4
II. METODOLOGI
2.1 Penyiapan Prebiotik 2.1.1 Ekstraksi OligosakaridaPrebiotik
Proses ekstraksi oligosakaridaprebiotik mengacu pada metode Muchtadi 1989. Tepung kukus ubi jalar varietas sukuh disuspensikan pada etanol 70
dengan perbandingan 1:10. Homogenisasi dilakukan dengan menggunakan magnetic stirer selama 15 jam. Selanjutnya, suspensi ubi jalar diendapkan dan
disaring menggunakan kertas saring dan corong steril. Pemisahan natan dan supernatan dilakukan pada sentrifus dengan kecepatan 5.000 rpm selama
10 menit. Filtrat yang telah diperoleh dipekatkan menggunakan evaporator vacum pada suhu 40
o
C. Hasil pemekatan kemudian diencerkan dengan akuades steril hingga
mencapai kadar TPT Total Padatan Terlarut sebesar 5 Marlis 2008. Pengujian TPT ini mengacu kepada metode Apriyantono et al. 1989. Cawan
porselin terlebih dahulu dimasukkan ke dalam oven selama satu jam pada suhu 100
o
C, kemudian cawan dimasukkan ke dalam desikator selama 15 menit, dan ditimbang a gram. Sebanyak 1 ml oligosakarida yang telah diekstraksi dari ubi
jalar dimasukkan dalam cawan porselin tersebut dan ditimbang b gram. Cawan yang berisi oligosakarida tersebut dimasukan ke dalam oven selama 24 jam pada
suhu 100
o
C, kemudian dimasukkan ke dalam desikator selama 15 menit. Setelah itu, cawan tersebut ditimbang c gram. Total padatan terlarut dihitung dengan
rumus: TPT= c-ab x 100
2.2 Pengujian Sinbiotik secara In Vivo
2.2.1 Persiapan Wadah dan Media Pemeliharaan
Wadah yang digunakan dalam penelitian berupa akuarium yang berukuran 50 cm x 40 cm x 35 cm sebanyak 15 buah. Akuarium terlebih dahulu dicuci
dengan deterjen dan dikeringkan. Selanjutnya akuarium didesinfeksi dengan kaporit 100 ppm selama 24 jam, kemudian dibersihkan kembali. Akuarium yang
telah didesinfeksi diisi dengan air laut sebanyak 40 liter pada masing-masing akuarium. Media pemeliharaan udang vaname menggunakan air laut yang berasal
5 dari Ancol. Air laut terlebih dahulu ditampung dalam tandon dan didesinfeksi
dengan kaporit 30 ppm serta dinetralkan dengan Na-Thiosulfat 15 ppm. Sebelum digunakan, secara berkala dilakukan pengontrolan kadar klorin menggunakan
Clorine test.
2.2.2 Persiapan Hewan Uji
Hewan uji yang digunakan adalah benur udang vaname stadia Post Larvae PL 10 yang berasal dari PT. Global Gen, Labuan, Banten. Benur terlebih dahulu
dipelihara selama 30 hari dalam akuarium. Akuarium yang digunakan dilengkapi dengan shelter sebagai tempat untuk berlindung. Selain itu, dinding akuarium
ditutup plastik hitam agar udang tidak stres. Waring juga ditambahkan di atas akuarium untuk mencegah udang keluar dari akuarium. Selama pemeliharaan
udang diberi pakan komersil dengan frekuensi pemberian pakan 4 kali sehari, yaitu pukul 07.00, 11.00, 15.00, 19.00 WIB. Pengelolaan kualitas air dilakukan
dengan penyiponan dan pergantian air pada pagi hari sebanyak 10 dari total volume secara berkala.
