Struktur Makroskopis Struktur Mikroskopis

hingga pangkal tulang dada dengan membuka lapisan kulit dan fascia. Kemudian beberapa tulang dada dipotong dan diafragma disayat hingga terlihat jantung. Proses perfusi diawali dengan menusukkan kanul dari peralatan infus yang berisi larutan NaCl fisiologis ke ventrikel kiri jantung. Selanjutnya atrium kanan digunting sehingga darah akan terbilas. Proses ini dilakukan sampai cairan yang keluar dari atrium kanan terlihat jernih, lalu diganti dengan larutan fiksatif paraformaldehid 4. Setelah larutan fiksatif keluar dari atrium kanan, seluruh organ dikeluarkan dari rongga tubuh dan direndam dalam larutan fiksatif selama 2-3 hari. Selanjutnya organ dipindahkan kedalam larutan alkohol 70 sebagai stopping point dan disimpan sampai proses berikutnya.

a. Struktur Makroskopis

Pengamatan makroskopis yang dilakukan meliputi pengamatan bentuk morfologi dan ukuran morfometri lambung. Pengamatan morfologi luar dilakukan dengan mata telanjang makroskopik pada masing-masing bagian lambung yang terdiri atas daerah kardia, fundus, dan pilorus. Pengukuran organ lambung meliputi pengukuran panjang kurvatura mayor dan kurvatura minor. Pengukuran menggunakan benang nilon sebagai alat bantu, selanjutnya benang nilon diukur menggunakan mistar. Setelah pengamatan dan pengukuran, dilakukan pemotretan organ lambung secara keseluruhan.

