40
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Karakter Angin
Data arah dan kecepatan angin bulanan Tahun 1993 – 2008 di lokasi penelitian yang diolah dari data angin ECMWF disajikan pada Lampiran 1. Data
tersebut kemudian ditabulasikan dalam bentuk frekuensi dan presentasi angin bulanan dari Tahun 1993-2008 Tabel 7, dibuat kedalam diagram mawar
Gambar 25, dan diagram batang angin bulanan Gambar 26. Berdasarkan data tersebut diketahui dimana arah angin dominan berasal
dari Tenggara 42.71, kemudian dari arah Barat 29.17 dan Timur 16,67. Berdasarkan skala Beaufort, kecepatan angin sebagian besar berkisar
pada skala 3 dan 2 atau pada interval 3.4 – 5.5 ms 51.56 dan 1.6 – 3.4 ms 29.17. Skala 3 menunjukkan dimana angin yang bertiup cukup kencang,
sedangkan skala 2 merupakan kategori angin agak kencang Beaufort 1806 dalam
Umumnya dalam periode musim barat Desember-Februari angin bertiup dari arah barat, sedangkan dalam musim timur Juni -Agustus angin Muson
bertiup dari arah Tenggara. Dengan kondisi demikian menunjukkan bahwa lokasi penelitian sangat dipengaruhi oleh sistem Angin Muson yang berbalik arah dua
kali dalam setahun. Huler, 2004.
Tabel 7 Frekuensi dan persentase angin bulanan dari Tahun 1993 – 2008.
Arah Angin 0.3 – 1.6
ms 1.6 – 3.4
ms 3.4 – 5.5
ms 5.5 – 8
ms 8
ms Total
Σ Σ
Σ Σ
Σ Σ
Utara 2
1.04 2
1.04 Timur Laut
Timur 2
1.04 9
4.69 21
10.94 32
16.67 Tenggara
4 2.08
29 15.10
49 25.52
82 42.71
Selatan 3
1.56 3
1.56 6
3.13 Barat Daya
6 3.13
3 1.56
9 4.69
Barat 5
2.60 11
5.73 29
15.10 11
5.73 56
29.17 Barat Laut
2 1.04
1 0.52
2 1.04
5 2.60
Jumlah 24
12.50 56
29.17 99
51.56 13
6.77 192
100
Sumber: Diolah dari data European Center for Medium Range Forecast Dementer-ECMWF, 1993-2008.
41
Gambar 25 Mawar angin wind rose dari angin bulanan rata-rata Tahun 1993 – 2008.
Gambar 26 Diagram batang distribusi kecepatan angin bulanan Tahun 1993 – 2008.
42
4.2. Gelombang
4.2.1. Prediksi Gelombang di Laut Dalam
Karakter gelombang diperoleh melalui hasil prediksi berdasarkan data angin harian yang diambil pada kedalaman referensi 10 m ~ 5 km dari garis
pantai. Angin harian yang digunakan dalam melakukan prediksi ini sebelumnya di rata-ratakan setiap bulan sehingga di dapatkan angin bulanan dari Tahun 1993-
2008 Lampiran 1. Dalam melakukan prediksi gelombang di laut lepas tidak semua data angin
digunakan, melainkan hanya data angin yang berasal dari arah laut saja. Dalam hal ini angin yang digunakan untuk melakukan prediksi gelombang berasal dari
arah timur T dan tenggara TG yang juga merupakan angin yang dominan. Sedangkan arah angin dari selatan S, barat daya BD, dan barat B tidak
digunakan mengingat angin ini berasal dari arah darat sehingga gelombang yang dibangkitkannya meninggalkan pantai.
Analisis panjang fetch dilakukan untuk mereduksi hasil prediksi gelombang yang terlalu besar Saville et al. 1962 dalam CERC 1984. Diperoleh
panjang fetch efektif dari nilai fetch yang dapat membangkitkan gelombang. Panjang fetch efektif pada arah timur lebih besar 200 km dibanding arah
tenggara 75 km. Angin yang bertiup dari arah lainnya selatan dan barat tidak memiliki fetch, karena berasal dari darat Gambar 27.
Gambar 27 Panjang fetch efektif yang dapat membangkitkan gelombang.
43
Angin dari barat dapat membangkitkan gelombang di lepas pantai, akan tetapi hal ini di luar cakupan penelitian ini mengingat daerah pembangkitan
gelombang hanya dibatasi ~5 km dari garis pantai. Hasil prediksi tinggi gelombang signifikan pada kedalaman 10 m dan
periodenya yang dibangkitkan dari data angin bulanan yang bertiup dari Tahun 1993-2008 disajikan dalam Gambar 28 dan Lampiran 2.