2.2.3 Persiapan Pakan Uji
Persiapan pakan uji meliputi tahap kultur bakteri, pemisahan sel bakteri, serta pencampuran pakan. Kultur bakteri probiotik SKT-b dilakukan pada media
SWC Sea Water Complete agar miring Lampiran 1 selama 24 jam pada suhu ruang 27
o
C. Selanjutnya, bakteri SKT-b diinokulasikan ke dalam media SWC cair Lampiran 1 dan diinkubasi dalam waterbath shaker selama 24 jam pada
suhu 30
o
C dengan kecepatan 140 rpm. Pemanenan sel bakteri dilakukan dengan memindahkan hasil kultur bakteri
ke dalam tabung Corning 25 ml kemudian disentrifus selama 10 menit dengan kecepatan 5.000 rpm untuk memisahkan padatan sel bakteri dan media. Sel
bakteri kemudian dicuci sebanyak dua kali dengan larutan PBS Posphat Buffer Saline sebanyak 25 ml Lampiran 1, dihomogenisasi dengan vortex dan
disentrifuse selama 10 menit pada kecepatan 5.000 rpm. Setelah itu ditambahkan larutan PBS sebanyak 10 ml dan dihomogenisasi dengan vortex.
Hasil dari vortex merupakan probiotik yang akan dicampurkan ke dalam pakan. Dosis probiotik dan prebiotik yang digunakan sesuai dengan perlakuan.
Selain itu, dilakukan juga penambahan kuning telur sebanyak 2 dari total
6 campuran pakan yang berfungsi sebagai perekat Wang 2007. Sebelum diberikan
ke udang, pakan dikeringudarakan selama 10-15 menit untuk mengurangi kelembaban.
2.2.4 Pengujian Pakan Uji pada Udang Vaname
Pakan uji yang digunakan dalam penelitian ini berupa pelet dengan kandungan protein 40. Penelitian ini terdiri dari lima perlakuan, yaitu kontrol
negatif, kontrol positif, dan tiga perlakuan sinbiotik dengan dosis yang berbeda Tabel 1. Masing-masing perlakuan terdiri dari tiga ulangan.
Tabel 1. Perlakuan pakan uji pada udang vaname
Perlakuan Keterangan
K- Pemberian pakan tanpa penambahan sinbiotik serta tidak diinfeksi IMNV
kontrol negatif K+
Pemberian pakan tanpa penambahan sinbiotik serta diinfeksi IMNV kontrol positif
A Pemberian pakan dengan penambahan sinbiotik setengah dosis probiotik
sebesar 0,5 dan prebiotik sebesar 1 serta diinfeksi IMNV B
Pemberian pakan dengan penambahan sinbiotik satu dosis probiotik sebesar 1 dan prebiotik sebesar 2 serta diinfeksi IMNV
C Pemberian pakan dengan penambahan sinbiotik dua kali dosis probiotik
sebesar 2 dan prebiotik sebesar 4 serta diinfeksi IMNV.
Udang vaname dengan berat rata-rata 0,54±0,04 gram dipelihara selama 30 hari dalam akuarium pada volume 40 liter sebanyak 20 ekorakuarium.
Pemberian pakan dilakukan lima kali dalam sehari pada pukul 07.00, 11.00, 15.00, 19.00, dan 23.00 WIB. Jumlah pakan yang diberikan didasarkan pada
Feeding Rate FR menurut SNI 01-7246-2006. FR yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 25 menurun hingga 8 sesuai dengan bobot udang vaname.
Sampling bobot dilakukan setiap 10 hari sekali, sedangkan pengujian kualitas air dilakukan pada awal dan akhir pemeliharaan. Setelah udang vaname diberi
perlakuan sinbiotik selama 30 hari, udang diinfeksi IMNV. Infeksi IMNV pada udang dilakukan melalui oral, yaitu dengan memberikan pakan berupa daging
udang yang sudah terinfeksi IMNV selama 3 hari Coelho et al. 2009 berdasarkan FR dengan frekuensi 5 kali pemberian dalam sehari. Skema uji in
vivo pada udang vaname dapat dilihat pada Gambar 1.
