Modal Ekonomi Modal Aktor dan Penyelesaian Konflik Lahan

9 dengan latar belakang modal sosial banyak bergantung pada dukungan grup, posisi keluarga dan juga jaringan yang dimiliki aktor internal terhadap pihak-pihak yang ada di luar komunitas.

3. Modal Budaya

Bourdieu 1990 mendefinisikan modal budaya sebagai selera bernilai budaya dan pola-pola konsumsi yang mencakup rentangan luas properti, seperti seni, pendidikan, dan bentuk-bentuk bahasa. Adanya konflik yang terjadi dari penelitian Habib 2007 menunjukkan bahwa kemampuan untuk melakukan pengelolaan tanah secara maksimal juga turut mempengaruhi pertikaian antara berbagai pihak yang memiliki kepentingan akses terhadap sumber kehidupan. Kemampuan ini juga berkaitan dengan kemampuan masyarakat untuk mengakses sumber daya penghidupan, baik dalam hal lapangan pekerjaan ataupun sumberdaya lainnya yang dapat menyebabkan terjadinya konflik. Hal ini juga menekankan pada poin yang sama mengenai pentingnya fungsi pendidikan. Kasus yang lain dalam penelitian Fairuza 2009 menunjukkan bahwa konflik antara dua pihak diakibatkan oleh adanya perubahan nilai budaya yang selama ini ada. Dalam penelitian yang sama, disebutkan bahwa ketika nilai-nilai dan norma-norma kebersamaan, ikatan solidaritas dan gotong royong yang berada di bawah payung aturan telah hilang, akan terjadi perubahan dalam masyarakat, seperti polarisasi atau stratifikasi. Pertarungan antar berbagai kepentingan inilah yang menimbulkan konflik. Ditegaskan kembali oleh Astini dan Udiyana 2008 bahwa adanya kelompok yang saling berlawanan terjadi karena adanya perbedaan persepsi, keyakinan, dan nilai. Hal yang lebih rinci disampaikan oleh Pattiselano 2008, bahwa dengan terbawanya ideologi kelompok aliran dan ideologi kelompok, maka akan melemahkan posisi penyelesaian dengan jalur budaya lewat sistem Pela dan Gendong dalam kasus konflik di Saparua. Merujuk pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Habib 2007; Fairuza 2009; Astini dan Udiyana 2008; dan Pattiselano 2008 dapat dilihat bahwa keterlibatan pemimpin dalam konflik dengan latar belakang modal budaya menurut Bordieu 1990 banyak dilatar belakangi oleh tingkat pendidikan. Selain itu kesesuaian dengan nilai budaya turut mempengaruhi peran aktor dalam konflik. Adanya nilai budaya yang sama dapat menjadi penyebab tinggi atau rendahnya eskalasi konflik dengan pendekatan budaya tersebut.

4. Modal Simbolik

Modal simbolik menurut Bourdieu 1990 dapat diartikan sebagai simbol yang melegitimasi dominasi melalui srata sosial atau pembeda terhadap orang lain, sehingga hal simbolik dapat memenuhi fungsi politik. Modal juga dispesifikan kedalam prestis, status, dan otoritas. Selain itu modal simbolik juga terkait dengan bentuk-bentuk kultur dan simbolik. 10 Konflik Dayak-Madura pada awalnya diduga sebagai konflik agama, namun ternyata lebih disebabkan ada strata sosial antara masyarakat pribumi dengan masyarakat pendatang Abas 2008. Hal ini disebabkan oleh keinginan untuk membuktikan dominasi suatu kelompok atas kelompok yang lain, sehingga faktor prestis turut mempengaruhi dalam konflik ini. Selain itu dalam penelitian yang dilakukan oleh Fairuza 2009 konflik yang terjadi antara Desa Depok dengan Balacanan diakibatkan oleh isu non realistic yang memiliki sasaran pada pengakuan atas harga diri. Sedangkan kasus yang terjadi pada konflik di Pulau Saparua, tersebarnya skala konflik secara cepat bukan hanya saja diakibatkan oleh jaringan informasi yang kuat, namun dikarenakan sentimen dengan latar belakang simbol keyakinan yang sama dan menimbulkan solidaritas. Bahkan dalam kasus konflik anatara Cina dan Jawa yang diteliti oleh Habib 2007, kesamaan agama akan menghilangkan segala batas-batas etnis sehingga dapat diterima menjadi bagian dari komunitas. Dengan demikian identitas agama memiliki posisi penting dalam masyarakat. Selain itu peran simbolik berupa gelar turut mempengaruhi bentuk- bentuk konflik. Keberadaan tokoh agama atau pemimpin lokal dalam masyarakat mengandung fungsi yang cukup penting. Dalam kasus Saparua, peran tokoh-tokoh agama untuk membangkitkan semangat perjuangan melawan kelompok lain cukup memberikan kemampuan untuk mengagitasi massa dalam melakukan tindakan kekerasan Pattiselano 2008. Terjadinya perlawanan terhadap Belanda pada zaman awal kemerdekaan oleh masyarakat dimulai dari pengaruh seorang pemimpinnya untuk membangkitkan semangat perlawanan Doni 2005. Merujuk pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Fairuza 2009; Habib 2007; Pattiselano 2008; Doni 2005; dan Saprillah 2009, maka dapat dianalisis bahwa terjadinya konflik akibat modal simbolik berdasarkan teori Bourdieu melibatkan peran aktor internal di dalamnya berdasarkan perbedaan prestise dalam relasi sosial komunitas. Selain itu otoritas kebijakan khususnya pemimpin informal dapat secara seketika membentuk eskalasi konflik yang besar ketika masalah keyakinan turut dicampurkan dalam gesekan yang terjadi. Tipologi Pengaruh Modal terhadap Wujud Konflik Berdasarkan pengamatan terhadap berbagai kasus dalam literatur, penulis mencoba menganalisis berbagai wujud konflik berdasarkan latar belakang sumber permasalahan yang menyebabkan gesekan. Lima sumber penyebab terjadinya konflik yaitu sumber daya, nilai budaya, teknologi, keyakinan, dan status sosial. Selain itu penulis juga berusaha untuk melihat bentuk modal-modal yang dimiliki aktor dalam suatu komunitas yang berpengaruh terhadap terjadinya konflik dalam berbagai kasus. Setelah melakukan pengklasifikasian wujud konflik berdasarkan sumber-sumbernya serta pengaruh bentuk modal yang dimiliki oleh pihak-pihak yang bertikai, maka didapatkan 12 peta konflik yang mengaitkan antara kepemilikan modal dengan wujud konflik. Berdasarkan 12 peta konflik tersebut, didapatkan empat pola tipologi utama pengaruh modal komunitas terhadap wujud konflik. Pola pertama, modal simbolik yang tinggi cenderung menghasilkan