Latar Belakang Penelitian Penelitian Pengembangan Pariwisata Berbasis Kerakyatan (CBT) Bali Utara Dalam Rangka Pemerataan Pendapatan.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Pariwisata sebagai salah satu sektor kegiatan perekonomian telah mengalami pertumbuhan sangat pesat di berbagai negara, tidak saja berperan sebagai penyedia lapangan kerja, tetapi juga berdampak nyata sebagai sumber pendapatan devisa, serta membantu mengurangi tekanan defisit pada neraca pembayaran Dapatdoran, 2001. World Travel Tourism Council 2002 menyajikan laporan bahwa sebanyak 255 miliar penduduk dunia bekerja pada sektor pariwisata. World Travel Tourism juga mencatat sebanyak 955 miliar dari penduduk dunia melakukan perjalanan wisata, sehingga telah mewujudkan pendapatan lebih dari 955 juta US dollar pada tahun 2002 tersebut. Kegiatan pembangunan ekonomi yang berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi terutama di berbagai kawasan negara berkembang, telah menciptakan perbaikan pendapatan masyarakat, sehingga berpotensi dengan sendiriya menciptakan permintaan pasar pariwisata Loandse dan Debbage, 2004. Arah perkembangan pereonomian dunia yang semakin memperkuat fundamental perekonomian dibanyak negara, akan menciptakan potensi pasar pariwisata, sehingga dapat dijadikan pedoman mengapa pariwisata menjadi semakin penting untuk dikaji dan dianalisis dalam rangka mempersiapkan perencanaan dan penyiapan industri pariwisata yang berdaya saing tinggi dan bisa disajikan sebagai produk pariwisata berkualitas di Indonesia. Berkaitan dengan potensi sektor pariwisata dengan arah perkembangan pasar dunia yang sangat menjanjikan bagi upaya perluasan lapangan kerja dan pembentukan pendapatan masyarakat, maka destinasi pariwisata perlu diperluas wilayahnya untuk tidak saja terpusat pada Bali selatan, tetapi juga dapat diperlebar ke wilayah Bali utara yang relatif memiliki obyek wisata pantai, pegunungan dan atraksi maupun obyek kawasan suci, tetapi potensi yang sedemikian besar tidak didukung oleh kesiapan infrastruktur pariwisata, terbatasnya akses pariwisata, serta kendala sumber daya terlatih dalam menyediakan akomodasi, restaurant dan hotel yang memadai sebagai komponen strategis penunjang pariwisata. Meskipun banyak pihak telah menyadari bahwa pemusatan kegiatan pariwisata di Bali selatan telah berdampak nyata pada kemacetan lalu-lintas dan aktivitas wisatawan yang padat telah menghasilkan persoalan sampah yang mengurangi kenyamanan wiisatawan dimasa depan. Perencanaan pemerintah pusat dalam rangka pengembangan bandara Bali Baru yang ditempatkan di Bali utara dalam rangka percepatan pemerataan pembangunan melalui pengembangan sektor pariwisata, namun keterbatasan sumber daya manusia yang tersedia untuk mampu mewujudkan kualitas pelayanan pariwisata yang bermutu, tentu masih menjadi permasalahan yang perlu ditelusuri peran serta masyarakat untuk dapat berfungsi menggerakkan industri pariwisata yang berkelanjutan. Collaboration network yang saat ini banyak muncul ke permukaan sebagai salah satu bentuk solidaritas komunitas dapat difungsikan sebagai lokomotif dalam pengembangan industri pariwisata pada kawasan Bali utara. Palmer dan Bejau 2005 merumuskan colloaboration network sebagai keterpaduan langkah bersama dalam produk pelayanan pariwisata, sehingga dapat menyajikan produk berdaya saing. Potensi sumber daya manusia yang dapat memuat kolaborasi dalam menghasilkan produk barang dan jasa pada industri pariwisata adalah issue strategis saat ini sebagai upaya menyajikan produk wisata bernilai tambah tinggi dimasa depan. Sriram, et al, 1999. Faktor penentu yang dapat membentuk networ collaboration adalah sejumlah komponen yang lazim ditemukan pada pembahasan modal sosial sebagai bagian dari human capital development, adalah yang dikenal dengan konsep trust. Mengikuti Cook, 2005, dan juga Dwyer, 1999, menyatakan bahwa konsep trust merupakan proses pembentukan komunikasi antar kelompok yang saling percaya satu sama lainnya, tentunya sebagai proses awal terbentuknya collabration network, Kerangka hubungan trust yang dapat dipetakan pada kondisi industri pariwisata tertentu, akan dicermikan oleh pola hubungan transaksi antara hotel sebagai sarana kepariwisataan dengan travel agent dan komponen pendukung industri pariwisata lainnya Diego dan Juan, 2000. Collaboration network juga dapat dibentuk oleh komponen modal sosial commitmen t, sebagai variabel yang akan membentuk collaboration network. Anderson dan White 1992 menyatakan bahwa commitment adalah kehendak untuk mewujudkan relasi bisnis dalam jangka panjang. Komponen pembentuk collaboration network berkutnya adalah komponen modal sosial norma atau tradisi yang dapat menjadi pedoman dan garis kebijakan orang perorangan pada anggota masyarakat, tetapi terikat kuat dengan tradisi norma kemasyarakatan pada komunitas masyarakat bersangkutan. Keterikatan pada aturan organisasi dalam bentuk lisan atau tertulis, adalah merupakan potensi yang akan membentuk collaboratian network. Infrastruktur pariwisata dilain fihak, adalah accomodation services, food and beverages services, attractions, events and activities Ontario TourismCompetitiveStudy, 2009, serta akses yang dapat mempermudah tercapainya lokasi destinasi Shara, et al 2009. Pemetaan potensi ekonomi kerakyatan yang tersedia saat ini di wilayah kabupaten Buleleng dilakukan melalui penelitian persepsi, untuk melihat keberadaan ekonomi rakyat dan kemungkinannya dapat ditingkatkan menjadi potensi modal sosial untuk mendukung kegiatan industri pariwisata berbasis komunitas. Potensi modal sosial pada sebuah struktur sosial kemasyarakatan dapat dilihat dari tiga pilar utama modal sosial Putnam, 1998, mencakup antara lain networking, trust dan norma. Apabila ketiga komponen modal sosial tersebut hidup berkembang dalam dinamika sosial kemasyarakatan pada masyaraat lokal, maka sangat mungkin dapat ditingkatkan menjadi fondasi dalam rangka pengembangan community-based tourism CBT di kabupaten Buleleng.

1.2 Rumusan Pokok Masalah