Kajian Simbol Pada Arsitektur Rumah Tradisional Karo di Desa Lingga Kabupaten Karo

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Agboola, Oluwagbemiga Paul & Modi Sule Zango. 2014. "Development of Traditional Architecture in Nigeria: A Case Study of Hause Form". International Journal of African Society Cultures and Traditions: Vol.1, No.1,, pp.61-74.

Antonius, Bungaran. 2015. “ Arti dan Fungsi Tanah Bagi Masyarakat Batak Toba,

Karo, Simalungun” edisi pembaruan. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor

Indonesia.

Zoest, Aart Van. 1978. “Semiotik, Basisbucen, ambo, Bearn”.

Berger, Arthur. 2000. “Tanda-tanda dalam Kebudayaan Kontemporer” Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.

Collections Kitlv Digital Image Library

Dantes, Nyoman. 2012. “Metode Penelitian”. Yogyakarta: C.V Andi Offset.

Hidayati, A.M. 1993. “Album Arsitektur Tradisional Sumatera Utara”. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Jencks, Charles . 1977. “The Architectural Sign” dalam Broadbent “Sign, Symbol

and Architecture”

Karo.or.id

Karokab.bps.go.id

Keman, Soedjajadi. 2005. "Kesehatan Perumahan dan Lingkungan Perumahan". Jurnal Kesehatan Lingkungan vol. 2, no.1: 29-42


(2)

Langer, Susanne, K. (1957). Problems Of Arts, edition-6, Charles Seribners Sons, NewYork. 1976 Philosophy in a New Key A Study In the Symbolism of reason, Rite, and Art: third edition, Harvard.

Mukono, HJ. 2000. “Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan”. Surabaya: Airlangga University Press, pp 155-157

Marcella, Joyce Laurens. 2004. “Arsitektur dan Perilaku Manusia”. Jakarta: PT.

Grasindo.

Napitupulu, S.P & dkk. 1997. “Arsitektur Tradisional Daerah Sumatera Utara”. Jakarta: Proyek Pengkajian dan Pembinaan Nilai-nilai Budaya Pusat Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Direktorat Jenderal Kebudayaan, Eka Dharma.S

Putro, Brahma. 1981. “Karo dari Jaman ke Jaman”. Medan: Yayasan Massa.

Poerwadarminta, W.J.S. 1976. Kamus umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Raho, Bernard. 2007. “Teori Sosiologi Modern”. Jakarta: prestasi pusaka.

Ronald, Arya. 2005. “Nilai-nilai Arsitektur Rumah Tradisional Jawa”. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Setiyoko, Glinggang. 2007. “Aspek-aspek Perancangan Rumah Tinggal”. Teodolita Vol.8, No.1, Juni 2007: 45-52.

Sinulingga, Sukaria. 2011. “Metode Penelitian.” Medan: Usu Press.

Singarimbun, Masri. 1975. "The Adat House, Kinship, Descent and Alliance Among The Karo Batak Barkley". Los Angeles, London.


(3)

Soeroto, Myrtha. 2003. “Dari Arsitektur Tradisional Menuju Arsitektur Indonesia”. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Sugiyono. 2010. “Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif & RND”. Bandung: Alfabeta.

Soekamto, Sujono. 2001. “Sosioligi Suatu Pengantar”. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Suharjanto, Gatot. 2011. Membandingkan Istilah Arsitektur Tradisional Versus Arsitektur Vernakular: Studi Kasus Bangunan Minangkabau dan Bangunan Bali. ComTech Vol.2 No.2: 592-602

Supangat, Andi. 2007. Statistika dalam Kajian Deskriftif, Inferensi dan Nonparametrik. Edisi Pertama. Jakarta: Kencana Prenada Media Group Turner, John F., Housing By People – Towards Autonomy In Building

Environments, Marion Boyars Publishers Ltd, London, 1976

Undang-Undang Republik Indonesia No.4 Tahun 1992. Perumahan dan Permukiman.

Wahid, Julaihi & Bhakti Alamsyah. 2013. “Arsitektur & Sosial Budaya Sumatera

Utara”. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Website Kantor Kabupaten Langkat

Wibowo, Arif Sarwo. 2012. Arsitektur Vernakular dalam Perubahan: Kajian Terhadap Arsitektur Kampung Naga, Jawa Barat. Prosiding Temu Ilmiah IPLBI

www.horas.web.id


(4)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

Metode penelitian yang digunakan yaitu metode penelitian deskriptif dimana penelitian yang dilakukan untuk mendapatkan fakta-fakta yang ada dan mencari keterangan secara faktual untuk mendapatkan kebenaran mengenai penelitian. (Sinulingga, 2011), mengetahui keadaan yang terjadi saat ini dan menentukan sifat keadaan pada waktu penelitian dilakukan (Dantes, 2012).

3.2 Variabel Penelitian

Dalam menentukan variabel dari teori landasan yang dipilih berdasarkan isu permasalahan yang akan diselesaikan dan dianalisis dalam penelitian. Variabel yang telah ditentukan menjadi dasar dalam membuat metode pengumpulan data. Adapun variabel dalam penelitian ini yaitu :

Tabel 3.1 Tabel Variabel Penelitian

Variabel Indikator

Rumah Tradisional Karo  Material rumah tradisional Karo  Bagian Bawah Rumah

 Bagian Tengah Rumah (Dinding)

 Bagian Tengah Rumah (Pintu atau Labah)  Bagian Tengah Rumah (Para atau Rak)  Bagian Tengah Rumah (Beranda)  Bagian Tengah Rumah (Dapur)  Bagian Atas Rumah (Atap) Makna Tradisional Karo  Simbol rumah tradisional Karo


(5)

3.3 Sampel Penelitian

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai karakteristik tertentu yang kemudian ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2010) yaitu rumah yang ada pada Desa Lingga.

Sampel adalah bagian dari populasi yang akan memberikan karakteristik atau hasil terhadap penelitian yang akan dilakukan (Supangat, 2007). Dalam hal ini sampel dari penelitian yaitu rumah tradisional Karo yang ada pada Desa Lingga.

3.4 Metoda Pengumpulan Data

Metode penelitian yang digunakan yaitu metode penelitian survei deskriptif yang menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif dengan cara wawancara secara langsung dengan responden untuk mengetahui lebih jelas mengenai makna dan bentuk rumah tradisional Karo yang ada pada Desa Lingga. Adapun data berupa data primer dan data sekunder. Data primer berupa data yang diperoleh dari lapangan dan metode yang digunakan yaitu:

 Wawancara secara langsung dengan pemilik rumah atau narasumber yang memahami mengenai rumah tradisional Karo sehingga diperoleh data yang terkait dengan penelitian.

 Observasi lapangan yang dilakukan dengan mengambil gambar langsung pada rumah tradisional Karo menggunakan kamera. Observasi lapangan bertujuan agar mendapatkan bagian-bagian rumah yang merupakan simbol bagi masyarakat Karo dari bagian interior maupun ekterior rumah


(6)

tradisional Karo. Dan juga bagian-bagian ruang yang memiliki simbol bagi penghuni rumah tradisional Karo.

Data sekunder berupa data yang telah dikumpulkan oleh pihak lain Metode yang digunakan dalam mengumpulkan data sekunder yaitu:

 Studi penelitian sejenis, sehingga dapat membantu dan membandingkan dengan penelitian yang dilakukan dan menambah masukan bagi penelitian seperti jurnal.

 Studi literatur seperti mencari data dari internet sehingga mendapat data yang berhubungan dengan penelitian. Seperti peta kawasan, buku sejarah mengenai masyarakat Karo dan rumah tradisional masyarakat Karo.

3.5 Kawasan Penelitian

Rumah tradisional Karo yang berada pada desa Lingga. Dimana Desa Lingga terletak pada Kecamatan Simpang Empat. Kecamatan tersebut berada pada Kabupaten Karo yang merupakan salah satu Kabupaten di provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Ibukota kabupaten ini terletak di Kabanjahe. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 2.127,25 km² dan berpenduduk sebanyak kurang lebih 500.000 jiwa.

