Penelitian utama sistem kontinyu

Tabel 2. Komposisi media sintetik untuk pertumbuhan S. platensis Aiba Ogawa 1977 No Komposisi Media Pertumbuhan Makronutrien Komposisi gL Mikronutrien Komposisi gL 1 NaHCO 3 13,6 H 3 BO 3 2,86 2 Na 2 CO 3 4 MnSO 4 .7H 2 O 1,55 3 K 2 HPO 4 0,5 ZnSO 4 .7H 2 O 0,22 4 KNO 3 1 NaMoO 4 .2H 2 O 0,03 5 NaCl 1 CuSO 4 .5H 2 O 0,079 6 MgSO 4 .7H 2 O 0,2 CoCl.6H 2 O 0,01 7. CaCl 2 0,03 8. FeSO 4 .7H 2 O 0,01 9. EDTA 0,08

3.3.2. Kondisi kultur

S. platensis dapat tumbuh optimum pada suhu ruang, sedangkan suhu minimumnya antara 18- 20 C dan maksimum 40 C. Cahaya buatan untuk mensuplai energi pada kultur yang dipelihara di laboratorium didapatkan dari lampu tube light TL 20 W. Kondisi pH dijaga pada kisaran 8-11.

3.3.3. Penelitian pendahuluan sistem batch

Penelitian pendahuluan dilakukan dengan penumbuhan S. platensis pada medium LCPKS 25 dan 75 media sintetik, LCPKS 50 dan 50 media sintetik, LCPKS 75 dan 25 media sintetik, serta LCPKS 90 dan 10 media sintetik dengan sistem batch. LCPKS ini terlebih dahulu diaerasi hingga berubah dari limbah yang berwarna hitam pekat menjadi coklat tua dan lebih encer. LCPKS kemudian disaring menggunakan kertas saring untuk menghindari kontaminasi dari benda asing maupun makhluk hidup lain yang dikhawatirkan dapat mengganggu pertumbuhan mikroalga ini. S. platensis ditumbuhkan pada suatu bejana atau toples kaca dengan volume 3 L dan diaerasi. Inokulum S. platensis ditambahkan sebanyak 10 dari volume medium pertumbuhan. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui konsentrasi medium LCPKS dan waktu yang optimum untuk menumbuhkan S. platensis. Hasil penelitian pendahuluan ini digunakan sebagai acuan untuk melakukan penelitian utama. Parameter-parameter yang diamati pada penelitian ini adalah nilai densitas optik OD pada λ 480 nm, biomassa kering gL, dan nilai total carbon TC ppm. Hasil pengamatan ini digunakan pula untuk menghitung laju pertumbuhan μ berdasarkan rumus: μ = 1X dXdt X= konsentrasi biomassa t = waktu pertumbuhan

