Orientasi Dan Mentalitas Petani

10

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERFIKIR

A. Kajian Pustaka

1. Orientasi Dan Mentalitas Petani

Ciri khas masyarakat agraris adalah pertanian atau usaha tani. Menurut Bachtiar dalam Yuliati 2003:57 bahwa mata pencaharian penduduk pedesaan adalah pertanian sebagai organisasi dan alam, kerja dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian. Petani masyarakat Jawa umumnya memiliki ciri-ciri sebagai berikut :Kepemilikan lahannya cenderung sempit dibandingkan denagn luar Jawa dan Negara-negara berkembnag lainnya.Status kepemilikan lahannya beragam.Sebagian besar lahannya digarap sendiri.Semua tenaga luar keluarga terdiri atas tenaga upahan.Pendapatan keluarga dari berbagai pekerjaan Wiradi dalam Ibrahim,2003:41-42. Orientasi petani Jawa yaitu 1 menganggap bahwa hidup itu buruk penuh dosa dan kesengsaraan sehingga sering berperilaku prihatin dan ikhtiar, 2 bekerja untuk makan, 3 Mementingkan kebutuhan sesaat, 4 Menyelaraskan diri dengan alam dan cenderungt menerima nasib, 5 Bergantung kepada sesamanya sehingga sering menjalin hubunagn baik dan bergotong royong sebagaiman yang dikemukan oleh Sajogjo dan Koentjaraningrat 2002:50-55 yang menyatakan bahwa mentalitas petani adalah 1 Sikap tidak percaya kepada diri sendiri, 2 11 Sifat tidak berdisiplin murni, 3 Sifat mentalitas yang suka mengabaikan tanggung jawab. Boeke dalam Koentjaraningrat, 1990:178 bahwa mentalitas petani Jawa adalah sebagai berikut: 1 Cepat merasa puas dengan kebutuhan terbatas, 2 Mementingkan gengsi dan pengakuan sosialdaripada kebutuhan ekonomi, 3 Takut mengambil resiko, 4 Tidak berdisiplin dan tidak ketat dalam hal tempat dan waktu, 5 Tidak mampu berorganisasi, 6 Enggan menimbun modal. Koentjaraningrat 2003:45 menambahkan bahwa sikap mental petani Jawa yaitu 1 Sikap suka meremehkan mutu, 2 Suka menerabas, 3 Kurang percaya diri, 4 Kurang berdisiplin murni, 5 Suka Mengabaikan tanggung jawab. Beratha dalam Mustofa,2005:72 menyatakan ada ciri-ciri masyarakat desa yang berkaitan dengan nilai budaya yang dianggap tidak mendukung kemajuan hidup masyarakat yaitu nilai budaya gotong royong ynag masih dipegang teguh oleh masyarakat desa. Budaya gotong royong sebagai contoh diakui memiliki peranan penting bagi kehidupan masyarakat desa yang mendorong orang untuk tolong menolong secara tradisional. Akan tetapi adanya gotong royong dapat memberikan dampak kurang baik bagi masyarakat yaitu masyarakat tidak terdorong untuk mengembangkan kegiatan- kegiatan ekonomi yang dapat meningkatkan tarah hidup. Pada perkembangannnya aktivitas gotong royong tidak mampu memberikan motivasi kepada masyarakat karena kurang menguntungkan secara ekonomis. Menurut Mosher dalam Yuliati 2003:59 bahwa kebanyakan keputusan petani mengenai pertanian masih diambil berdasarkan kedudukan sebagai anggota 12 keluarga. Menurut Lionberger dalam Yuliati2003:59 bhawa pengambilan keputusan untuk usaha tani lebih menekankan sikap paternalistic dalam keluarga petani.

2. Masyarakat Petani Desa