Gambar 3.1 Peta Kabupaten Karo Sumber : website Kantor Kabupaten Karo


(7)

Gambar 3.2 Peta Kecamatan Simpang Empat Sumber : website Kantor Kabupaten Karo

3.6 Metoda Analisa Data

Adapun analisis yang digunakan dalam penelitian ini berupa analisis distribusi frekuensi. Adapun langkah analisa yang dilakukan yaitu:

1. Mengumpulkan data-data dari jurnal, dokumen yang lama ataupun baru serta buku yang berkaitan dengan penelitian.

2. Melakukan survei ke kawasan penelitian berupa mengamati langsung daerah tersebut, mengambil gambar dan melakukan wawancara terhadap masyarakat yang menempati rumah tradisional Karo.

3. Membandingkan temuan data yang telah diperoleh dari survei langsung, wawancara maupun data yang didapatkan dari jurnal, dokumen serta buku.


(8)

4. Menganalisa data yang telah didapatkan dan meringkas data yang paling sering ditemukan dan berpengaruh terhadap variabel yang akan diteliti.


(9)

BAB IV

DESKRIPSI RUMAH TRADISIONAL KARO DI DESA LINGGA 4.1 Deskripsi Bangunan Tradisional Di Kawasan Penelitian

Terdapat geriten yang berukuran kira-kira 2,5 meter x 2,5 meter s pada jalan setelah tugu masuk menuju lingkungan penelitian. Geriten yang dahulunya memiliki fungsi sebagai tempat penyimpanan tengkorak keluarga yang telah meninggal tidak berfungsi sebagai tempat penyimpanan tengkorak lagi. Geriten masih memiliki ornamen Karo dan memiliki 4 ayo. Dan geriten menjadi simbol bahwa lingkungan ini merupakan desa budaya Karo yang masih memepertahankan budayanya. Tetapi geriten ini sudah tidak berfungsi sebagai tempat penyimpanan tulang oleh masyarakat lagi.

1

2

3

Gambar. 4.1 Geriten di Lingga Sumber: Dokumentasi Pribadi (2016)


(10)

Selain geriten, bangunan lainnya yang terdapat dekat dengan rumah tradisional Karo di Lingga yaitu bangunan Sapo Page atau Sapo Ganjang. Sapo Page yang ada di Desa Lingga didirikan pada tahun 1870 dan sudah pernah dilakukan renovasi seperti pengecatan ulang pada dinding dan ornamen. Sapo page yang dulunya berfungsi sebagai lumbung padi dan tempat beristirahat para pemuda sekarang sudah menjadi tempat penyimpanan barang warga yang sebelumnya pernah berfungsi sebagai taman bacaan anak. Bangunan ini masih mempertahankan gaya tradisional tetapi tidak berada tepat di depan rumah tradisional Karo yang masih ada di Desa Lingga. Bangunan ini terdiri dari dua tingkat yang ditopang oleh tiang dan lantai bawah dan juga tidak memiliki dinding.


(11)

Gambar.4.5 Sapo Page di Lingga Sumber: Dokumentasi Pribadi (2016)

Pada bagian bawah bangunan dimanfaatkan masyarakat sebagai tempat hidup hewan peliharaan mereka seperti ayam dan juga sekaligus mengembangbiakkan hewan tersebut sebagai salah satu mata pencaharian masyarakat.

Gambar.4.6 Bagian Tengah hingga Bawah Sapo Page Sumber: Dokumentasi Pribadi (2016)


(12)

Gaya tradisional Karo yang ada pada bangunan ini yaitu ornamen yang ada pada bagian atas bangunan. Adanya tanduk kerbau dan ornamen pengeret-eret memberikan tanda bahwa tidak hanya rumah tinggal saja yang memiliki ornamen tersebut. Material yang digunakan sebagai penutup atap juga masih menggunakan ijuk yang memiliki ketebalan sekitar 15 cm. Sapo page memiliki 4 ayo(bagian atap bangunan yang berbentuk segitiga dan memiliki hiasan) yang terbuat dari anyaman bambu.

Gambar.4.7 Bagian Atas Sapo Page Sumber: Dokumentasi Pribadi (2016)

Gambar.4.8 Ayo-ayo pada Sapo Page Sumber: Dokumentasi Pribadi (2016)


(13)

4.2 Rumah Gerga

Rumah gerga yaitu salah satu rumah tradisional Karo yang masih berdiri kokoh di Desa Lingga. Dari hasil wawancara dengan penghuni rumah bahwa rumah ini dulunya ditinggali oleh raja dan dihuni oleh 12 kepala keluarga yang didirikan lebih kurang pada tahun 1860 dan didirikan oleh keluarga Sinulinnga. Fasad yang sekarang sudah berwarna merupakan renovasi yang dilakukan agar menjadi lebih indah dan kokoh. Penghuni rumah gerga sendiri merupakan keturunan dari anak beru yang dulunya tinggal di rumah gerga di Desa Lingga. Penghuni rumah ini bernama Damson yang memiliki marga Sinulingga. Sekarang Pak Damson hanya tinggal sendiri di dalam rumah tersebut.

Gambar 4.9 Rumah Gerga Sumber : Dokumentasi Pribadi (2016)


(14)

4.2.1 Bagian Bawah Rumah

Terlihat barisan kolom yang masih kokoh menopang rumah gerga. Dari bentuk tiang yang menusuk kolom bulat, maka rumah gerga disebut rumah sendi. Rumah panggung menjadi simbol rumah tradisional Karo karena sejarahnya banyaknya binatang buas yang berada di lingkungan masyarakat Karo di Desa Lingga. Masih sedikitnya masyarakat yang membangun rumah dan masih banyaknya pepohonan yang ada di Desa Lingga pada zaman dahulu mengakibatkan binatang buas sering memasuki lingkungan rumah masyarakat. Untuk menjaga masyarakat dari bahaya binatang buas tersebut maka masyarakat membuat bangunan berbentuk panggung. Tinggi rumah panggung yaitu 1,7 meter dan sekarang pada bagian bawah rumah berfungsi sebagai tempat ternak (ayam) penghuni rumah.

Gambar 4.10 Bagian Bawah Rumah Sumber : Dokumentasi Pribadi (2016) 4.2.2 Bagian Tengah Rumah (Lantai)

Lantai rumah merupakan salah satu bagian penting dalam rumah, lantai rumah merupakan tempat bagi penghuni rumah untuk tidur dan hanya beralaskan


(15)

tikar yang dibuat langsung oleh penghuni rumah. Penghuni rumah yang tidur di dalam rumah yaitu hanya orang tua dan anak perempuan, anak laki-laki akan menjaga lingkungan di luar rumah dan beristirahat di geriten. Anak laki-laki berada di rumah hanya saat makan. Anak perempuan tidur di bagian depan kamar orang tuanya dimana kamar orang tuanya hanya dibatasi dengan kain saja.

Lantai rumah dulunya memiliki lubang sedalam 30 cm dan lebar 30 cm yang diartikan sebagai sungai bagi pemilik rumah yang berada pada hulu (bagian depan rumah) hingga hilir (bagian belakang rumah). Sungai tersebut dimaksudkan agar menolak ancaman dari luar seperti niat jahat atau roh jahat. Sungai akan membawa hal-hal buruk tersebut keluar sesuai arah aliran sungai tersebut sehingga tidak memberi pengaruh buruk terhadap penghuni rumah. Tetapi lubangnya sekarang telah ditutup karena banyak yang terluka saat memasuki rumah.


