20 2006. Rasio penerimaan atas biaya juga menunjukan berapa besarnya penerimaan
yang akan diperoleh dari setiap rupiah yang dikeluarkan dalam kegiatan produksi usahatani. Rasio penerimaan atas biaya dapat digunakan untuk mengukur tingkat
keuntungan relatif kegiatan usahatani, artinya dari nilai rasio penerimaan atas biaya tersebut dapat diketahui apakah suatu kegiatan usahatani tersebut
menguntungkan ataupun merugikan.
3.1.3. Konsep Fungsi Produksi
Produksi merupakan serangkaian kegiatan menghasilkan barang dan jasa dengan memanfaatkan masukan yang dimiliki untuk memenuhi kebutuhan.
Kegiatan produksi berkaitan erat dengan adanya masukan dan output. Masukan dalam usahatani dapat berupa tanah, pupuk, tenaga kerja, modal, iklim, dan lain-
lain yang mempengaruhi nilai produksi yang akan didapat. Hubungan kuantitatif antara masukan dan keluaran disebut sebagai fungsi produksi, sedangkan analisis
dan pendugaan hubungan antara masukan dan keluaran disebut analisis fungsi produksi Soekartawi 1986.
Menurut Hernanto 1989 fungsi produksi membahas mengenai faktor- faktor yang mempengaruhi kegiatan produksi. Pengertian lain mengenai fungsi
produksi adalah fungsi yang menunjukkan berapa keluaran yang dapat diperoleh dengan menggunakan sejumlah variabel masukan yang berbeda. Melalui fungsi
produksi dapat terlihat secara nyata bentuk hubungan perbedaan jumlah dari faktor-faktor produksi yang digunakan untuk kegiatan produksi. Selain itu fungsi
produksi sekaligus menunjukkan produktivitas dari produk yang dihasilkan. Berdasarkan hal tersebut maka produktivitas merupakan fungsi produksi dengan
yang membandingkan jumlah keluaran output per satuan masukan input dalam hal ini adalah membandingkan nilai output dengan luasan lahan.
Soekartawi 1994 menyatakan bahwa berbagai fungsi produksi telah dikenal dan dipergunakan oleh berbagai peneliti, tetapi yang umum dan sering
digunakan adalah fungsi produksi linear, kuadratik, dan eksponensial. Cara penyajian fungsi produksi biasanya menggunakan notasi-notasi huruf. Misalnya
saja Y adalah notasi dari produksi dan X
i
merupakan notasi dari masukan i, maka besar kecilnya nilai Y bergantung dari besar kecilnya nilai X
1
,X
2
,X
3
,.....X
m
yang dipergunakan. Variabel masukan X
i
dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok,
21 yaitu variabel yang dapat dikuasai dan variabel yang tidak dapat dikuasai oleh
petani. Variabel yang dapat dikuasai oleh petani seperti luas lahan, jumlah pupuk, tenaga kerja, dan lain-lain. Sedangkan variabel yang tidak dapat dikuasai oleh
petani seperti kondisi iklim Soekartawi 1986. Hubungan X dan Y secara aljabar dapat ditulis sebagai berikut :
Y = f X
1
, X
2
, X
3
,……X
m
Dimana : Y
= produksioutput X
1
, X
2
, X
3
,…..X
m
= input variabel Menurut Coelli et al. 1998 dari fungsi produksi dapat terlihat hubungan
antara total product TP, average product AP, dan marginal product MP. Produk rata-rata menggambarkan jumlah output yang dihasilkan dibagi dengan
jumlah input yang dipergunakan. Berikut adalah rumus dari perhitungan average product :
AP
i
= YX
i
Dimana : AP
i
= Produk rata-rata dari input i Y
= output X
i
= input yang digunakan
Marginal product MP dari suatu input dapat digambarkan dengan jumlah tambahan output yang dihasilkan dari setiap penambahan unit input yang
digunakan. Rumus marginal product MP dapat dituliskan sebagai berikut: MP
i
= dYdX
i
Dimana : MP
i
= Produk marjinal dari input i dY
= perubahan output dX
i
= perubahan input
22 Menurut Doll dan Orazem 1984 fungsi produksi klasik dapat dibagi ke
dalam tiga bagian atau daerah, dimana setiap daerahnya akan menggambarkan tingkat efisiensi dalam penggunaan sumberdaya. Pada Gambar 1 daerah-daerah
tersebut ditunjukkan oleh daerah I, daerah II, dan daerah III. Daerah I terjadi ketika kurva MP lebih besar daripada kurva AP. Daerah I terletak di antara titik
0 dan titik X
2
. Daerah ini memiliki nilai elastisitas lebih dari satu, artinya bahwa setiap penambahan faktor produksi sebesar satu satuan, maka akan
menyebabkan pertambahan produksi yang lebih besar dari satu satuan. Daerah ini menggambarkan kondisi keuntungan maksimum belum tercapai,
karena produksi masih dapat ditingkatkan lagi dengan cara mengunakan faktor produksi yang lebih banyak. Daerah I disebut juga daerah irasional atau inefisien.
Daerah II terletak antara titik titik X
2
dan titik X
3
dengan nilai elastisitas produksi yang
berkisar antara nol dan satu 0 1. Daerah ini menunjukan bahwa setiap penambahan input sebesar satu satuan akan meningkatkan produksi
paling besar satu satuan dan paling kecil nol satuan. Daerah II dicirikan dengan penambahan hasil produksi yang semakin menurun diminishing of return.
Penggunaan input pada tingkat tertentu di daerah ini akan memberikan keuntungan maksimum. Hal ini menunjukan penggunaan faktor-faktor produksi
telah optimal sehingga daerah ini disebut daerah rasional atau efisien. Daerah III merupakan daerah yang dengan nilai elastisitas lebih kecil dari
nol 0. Yaitu terjadi ketika kurva MP bernilai negatif yang berarti bahwa setiap penambahan satu satuan input akan menyebabkan penurunan produksi,
sehingga jika pelaku usaha melakukan penambahan input pada daerah ini tentunya akan mengalami kerugian. Penggunaan faktor produksi di daerah ini sudah tidak
efisien sehingga disebut daerah irrasional. Berikut adalah Gambar 1 yang menggambarkan kurva fungsi produksi.
23
Gambar 1 . Kurva Fungsi Produksi
Sumber : Beattie dan Taylor 1985
3.1.4. Konsep Fungsi Produksi Stochastic Frontier