Selain itu dilakukan pula pengukuran untuk larutan blanko dan larutan standar dengan prosedur yang sama seperti larutan sampel hanya untuk larutan
blanko dan larutan standar, enzim katepsin digantikan dengan akuades dan tirosin. Setiap sampel yang dianalisis, harus disertai dengan uji aktivitas katepsin tanpa
penambahan inhibitor. Aktivitas inhibitor dihitung berdasarkan perbedaan aktivitas enzim katepsin dengan inhibitor dan yang tanpa inhibitor.
Aktivitas enzim katepsin dapat dihitung dengan rumus berikut: T
1 x
P x
abs.blanko ar
Abs.stand abs.blanko
sampel Abs.
UA −
− =
Keterangan : P = Faktor pengenceran; T= waktu inkubasi
Persentase penghambatan = 100
x inhibitor
anpa katepsin t
aktivitas inhibitor
dengan katepsin
aktivitas 1
− Satu unit inhibitor katepsin adalah jumlah inhibitor katepsin yang mampu
menghambat aktivitas protease katepsin sebesar 50 pada kondisi pengujian.
3.4.3 Pengukuran Konsentrasi Protein Bradford 1976
Konsentrasi protein ditentukan menggunakan metode Bradford dengan bovine
serum albumin sebagai standar. Persiapan pereaksi Bradford dilakukan dengan cara melarutkan 5 mg coomassie brilliant blue G-250 dalam 2,5 ml etanol
95 vv, lalu ditambahkan dengan 5 ml asam fosfat 85 vv. Jika telah larut dengan sempurna, maka ditambahkan akuades hingga 250 mililiter dan disaring
dengan kertas saring Whatman1 dan diencerkan 5 kali sesaat sebelum digunakan. Konsentrasi protein ditentukan dengan menggunakan metode Bradford
dengan cara 0,1 ml enzim dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Kemudian ditambahkan sebanyak 5 ml pereaksi Bradford, diinkubasi selama lima menit dan
diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 595 nm. Demikian pula untuk larutan standar dilakukan sama seperti larutan sampel dengan konsentrasi
antara 0,1 – 1,0 mgml. Tahap berikutnya adalah membuat kurva standar dengan absorbansi sebagai ordinat sumbu y dan konsentrasi protein sebagai absis x
lampiran 3. Berdasarkan kurva tersebut dapat ditentukan konsentrasi protein dalam sampel.
Tabel komposisi volume larutan dengan pembuatan larutan standar dengan konsentrasi 0,01-0,3 mgml dari larutan stok BSA konsentrasi 2 mgml
disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Pembuatan larutan standar BSA konsentrasi 0,01-0,3 mgml
Konsentrasi BSA mgml Volume BSA ml
Volume akuades ml 0,00 0,00
10,00 0,01 0,06
9,94 0,02 0,10
9,90 0,03 0,15
9,85 0,04 0,20
9,80 0,05 0,25
9,75 0,06 0,30
9,70 0,08 0,40
9,60 0,10 0,60
9,40 0,20 0,10
9,00 0,30 1,50
8,50
3.4.4 Penentuan Berat Molekul dengan SDS-PAGE
Metode SDS-PAGE sodium dodecyl sulphate-polyacrylamide gel electrophoresis
yang dikerjakan dalam penelitian ini menggunakan 4 stacking gel
dan 10 gel akrilamida lampiran 4. Metode ini menggunakan matriks dari gel yang disusun oleh akrilamida dan N,N’-metilen-bis-akrilamida yang
berpolimerisasi melalui mekanisme radikal bebas dengan bantuan katalisator N,N,N’,N’,-tetramethylene-diamine TEMED dan inisiator ammonium persulfate
APS Rosenberg 1996. Komposisi pembuatan gel penahan dan pemisah SDS- PAGE dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Komposisi gel penahan dan pemisah SDS-PAGE Komponen
Gel pemisah 8 Gel penahan 4
Larutan stok akrilamida 2,66 ml
0,67 ml Buffer gel pemisah
2,50 ml -
Buffer gel pengumpul -
1,25 ml Akuades
3,18 ml 3,00 ml
Ammonium persulfat 10 50,00 µl
50,00 µl TEMED
5,00 µl 5,00 µl
Konsentrasi akrilamida yang digunakan dalam analisis ini adalah 10 wv. Pewarnaan yang digunakan adalah pewarnaan perak. Deteksi SDS-PAGE
dilakukan dengan melepaskan gel hasil elektroforesis dari cetakan dan diukur jarak migrasi bromphenol blue. Gel tersebut dicelup dan direndam dalam larutan
fiksasi 25 methanol + 12 asam asetat selama 1 jam sambil digoyang konstan. Kemudian direndam dalam 50 vv etanol selama 20 menit, kemudian
diganti dengan 30 vv etanol selama 2x20 menit. Larutannya diganti dengan larutan pengembang kemudian dicuci dengan akuabidestilata. Setelah dicuci
ditambahkan larutan perak nitrat selama 30 menit kemudian dicuci lagi dengan akuabidestilata 2x20 detik dan ditambahkan larutan campuran Na
2
CO
3
dan formaldehida dan terakhir dengan larutan fiksasi lampiran 5.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Optimasi Proses Ekstraksi Inhibitor Katepsin Optimasi proses ekstraksi dilakukan untuk mendapatkan inhibitor protease
katepsin dengan aktivitas penghambatan yang tinggi. Pada tahap ini dilakukan ekstraksi inhibitor pada tiga bagian ikan, yaitu pada daging, kulit, dan jeroan
dengan perlakuan inkubasi ekstraksi pada suhu 60, 70, dan 80
o
C. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas terbaik diperoleh pada ekstrak daging pada waktu
suhu inkubasi ekstraksi 80
o
C baik pada ekstrak ikan bandeng maupun ekstrak ikan patin, sedangkan untuk ekstrak dari jeroan tidak menunjukkan adanya
aktivitas penghambatan protease katepsin. Hasil penghambatan ekstrak inhibitor dari ikan bandeng dan ikan patin dapat dilihat pada Gambar 7.
87.84 77.75
-93.46 39
-40.67 81.46
90.28 77.42
68.75 24.06
-11.57 52.17
-7.38 -60
-40 -20
20 40
60 80
100
Daging Kulit
Jeroan
Perlakuan suhu ekstraksi p
e ngha
m b
a ta
n
.87
-11.79 27.58
-80.91 6.03
48.87
-80 -60
-40 -20
20 40
60 80
100
Daging Kulit
Jeroan
Perlakuan suhu ekstraksi pe
n g
h a
m ba
ta n
7
-100 -120
1 2
Gambar 7 Persen penghambatan aktivitas katepsin pada ekstrak inhibitor ikan bandeng 1 dan ikan patin 2.
□ suhu 60
o
C, □ suhu 70
o
C, □ suhu 80
o
C. Ekstrak inhibitor dari daging mempunyai aktivitas penghambatan tertinggi
dibandingkan dari bagian kulit dan jeroan, yaitu sebesar 87,84 pada ikan bendeng dan 90,28 dari ikan patin, sedangkan ekstrak jeroan menunjukkan
aktivitas inhibitor yang negatif. Hal ini kemungkinan besar dalam jeroan masih banyak mengandung enzim protease lain yang aktif dan terekstrak sehingga
kandungan inhibitor yang dihasilkan lebih sedikit bahkan juga bisa tidak mengandung inhibitor, atau metode ekstraksi ini tidak tepat untuk mengekstrak
inhibitor katepsin dari jeroan ikan.