b. Struktur Mikroskopis

Pembuatan preparat histologis Sebelum dilakukan tahap dehidrasi dan embedding, organ dipotong sesuai dengan bagian yang diamati. Potongan dilakukan sesuai dengan bagian seperti tertera pada Gambar 4 di bawah ini Gambar 4 Skema organ lambung Hystrix javanica yang menunjukkan lokasi pengambilan sampel pada lambung. Eso = Esofagus, Duo = Duodenum. Eso Duo Bagian-bagian sampel dipotong dengan menggunakan scapel dan pisau mikrotom, lalu dimasukkan ke dalam basket. Selanjutnya dilakukan proses dehidrasi untuk menarik air dari dalam jaringan. Dehidrasi dilakukan menggunakan alkohol bertingkat mulai dari alkohol 70, 80, 90, 95, 100 I, 100 II, dan 100 III. Setelah itu dilakukan proses penjernihan clearing dalam xylol untuk menghilangkan bahan yang dapat mengganggu proses embedding. Proses infiltrasi parafin dilakukan dalam inkubator dengan pengulangan sebanyak tiga kali untuk menyempurnakan proses masuknya sampel. Penanaman jaringan embedding dilakukan dengan cara menanam jaringan yang telah melalui proses infiltrasi parafin ke dalam parafin cair untuk dijadikan blok parafin. Setelah blok parafin terbentuk, blok tersebut dilekatkan pada balok kayu untuk memudahkan proses pemotongan. Proses pemotongan dilakukan dengan menggunakan mikrotom rotary dengan ketebalan 5μm. Hasil sayatan dibentangkan di atas permukaan air matang 30ºC kemudian dipindahkan ke permukaan air hangat 40ºC selama beberapa detik. Hasil sayatan kemudian diletakkan di atas object glass yang telah dibersihkan dengan alkohol 70 dan diberi label sesuai dengan sediaan preparat. Preparat tersebut kemudian diinkubasi selama 1 malam pada suhu 37ºC-40ºC. Pewarnaan yang digunakan dalam pengamatan adalah hematoksilin eosin HE. Pewarnaan HE merupakan pewarnaan yang digunakan untuk melihat struktur histologis secara umum. Proses pewarnaan diawali dengan deparafinisasi, dan rehidrasi menggunakan xylol I 5 menit, xylol II 3 menit, xylol III 3 menit, alkohol 100 I 5 menit, alkohol 100 II 3 menit, alkohol 100 III 3 menit, alkohol 95 3 menit, alkohol 90 3 menit, alkohol 80 3 menit, alkohol 70 3 menit dan direndam dengan air keran dan aquades masing masing selama 5 menit. Proses pewarnaan hematoksilin eosin dimulai dengan mencelupkan preparat ke dalam larutan hematoksilin selama 20 detik, kemudian dibilas dengan aquades. Setelah itu, proses dilanjutkan dengan direndam di dalam eosin selama 1 menit dan dibilas kembali dengan aquades. Setelah tahap pewarnaan, dilakukan proses dehidrasi kembali dengan menggunakan alkohol bertingkat, mulai dari 70, 80, 90, 95, 100 I, 100 II, 100 III, kemudian dimasukkan kembali ke dalam xylol I,II, dan III selama 5 menit. Gambar 5 Alur pewarnaan hematoksilin eosin Pengamatan preparat mikroskopis. Pengamatan struktur mikroskopis organ lambung dilakukan dengan menggunakan mikroskop. Beberapa bagian lambung diamati pada bagian tunika mukosa, tunika submukosa, tunika serosa, dan distribusi sel-sel kelenjar pada lambung. Deparafinisasi dan rehidrasi Aquadest Air keran Eosin A quadest Hematoksilin Mo unting C learing D ehidrasi HASIL Situs viscerum Lambung landak Jawa terletak transversal di bagian kranial ruang abdomen. Pada permukaan kranio-ventral tertutup oleh hati dan pada bagian medio-kranial terdapat processus xyphoideus yang menutupi bagian tengah organ hati. Di sepanjang permukaan kranio-lateral lambung sebelah kiri terdapat organ limpa berukuran relatif panjang Gambar 6. Gambar 6 Situs viscerum saluran pencernaan landak Jawa. a. esofagus, b. trakhea, c. paru-paru, d. jantung e. limpa yang terletak di sepanjang permukaan kranio-lateral lambung, f. hati yang menutupi dengan bagian kranio-ventral lambung, g. lambung, h. duodenum. Bar = 5 cm. Morfologi Lambung Landak Jawa a. Makroskopis Lambung landak Jawa berbentuk seperti huruf C terbalik dengan ukuran kurvatura minor yang pendek dan kuvatura mayor yang relatif panjang. Landak A memiliki panjang kurvatura mayor 22.7 cm dan kurvatura minor 1.5 cm. Sedangkan landak B panjang kurvatura mayor 27.8 cm dan kurvatura minor 1.9 cm. Pengukuran panjang kurvatura mayor dan kurvatura minor dari dua sampel organ lambung landak Jawa dapat dilihat dalam Tabel 1. a b c d e f g h Tabel 1 Pengukuran kurvatura mayor dan kurvatura minor dari dua sampel organ lambung landak Jawa. Fundus terletak disebelah kiri esofagus, pilorus sebelah kanan esofagus dan menjadi penghubung ke duodenum. Bagian fundus lebih sempit dibanding bagian korpus dan pilorus. Bagian fundus membentuk suatu kantong buntu yang dinamakan fundic caecum Gambar 7. Gambar 7 Gambaran Morfologi lambung landak Jawa sebelum disayat A dan setelah disayat B a. pangkal esofagus yang berhubungan langsung dengan kardia lambung, b. fundic caecum yang cukup panjang, c. korpus lambung yang berbentuk setengah lingkaran, d. duodenum yang berdiameter lebih besar pada perbatasan dengan pilorus. Bar = 3 cm. Lambung landak memiliki dinding yang relatif tipis karena pada saat pengambilan sampel, lambung dalam keadaan penuh ingesta. Saat lambung dalam keadaan kosong, terlihat adanya lipatan-lipatan mukosa yang tampak jelas pada bagian fundic caecum. Mukosa lambung cukup rapuh dan mudah terkelupas. Pada bagian distal dari pilorus ditemukan sphincter pilorus pada kurvatura mayor dan kurvatura minor yang menjadi batas antara lambung dan duodenum. Sphincter pilorus kurvatura minor memiliki otot yang lebih tebal dibanding kurvatura mayor Gambar 8. Ukuran Lambung Landak A Landak B Rata-rata Kurvatura Mayor 22.7 cm 27.8 cm 25.25±2.55 cm Kurvatura Minor 1.5 cm 1.9 cm 1.7±0.2 cm a b d c d a b c A B Gambar 8 Gambaran interior A lambung landak Jawa, B daerah fundic caecum yang  permukaan mukosanya membentuk lipatan-lipatan, C sphincter lambung pada kurvatura minor. Bar A = 4 cm, Bar B = 1 cm, Bar C = 0,5 cm.

b. Mikroskopis