Tinggi dan periode gelombang menunjukkan adanya variasi dari tahun ke tahun 1993 – 2008. Diketahui dimana pada kisaran bulan April-November
tinggi gelombang sebesar ~1 m untuk gelombang yang dibangkitkan dari angin timur T dengan periode gelombang selama ~ 4 detik. Sedangkan untuk
gelombang yang dibangkitkan dari tenggara TG tinggi gelombang 0.6 m dengan nilai periode yang lebih pendek, yaitu 3 detik.
Adanya variasi tersebut terkait dengan besarnya kecepatan angin yang bervariasi setiap bulannya, selain juga karena pengaruh dari perbedaan panjang
fetch dari timur maupun tenggara. Melihat perbedaan yang sangat mencolok dimana tinggi gelombang pada saat angin timur lebih besar dari tenggara,
menunjukkan dimana pengaruh fetch mempunyai peranan yang besar dalam menentukan tinggi dan periode gelombang di lokasi tersebut.
Hasil prediksi terhadap panjang dan kecepatan fase gelombang bulanan ditunjukkan pada Gambar 29. Seperti halnya tinggi dan periode gelombang,
panjang dan kecepatan fase bulanan juga menunjukkan adanya variasi setiap bulannya dari Tahun 1993-2008. Panjang gelombang yang dibangkitkan oleh
angin timur berada pada kisaran 15 - 30 m, umumnya lebih panjang jika dibandingkan dengan panjang gelombang pada saat terjadi angin tenggara 5 - 15
m. Besarnya panjang gelombang dan kecepatan fase terkait dengan besarnya periode gelombang, dengan demikian juga akan sangat dipengaruhi oleh panjang
fetch selain juga besarnya kecepatan angin.
44
Gambar 28 Grafik hasil prediksi tinggi dan periode gelombang bulanan pada kedalaman referensi 10 m: a Tahun 1993-1996; b 1997-2000; c
2001-2004; d 2005-2008.
Gambar 29 Grafik hasil prediksi panjang dan kecepatan fase gelombang bulanan pada kedalaman referensi 10 m Tahun 1993-2008.
t
t
det
a b
c d
m
m
det
t
t
ms
a b
c d
m
m
ms
m
m
ms
ms
m
m
det det
45
4.2.2. Transformasi Gelombang
Arah pergerakan gelombang di daerah penelitian tergantung pada arah tiupan angin. Selain itu akibat orientasi garis pantai yang memanjang dari barat
laut ke tenggara menyebabkan daerah ini menjadi terbuka terhadap angin yang bertiup dari timur dibanding dengan angin dari arah barat.
Gelombang dari laut dalam yang merambat dari arah timur dan tenggara akan mengalami refraksi saat memasuki perairan dangkal hingga ke pantai.
Untuk mengetahui pola refraksi gelombang menuju pantai digunakan software SMS.81 pemodelan STWAVE. Data masukan yang digunakan sebagai masukan
pada model ini adalah data hasil prediksi gelombang bulanan pada kedalaman referensi 10 m berdasarkan data angin bulanan 1993-2008. Data tersebut antara
lain adalah tinggi gelombang, periode dan arah datang gelombang. Visualisasi hasil pemodelan STWAVE untuk mengetahui proses transformasi gelombang dari
arah tenggara TG dan timur T dapat dilihat pada Gambar 30. Contoh keluaran data gelombang yang di hasilkan oleh STWAVE ditunjukkan pada Lampiran 3.
Gambar 30 Pola transformasi gelombang menuju pantai: a Dari arah timur H
o
=1.08 m, T= 4.7 detik ; b Dari arah tenggara H
o
U
=0.56 m; T=3.2 detik.
U
a
b
46
Dari Gambar 30b diketahui dimana pola refraksi menuju pantai saat angin berasal dari tenggara akan mempunyai perubahan arah gelombang yang lebih
tajam jika dibandingkan dengan yang berasal dari timur Gambar 30a. Hal ini lebih diakibatkan karena arah datang gelombang yang berasal dari tenggara
hampir sejajar garis kontur kedalaman dan garis pantai, sehingga arah gelombang akan berusaha tegak lurus terhadap garis pantai.
Selain proses refraksi, gelombang yang menjalar ke pantai juga mengalami proses difraksi. Gambar 31 dan Gambar 32 selain menjelaskan proses
refraksi di sekitar jetty juga menunjukkan ada tidaknya proses difraksi akibat terdapatnya jetty.