(16)

Gambar 4.11 Perletakan Posisi Keluarga Sumber : Digambar Ulang

g Tempat anak perempuan tidur

=

=

Kamar anak beru

=

Kamar kalimbubu


(17)

Gambar 4.12 Lantai Rumah Sumber : Dokumentasi Pribadi (2016) 4.2.3.Bagian Tengah Rumah (Dinding)

Cuping-cuping merupakan batas derpih (dinding) yang berbentuk seperti kuping (telinga manusia) dan juga merupakan salah satu struktur pada rumah sebagai pengait antara dinding. Mengandung arti bahwa pendengaran yang tajam penghuni rumah terhadap kejadian dan berita-berita yang terjadi pada lingkungan masyarakat yang dapat menyaring berita-berita mana saja yang layak untuk diterima dan tidak.

Gambar 4.13 Cuping-cuping Sumber : Dokumentasi Pribadi (2016)


(18)

Ornamen yang memanjang di bagian dinding seperti motif binatang melata cecak sebenarnya adalah beras padi dan disebut pengeretret. Beras padi tersebut memiliki simbol sebagai dewa penolong. Pada zaman dulu masyarakat Karo sering kehutan untuk mengambil kayu sebagai alat memasak. Dan ketika itu pula masyarakat sering kesasar dan tidak menemukan jalan pulang kemudian datang dewa beras padi untuk memberi petunjuk jalan pulang pada masyarakat yang tersesat tersebut. Selain sebagai ornamen pada dinding rumah, pengeretret juga berfungsi sebagai pengikat dinding karena ornamen tersebut dibuat dari tali ijuk yang diikatkan pada dinding sehingga dinding lebih kuat walaupun tanpa menggunakan paku.

Gambar 4.14 Pengeretret Sumber : Dokumentasi Pribadi (2016)

Ragam hias yang terdapat pada melmelen rumah gerga yaitu tapak raja sulaiman, embun sikawiten dan cimba lau atau tutup dadu. Ragam hias pada melmelen dianggap sebagai doa dan berhubungan dengan sistem kekeluargaan di dalam rumah. Seperti ragam hias tapak raja sulaiman dianggap sebagai penolong bagi penghuni rumah karena pada zaman penjajahan Belanda saat rumah dibakar tetapi rumah tidak terbakar dan tetap berdiri kokoh. Lain halnya dengan ragam


(19)

hias cimba lau yang berfungsi sebagai hiasan. Dan pada rumah gerga ini ragam hiasnya merupakan pahatan langsung oleh penghuni rumah pada saat mula mendirikan rumah.

Gambar 4.15 Ornamen pada Dapur-Dapur atau Melmelen Sumber : Dokumentasi Pribadi (2016)

4.2.4 Bagian Tengah Rumah (Pintu Atau Labah)

Pintu rumah memiliki lebar 85 cm dan panjang 1 m. Pintu bagian depan dan belakang memiliki 2 buah daun pintu karena bermaksud bahwa tiap penghuni yang tinggal pada bagian kiri maka masuknya melewati bagian pintu yang sebelah kiri dan jikapenghuni yang tinggal di sebalah kanan maka masuknya dari sebelah kanan. Setiap pintu diberi palang yang terbuat dari kayu bulat berdiameter sekitar 3 cm dibagian dalam sebagai kunci. Saat pemilik rumah tidak ada yang berada di rumah maka pintu rumah tidak dapat dikunci. Walaupun pada zaman dahulu saat pembangunan rumah gerga ini masyarakat belum mengenal pendidikan, tetapi masyarakat mengetahui teknik untuk membuat pintu.

Cara membuka pintu tidak sembarangan, kita harus menggeser palang ke arah sebelah kiri dahulu lalu bisa membuka pintu sebalah kanan lalu bisa terbuka pintu sebelah kiri. Lubang untuk palang pada bagian pintu sebelah kiri dibuat

Cimba Lau Tapak Raja Sulaiman


(20)

lebih dalam dibandingkan lubang untuk pintu sebalah kanan. Teknik seperti ini tidak menggunakan paku ataupun besi untuk mengunci pintu tetapi pintu memiliki kekokohan dan keamanan yang tinggi.

Gambar 4.16 Letak Pintu Rumah Sumber : Digambar Ulang


(21)

Gambar 4.17 Pintu Rumah Sumber : Dokumentasi Pribadi (2016)

Pengalo-ngalo(bendi-bendi) atau juga disebut pegangan yang berada pada pintu masuk yaitu berfungsi sebagai pegangan bagi wanita untuk melahirkan. Pada saat dibangun rumah gerga belum ada dikenal rumah sakit atau puskesmas sehingga wanita yang akan melahirkan melakukan persalinannya di bagian teras rumah dan berpegangan pada pegangan yang ada pada bagian pintu masuk tersebut dan ditutupi dengan kain. Selain itu pegangan juga memiliki fungsi sebagai penyambut tamu yang datang dari penghuni rumah.


(22)

Gambar 4.18 Bendi-bendi Sumber : Dokumentasi Pribadi (2016)

Jendela pada rumah memiliki 2 jenis yaitu jenis jendela yang terletak pada 2 sisi depan rumah dan 2 sisi bagian belakang rumah serta jenis jendela lainnya yaitu jendela yang terletak pada bagian dalam kamar rumah. Jenis jendela yang ada pada bagian depan rumah yaitu memiliki palang dari kayu yang melintang dan membujur. Jendela tersebut menjadi simbol bahwa jendela sebagai pembatas antara wanita dan pria dalam menjalin hubungan. Wanita berada di dalam rumah dan pria berada di luar rumah, mereka berkomunikasi melalui jendela. Karena jika berbicara ataupun memegang tangan lawan jenis di dalam rumah akan dikenai denda dan jika tidak mau atau tidak mampu membayar denda akan dipenjarakan.


(23)

Gambar 4.19 Letak Jendela Rumah bagian Depan Sumber : Digambar Ulang

Jenis jendela yang berada di kamar yaitu berfungsi sebagai keluar masuknya udara bagi penghuni rumah agar memiliki udara yang segar dan tidak terlalu lembab. Jenis jendela berbentuk persegi panjang dan tidak memiliki palang seperti jendela yang ada pada bagian depan dan belakang rumah.

Gambar 4.20 Jendela Di Ruang Kamar Rumah Sumber : Dokumentasi Pribadi (2016)


(24)

4.2.5 Bagian Tengah Rumah (Para Atau Rak)

Para atau rak yang berada pada bagian dalam rumah digunakan untuk meletakkan kayu bakar, panci dan bahan-bahan makanan yang digunakan saat memasak. Para atau rak yang dibuat karena pada saat rumah dibangun belum ada dijual lemari ataupun rak-rak seperti biasa. Dan pada sudut setiap sisi para dibuat meruncing seperti tanduk kerbau untuk menempatkan daging yang didapat dari hasil berburu penghuni rumah sebelum memasaknya. Penghuni rumah menggantungkan para atau rak ke tiang-tiang rumah. Rumah gerga yang sekarang hanya memiliki 5 buah para atau rak yang letaknya tepat berada di atas tungku memasak.

Gambar 4.21 Letak Para atau Rak Sumber : Digambar Ulang


(25)

Gambar 4.22 Bagian Sudut Para Sumber : Dokumentasi Pribadi (2016)

Gambar 4.23 Para atau Rak Tergantung Pada Tiang Sumber : Dokumentasi Pribadi (2016) 4.2.6 Bagian Tengah Rumah (Beranda)

Setiap rumah mempunyai dua buah beranda (ture) yang terletak disebelah hilir atau belakang (ture jahe) dan satu bagian hulu atau depan (ture julu). Beranda atau teras rumah yang terbuat dari bambu ditopang dengan bambu juga setinggi


(26)

sekitar 1,7 m, dengan panjang beranda sekitar 3 m dan lebar 2 m. Beranda memiliki fungsi sebagai tempat berkomunikasi antara pria dan wanita dimana pria yang berada pada beranda rumah, sebagai tempat wanita menganyam dan membuat tikar untuk digunakan sehari-hari, sebagai tempat melahirkan bagi para wanita yang kemudian wanita tersebut akan ditutup oleh kain, sebagai kamar mandi bagi penghuni rumah dan juga digunakan sebagai tempat untuk memandikan jenazah jika ada salah satu anggota masyarakat yang meninggal dunia.

