4.2 Rumah Gerga
Rumah gerga yaitu salah satu rumah tradisional Karo yang masih berdiri kokoh di Desa Lingga. Dari hasil wawancara dengan penghuni rumah bahwa
rumah ini dulunya ditinggali oleh raja dan dihuni oleh 12 kepala keluarga yang didirikan lebih kurang pada tahun 1860 dan didirikan oleh keluarga Sinulinnga.
Fasad yang sekarang sudah berwarna merupakan renovasi yang dilakukan agar menjadi lebih indah dan kokoh. Penghuni rumah gerga sendiri merupakan
keturunan dari anak beru yang dulunya tinggal di rumah gerga di Desa Lingga. Penghuni rumah ini bernama Damson yang memiliki marga Sinulingga. Sekarang
Pak Damson hanya tinggal sendiri di dalam rumah tersebut.
Gambar 4.9 Rumah Gerga
Sumber : Dokumentasi Pribadi 2016
Universitas Sumatera Utara
4.2.1 Bagian Bawah Rumah
Terlihat barisan kolom yang masih kokoh menopang rumah gerga. Dari bentuk tiang yang menusuk kolom bulat, maka rumah gerga disebut rumah sendi.
Rumah panggung menjadi simbol rumah tradisional Karo karena sejarahnya banyaknya binatang buas yang berada di lingkungan masyarakat Karo di Desa
Lingga. Masih sedikitnya masyarakat yang membangun rumah dan masih banyaknya pepohonan yang ada di Desa Lingga pada zaman dahulu
mengakibatkan binatang buas sering memasuki lingkungan rumah masyarakat. Untuk menjaga masyarakat dari bahaya binatang buas tersebut maka masyarakat
membuat bangunan berbentuk panggung. Tinggi rumah panggung yaitu 1,7 meter dan sekarang pada bagian bawah rumah berfungsi sebagai tempat ternak ayam
penghuni rumah.
Gambar 4.10 Bagian Bawah Rumah
Sumber : Dokumentasi Pribadi 2016
4.2.2 Bagian Tengah Rumah Lantai
Lantai rumah merupakan salah satu bagian penting dalam rumah, lantai rumah merupakan tempat bagi penghuni rumah untuk tidur dan hanya beralaskan
Universitas Sumatera Utara
tikar yang dibuat langsung oleh penghuni rumah. Penghuni rumah yang tidur di dalam rumah yaitu hanya orang tua dan anak perempuan, anak laki-laki akan
menjaga lingkungan di luar rumah dan beristirahat di geriten. Anak laki-laki berada di rumah hanya saat makan. Anak perempuan tidur di bagian depan kamar
orang tuanya dimana kamar orang tuanya hanya dibatasi dengan kain saja. Lantai rumah dulunya memiliki lubang sedalam 30 cm dan lebar 30 cm
yang diartikan sebagai sungai bagi pemilik rumah yang berada pada hulu bagian depan rumah hingga hilir bagian belakang rumah. Sungai tersebut dimaksudkan
agar menolak ancaman dari luar seperti niat jahat atau roh jahat. Sungai akan membawa hal-hal buruk tersebut keluar sesuai arah aliran sungai tersebut
sehingga tidak memberi pengaruh buruk terhadap penghuni rumah. Tetapi lubangnya sekarang telah ditutup karena banyak yang terluka saat memasuki
rumah.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.11
Perletakan Posisi Keluarga Sumber : Digambar Ulang
g Tempat anak perempuan tidur
=
=
Kamar anak beru
=
Kamar kalimbubu
=
Kamar Raja
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.12 Lantai Rumah
Sumber : Dokumentasi Pribadi 2016
4.2.3.Bagian Tengah Rumah Dinding
Cuping-cuping merupakan batas derpih dinding yang berbentuk seperti kuping telinga manusia dan juga merupakan salah satu struktur pada rumah
sebagai pengait antara dinding. Mengandung arti bahwa pendengaran yang tajam penghuni rumah terhadap kejadian dan berita-berita yang terjadi pada lingkungan
masyarakat yang dapat menyaring berita-berita mana saja yang layak untuk diterima dan tidak.
Gambar 4.13 Cuping-cuping
Sumber : Dokumentasi Pribadi 2016
Universitas Sumatera Utara
Ornamen yang memanjang di bagian dinding seperti motif binatang melata cecak sebenarnya adalah beras padi dan disebut pengeretret. Beras padi tersebut
memiliki simbol sebagai dewa penolong. Pada zaman dulu masyarakat Karo sering kehutan untuk mengambil kayu sebagai alat memasak. Dan ketika itu pula
masyarakat sering kesasar dan tidak menemukan jalan pulang kemudian datang dewa beras padi untuk memberi petunjuk jalan pulang pada masyarakat yang
tersesat tersebut. Selain sebagai ornamen pada dinding rumah, pengeretret juga berfungsi sebagai pengikat dinding karena ornamen tersebut dibuat dari tali ijuk
yang diikatkan pada dinding sehingga dinding lebih kuat walaupun tanpa menggunakan paku.
