih lanjut ia mengatakan dalam sidang permohonan uji materi UU MD3 di MK bahwa DPR tidak dapat menjawab pertanyaan ini dan tidak
dapat menghadirkan bukti bahwa mereka memang memiliki naskah akademik ketika membuat UU MD3.
18
Dengan tidak adanya naskah akademik UU MD3, maka tidak ada penjelasan lebih mendalam terkait pergeseran kedudukan alat kelengkapan
DPR yang sebelumnya adalah BK menjadi MKD.
D. Kinerja DPR Setelah Kehadiran MKD