Terdapat tangga yang terbuat dari bambu memiliki 3 buah anak tangga pada bagian depan rumah dan terdapat 6 buah anak tangga pada bagian belakang rumah. 3 Anak tangga pada bagian depan memiliki makna sebagai lambang rakut sitelu yaitu hubungan kekeluargaan yang ada pada masyarakat Karo (Kalimbubu, Senina dan Anak Beru). Dan 6 anak tangga yang terdapat pada belakang rumah memiliki makna bahwa terdapat 6 dapur dalam satu rumah. Tangga tersebut menyatukan hubungan kekeluargaan dan kepala keluarga yang berada di dalam satu rumah dan diyakini dapat menambah harmonisasi untuk penghuni rumah walaupun memiliki perbedaaan pendapat.


(27)

Gambar 4.24 Letak Beranda atau Teras Rumah Gerga Sumber : Digambar Ulang

4.2.7.Bagian Tengah Rumah (Dapur)

Rumah gerga sekarang mempunyai 5 buah dapur yang dulunya memiliki 6 buah dapur, penghuni yang tinggal sekarang menutup satu dapur. Tiap dapur digunakan oleh dua keluarga yang saling bersebelahan. Dapur berukuran persegi dengan ukuran sekitar 2 m x2 m dan tiga buah tungku (diliken) di tengah-tengah dapur, yang menggambarkan kelompok kekerabatan atau hubungan masyarakat Karo yang disebut Rakut sitelu yaitu, anak beru, kalimbubu, dan senina. Karena setiap dapur digunakan oleh dua keluarga, maka setiap dapur terdapat dua pasang tungku yang terdiri dari enam buah tungku. Dapur rumah harus digunakan setiap hari agar menjaga atap rumah yang terbuat dari ijuk tetap kokoh. Karena asap dari


(28)

tungku yang digunakan dapat menghilangkan air dan lembab pada ijuk sehingga ijuk tidak terlalu berat. Penghuni rumah gerga setiap pukul 17.00 WIB selalu menghidupkan api. Pada saat siang hari jika berada di dalam rumah akan terasa dingin dan lembab dan pada saat malam hari akan terasa lebih hangat hal tersebut merupakan fungsi lainnya dihidupkan api pada rumah dan penggunaan ijuk pada atap.

Gambar 4.25 Letak Dapur Rumah Gerga Sumber : Digambar Ulang


(29)

Gambar 4.26 Dapur Rumah Gerga Sumber : Dokumentasi Pribadi (2016) 4.2.8 Bagian Atas Rumah (Atap)

Bentuk atap merupakan gabungan antara pelana dan perisai dan pada ujung puncak atap pelana terdapat kepala kerbau. Material yang digunakan sebagai penutup atap yaitu ijuk. Ijuk berasal dari batang pola atau disebut nira yang digunakan masyarakat karo untuk rumah. Ijuk disusun bertindih dan menutup rongga-rongga agar air hujan tidak masuk ke dalam rumah dan ijuk juga berfungsi sebagai penahan panas yang dilakukan penghuni rumah saat menghidupkan tungku saat memasak. Sehingga saat malam hari keadaan di dalam rumah tidak terlalu dingin. Material yang digunakan untuk tiang penopang yaitu bambu, bambu digunakan karena lebih ringan dan mudah ditemukan pada saat akan mendirikan rumah gerga. Bambu dianggap sebagai material yang cepat tumbuh dan kokoh untuk menahan ijuk yang cukup tebal sebagai penutup atap. Karena semakin tipis nya ijuk maka telah dilakukan penambahan ijuk dan juga penambahan tiang penopang atap. Penutup atap tersebut tidak dibongkar melainkan di tambah dengan yang baru, begitu pula pada tiang penopang atap. Penghuni rumah gerga menambahkan bambu baru dan mengikatnya dengan tali plastik dan juga menggunakan paku. Berbeda pada saat pendirian rumah awalnya


(30)

yang tidak menggunakan paku atau tali, masyarakat pada saat mendirikan bangunan menggunakan ijuk sebagai pengikat antar bambu. Dan teknik tersebut masih kokoh dan tidak ada yang putus hingga sekarang.

Gambar 4.27 Material Penahan Atap Sumber : Dokumentasi Pribadi (2016)

Gambar 4.28 Pengikat antar Bambu Sumber : Dokumentasi Pribadi (2016)


(31)

Gambar 4.29 Ijuk Penutup Atap Sumber : Dokumentasi Pribadi (2016)

Tanduk kerbau dianggap sebagai sikap hormat dan sikap bertahan jika ada yang mengganggu, bentuk keperkasaan tanduk kerbau melambangkan bahwa tanduk kerbau dapat menjaga keselamatan penghuni rumah dari gangguan roh-roh jahat dan juga tanduk kerbau sebagai penangkal petir bagi penghuni rumah. Tanduk kerbau diletakkan pada sudut atas atap sehingga terdapat 2 buah tanduk kerbau di rumah gerga. Tanduk kerbau di dapat dari pesta tahunan yang diadakan di desa dan setiap rumah diharuskan memotong seekor kerbau. Daging kerbau dimakan bersama dan tanduk kerbau di letakkan di bagian atap rumah.


(32)

Gambar 4.30 Tanduk Kerbau Sumber : Dokumentasi Pribadi (2016)

Selain tanduk kerbau yang terletak di atap, terdapat pula ayo-ayo atau disebut lambe-lambe. Ayo-ayo yaitu bagian pada atap yang berbentuk segitiga dan memiliki ragam hias antara lain pengeretret, bunga gundur dan ipen-ipen. Ragam hias tersebut dianggap memberikan doa dan menolak bala pada penghuni rumah. Bentuk 3 sisi tersebut mempunyai arti bahwa terdapat 3 ikatan kekerabatan yang ada pada masyarakat Karo yaitu Kalimbubu, Anak Beru dan Senina.

Gambar 4.31 Ayo-ayo Sumber : Dokumentasi Pribadi (2016)


(33)

Gambar 4.32 Keterangan Ragam Hias pada Ayo-ayo Sumber : Digambar Ulang

 Bunga gundur melambangkan kesuburan dan penangkal roh jahat yang akan menjaga penghuni rumah

 Mata-mata lembu melambangkan penolak bala dan juga sebagai hiasan  Bunga gundur sitelen melambangkan penolak bala dan juga sebagai hiasan  Embun berkabun-kabun yaitu motif alam yang berfungsi sebagai hiasan  Pengeret-ret melambangkan simbol kekuatan

4.3 Rumah Belang Ayo

Rumah belang ayo merupakan rumah tradisional Karo yang masih bertahan pada Desa Lingga. Rumah belang ayo disebut juga sebagai rumah Si Waluh Jabu yang artinya rumah yang berpenghuni 8 kepala keluarga. Berbeda dengan rumah gerga, rumah belang ayo merupakan rumah tinggal masyarakat biasa. Rumah belang ayo di Desa Lingga sekarang hanya berpenghuni 6 kepala


(34)

keluarga dan merupakan keturunan dari kalimbubu dan anak beru. Rumah belang ayo di Desa Lingga didirikan pada tahun sekitar 1862 dan pendirinya yaitu dari keluarga Sinulingga dan anak beru.

Gambar 4.33 Rumah Belang Ayo Sumber : Dokumentasi Pribadi (2016) 4.3.1 Bagian Bawah Rumah

Bagian bawah rumah belang ayo sama dengan bagian bawah rumah gerga yaitu barisan kolom yang menopang rumah belang ayo dari bentuk tiang yang menusuk kolom bulat, maka rumah belang ayo disebut rumah sendi sama seperti rumah gerga. Rumah panggung juga diterapkan pada rumah belang ayo hingga sekarang. Bagian bawah (kolong) rumah belang ayo dimanfaatkan sebagai tempat penyimpanan barang bagi penghuni rumah. Tinggi rumah panggung dari permukaan tanah yaitu sekitar 1,7 meter.


