Ruang Lingkup Spirulina platensis

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Spirulina platensis adalah sianobakteri atau mikroalga ganggang mikro hijau biru yang diperkirakan telah ada di planet bumi sejak 3,5 milyar tahun yang lalu. Mikroalga ini mampu tumbuh pada berbagai tingkat salinitas Richmond dalam Borowitzka Borowitzka, 1987, pH sangat basa pH 8-11 dengan kandungan senyawa karbonat dan bikarbonat yang tinggi Aiba Ogawa, 1977, dan dengan pasokan unsur nitrogen Mateles Tanennbaum, 1968. Pertumbuhan S. platensis sangat tergantung pada intensitas cahaya. Oleh sebab itu penggunaan fotobioreaktor akan sangat membantu laju pertumbuhannya. Selama ini banyak bahan aktif farmasetikal dan kosmetika yang masih diimpor dengan harga yang tinggi dan langsung dipengaruhi oleh nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, khususnya dollar Amerika Serikat, sehingga banyak devisa yang hilang. Dengan memproduksi sendiri menggunakan bahan baku yang murah seperti limbah perkebunan, biaya produksi dapat ditekan dan devisa negara dapat diselamatkan. Limbah cair lateks pekat telah diteliti dapat digunakan sebagai media tumbuh S. platensis Tri-Panji, Suharyanto Y.Awey, 1994; Tri-Panji , Suharyanto, E. Rakyan Hasim, 1995; Tri-Panji , S.S Ahmadi E. Tjahjadarmawan1996. Penelitian pendahuluan menunjukkan bahwa Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit LCPKS juga dapat digunakan sebagai media tumbuh S. platensis. Pembiakkan S. platensis dalam medium yang murah, seperti limbah perkebunan, dan dengan mengoptimalkan pertumbuhan maupun kandungan bahan aktif biomassa selnya, akan dapat menghasilkan bahan aktif bernilai tinggi dan penting untuk kesehatan dengan biaya yang murah. Di sisi lain, pemanfaatan limbah perkebunan akan mengurangi dampak pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh limbah, serta membantu menciptakan sistem produksi bersih.

1.2. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui laju pertumbuhan S. platensis, laju penurunan tingkat cemaran LCPKS, laju dilusi optimum serta stabilitas pertumbuhan pada fotobioreaktor kontinyu skala 10 L.

1.3. Ruang Lingkup

Ruang lingkup dari penelitian ini adalah pembiakan Spirulina dalam media LCPKS pada sistem batch, pada sistem kontinyu dengan skala 1,2 L dan uji stabilitas sistem skala 10 L, serta pengamatan penurunan BOD, COD, dan total carbon TC LCPKS selama pertumbuhan S. platensis pada fotobioreaktor secara batch dan fotobioreaktor kontinyu dengan variasi laju alir. II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Spirulina platensis