3.3.4. Penelitian utama sistem kontinyu

Waktu pertumbuhan dan konsentrasi medium LCPKS yang optimum pada sistem batch digunakan untuk penggunaan waktu dan medium optimum pertumbuhan pada sistem kontinyu. Pada sistem kontinyu dipilih laju dilusi optimum agar diperoleh laju pertumbuhan maksimum S. platensis dan sekaligus laju penurunan maksimum tingkat cemaran limbah. Percobaan ini dilakukan pada fotobioreaktor berkapasitas 1,2 L. Variasi laju alir pengumpanan diatur pada variasi 1 tetes 5 detik laju dilusi 0,03 jam -1 , 1 tetes 10 detik laju dilusi 0,015 jam -1 , dan 1 tetes 15 detik laju dilusi 0,01 jam -1 . Laju tersebut dipilih berdasarkan perhitungan sebagai berikut: y Pertumbuhan sistem batch membutuhkan waktu dua minggu. Dengan laju alir 1 tetesdetik membutuhkan fotobioreaktor dengan kapasitas 1 tetesdetik x 0,05 mLtetes x 14 hari x 24 jamhari x 3600 detikjam = 60.480 mL =60,48 liter. y Kapasitas fotobioreaktor terbesar yang tersedia 10 liter, sehingga laju alir diperkirakan 1 tetes 6 detik y Untuk fotobioreaktor 1,2 L, laju alir seharusnya 1 tetes50 detik y Laju dilusi D = flow ratevolume jam -1 Jika kultur S. platensis dapat tumbuh baik, OD pada panjang gelombang 480 nm akan terlihat meningkat, DO meningkat, sementara BOD, COD, dan total padatan terlarut menurun. Kondisi optimum dipilih berdasarkan peningkatan OD pada panjang gelombang 480 nm dan DO tertinggi dan penurunan BOD, COD, dan padatan terlarut paling besar. Penelitian variasi laju alir ini dilakukan hingga mendapatkan nilai BOD, COD, dan OD yang relatif konstan. Berikut adalah cara penentuan masing-masing parameter tersebut American Public Health Association, 1976; Direktorat Pengendalian Masalah Air, 1981, Mc. Coy, 1969. Penentuan DO Penentuan DO dapat dilakukan dengan dua alternatif, yaitu dengan penggunaan DO meter atau dengan metode Winkler. Prosedur penentuan DO dengan metode Winkler adalah sebagai berikut: 1. Ke dalam contoh di dalam botol DO 300 mL ditambahkan 2 mL larutan MnSO 4 2. Kemudian ditambahkan 2 mL larutan alkali-iodida-azida. Botol ditutup kembali dengan hati-hati untuk mencegah terperangkapnya udara dari luar, kemudian dikocok dengan cara membolak balikkan botol beberapa kali. Gumpalan dibiarkan mengendap. 3. Bila proses pengendapan telah sempurna, bagian larutan yang jernih dikeluarkan dari botol sebanyak ± 100 mL. 4. Larutan jernih ditambahkan 2 mL H 2 SO 4 pekat, dialirkan melalui dinding bagian dalam dari leher botol, dan segera ditutup kembali. 5. Botol digoyangkan dengan hati-hati sampai semua endapan larut. 6. Iodium yang dihasilkan dari reaksi tersebut, kemudian dititrasi dengan larutan tiosulfat standard 0,025 N, sampai larutan berubah menjadi kuning muda. 7. Larutan ditambahkan indikator kanji 1-2 mL timbul warna biru, dan titrasi dengan tiosulfat dilanjutkan sampai warna biru hilang pertama kali. 8. Bila diinginkan ketelitian yang tinggi, bagian larutan jernih yang dikeluarkan dari botol DO langkah 3 ditambah beberapa tetes H 2 SO 4 pekat dan dititrasi dengan larutan standard tiosulfat, kemudian hasil titrasi iodium dari botol DO. DO mgL = L Penentuan BOD Penentuan BOD juga dapat dilakukan dengan DO meter atau dengan metode Winkler. Penentuan BOD dengan metode Winkler sama seperti metode penentuan DO dengan metode Winkler. Dengan hati-hati dimasukkan contoh air ke dalan dua botol inkubasi, dihindarkan masuknya udara ke dalam botol timbulnya gelembung udara, kemudian salah satu dari botol tersebut diperiksa oksigen terlarutnya DO , dan satu lagi diinkubasi pada suhu 20 o C selama 5 hari, baru kemudian ditetapkan oksigen terlarutnya DO 5 . BOD mgL = D D DO = nilai DO sampel sebelum diinkubasi DO 5 = nilai DO sampel setelah diinkubasi 5 hari, 20 C p= desimal faktor pengenceran Penentuan COD Jika COD lebih dari 50 mgL, contoh air 50 mL atau contoh yang telah diencerkan menjadi 50 mL dituangkan ke dalam bejana refluks kapasitas 500 mL. Ditambahkan 1 g HgSO 4 , batu didih dan 5 mL reagen H 2 SO 4 pekat yang dituangkan dengan hati-hati dan diaduk untuk