Modal Sosial Modal Aktor dan Penyelesaian Konflik Lahan

10 Konflik Dayak-Madura pada awalnya diduga sebagai konflik agama, namun ternyata lebih disebabkan ada strata sosial antara masyarakat pribumi dengan masyarakat pendatang Abas 2008. Hal ini disebabkan oleh keinginan untuk membuktikan dominasi suatu kelompok atas kelompok yang lain, sehingga faktor prestis turut mempengaruhi dalam konflik ini. Selain itu dalam penelitian yang dilakukan oleh Fairuza 2009 konflik yang terjadi antara Desa Depok dengan Balacanan diakibatkan oleh isu non realistic yang memiliki sasaran pada pengakuan atas harga diri. Sedangkan kasus yang terjadi pada konflik di Pulau Saparua, tersebarnya skala konflik secara cepat bukan hanya saja diakibatkan oleh jaringan informasi yang kuat, namun dikarenakan sentimen dengan latar belakang simbol keyakinan yang sama dan menimbulkan solidaritas. Bahkan dalam kasus konflik anatara Cina dan Jawa yang diteliti oleh Habib 2007, kesamaan agama akan menghilangkan segala batas-batas etnis sehingga dapat diterima menjadi bagian dari komunitas. Dengan demikian identitas agama memiliki posisi penting dalam masyarakat. Selain itu peran simbolik berupa gelar turut mempengaruhi bentuk- bentuk konflik. Keberadaan tokoh agama atau pemimpin lokal dalam masyarakat mengandung fungsi yang cukup penting. Dalam kasus Saparua, peran tokoh-tokoh agama untuk membangkitkan semangat perjuangan melawan kelompok lain cukup memberikan kemampuan untuk mengagitasi massa dalam melakukan tindakan kekerasan Pattiselano 2008. Terjadinya perlawanan terhadap Belanda pada zaman awal kemerdekaan oleh masyarakat dimulai dari pengaruh seorang pemimpinnya untuk membangkitkan semangat perlawanan Doni 2005. Merujuk pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Fairuza 2009; Habib 2007; Pattiselano 2008; Doni 2005; dan Saprillah 2009, maka dapat dianalisis bahwa terjadinya konflik akibat modal simbolik berdasarkan teori Bourdieu melibatkan peran aktor internal di dalamnya berdasarkan perbedaan prestise dalam relasi sosial komunitas. Selain itu otoritas kebijakan khususnya pemimpin informal dapat secara seketika membentuk eskalasi konflik yang besar ketika masalah keyakinan turut dicampurkan dalam gesekan yang terjadi. Tipologi Pengaruh Modal terhadap Wujud Konflik Berdasarkan pengamatan terhadap berbagai kasus dalam literatur, penulis mencoba menganalisis berbagai wujud konflik berdasarkan latar belakang sumber permasalahan yang menyebabkan gesekan. Lima sumber penyebab terjadinya konflik yaitu sumber daya, nilai budaya, teknologi, keyakinan, dan status sosial. Selain itu penulis juga berusaha untuk melihat bentuk modal-modal yang dimiliki aktor dalam suatu komunitas yang berpengaruh terhadap terjadinya konflik dalam berbagai kasus. Setelah melakukan pengklasifikasian wujud konflik berdasarkan sumber-sumbernya serta pengaruh bentuk modal yang dimiliki oleh pihak-pihak yang bertikai, maka didapatkan 12 peta konflik yang mengaitkan antara kepemilikan modal dengan wujud konflik. Berdasarkan 12 peta konflik tersebut, didapatkan empat pola tipologi utama pengaruh modal komunitas terhadap wujud konflik. Pola pertama, modal simbolik yang tinggi cenderung menghasilkan 11 konflik terbuka dengan prestise dalam bentuk kehormatan dan otoritas kebijakan yang mempengaruhi terjadinya gesekan. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Pattiselano 2008, elit agama yang memiliki pengaruh cukup besar dalam komunitas menggunakan pengaruhnya untuk merangsang dan mengagitasi massa dalam melakukan tindak kekerasan yang telah terlebih dahulu terbawa oleh ideologi aliran dan ideologi kelompok. Sedangkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Saprillah 2009, konflik yang terjadi antara warga dusun Cappasolo dan Dusun Padang terjadi secara terbuka dengan adanya pembakaran dan penusukan terhadap salah satu keluarga dari petinggi di Desa Padang. Akar konflik dari relasi sosial dari kedua desa tersebut adalah pandangan warga Cappasolo terhadap Padang yang lebih rendah statusnya. Bentuk relasi sosial ini pada akhirnya menimbulkan perlawanan yang bersifat kolektif oleh komunitas yang dipandang sebagai kelompok bawah sebagai penegasan identitas masyarakat yang memiliki daya resistensi, bukan masyarakat lemah. Dengan analisis ini, prestise dapat dilihat sebagai bentuk penghormatan yang dimiliki dari relasi sosial yang ada selama ini. Tipologi yang kedua adalah modal budaya yang berpengaruh terhadap konflik laten dengan nilai budaya dan pendidikan sebagai variabel yang mempengaruhinya. Lemahnya penyelesaian yang dilakukan dalam bentuk nilai budaya turut mengakibatkan terjadinya konflik Pattiselano 2008. Semakin tinggi kepemilikan modal budaya oleh seorang aktor dan pemimpin akan mempengaruhi terjadinya konflik secara laten tertutup dengan faktor pendidikan dan kesiapan menjalankan proses budaya yang sudah disepakati selama ini. Tipologi yang ketiga adalah modal ekonomi berupa sumber penghidupan yang mempengaruhi terjadinya konflik mencuat. Hal ini merujuk pada penelitian yang dilakukan oleh Tjondronegoro 2006 bahwa gerakan protes yang dilakukan oleh petani sedikit banyak diakibatkan adanya penguasaan atas modal pokok yaitu tanah. Penguasaan tanah oleh petani secara tidak langsung akan memberikan ketenangan, sehingga bila diganggu akan menyebabkan protes yang bisa berujung konflik bila protes itu tidak mengubah apapun. Tipologi terakhir adalah modal sosial yang mempengaruhi terjadinya konflik terbuka dengan posisi keluarga dan jaringan sebagai bentuk yang mempengaruhinya. Merujuk pada penelitian yang dilakukan oleh Saprillah 2009 di Kecamatan Malangke, kerusuhan diawali oleh konflik antar individu dan berujung pada konflik antar kelompok sebagai bentuk solidaritas group atas dasar kesamaan wilayah dalam hal ini dusun. Selain itu juga konflik tersebut terbentuk dengan adanya ikatan keluarga sehingga membentuk gerakan bersama dengan latar belakang solidaritas keluarga menembus batas wilayah. Dengan melihat modal sosial ini, dapat diasumsikan bahwa pemimpin menggunakan jaringan yang dimiliki untuk memupuk bentuk solidaritas sehingga terjadinya eskalasi konflik yang lebih luas dalam bentuk konflik secara terbuka. Berdasarkan analisis dari seluruh tipologi dalam berbagai kasus dalam literatur, kepemilikan modal ekonomi dan modal sosial cenderung mempengaruhi terjadinya konflik secara terbuka. Hal ini dapat dilihat dari kasus-kasus konflik yang terjadi di wilayah pesisir dan lahan pertanian, masalah ekonomi yang dimiliki oleh pemimpin lokal juga menjadi masalah yang dihadapi oleh masyarakat secara umum dan menyangkut pada akses masyarakat kepada sumber penghidupan yang utama. Disisi lain, berdasarkan literatur kasus konflik yang ada