Inhibitor Sistein Proteinase Inhibitor Protease

nontoksik, mempunyai kecepatan reaksi yang lebih cepat dibandingkan dengan DFP atau PMSF, sehingga merupakan inhibitor yang paling banyak direkomendasikan. Inhibitor proteinase logam berupa peptida inhibitor dan protein inhibitor seperti TIMPs Salvesen dan Nagase 2001.

2.4.1 Inhibitor Sistein Proteinase

Aktivitas sistein proteinase dapat diatur dan dihambat secara endogenous, melalui inhibitor alami maupun melalui pengikatan sistein pada kondisi lingkungan tertentu seperti pH dan agen pengkelat. Jika sistem kontrol pada lingkungan proteinase tidak seimbang maka akan menyebabkan kerusakan serius. Banyak pathogen mempunyai sendiri sistein proteinase untuk menginvasi inangnya. Mengganggu aktivitas sistein proteinase dan inhibitor alaminya dapat dihubungkan dengan beberapa kondisi patologis seperti arthritis, kekacauan system syaraf, dan kanker Hultman 2003. Inhibitor proteinase sistein meliputi peptida diazometana, peptida epoksida, florometil keton, asilometil keton, dan sistatin. Semuanya bersifat irreversible kecuali sistatin yang bersifat reversible. Mekanisme penghambatan oleh peptida diazometana melalui pembentukan sistin teralkilasi, sedangkan peptida epoksida melalui pembentukan gugus alkil pada sisi aktifnya. Peptida klorometil keton menghambat enzim dengan cara mengikat protein melalui alkilasi pada sisi aktif histidin oleh klorometil Salvesen dan Nagase 2001. Inhibitor sistein proteinase dari hewan dan mamalia dapat berupa sistatin yang dibagi kedalam tiga kelompok, yaitu stefin, sistatins, dan kininogens. Pada umumnya, semua inhibitor sistein proteinase mempunyai stabilitas yang besar terhadap suhu tinggi sampai 100 o C dan pH yang ekstrim LMW-CPIs pH 2-12, kininogens pH 5-12 maupun spesifitasnya pada sistein proteinase Otto dan Schirmeister 1997. Sistatin adalah inhibitor sistein proteinase yang secara luas tersebar pada jaringan hewan dan cairan tubuh, merupakan suatu molekul protein yang terdiri dari 100 sampai 120 deret asam amino dengan adanya jembatan disulfida dan residu karbohidrat Otto dan Schirmeister 1997. Sistatin diklasifikasikan dalam tiga group berdasarkan struktur molekulnya. Kelompok I sistatin, kekurangan ikatan disulfida dan residu karbohidrat dengan jumlah asam amino 100, seperti stefin, sistatin A, B dan rat cystatin β. Kelompok II sistatin, mempunyai karakteristik dua ikatan disulfida dengan jumlah asam amino 110-120, seperti human cystatin , chiken cystatin, dan rat cystatin. Kelompok I dan II ini mempunyai berat molekul 10 sampai 20 kDa. Kelompok III sistatin adalah kininogen yang mempunyai rantai tunggal glikoprotein yang mengandung 3 domain like cystatin dengan berat molekul 68 sampai 120 kDa Oliviera et al. 2003 ; Ustadi et al. 2005. Inhibitor endogenous dari sistein proteinase yaitu sistatin telah dilaporkan dapat bereaksi sebagai agen pertahanan melawan bakteri, virus, dan hama. Salah satu sistatin yang ditemukan dari kulit tikus dan juga pada manusia. Lingkungan tempat ikan hidup yang penuh dengan pathogen dapat memungkinkan juga kulit ikan mengandung mekanisme pertahanan nonspesifik Hultman 2003. Interaksi antara proteinase sistein dan inhibitornya telah menjadi tujuan beberapa penelitian pada dua dekade ini. Spesifik inhibitor dari sistein protease sangat dibutuhkan untuk mencegah terjadinya proteolisis yang destruktif dan juga dapat dimanfaatkan pada proses terapi dan pada bahan penelitian. Pengertian yang mendalam pada interaksi sistein proteinase dan inhibitornya dapat memberikan informasi penting unutuk mengontrol aktivitas proteolitik Hultman 2003. Purifikasi Inhibitor protease alami telah banyak dilakukan oleh bererapa peneliti diantaranya oleh Olonen 2004 yang melakukan purifikasi pada kulit ikan atlantic salmon, atlantic cod, dan spotted wolf fish yang diperoleh empat inhibitor sistein proteinase, dimana kininogens ditemukan pada semua jenis ikan yang diteliti. Ditemukan juga tipe baru inhibitor sistein proteinase yaitu salarin. Li et al. 2008 melakukan penelitian pada pemurnian inhibitor sistein proteinase dari plasma ikan chum salmon Oncorhynchus keta diperoleh sistein proteinase inhibitor dengan rasio kemurnian 0,94 dan 30,36 fold, berat molekul 70 kDa, jenis inhibitor adalah kininogen. Beberapa hasil penelitian lain dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Beberapa penelitian mengenai purifikasi inhibitor enzim dari jaringan hewan 11 Peneliti dan bahan Bahan penelitian Teknik pemurnian Hasil purifikasi Aktivitas dan Karakteristik Keterangan - Li et al. 2008 - Plasma ikan chum salmon - Kromatografi afinitas - Gel filtrasi - Kemurnian 0,94 dan 30,36 fold, BM 70 kDa - pH 6,0 -9,0 optimum pH 7,0 - Suhu 20-40 o C - Ki 105 nM - inhibitor non kompetitif - kininogen sistein protease inhibitor - Ustadi et al. 2005 - Telur ikan glassfish - Presipitasi NH 4 2 SO 4 - CM Sepharose - Sephacryl HR-100 - Kromatografi afinitas - Kemurnian 0,25 dan 49,69 fold - BM 18 dan 67 kDa - Suhu 50 sampai 65 o C - pH 8 - Ki 4,44 nM - sistatin I sistein protease inhibitor - Han et al. 2008 - Telur katak - gel filtrasi - ion exchange kromatografi - RP-HPLC - BM 14,4 kDa - Bakteriostatic - Ki 620 nM, 27 nM dan 220 nM - Ranaserpin serin protease inhibitor - Cao et al. 2000 - Daging skeletal ikan croaker - Presipitasi NH 4 2 SO 4 - kromatografi kolom - Gel filtrasi - BM 55 kDa - Suhu optimum 55 o C - Miofibril serin proteinase inhibitor - Choi et al. 2002 - Telur ikan skipjack tuna - Presipitasi NH 4 2 SO 4 - Gel filtrasi - Ion exchange kromatografi - RP-HPLC - BM 39 kDa - Kemurnian 0,19 dan 18,18 fold - pH 4-10 - Suhu optimum dibawah 40 o C - Tripsin inhibitor - Ylonen et al. 2002 - Kulit ikan atlantic cod - kulit ikan spotted wolffish - papain-affinity kromatografi - Gel filtrasi - Anion exchange kromatografi - ikan cod BM 51 kDa - ikan spotted wolffish 45,8 kDa - pI 3,6 ; 3,9 ; 4,4 - pI 4,1, 4,3, 4,35, 4,4 - Kininogen inhibitor sistein - mengandung N- acetylglucosamine

2.4.2 Mekanisme Kerja Inhibitor Protease