Gambar 31 adalah transformasi gelombang sekitar jetty saat angin berasal dari timur, dimana tidak terlihat secara jelas adanya difraksi akibat gelombang
yang datang hampir sejajar dengan jetty. Berbeda dengan yang ditunjukkan pada Gambar 32 yang merupakan hasil transformasi gelombang akibat bangkitan dari
angin tenggara, dimana difraksi jelas lebih terlihat di sebelah barat laut jetty.
Gambar 31 Proses refraksi dan difraksi gelombang Tahun 1993 di sekitar jetty pada saat gelombang laut dalam berasal dari arah timur H
o
= 0.92 m, T= 4.47 detik.
47
Gambar 32 Pola refraksi dan difraksi gelombang Tahun 1993 di sekitar jetty pada saat gelombang laut dalam berasal dari arah tenggara H
o
4.2.3. Gelombang Pecah
= 0.56 m, T= 3.21 detik.
Profil tinggi gelombang dari arah timur dan tenggara hingga mencapai pecah ditunjukkan pada Gambar 33. Gelombang yang datang akan mengalami
pengaruh pendangkalan dimana terlebih dahulu terjadi penurunan tinggi gelombang kemudian akan naik secara perlahan hingga mencapai nilai maksimum
saat terjadi pecah, dan kembali berkurang drastis hingga bernilai nol di garis pantai.
Dari tiga lintasan gelombang yang digambarkan dari arah timur dan tenggara, terindikasi bahwa tinggi gelombang pecah pada lintasan ke-1 dan ke-3
relatif sama tetapi sedikit lebih tinggi dibanding pada lintasan ke-2. Lintasan ke-3 mengalami pecah terlebih dahulu, menyusul kemudian pada lintasan ke-2 dan ke-
1. Artinya gelombang pada lintasan 3 pecah lebih jauh dari pantai dibanding lintasan 2 dan 1. Hal ini terjadi karena secara teoritis tinggi gelombang dan
kedalaman gelombang pecah tergantung pada nilai kelandaian pantai tan β,
dimana pada lintasan ke-3 merupakan daerah yang lebih landai sehingga gelombang pecah lebih jauh dari pantai.
48
Gambar 33 Profil tinggi gelombang menuju pantai sampai dengan kondisi pecah pada 3 lintasan: a dari arah timur T; b dari arah tenggara
TG.
Gambar 34 menunjukkan perbandingan jarak hempasan gelombang menuju pantai pada 2 kondisi, yaitu kondisi pada saat H
o
= 1.08 m dengan angin berasal dari timur dan H
o
= 0.56 m dengan angin berasal dari tenggara.
Gambar 34 Jarak hempasan gelombang dari garis pantai: a H
o
=1.08 m dengan angin berasal dari timur; b H
o
= 0.56 m, dengan angin berasal dari tenggara.
1 2
3
1 2
3
1 2
3
2 3
1
m
m
a
b
Garis pantai
49
Dari gambar tersebut terlihat dimana pada kondisi H
o
=1.08 m mempunyai lebar hempasan yang lebih besar jika dibandingkan dengan H
o
=0.56 dengan angin berasal dari tenggara. Dari 3 lintasan yang digunakan terlihat lintasan 3
mempunyai lebar sebesar 490 m dan 170 m, lintasan 2 dengan lebar 380 m Kondisi H
o
=1.08 m dan 130 m kondisi H
o
=0.56 m, dan lintasan 1 dengan lebar hempasan sebesar 440 m Kondisi H
o
=1.08 m dan 160 m kondisi H
o
=0.56 m. Semakin besar lebar hempasan gelombang menunjukkan bahwa gelombang
pada saat kondisi tersebut akan mengalami pecah terlebih dahulu, yang menunjukkan bahwa kondisi batimetri pada wilayah tersebut relatif landai. Tinggi
gelombang pecah pada kondisi tersebut dapat ditunjukkan pada Gambar 35.