(35)

Gambar 4.34 Bagian Bawah Rumah Sumber : Dokumentasi Pribadi (2016) 4.3.2 Bagian Tengah Rumah (Lantai)

Lantai rumah belang ayo juga memiliki lubang sedalam 30 cm dan lebar 30 cm yang juga diartikan sebagai sungai bagi pemilik rumah yang berada pada hulu (bagian depan rumah) hingga hilir (bagian belakang rumah). Dan juga memiliki arti bahwa sungai dapat membuang roh dan bahaya yang menimpa penghuni rumah, yaitu dibawa keluar oleh sungai tersebut. Dan sekarang sudah ditutup juga dengan penghuni rumah belang ayo.


(36)

Gambar 4.35 Perletakan Posisi Keluarga Sumber : Digambar Ulang

Tempat anak perempuan tidur

=

=

Kamar anak beru


(37)

Gambar 4.36 Lantai Rumah Sumber : Dokumentasi Pribadi (2016) 4.3.3 Bagian Tengah Rumah (Dinding)

Cuping-cuping juga terdapat pada rumah belang ayo yang juga dianggap sebagai sebagai simbol bahwa penghuni dapat menyerap informasi yang baik dan benar dari berita dan informasi yang ada pada masyarakat.

Gambar 4.37 Cuping-cuping Sumber : Dokumentasi Pribadi (2016)


(38)

Ornamen pengeretret juga terdapat pada rumah belang ayo yang juga berfungsi sebagai pengikat dinding dan juga dianggap sebagai dewa penyelamat bagi penghuni rumah dan masyarakat karo.

Gambar 4.38 Pengeretret Sumber : Dokumentasi Pribadi (2016)

Ragam hias yang terdapat pada melmelen rumah belang ayo yaitu tapak raja sulaiman, embun sikawiten dan bindu matagah . Ragam hias pada melmelen dianggap sebagai doa dan berhubungan dengan sistem kekeluargaan di dalam rumah. Sama halnya dengan rumah gerga ragam hias tapak raja sulaiman dianggap sebagai penolong bagi penghuni rumah.

Gambar 4.39 Ornamen pada Dapur-Dapur atau Melmelen Sumber : Dokumentas Pribadi (2016)

1

3 2


(39)

Keterangan ragam hias pada bagian melmelen rumah belang ayo yaitu yaitu:

1. Embun sikawiten berupa ragam hias yang terdiri tadi bunga bincole dan tulak

paku pada ujungnya. Embun sikawiten mengandung makna kemakmuran dan

merupakan tanda kekerabatan antara kalimbubu dan anak beru

2. Cimba lau atau tutup dadu melambangkan awan berarak yang akan menimbulkan

kecerahan bagi rumah. Cimba lau berfungsi sebagai hiasan pada rumah

3. Tapak raja sulaiman berfungsi sebagai menolak roh-roh jahat, penolak bala dan

sebagai penunjuk jalan saat tersesat di hutan

4. Bindu matagah melambangkan kekuatan bathin penghuni rumah

4.3.4 Bagian Tengah Rumah (Pintu Atau Labah)

Pintu rumah belang ayo sama seperti rumah gerga yang memiliki lebar sekitar 85 cm dan panjang 1 m. Pintu bagian depan dan belakang juga memiliki 2 buah daun pintu karena bermaksud bahwa tiap penghuni yang tinggal pada bagian kiri maka masuknya melewati bagian pintu yang sebelah kiri dan jika penghuni yang tinggal di sebalah kanan maka masuknya dari sebelah kanan. Setiap pintu rumah belang ayo juga diberi palang yang terbuat dari kayu bulat berdiameter sekitar 3 cm dibagian dalam sebagai kunci.

Cara teknik membuka pintunya sama dengan rumah gerga yaitu kita harus menggeser palang ke arah sebelah kiri dahulu lalu bisa membuka pintu sebalah kanan lalu bisa terbuka pintu sebelah kiri. Lubang untuk palang pada bagian pintu sebelah kiri juga dibuat lebih dalam dibandingkan lubang untuk pintu sebelah kanan.


(40)

Gambar 4.40 Letak Pintu Rumah Sumber : Digambar Ulang

Gambar 4.41 Pintu Rumah Sumber : Dokumentasi Pribadi (2016)


(41)

Pengalo-ngalo(bendi-bendi) atau juga disebut pegangan yang berada pada pintu masuk yaitu berfungsi sebagai pegangan bagi wanita untuk melahirkan. Bendi-bendi juga terdapat dirumah belang ayo. Selain itu pegangan ini juga memiliki fungsi sebagai penyambut tamu yang datang dari penghuni rumah belang ayo.

Gambar 4.42 Bendi-bendi Sumber : Dokumentasi Pribadi (2016)

Jendela pada rumah belang ayo memiliki 1 jenis saja. Jendela terletak pada 2 sisi depan rumah dan 2 sisi bagian belakang rumah dan juga terletak pada sisi samping rumah yang berjumlah 2 tiap sisinya. Jenis jendela yang ada pada bagian depan rumah yaitu memiliki palang dari kayu yang melintang dan membujur.


(42)

Sama halnya dengan rumah gerga, jendela rumah belang ayo menjadi menjadi simbol bahwa jendela sebagai pembatas antara wanita dan pria dalam menjalin hubungan. Wanita berada di dalam rumah dan pria berada di luar rumah, mereka berkomunikasi melalui jendela. Karena jika berbicara ataupun memegang tangan lawan jenis di dalam rumah akan dikenai denda dan jika tidak mau atau tidak mampu membayar denda akan dipenjarakan.

Gambar 4.43 Letak Jendela Rumah bagian Depan Sumber : Digambar Ulang


(43)

Gambar 4.44 Jendela Rumah bagian Depan Sumber : Dokumentasi Pribadi (2016)

Gambar 4.45 Jendela Rumah bagian Samping Sumber : Dokumentasi Pribadi (2016)

4.3.5 Bagian Tengah Rumah (Para Atau Rak)

Sama halnya dengan rumah gerga para atau rak yang berada pada bagian dalam rumah digunakan untuk meletakkan kayu bakar, panci dan bahan-bahan makanan yang digunakan saat memasak. Para atau rak yang dibuat karena pada


(44)

saat rumah dibangun belum ada dijual lemari ataupun rak-rak seperti biasa. Dan pada sudut setiap sisi para dibuat meruncing untuk menempatkan daging yang didapat dari hasil berburu penghuni rumah sebelum memasaknya. Penghuni rumah menggantungkan para atau rak ke tiang-tiang rumah. Rumah belang ayo memiliki 4 buah para atau rak yang letaknya tepat berada di atas tungku memasak.

``

Gambar 4.46 Letak Para atau Rak Sumber : Digambar Ulang


(45)

Gambar 4.47 Para atau Rak Tergantung Pada Tiang Sumber : Dokumentasi Pribadi (2016)

Gambar 4.48 Bagian Sudut Para atau Rak Sumber : Dokumentasi Pribadi (2016)


(46)

4.3.6 Bagian Tengah Rumah (Beranda)

Beranda rumah belang ayo dan rumah gerga sama yaitu mempunyai dua buah beranda (ture) yang terletak disebelah hilir atau belakang (ture jahe) dan satu bagian hulu atau depan (ture julu). Beranda atau teras rumah yang terbuat dari bambu ditopang dengan bambu juga setinggi sekitar 1,7 m, dengan panjang beranda sekitar 3 m dan lebar 2 m. Sama halnya dengan rumah gerga bahwa beranda memiliki fungsi sebagai tempat berkomunikasi antara pria dan wanita dimana pria yang berada pada beranda rumah, sebagai tempat wanita menganyam dan membuat tikar untuk digunakan sehari-hari, sebagai tempat melahirkan bagi para wanita yang kemudian wanita tersebut akan ditutup oleh kain, sebagai kamar mandi bagi penghuni rumah dan juga digunakan sebagai tempat untuk memandikan jenazah jika ada salah satu anggota masyarakat yang meninggal dunia.