Mikroalga S. platensis merupakan salah satu spesies Spirulina. Spesies lain Spirulina adalah S. maxima atau S. geitleri dan S. fusiformis. Mikroalga ini merupakan mikroorganisme multiseluler, di bawah mikroskop terlihat sebagai filamen-filamen berwarna hijau biru yang terbentuk dari sel-sel bersilinder dengan diameter 1-2 µm, tidak bercabang dan berstruktur trichoma helix. Filamen-filamen bersifat mortal, melayang-layang sepanjang aksisnya dan tidak memiliki heterosit. Ukuran selnya relatif besar, yaitu 110 µm sehingga mudah dalam memanennya dengan menggunakan kertas saring. Mikroalga ini termasuk dalam kelas Cyanophyceae, dimana mikroalga dalam kelas ini merupakan mikroorganisne yang digolongkan sebagai protista yang dapat melakukan fotosintesis dengan menghasilkan oksigen. S. platensis memiliki massa tanaman berwarna hijau cerah trichoma hijau-biru sedikit mengkerut pada dinding selnya membentuk spiral yang teratur. Belokan spiral lebar 26-36 µm dan jaraknya 43-57 µm, ujung trichoma tidak atau hampir diruncingkan dan sel-sel ujung berbentuk bulat, dimana sel-sel trihoma memiliki lebar 6-8 µm dan panjang 2-6 µm Richmond, 1987. Van Eykelenburg 1977 dalam Arlyza 2003 menyatakan bahwa dinding sel S. platensis memiliki empat lapisan, dinding sel melintang dari mikroalga hijau-biru ini terdiri dari peptidoglikan, yang membentuk lapisan koheren. Sifat fisik dan kimia dari peptidoglikan berperan dalam membentuk pergerakan S. platensis, misalnya meluncur, berputar, bergoyang, serta meregang dan mengkerutnya helix. Bentuk organisme secara keseluruhan dan kemampuannya melakukan perubahan morfologis berkaitan dengan sifat-sifat fisik matrik dinding sel. Spirulina platensis adalah mikroalga yang mampu tumbuh dalam berbagai kondisi pertumbuhan. dapat ditemukan di perairan dengan berbagai tingkat salinitas dengan pH basa, biasanya berkisar 8-11. Kondisi pH basa ini memberikan keuntungan dari sisi budidaya, karena relatif tidak mudah terkontaminasi oleh mikroalga yang lain, yang pada umumnya hidup pada pH yang lebih rendah atau lebih asam. Meskipun sianobakteri ini termasuk mikroba fotoototrof, mikroba ini mampu tumbuh secara miksotrof dan heterotrof Aiba Ogawa, 1977; Marquez et al., 1993. Pada kedua kondisi pertumbuhan terakhir ini, S. platensis tumbuh dengan memanfaatkan gula sebagai sumber karbon Marquez et al., 1995, dan hidrolisat protein sebagai sumber karbon dan nitrogen Singh et al., 1995. Bahan-bahan organik yang diperlukan untuk pertumbuhan mikroalga ini terdapat melimpah dalam limbah cair pengolahan karet, antara lain berupa limbah cair pengolahan lateks pekat dan sit, yang selama ini belum dimanfaatkan secara memadai. Limbah lain yang berpotensi untuk digunakan sebagai media tumbuh S. platensis adalah Limbah Cair Pengolahan Kelapa Sawit LCPKS. Spirulina platensis banyak digunakan sebagai makanan fungsional dan penghasil berbagai bahan aktif penting bagi kesehatan Arad, 1988, antara lain asam lemak takjenuh majemuk Polyunsaturated Fatty Acids PUFA yaitu asam linoleat LA dan γ-linolenat GLA Cohen et al., 1987. LA dan GLA berguna untuk pengobatan hiperkolesterolemia Ishikawa et al., 1989, sindroma prahaid Horrobin, 1983, eksema atopik Biagi et al., 1988 dan antitrombotik Suzuki, 1991. Beberapa bahan aktif lain juga diproduksi secara intraseluler seperti senyawa karotenoid, asam nikotinat, riboflavin vit B 2 , thiamin vit B 1 , sianokobalamin vit B 12 , dan pigmen Richmond dalam Borowitzka Borowitzka, 1987. Pemanfaatan mikroalga S. platensis sebagai makanan kesehatan sudah banyak dilakukan. Selain mudah dicerna, mikroalga ini mengandung senyawa-senyawa yang diperlukan oleh tubuh, seperti protein 55-72, lipid 5-8, karbohidrat 16-20, asam lemak tidak