Gambar 35 Tinggi gelombang pecah sepanjang pantai: a H
o
=1.08 m dengan angin berasal dari timur; b H
o
Dari gambar tersebut terlihat dimana tinggi gelombang pecah sepanjang pantai baik yang dibangkitkan dari angin timur maupun tenggara relatif
mempunyai ketinggian yang sama. Tinggi gelombang pecah rata-rata yang dibangkitkan dari timur H
= 0.56 m, dengan angin berasal dari tenggara.
o
=1.08 m adalah sebesar 0.92 m, sedangkan yang berasal dari tenggara kondisi H
o
Garis pantai
=0.56 m adalah 0.33 m. Secara keseluruhan kisaran tinggi gelombang dan kedalaman gelombang pecah pada masing-masing
bulan dari Tahun 1993-2008 ditunjukkan pada Gambar 36 dan Lampiran 4. Dimana terlihat variasi tinggi gelombang pecah dari tahun ke tahun sebagai
pengaruh perbedaan nilai arah dan kecepatan angin bulanan yang bertiup dari
50
timur dan tenggara. Tinggi gelombang pecah seperti yang terdapat pada Gambar 36
berbanding lurus dengan kedalaman gelombang pecah, artinya bila tinggi gelombang yang mendekati pantai semakin tinggi, maka kedalaman perairan
dimana gelombang pecah juga semakin dalam karena lembah gelombang juga makin rendah sehingga pengaruh gesekan dasar makin dirasakan yang
mengakibatkan gelombang pecah. Besarnya sudut gelombang pecah
α
b
berdasarkan gelombang yang dibangkitkan oleh angin timur dan tenggara mempunyai perbedaan Gambar 37.
Terlihat dimana pada umumnya gelombang pecah yang dibangkitkan oleh angin tenggara mempunyai sudut pecah
α
b
yang lebih besar jika dibandingkan dengan yang berasal dari timur. Kondisi demikian terkait dengan proses refraksi yang
terjadi, dimana dengan prinsip Hukum Snellius menyebabkan gelombang akan berusaha tegak lurus terhadap garis pantai. Untuk dapat tegak lurus dengan
pantai, arah gelombang yang berasal dari timur relatif lebih cepat mengalami proses refraksi jika dibandingkan dengan gelombang yang berasal dari tenggara.
Hal inilah yang menyebabkan sudut gelombang pecah yang berasal dari tenggara menjadi lebih besar jika dibandingkan dengan gelombang dari timur.
Gambar 36 Tinggi dan kedalaman gelombang pecah rata-rata setiap bulannya 1993 2008.
m
51
Gambar 37 Sudut gelombang pecah α
b
sepanjang pantai: a H
o
=1.08 m dengan angin berasal dari timur; b H
o
Sebagai akibat adanya refraksi ini dan dengan melihat sudut gelombang pecah yang dibentuk oleh gelombang yang berasal dari timur dan tenggara, muka
gelombang membentuk sudut dengan garis pantai dengan arah barat laut. Dengan demikian arus sepanjang pantai akan bergerak dari tenggara menuju barat laut.
Secara skematis arus sepanjang pantai yang timbul akibat gelombang yang berasal dari timur dan tenggara disajikan pada Gambar 38.
= 0.56 m, dengan angin berasal dari tenggara.
Gambar 38 Skema arah arus sepanjang pantai berdasarkan sudut orientasi garis pantai dan arah gelombang pecah.
Keterangan: a.
Garis pantai b.
Muka gelombang datang c.
Arah transport sedimen a
b c
BL
Garis pantai
52
4.3. Perubahan Garis Pantai
Perubahan garis pantai akibat keberadaan jetty dari Tahun 1993-2008 ditunjukkan pada Gambar 39, dimana merupakan hasil overlay antara garis pantai
Tahun 1993 peta RBI BAKOSURTANAL dengan garis pantai citra QuickBird Tahun 2008 yang telah dilakukan koreksi geografis sebelumnya.
Pada gambar tersebut terlihat telah terjadi perubahan garis pantai di sekitar jetty PPI-Glayem Juntinyuat yang ditunjukkan dengan semakin majunya muka
pantai ke arah laut di sebelah Tenggara jetty sejauh ~140 m di pantai yang menempel pada jetty dan semakin berkurangnya muka pantai erosi di sebelah
Barat Laut jetty sejauh ~35 m di pantai yang menempel pada jetty. Berdasarkan citra QuickBird Tahun 2008 terlihat, di sisi barat laut jetty garis pantai sudah
menempel dengan tambak yang berada di dekat pantai. Semakin majunya muka pantai di sisi Tenggara jetty terkait dengan dinamika oseanografi yang terjadi di
lokasi tersebut, dimana arus sepanjang pantai yang berasal dari tenggara telah mengangkut sedimen sepanjang pantai sehingga menjadi terhalang oleh jetty dan
menyebabkan sedimentasi. Sebaliknya untuk pantai yang berada di sisi barat laut jetty mengalami erosi akibat terjadinya proses eddies, difraksi gelombang dan
masukan sedimen yang tertahan oleh jetty.
Gambar 39 Perubahan garis pantai di sekitar jetty.
53
4.4. Angkutan Sedimen Sepanjang Pantai