2001. Protein hidrolisat bulu ayam kaya akan asam amino bercabang yaitu leusin, isoleusin, dan valin dengan kandungan masing-masing sebesar 4,88, 3,12,
dan 4,4, namun defisien akan asam amino metionin dan lisin Siregar, 2006. Bulu berperan penting dalam proses fisiologis dan banyak fungsional.
Unggas yang paling dewasa seluruhnya ditutupi dengan bulu, kecuali pada paruh, mata, dan kaki. Bulu sangat teratur, struktur bercabang hirarkis. Dalam bidang
industri pertenakan, bulu ayam akan menjadi limbah yang tidak digunakan. Limbah bulu ayam dapat menimbulkan dampak penurunan kualitas tanah karena
bulu ayam sulit terdegradasi di lingkungan akibat adanya keratin atau protein fibrous berupa serat. Oleh sebab itu limbah bulu ayam resisten terhadap
perombakkan atau degradasi dan merupakan masalah yang serius di lingkungan Savitha et al., 2007.
Bulu ayam mengandung protein keratin dengan struktur α-helik, material
lain yang kaya akan protein α-keratin adalah rambut, wool, sayap, kuku, cakar,
duri, sisik, tanduk, kulit penyu, dan lapisan kulit sebelah luar, sedangkan material yang kaya dengan protein
β-keratin adalah sutera, bulu, dan jaring laba-laba Lehninger, 2005. Bulu ayam tersebut perlu diproses terlebih dahulu sehingga
dinamakan tepung bulu terhidrolisis atau terproses. Tepung bulu memiliki kandungan leusin dan isoleusin yang baik, tetapi miskin akan metionin dan
triptopan. Bulu ayam mengandung 90 protein dengan komponen β-keratin,
fibrous dan struktur protein yang kokoh dari sulfida Savitha et al., 2007. Kandungan asam amino tepung bulu ayam sangat mirip dengan
kandungan asam amino pada keratin, seperti jumlah asam amino serin, arginin dan prolin. Keratin pada bulu ayam mengandung beberapa nutrisi yang terdiri atas
81 protein kasar, 7 lemak kasar, 1 serat kasar, 0,33 kalsium dan 0,55 posfor. Tingginya kandungan nutrisi pada bulu ayam dianggap sebagai kandungan
makanan yang baik bagi ternak Lintang, 2003.
2.3 Kegunaan Bulu Ayam
Sekarang ini, limbah bulu ayam dimanfaatkan sebagai bahan dasar suplemen protein makanan untuk hewan. Sebelum digunakan, limbah bulu ayam ini direbus
terlebih dahulu atau dapat ditambahkan dengan campuran bahan-bahan
kimia untuk memudahkan daya cerna hewan, tapi proses pembuatannya membutuhkan perlakuan dan energi yang signifikan. Sementara itu, penggunaan
mikroorganisme merupakan salah satu metode alternatif untuk meningkatkan nilai nutrisi dari bulu ayam tersebut Kim et al., 2001. Perlakuan biologis dengan
fermentasi menggunakan mikroba berupa bakteri atau jamur dapat meningkatkan kecernaan suatu bahan ransum, karena dalam fermentasi terjadi suatu proses
perombakan atau perubahan kimia dari senyawa organik karbohidrat, lemak, protein, dan bahan organik lainnya kompleks, baik dalam keadaan ada udara
aerob maupun tanpa udara anaerob melalui bantuan enzim yang berasal dari mikroba menjadi komponen yang lebih sederhana dan memiliki tingkat kecernaan
yang lebih tinggi Nurhayani et al., 2001. Pemrosesan bulu ayam pada prinsipnya untuk melemahkan atau
memutuskan ikatan dalam keratin melalui proses hidrolisis. Berbagai metode pemrosesan telah diteliti untuk meningkatkan kecernaan dari bulu ayam. Ada
empat metode pemrosesan bulu ayam, yaitu secara fisik dengan tekanan dan temperatur tinggi, secara kimiawi dengan asam, basa atau karbonasi dan secara
enzimatis serta secara mikrobiologis melalui fermentasi oleh mikroorganisme Achmad, 2001. Pemrosesan bulu dengan tekanan dan suhu tinggi telah
dilakukan pada skala industri, yaitu dengan tekanan 3 bar, suhu 105°C dan kadar air 40 selama 8 jam. Pemrosesan ini menghasilkan kadar protein bulu ayam
sebanyak 76 Adiati et al., 2004.
2.4 Keratin
Komponen utama pada bulu adalah keratin. Keratin adalah serat utama yang memberikan perlindungan eksternal bagi vertebrata Panuju, 2003. Keratin
adalah suatu kelompok protein yang sangat khusus memproduksi sel epitel dari hewan bertulang belakang dan lapisan tanduk kulit luar serta epidermal tambahan
seperti rambut, kuku, dan bulu ayam Ketaren, 2008. Adanya ikatan silang yang terbelit dalam bentuk helix dan saling berhubungan melalui ikatan disulfida,
ikatan hidrogen, dan interaksi hidrofobik, menyebabkan keratin sangat stabil, tidak larut dalam air, tahan terhadap asam atau basa kuat dan tahan terhadap
enzim proteolitik yang disekresikan oleh kelenjar pencernaan Lin et al.,
1992.Menurut Lehninger 2005, α-keratin kaya residu sistin yang dapat
memberikan jembatan disulfida di antara rantai polipeptida yang berdekatan. Sistin terdiri atas dua molekul sistein. Keratin memiliki daya tahan yang baik dan
tahan terhadap degradasi. Metode yang paling umum untuk melarutkan bulu keratin adalah dengan pemotongan ikatan peptida bersamaan melalui hidrolisis
asam dan alkali, pengurangan ikatan disulfida dengan larutan natrium sulfida Na
2
S. Teknik ini efektif untuk mengekstraksi keratin 75 Kock, 2006. Protein struktural keratin dapat terdegradasi oleh beberapa spesies dari
Saprophylic dan jamur parasit, beberapa Actinomycetes, Bacillus strain, dan bakteri termofil Fervidobacterium pennavoran. Stabilitas mekanik keratin dan
ketahanan terhadap degradasi mikroba tergantung pada ikatan dari rantai protein α-helix α-keratin atau struktur β-sheet β-keratin. Enzim keratinolitik disebut
keratinase yang telah dimurnikan dari berbagai mikroorganisme dan karakterisasinya sampai saat ini. Bertindak sebagai proteinase dan memiliki
aktivitas yang sangat tinggi, larut dalam protein substrat seperti keratin. Protein keratinolitik berperan penting dalam aplikasi bioteknologi seperti peningkatan
degradasi enzimatik bulu ayam dan produksi asam amino atau molekul peptida yang tinggi dari substrat atau dalam industri kulit Bockle et al., 1995.
2.5 Degradasi Keratin