7
1 30
31 44
31-33 Tanpa Infeksi
Infeksi Tanpa Perlakuan
Tanpa Sinbiotik Infeksi
Infeksi Infeksi
Sinbiotik ½ kali dosis Sinbiotik 1 kali dosis
Sinbiotik 2 kali dosis Tanpa Sinbiotik
Pengamatan
Hari ke-
Gambar 1. Skema uji in vivo. 2.3 Parameter Pengamatan
2.3.1 Sintasan
Sintasan atau tingkat kelangsungan hidup udang uji dapat diketahui dari jumlah udang pada akhir perlakuan dibagi dengan jumlah udang awal
Effendi 2004, dirumuskan sebagai berikut :
SR = x 100
Keterangan : SR
= Sintasan Nt
= Jumlah udang pada akhir perlakuan ekor No
= Jumlah udang pada awal perlakuan ekor
2.3.2 Laju Pertumbuhan Harian
Laju pertumbuhan harian dihitung dengan menggunakan rumus Huissman 1987 :
α =
[√ ] x 100
Keterangan :
α
= Laju pertumbuhan harian Wt
= Bobot rata-rata udang pada akhir perlakuan gram
K- K+
A B
C
8 Wo
= Bobot rata-rata udang pada awal perlakuan gram t
= Periode pemeliharaan hari
2.3.3 Rasio Konversi Pakan
Rasio konversi pakan selama pemeliharaan dihitung menggunakan rumus Zonneveld et al. 1991 :
FCR = Keterangan :
FCR = Konversi pakan F
= Jumlah pakan gram Bt
= Biomassa udang pada saat akhir perlakuan gram Bm = Biomassa udang yang mati saat perlakuan gram
Bo = Biomassa udang pada saat awal perlakuan gram
2.3.4 Total Hemosit
Penghitungan total hemosit mengacu pada metode Blaxhall dan Daishley 1973. Hemolim diambil sebanyak 0,1 ml dari pangkal kaki renang pertama
dengan syringe 1 ml yang telah berisi 0,3 ml antikoagulan. Selanjutnya campuran tersebut dihomogenkan dengan cara menggoyangkan tangan membentuk angka
delapan. Tetesan pertama dibuang, tetesan selanjutnya diteteskan pada hemositometer. Total hemosit didapatkan dengan menghitung jumlah selnya per
ml di bawah mikroskop dengan perbesaran 400 kali.
2.3.5 Indeks Fagositik
Penghitungan indeks fagositik mengacu pada metode Anderson dan Siwicki 1993. Hemolim udang dimasukkan sebanyak 0,1 ml ke dalam eppendorf dan
dicampurkan secara merata dengan 25 µ l bakteri Staphylococcus sp. 10
7
selml. Selanjutnya diinkubasi selama 20 menit. Sebanyak 5 µ l diteteskan pada gelas
objek dan dibuat preparat ulas. Proses fiksasi menggunakan metanol dilakukan selama 5-10 menit. Kemudian, hasil fiksasi direndam dalam larutan pewarna
giemsa selama 15-20 menit. Aktivitas fagositosis diukur berdasarkan persentase sel-sel fagosit yang menunjukkan proses fagositosis dari 100 sel fagositik yang
teramati. Indeks fagositik dihitung dengan rumus :
9
2.3.6 Aktivitas Phenoloxydase PO
Pengukuran PO dilakukan berdasarkan prosedur yang dikemukan oleh Liu dan Chen 2004. Aktivitas PO hemosit diukur berdasarkan formasi dopachrome
yang dihasilkan oleh L-DOPA. Sebanyak 1 ml campuran hemolymph- antikoagulan disentrifuse pada kecepatan 1.500 rpm selama 10 menit pada
temperatur 4
o
C. Supernatan dikeluarkan dan pelet disuspensikan kembali secara perlahan-lahan ke dalam 1 ml larutan cacodylate-citrate buffer 0,01 M sodium
cacodylate, 0,45 M sodium chloride, 0,10 M trisodium citrate, pH 7 kemudian disentrifuse kembali. Pelet kemudian diambil dan disuspensikan dalam 200 µ l
cacodylate-citrate buffer 0,01 M sodium cacodylate, 0,45 M sodium chloride, 0,10 M trisodium citrate, pH 7.