Gambar 4.49 Letak Beranda atau Teras Rumah Sumber : Digambar Ulang


(47)

4.3.7 Bagian Tengah Rumah (Dapur)

Rumah belang ayo mempunyai 4 buah dapur. Tiap dapur digunakan oleh dua keluarga yang saling bersebelahan. Sama halnya dengan rumah gerga bahwa setiap dapur digunakan oleh dua keluarga, maka setiap dapur terdapat dua pasang tungku yang terdiri dari enam buah tungku. Dapur rumah digunakan setiap hari agar menjaga atap rumah yang terbuat dari ijuk tetap kokoh. Karena asap dari tungku yang digunakan dapat menghilangkan air dan lembab pada ijuk sehingga ijuk tidak terlalu berat. Sama halnya dengan rumah gerga pada saat siang hari jika berada di dalam rumah akan terasa dingin dan lembab dan pada saat malam hari akan terasa lebih hangat hal tersebut merupakan fungsi lainnya dihidupkan api pada rumah dan penggunaan ijuk pada atap.

Gambar 4.50 Letak Dapur Rumah Belang Ayo Sumber : Digambar Ulang


(48)

Gambar 4.51 Dapur Rumah Sumber : Dokumentasi Pribadi (2016) 4.3.8 Bagian Atas Rumah (Atap)

Sama halnya dengan rumah gerga bentuk atap rumah belang ayo merupakan gabungan antara pelana dan perisai dan pada ujung puncak atap pelana terdapat kepala kerbau. Material yang digunakan sebagai penutup atap juga sama yaitu ijuk. Pengerjaan penutup atap pada rumah belang ayo juga sama dengan rumah gerga yaitu ijuk disusun bertindih dan menutup rongga-rongga agar air hujan tidak masuk ke dalam rumah dan ijuk juga berfungsi sebagai penahan panas yang dilakukan penghuni rumah saat menghidupkan tungku saat memasak. Sehingga saat malam hari keadaan di dalam rumah tidak terlalu dingin. Material yang digunakan untuk tiang penopang juga sama dengan rumah gerga yaitu bambu, bambu digunakan karena lebih ringan dan mudah ditemukan pada saat akan mendirikan rumah belang ayo. Bambu dianggap sebagai material yang cepat


(49)

tumbuh dan kokoh untuk menahan ijuk yang cukup tebal sebagai penutup atap. Sama halnya dengan rumah gerga karena semakin tipisnya ijuk maka telah dilakukan penambahan ijuk dan juga penambahan tiang penopang atap. Penutup atap tersebut tidak dibongkar melainkan di tambah dengan yang baru, begitu pula pada tiang penopang atap. Penghuni rumah belang ayo menambahkan bambu baru dan mengikatnya dengan tali plastik dan juga menggunakan paku. Berbeda pada saat pendirian rumah awalnya yang tidak menggunakan paku atau tali, masyarakat pada saat mendirikan bangunan menggunakan ijuk sebagai pengikat antar bambu. Dan teknik tersebut masih kokoh dan tidak ada yang putus hingga sekarang.

Gambar 4.52 Material Penahan Atap Sumber : Dokumentasi Pribadi (2016)


(50)

Gambar 4.53 Ijuk Penutup Atap Sumber : Dokumentasi Pribadi (2016)

Sama seperti pada rumah gerga tanduk kerbau di rumah belang ayo juga dianggap sebagai penangkal petir bagi penghuni rumah. Tanduk kerbau diletakkan pada sudut atas atap sehingga terdapat 2 buah tanduk kerbau di rumah belang ayo.

Gambar 4.54 Tanduk Kerbau Sumber : Dokumentasi Pribadi (2016)


(51)

Gambar 4.55 Letak Tanduk Kerbau

Sumber : Digambar Ulang

Sama halnya dengan rumah gerga, rumah belang ayo selain memiliki tanduk kerbau yang terletak di atap, terdapat pula ayo-ayo atau disebut lambe-lambe. Ayo-ayo yaitu bagian pada atap yang berbentuk segitiga dan memiliki ragam hias antara lain pengeretret, bunga gundur dan pakau-pakau. Ragam hias di rumah belang ayo berbeda dengan rumah gerga tetapi ragam hias tetap dianggap memberikan doa dan menolak bala pada penghuni rumah. Bentuk 3 sisi tersebut merupakan pengertian bahwa terdapat 3 ikatan kekerabatan yang ada pada masyarakat Karo yaitu kalimbubu, anak beru dan senina.


(52)

Gambar 4.56 Ayo-ayo Sumber : Dokumentasi Pribadi (2016)

Gambar 4.57 Ayo-ayo Sumber : Digambar Ulang


(53)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Simbol Pada Dinding Rumah Gerga

5.1.1 Cuping-cuping

Gambar 5.1 Cuping-cuping

Sumber : Dokumentasi Pribadi, Digambar Ulang (2016)

Cuping-cuping terdapat pada bagian setiap sudut rumah. Bentuk cuping seperti kuping (telinga manusia) dan berwarna hitam. Fungsi cuping-cuping merupakan batas dinding dan salah satu struktur pada rumah sebagai pengait antara dinding dan membuat antara bagian dinding menjadi kokoh.

Makna cuping-cuping yaitu bahwa pendengaran yang tajam penghuni rumah terhadap kejadian dan berita-berita yang terjadi pada lingkungan


(54)

masyarakat yang dapat menyaring berita-berita mana saja yang layak untuk diterima dan tidak.

5.1.2 Pengeretret

Gambar 5.2 Pengeretret

Sumber : Dokumentasi Pribadi, Digambar Ulang (2016)

Pada saat masyarakat Karo di Desa Lingga sering kehutan untuk mengambil kayu sebagai alat memasak. Dan ketika itu pula masyarakat sering tersesat dan tidak menemukan jalan pulang kemudian datang dewa yang masyarakat sebutkan seperti beras padi untuk memberi petunjuk jalan pulang pada masyarakat yang tersesat tersebut. Karena beras padi tersebut memiliki kaki yang menyerupai dengan kaki cecak maka masyarakat kemudian menyebutkan seperti hewan cecak yang dinamakan pengeretret.

Bentuk pengeretret memiliki kepala pada setiap ujung sisinya dan memiliki dua kaki pada setiap ujungnya. Dan terdapat tiga jari pada setiap kaki. Pada dinding bangunan sudah dilubangi dan dibentuk seperti cecak yang menghubungkan antara papan yang menyusun derpih bangunan dan material yang digunakan untuk pembentukan pengeretret yaitu ijuk yang digabungkan dan


(55)

dibuat tebal sehingga akan terlihat seperti tali. Pengeretret di jahit pada dinding dari dalam ke luar sehingga bagian dalam dan luar pengeretret sama bentuknya dan menimbul pada setiap bagian dalam maupun luar bangunan.

Makna pengeretret sebagai dewa yang dapat menolong penghuni rumah dari pengaruh buruk seperti setan dan roh yang ingin mengganggu penghuni rumah dan yang akan masuk ke dalam rumah. Pengeretret juga dianggap sebagai kekuatan untuk penghuni rumah dalam menghadapi segala keburukan yang akan menimpa mereka.

5.1.3 Tapak Raja Sulaiman

Gambar 5.3 Tapak Raja Sulaiman

Sumber : Dokumentasi Pribadi, Digambar Ulang (2016)

Bentuk simbol tapak raja sulaiman yaitu geometris yang terdiri dari garis menyimpul membentuk ruang pada beberapa sisinya dan juga terdapat motif bunga yang membuat menjadi empat bagian. Dan juga terdapat garis yang terlihat seperti bunga pada bagian dalamnya. Warna pada simbol tapak raja sulaiman yaitu terdiri dari warna hitam, merah, kuning dan hijau. Warna tersebut hanya untuk sebagai perawatan yang dilakukan agar rumah tradisional tetap bertahan. Tetapi


(56)

pada awalnya dibangun simbol tapak raja sulaiman tidak memiliki warna dan dipahat langsung terdapat timbul dan melengkungnya simbol tersebut.