jenuh, vitamin-vitamin, mineral, asam amino, dan beberapa jenis pigmen yang sangat bermanfaat. Pada beberapa negara tertentu seperti Spanyol, Switzerland, Australia, Jepang, dan Amerika, mikroalga ini telah dimanfaatkan sebagai obat-obatan dan bubuk keringnya dijadikan sebagai makanan kesehatan yang dipasarkan Henrikson, 1989; Weil, 2000 di dalam Arlyza, 2003. S. platensis berkembang biak secara aseksual dengan cara membelah diri. Menurut Cifferi 1983 di dalam Diharmi 2001, siklus reproduksi mikroalga ini berlangsung melalui pembentukan hormogonium yang dimulai ketika salah satu atau beberapa sel yang terdapat di tengah-tengah trichoma mengalami kematian dan membentuk badan yang disebut cakram pemisah berbentuk bikonkaf. Sel-sel mati yang disebut nikrida tersebut akan putus dengan segera, kemudian trichoma terfragmentasi menjadi koloni sel yang terdiri atas 2-4 sel yang disebut hormogonium dan memisahkan diri dari filamen induk untuk menjadi trichoma baru. Hormogonium memperbanyak sel dengan pembelahan pada sel terminal. Tahap akhir proses pendewasaan sel ditandai terbentuknya granula pada sitoplasma dan perubahan warna sel menjadi hijau kebiruan. S. platensis mengalami berbagai fase dalam pertumbuhannya yang terdiri dari fase lag, dimana pada fase ini populasi yang baru ditransfer mengalami penurunan tingkat metabolisme karena inokulum berasal dari fase stasioner dan fase-fase kematian. Fase lag ini berlangsung tergantung pada umur inokulum. Jika inokulum berasal dari fase logaritma maka tidak akan terjadi fase lag Fogg Thake, 1987 di dalam Diharmi, 2001. Supaya tidak terjadi penurunan kurva karena proses adaptasi sel pada fase lag, maka dalam perubahan kultur baru inokulum harus berasal dari starter pada kondisi fase logaritma Vonshak,1985 di dalam Diharmi, 2001. Percepatan pertumbuhan dan perbandingan konsentrasi komponen biokimia pada fase logaritma menjadi konstan. Hal ini disebabkan terjadinya doubling time atau generation time yang disebut waktu G, sehingga terjadi peningkatan jumlah sel sebanyak dua kali lipat dari waktu sebelumnya. Waktu G adalah pedoman waktu untuk pengambilan sampel sehingga dalam pengambilan sampel dilakukan pada waktu yang telah diketahui Fogg Thake, 1987 di dalam Diharmi, 2001. Fase deklanasi terjadi dengan berakhirnya fase logaritma dengan tidak ada pertumbuhan. Hal ini terjadi karena kekurangan nutrisi nitrogen dan fosfat, menurunnya konsentrasi CO 2 , atau O 2 dan kenaikan pH medium. Berkurangnya intensitas cahaya disebabkan karena terjadinya pembentukan bayangan dari sel itu sendiri self-shading atau autoinhibitation, yaitu kemampuan menghasilkan senyawa penghambat pertumbuhan sel itu sendiri Richmond, 1987. Kemampuan ini tidak terdapat pada S. platensis, hanya pada mikroalga jenis Nostoc punctiforme, dan Chorella vulgaris Fogg Thake, 1987 di dalam Diharmi, 2001. Fase stasioner merupakan akhir dari produksi biomassa menjadi konstan. Pada fase ini konsentrasi maksimum biomassa tercapai sedangkan konsentrasi parameter lain menjadi menurun atau meningkat. Fase yang terakhir adalah fase kematian yang ditandai dengan terjadinya penurunan produksi biomassa karena kematian dan sel lisis Vonshak,1985 di dalam Diharmi, 2001. Menurut Richmond 1987, faktor pembatas dalam mengkultivasi S. platensis karena komposisi nutrisi yang bervariasi dalam medium tumbuhnya. Faktor utama dalam medium tersebut sangat tergantung dari hara nitrogen dan fosfat serta faktor eksternal pertumbuhan seperti cahaya dan temperatur. Pengocokan dan pengadukan diperlukan agar penyebaran ketiga faktor tersebut merata. Aerasi juga sangat berguna untuk mentransfer CO 2 + udara ke dalam medium.

2.2. Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit LCPKS