Suspensi sel sebanyak 100 µ l kemudian diinkubasi dengan 50 µ l trypsin 1 mgml cacodylate buffer sebagai aktivator selama 10 menit pada temperatur 25-
26
o
C. Selanjutnya ditambahkan 50 µl L-DOPA 3 mgml cacodylate buffer setelah 5 menit, dan ditambahkan 800 µ l cacodylate buffer. Densitas optikal OD
diukur dengan menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 490 nm.
Larutan standar mengandung 100 µ l suspensi haemocyte, 50 µ l cacodylate buffer pengganti tripsin, dan 50 µ l L-DOPA digunakan untuk mengukur
background aktivitas PO pada semua larutan uji. Densitas optikal OD dari aktivitas PO pada semua kondisi uji dinyatakan sebagai formasi dopachrome
dalam 50 µ l haemolymph.
2.3.7 Diferensial Hemosit
Diferensial hemosit dihitung berdasarkan metode yang dilakukan Martin dan Graves 1995. Hemolim diteteskan pada gelas objek dan dibuat ulasan,
kemudian dikeringudarakan. Preparat difiksasi dengan metanol selama 5-10 menit kemudian dikeringudarakan kembali. Preparat direndam dalam larutan giemsa
selama 15-20 menit, dicuci dengan air mengalir dan dibiarkan kering. Ulasan hemolim diperiksa di bawah mikroskop dengan perbesaran 100 kali dan
diidentifikasi selnya. Jumlah hemosit dihitung hingga 100 sel dan ditentukan persentase tiap jenisnya.
10
2.4 Kualitas Air
Kualitas air diukur pada saat awal dan akhir pemeliharaan. Parameter kualitas air yang diukur diantaranya : suhu, oksigen terlarut DO, pH, dan TAN.
Satuan dan alat pengukuran parameter kualitas air yang diukur disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Satuan dan Alat Ukur Parameter Kualitas Air
Parameter Satuan
Alat ukur Suhu
o
C Termometer
Salinitas ppt
Salinometer Oksigen terlarut
mgL DO meter
pH -
pH meter TAN
- Spektrometer
2.5 Analisis Data
Penelitian ini menggunakan rancangan percobaan berupa Rancangan Acak Lengkap RAL. Data dianalisis menggunakan software SPSS versi 19.0 dan uji
lanjut untuk beda nyata menggunakan uji Duncan.
11
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Sintasan
Sintasan atau kelangsungan hidup merupakan persentase udang yang hidup pada akhir pemanenan terhadap jumlah ikan saat ditebar
.
Sintasan merupakan parameter utama dalam penelitian ini. Sintasan diamati sebelum dan setelah uji
tantang menggunakan virus IMNV. Nilai sintasan pada masing-masing perlakuan
disajikan pada Gambar 2.
Keterangan : Huruf yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata P0,05
K- kontrol negatif, K+ kontrol positif , A probiotik 0,5 dan prebiotik 1, B probiotik 1 dan prebiotik 2, C probiotik 2 dan prebiotik 4.
Gambar 2. Sintasan udang vaname sebelum dan setelah uji tantang dengan IMNV. Hasil uji lanjut dengan menggunakan uji Duncan menunjukan bahwa tidak
ada perbedaan yang nyata antar perlakuan sebelum infeksi IMNV dengan nilai sintasan sebesar 100 pada semua perlakuan p0,05; Lampiran 2, namun
infeksi IMNV melalui oral memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap perlakuan p0,05; Lampiran 3. Setelah infeksi, uji statistik menunjukkan bahwa
perlakuan C menghasilkan sintasan yang tinggi yaitu 80 dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan A, B, dan K-, namun berbeda nyata dengan perlakuan K+
p0,05; Lampiran 2. Dosis yang ditambahkan pada perlakuan B dan C diduga mampu
meningkatkan respon imun sehingga memiliki sintasan yang berbeda nyata
10 20
30 40
50 60
70 80
90 100
Sebelum uji tantang Setelah uji tantang
S in
ta sa
n
Perlakuan K-
K+ A
B C
bc a
a a
a a
d a ab
cd