melarutkan HgSO 4 . Selama mencampur, bejana didinginkan untuk mencegah penguapan. K 2 Cr 2 O 7 0,25 N ditambahkan pula sebanyak 25 mL. Kondensor dihubungkan dengan air pendingin. Sisa H 2 SO 4 sebanyak 70 mL ditambahkan melalui kondensor. Campuran direfluks selama 2 jam, kemudian didinginkan dan kondensor dibilas dengan air suling. Campuran tersebut diencerkan kurang lebih dua kali dengan air suling, dan didinginkan sampai temperatur ruangan. Kelebihan bikromat dititrasi dengan larutan standard fero amonium sulfat dengan indikator feroin 2-3 tetes, sampai terjadi perubahan warna dari biru hijau menjadi merah coklat. Blangko air suling dikerjakan dengan cara yang sama dengan prosedur tersebut di atas. Penggunaan katalisator 1 g HgSO 4 di dalam 50 mL contoh air berlaku untuk kadar klorida sampai 2000 mgL. Apabila volume contoh diperkecil, dipertahankan perbandingan HgSO 4 :Cl = 10:1. Penentuan COD yang nilainya rendah dilakukan dengan cara seperti di atas, tetapi dengan larutan standard bikromat dan titran fero amonium sulfat yang lebih encer bikromat 0,025 N dan fero 0,01 N. COD mgL = a = ml ferro ammonium sulfat untuk blanko b= ml fero ammonium sulfat untuk contoh N = normalitas fero ammonium sulfat Penetapan Total Dissolved Solid TDS Cawan porselin dicuci bersih lalu bilas dengan air suling kemudian dipanaskan selama ±1 jam dalam oven pada suhu 103-105 o C. Selanjutnya didinginkan dalam desikator selama 15 menit. Setelah itu ditimbang bobot cawan porselin menggunakan neraca analitik. Kemudian panaskan lagi dalam oven pada suhu 103-105 o C selama 1 jam dan didinginkan dalam desikator selama 15 menit. Setelah itu ditimbang bobot cawan porselin sampai diperoleh bobot yang konstan. Hasilnya dicatat sebagai bobot cawan porselin kosong. Sampel air limbah yang ditampung dalam botol sampel dipipet menggunakan pipet tetes sebanyak 2 gram bv kemudian dimasukkan ke dalam cawan porselin. Setelah itu dikeringkan di dalam oven selama pada suhu 103-105 o C selama 2 jam dan didinginkan dalam desikator selama 15 menit. Setelah itu ditimbang bobot cawan porselin sampai diperoleh bobot yang konstan. Hasilnya dicatat sebagai bobot cawan porselin+endapan. Nilai TDS diperoleh dari perbandingan antara bobot cawan porselin+endapan dikurangi cawan porselin kosong dengan jumlah sampel. TDS ppm = Penetapan Fixed Disolved Solid FDS Cawan porselin yang berisi sampel dari hasil perhitungan TDS kemudian dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 550 o C selama 3 jam. Kemudian cawan porselin dikeluarkan dari oven dan didinginkan dalam desikator selama 15 menit. Setelah itu ditimbang bobot cawan porselin yang berisi endapan kering sampai diperoleh bobot konstan. Hasilnya dicatat sebagai bobot cawan porselin+endapan. Nilai FDS diperoleh dari perbandingan antara bobot cawan porselin+endapan dikurangi cawan porselin kosong dengan jumlah sampel. FDS ppm = Penetapan berat biomassa kering Kertas saring Whatman No.42 disimpan di dalam cawan petri kemudian dipanaskan selama ±1 jam dalam oven pada suhu 103-105 o C. Selanjutnya didinginkan dalam desikator selama 15 menit. Setelah itu ditimbang bobot cawan petri+kertas saring menggunakan neraca analitik hingga diperoleh bobot yang konstan. Hasilnya dicatat sebagai bobot cawan petri+kertas saring kosong. Sampel air limbah yang ditampung dalam botol sampel disaring menggunakan kertas saring Whatman No.42. Setelah tersaring residu yang terdapat dalam kertas saring dengan cawan petri dipanaskan selama 1 jam hingga bobot konstan dalam oven pada suhu 103-105 o C. Kemudian cawan petri+kertas saring yang berisi residu dikeluarkan dari oven dan didinginkan dalam desikator selama 15 menit. Setelah itu bobot cawan petri+kertas saring berisi residu ditimbang bobotnya menggunakan neraca analitik sampai diperoleh bobot konstan. Biomassa kering = Pembuatan kurva laju pertumbuhan Laju pertumbuhan S. platensis dapat dilihat menggunakan spektrofotometri Spectronic dengan panjang gelombang 480 nm.

3.2.5 Penelitian sistem kontinyu skala 10L