Simbol tapak raja sulaiman yaitu dianggap sebagai penolong bagi penghuni rumah karena pada zaman penjajahan Belanda saat rumah dibakar tetapi rumah tidak terbakar dan tetap berdiri kokoh. Hal ini berkaitan dengan kepercayaan masyarakat bahwa raja Sulaiman sebagai raja yang ditakuti oleh roh jahat. Simbol ini dianggap sebagai penangkal roh-roh jahat dan penolak bala bagi penghuni rumah.

5.1.4 Embun Sikawiten

Gambar 5.4 Embun Sikawiten

Sumber : Dokumentasi Pribadi, Digambar Ulang (2016)

Ornamen bermotif alam seperti awan dan bunga yang menjalar, awan yang beriringan dilangit dan memiliki gumpalan tebal saat lapisan awan yang beriring dilangit bergerak maka bayangan awan tersebut akan mengikuti. Maksud dari ornamen yaitu rakut sitelu dalam masyarakat Karo atau disebut sistem kekeluargaan pada masyarakat Karo. Bagian atas awan merupakan kalimbubu dan bagian bawahnya merupakan anak beru, dimana anak beru akan selalu dibimbing oleh kalimbubunya. Kalimbubu memiliki peranan penting dan merupakan orang yang disegani dan dihormati. Masyarakat Karo percaya jika menghormati kalimbubu maka akan menambah rezeki mereka.


(57)

Ornamen ini dibuat dari kayu yang diukir dan dipahat seperti awan yang sedang beriringan. Warna ornamen ini pada dinding rumah gerga memiliki banyak jenis warna yaitu merah, hijau, putih, kuning, hijau. Warna tersebut merupakan warna yang diberikan agar rumah gerga tetap berdiri kokoh dan menambah nilai estetika, tetapi pemilik rumah sudah tidak mempertimbangkan dengan makna yang terkandung pada tiap warnanya. Ornamen ini sebenarnya memiliki warna dasar merah yang berarti pengaruh kalimbubu pada acara adat dalam menjaga keharmonisan kekeluargaan dengan anak beru. Ornamen ini selain berfungsi sebagai memperlihatkan sistem kekeluargaan pada masyarakat Karo juga berfungsi sebagai penolak niat jahat yang mengganggu ketentraman satu keluarga.

5.1.5 Cimba Lau

Gambar 5.5 Cimba Lau

Sumber : Dokumentasi Pribadi, Digambar Ulang (2016)

Ornamen cimba lau berbentuk seperti tutup toples yang berbahan dasar kayu dan salah satu ornamen yang tidak diukir pada rumah gerga, dan berwarna putih. Ornamen ini melambangkan awan yang beriringan di langit dan memberikan kecerahan pada kehidupan masyarakat Karo. Maksud dari kecerahan yaitu masyarakat Karo berdoa pada Dewa hujan agar pada saat mereka bercocok


(58)

tanam diturunkan hujan yang akan memberikan kecerahan dan kemakmuran bagi kehidupan mereka.

Ornamen cimba lau juga berfungsi sebagai hiasan yang menambah estetika rumah gerga, dan rumah tradisional Karo lainnya. Ornamen ini terdapat pada setiap bagian rumah yang memanjang dari ujung satu sampai ke ujung satunya. Ornamen ini juga disebut sebagai ornamen tutup dadu.

5.1.6 Bendi-bendi

Gambar 5.6 Bendi-bendi

Sumber : Dokumentasi Pribadi, Digambar Ulang(2016)

Pengalo-ngalo(bendi-bendi) atau juga disebut pegangan yang berada pada pintu masuk yaitu berfungsi sebagai pegangan bagi wanita untuk melahirkan. Pada saat dibangun rumah gerga belum ada dikenal rumah sakit atau puskesmas sehingga wanita yang akan melahirkan melakukan persalinannya di bagian teras rumah dan berpegangan pada pegangan yang ada pada bagian pintu masuk tersebut dan ditutupi dengan kain. Selain itu pegangan juga memiliki fungsi sebagai penyambut tamu yang datang dari penghuni rumah.


(59)

Ornamen ini berbentuk garis panjang dengan tiga lubang yang berukuran setengah lingkaran. Ornamen ini berbahan kayu yang dipahat seperti bentuk pegangan kemudian di cat hitam dan diletakkan pada bagian kanan dan kiri pintu. Makna dari ornamen ini sebagai penyambut tamu dan memberikan pengertian bahwa masyarakat Karo memiliki keterbukaan dengan lingkungan luar tetapi memiliki batas dan etika yang harus diikuti.

5.1.7 Bindu Matagah

Gambar 5.7 Bindu Matagah

Sumber : Dokumentasi Pribadi, Digambar Ulang(2016)

Ornamen ini berupa garis yang menyilang diagonal yang hampir berbentuk persegi, ornamen ini selalu berdekatan dengan tapak raja sulaiman. Ornamen ini merupakan lambang kekuatan bathin yaitu penghuni rumah tidak mudah digoyahkan dengan roh-roh jahat yang akan mengganggu. Selain berfdungsi sebagai penolak bala, ornamen ini juga berfungsi sebagai tanda kepercayaan masyarakat Karo bahwa hal yang baik dan tidak melanggar norma harus dipegang teguh agar tidak merugikan orang lain. Ornamen ini terbuat dari bahan dasar kayu yang kemudian dipahat dan diukir. Ornamen ini juga dipercaya


(60)

masyarakat Karo agar mendapat hasil buruan saat akan berburu ke hutan harus memijakkan kaki kirinya pada ornamen ini yang dilukiskan di tanah.

5.2 Simbol Pada Dinding Belang Ayo

Beberapa simbol pada dinding rumah belang ayo yang memiliki kesamaan bentuk, warna, fungsi dan makna antara lain :

5.2.1 Cuping-cuping

Gambar 5.8 Cuping-cuping

Sumber : Dokumentasi Pribadi, Digambar Ulang(2016)

Cuping-cuping juga terdapat pada rumah belang ayo yang juga dianggap sebagai sebagai simbol bahwa penghuni dapat menyerap informasi yang baik dan benar dari berita dan informasi yang ada pada masyarakat.


(61)

Gambar 5.9 Pengeretret

Sumber : Dokumentasi Pribadi, Digambar Ulang(2016)

Ornamen pengeretret juga terdapat pada rumah belang ayo yang juga berfungsi sebagai pengikat dinding dan juga dianggap sebagai dewa penyelamat bagi penghuni rumah dan masyarakat karo.

5.2.3 Bendi-bendi

Gambar 5.10 Bendi-bendi

Sumber : Dokumentasi Pribadi, Digambar Ulang(2016) 5.2.4 Embun Sikawiten

Gambar 5.11 Embun Sikawiten


(62)

5.2.5 Cimba Lau

Gambar 5.12 Cimba Lau

Sumber : Dokumentasi Pribadi, Digambar Ulang (2016) 5.2.6 Tapak Raja Sulaiman

Gambar 5.13 Tapak Raja Sulaiman

Sumber : Dokumentasi Pribadi, Digambar Ulang (2016) 5.2.7 Bindu Matagah

Ga

Gambar 5.14 Bindu Matagah


(63)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya dapat ditarik kesimpulan yaitu:

1. Terdapat bentuk atau simbol di rumah belang ayo dan rumah gerga yaitu:  Sama-sama disebut rumah sendi karena tiang menusuk kolom bulat  Terdapat para dan dapur dimana setiap satu dapur dan para

digunakan oleh 2 kepala keluarga. Seperti pada rumah gerga yang dihuni oleh 12 kepala keluarga memiliki 6 para dan dapur. Pada rumah belang ayo dihuni oleh 8 kepala keluarga dan memiliki 4 para dan dapur

2. Simbol yang ada pada rumah tradisional karo yaitu pada bagian ayo-ayo, derpih atau dinding dan melmelen. Jenis ragam hias yang ada pada ayo-ayo rumah gerga yaitu:

 Bunga gundur  Mata-mata lembu  Bunga gundur sitelen  Embun berkabun-kabun  Pengeret-ret

Jenis ragam hias yang ada pada ayo-ayo rumah belang ayo yaitu:  Pakau-pakau


(64)

 Pengeret-ret

3. Simbol yang ada pada rumah tradisional karo pada bagian derpih atau dinding dan melmelen yaitu:

 Pada pintu masuk terdapat bendi-bendi yang melambangkan kesopanan dan berperilaku baik saat memasuki rumah

 Pada setiap sudut rumah terdapat takal dapur-dapur yang melambangkan kemuliaan manusia, menambah umur panjang dan berfungsi sebagai memperkuat sudut rumah

 Selain takal dapur-dapur terdapat cuping-cuping pada sudut rumah yang berbentuk seperti telinga dan melambangkan bahwa penghuni rumah akan menerima dan menyaring berita yang baik dan buruk jika mendengar berita dari masyarakat

 Pengeret-ret yang berfungsi sebagai pengikat derpih atau dinding melambangkan seorang dewa penolong bagi penghuni rumah. pengeret-ret selain terdapat pada derpih juga terdapat pada ayo-ayo  Pada bagian melmelen atau dapur-dapur di rumah gerga terdapat

simbol antara lain cuping-cuping, embun sikawiten, cimba lau, tapak raja sulaiman, bindu matagah yang dipahat dan pada rumah belang ayo ragam hias hanya di lukis saja karena rumah gerga awalnya dibangun khusus untuk raja dan keluarganya tinggal sedangkan pada rumah belang ayo dihuni oleh masyarakat biasa.


(65)

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian terhadap simbol pada arsitektur rumah tradisional karo, penulis memberi saran yaitu:

1. Bahwa simbol yang ada pada masyarakat karo memiliki nilai adat istiadat dan fungsi yang telah diwariskan secara turun-temurun yang perlu diperhatikan dan dilestarikan.

2. Untuk mengetahui simbol pada arsitektur rumah tradisional karo perlu dilakukan penelitian lanjutan karena rumah tradisional karo tidak hanya ada pada Desa Lingga saja.

Pentingnya bagi masyarakat karo dan juga masyarakat lainnya untuk perduli, melindungi dan merawat rumah tradisional karo maupun rumah tradisional lainnya agar tidak terjadi kepunahan dan untuk generasi selanjutnya masih dapat menikmati dan melihat rumah tradisional karo dan rumah tradisional lainnya.


(1)

masyarakat Karo agar mendapat hasil buruan saat akan berburu ke hutan harus memijakkan kaki kirinya pada ornamen ini yang dilukiskan di tanah.

5.2 Simbol Pada Dinding Belang Ayo

Beberapasimbol pada dinding rumah belang ayo yang memiliki kesamaan bentuk, warna, fungsi dan makna antara lain :

5.2.1 Cuping-cuping

Gambar 5.8 Cuping-cuping

Sumber : Dokumentasi Pribadi, Digambar Ulang(2016)

Cuping-cuping juga terdapat pada rumah belang ayo yang juga dianggap sebagai sebagai simbol bahwa penghuni dapat menyerap informasi yang baik dan benar dari berita dan informasi yang ada pada masyarakat.


(2)

Gambar 5.9 Pengeretret

Sumber : Dokumentasi Pribadi, Digambar Ulang(2016)

Ornamen pengeretret juga terdapat pada rumah belang ayo yang juga berfungsi sebagai pengikat dinding dan juga dianggap sebagai dewa penyelamat bagi penghuni rumah dan masyarakat karo.

5.2.3 Bendi-bendi

Gambar 5.10 Bendi-bendi

Sumber : Dokumentasi Pribadi, Digambar Ulang(2016) 5.2.4 Embun Sikawiten

Gambar 5.11 Embun Sikawiten


(3)

5.2.5 Cimba Lau

Gambar 5.12 Cimba Lau

Sumber : Dokumentasi Pribadi, Digambar Ulang (2016) 5.2.6 Tapak Raja Sulaiman

Gambar 5.13 Tapak Raja Sulaiman

Sumber : Dokumentasi Pribadi, Digambar Ulang (2016) 5.2.7 Bindu Matagah

Ga

Gambar 5.14 Bindu Matagah


(4)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya dapat ditarik kesimpulan yaitu:

1. Terdapat bentuk atau simbol di rumah belang ayo dan rumah gerga yaitu:

 Sama-sama disebut rumah sendi karena tiang menusuk kolom bulat

 Terdapat para dan dapur dimana setiap satu dapur dan para digunakan oleh 2 kepala keluarga. Seperti pada rumah gerga yang dihuni oleh 12 kepala keluarga memiliki 6 para dan dapur. Pada rumah belang ayo dihuni oleh 8 kepala keluarga dan memiliki 4 para dan dapur

2. Simbol yang ada pada rumah tradisional karo yaitu pada bagian ayo-ayo, derpih atau dinding dan melmelen. Jenis ragam hias yang ada pada ayo-ayo rumah gerga yaitu:

 Bunga gundur

 Mata-mata lembu

 Bunga gundur sitelen

 Embun berkabun-kabun

 Pengeret-ret

Jenis ragam hias yang ada pada ayo-ayo rumah belang ayo yaitu:

 Pakau-pakau


(5)

 Pengeret-ret

3. Simbol yang ada pada rumah tradisional karo pada bagian derpih atau dinding dan melmelen yaitu:

 Pada pintu masuk terdapat bendi-bendi yang melambangkan kesopanan dan berperilaku baik saat memasuki rumah

 Pada setiap sudut rumah terdapat takal dapur-dapur yang melambangkan kemuliaan manusia, menambah umur panjang dan berfungsi sebagai memperkuat sudut rumah

 Selain takal dapur-dapur terdapat cuping-cuping pada sudut rumah yang berbentuk seperti telinga dan melambangkan bahwa penghuni rumah akan menerima dan menyaring berita yang baik dan buruk jika mendengar berita dari masyarakat

 Pengeret-ret yang berfungsi sebagai pengikat derpih atau dinding melambangkan seorang dewa penolong bagi penghuni rumah. pengeret-ret selain terdapat pada derpih juga terdapat pada ayo-ayo

 Pada bagian melmelen atau dapur-dapur di rumah gerga terdapat simbol antara lain cuping-cuping, embun sikawiten, cimba lau, tapak raja sulaiman, bindu matagah yang dipahat dan pada rumah belang ayo ragam hias hanya di lukis saja karena rumah gerga awalnya dibangun khusus untuk raja dan keluarganya tinggal sedangkan pada rumah belang ayo dihuni oleh masyarakat biasa.


(6)

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian terhadap simbol pada arsitektur rumah tradisional karo, penulis memberi saran yaitu:

1. Bahwa simbol yang ada pada masyarakat karo memiliki nilai adat istiadat dan fungsi yang telah diwariskan secara turun-temurun yang perlu diperhatikan dan dilestarikan.

2. Untuk mengetahui simbol pada arsitektur rumah tradisional karo perlu dilakukan penelitian lanjutan karena rumah tradisional karo tidak hanya ada pada Desa Lingga saja.

Pentingnya bagi masyarakat karo dan juga masyarakat lainnya untuk perduli, melindungi dan merawat rumah tradisional karo maupun rumah tradisional lainnya agar tidak terjadi kepunahan dan untuk generasi selanjutnya masih dapat menikmati dan melihat rumah tradisional karo dan rumah tradisional lainnya.