Gambar 4.14 Pengeretret
Sumber : Dokumentasi Pribadi 2016
Ragam hias yang terdapat pada melmelen rumah gerga yaitu tapak raja sulaiman, embun sikawiten dan cimba lau atau tutup dadu. Ragam hias pada
melmelen dianggap sebagai doa dan berhubungan dengan sistem kekeluargaan di dalam rumah. Seperti ragam hias tapak raja sulaiman dianggap sebagai penolong
bagi penghuni rumah karena pada zaman penjajahan Belanda saat rumah dibakar tetapi rumah tidak terbakar dan tetap berdiri kokoh. Lain halnya dengan ragam
Universitas Sumatera Utara
hias cimba lau yang berfungsi sebagai hiasan. Dan pada rumah gerga ini ragam hiasnya merupakan pahatan langsung oleh penghuni rumah pada saat mula
mendirikan rumah.
Gambar 4.15 Ornamen pada Dapur-Dapur atau Melmelen
Sumber : Dokumentasi Pribadi 2016
4.2.4 Bagian Tengah Rumah Pintu Atau Labah
Pintu rumah memiliki lebar 85 cm dan panjang 1 m. Pintu bagian depan dan belakang memiliki 2 buah daun pintu karena bermaksud bahwa tiap penghuni
yang tinggal pada bagian kiri maka masuknya melewati bagian pintu yang sebelah kiri dan jikapenghuni yang tinggal di sebalah kanan maka masuknya dari sebelah
kanan. Setiap pintu diberi palang yang terbuat dari kayu bulat berdiameter sekitar 3 cm dibagian dalam sebagai kunci. Saat pemilik rumah tidak ada yang berada di
rumah maka pintu rumah tidak dapat dikunci. Walaupun pada zaman dahulu saat pembangunan rumah gerga ini masyarakat belum mengenal pendidikan, tetapi
masyarakat mengetahui teknik untuk membuat pintu. Cara membuka pintu tidak sembarangan, kita harus menggeser palang ke
arah sebelah kiri dahulu lalu bisa membuka pintu sebalah kanan lalu bisa terbuka pintu sebelah kiri. Lubang untuk palang pada bagian pintu sebelah kiri dibuat
Cimba Lau Tapak Raja Sulaiman
Embun Sikawiten
Universitas Sumatera Utara
lebih dalam dibandingkan lubang untuk pintu sebalah kanan. Teknik seperti ini tidak menggunakan paku ataupun besi untuk mengunci pintu tetapi pintu memiliki
kekokohan dan keamanan yang tinggi.
Gambar 4.16 Letak Pintu Rumah
Sumber : Digambar Ulang
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.17 Pintu Rumah
Sumber : Dokumentasi Pribadi 2016
Pengalo-ngalobendi-bendi atau juga disebut pegangan yang berada pada pintu masuk yaitu berfungsi sebagai pegangan bagi wanita untuk melahirkan.
Pada saat dibangun rumah gerga belum ada dikenal rumah sakit atau puskesmas sehingga wanita yang akan melahirkan melakukan persalinannya di bagian teras
rumah dan berpegangan pada pegangan yang ada pada bagian pintu masuk tersebut dan ditutupi dengan kain. Selain itu pegangan juga memiliki fungsi
sebagai penyambut tamu yang datang dari penghuni rumah.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.18 Bendi-bendi
Sumber : Dokumentasi Pribadi 2016
Jendela pada rumah memiliki 2 jenis yaitu jenis jendela yang terletak pada 2 sisi depan rumah dan 2 sisi bagian belakang rumah serta jenis jendela lainnya
yaitu jendela yang terletak pada bagian dalam kamar rumah. Jenis jendela yang ada pada bagian depan rumah yaitu memiliki palang dari kayu yang melintang
dan membujur. Jendela tersebut menjadi simbol bahwa jendela sebagai pembatas antara wanita dan pria dalam menjalin hubungan. Wanita berada di dalam rumah
dan pria berada di luar rumah, mereka berkomunikasi melalui jendela. Karena jika berbicara ataupun memegang tangan lawan jenis di dalam rumah akan dikenai
denda dan jika tidak mau atau tidak mampu membayar denda akan dipenjarakan.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.19 Letak Jendela Rumah bagian Depan
Sumber : Digambar Ulang
Jenis jendela yang berada di kamar yaitu berfungsi sebagai keluar masuknya udara bagi penghuni rumah agar memiliki udara yang segar dan tidak
terlalu lembab. Jenis jendela berbentuk persegi panjang dan tidak memiliki palang seperti jendela yang ada pada bagian depan dan belakang rumah.
Gambar 4.20 Jendela Di Ruang Kamar Rumah
Sumber : Dokumentasi Pribadi 2016
Universitas Sumatera Utara
4.2.5 Bagian Tengah Rumah Para Atau Rak
Para atau rak yang berada pada bagian dalam rumah digunakan untuk meletakkan kayu bakar, panci dan bahan-bahan makanan yang digunakan saat
memasak. Para atau rak yang dibuat karena pada saat rumah dibangun belum ada dijual lemari ataupun rak-rak seperti biasa. Dan pada sudut setiap sisi para dibuat
meruncing seperti tanduk kerbau untuk menempatkan daging yang didapat dari hasil berburu penghuni rumah sebelum memasaknya. Penghuni rumah
menggantungkan para atau rak ke tiang-tiang rumah. Rumah gerga yang sekarang hanya memiliki 5 buah para atau rak yang letaknya tepat berada di atas tungku
memasak.
Gambar 4.21 Letak Para atau Rak
Sumber : Digambar Ulang
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.22 Bagian Sudut Para
Sumber : Dokumentasi Pribadi 2016
Gambar 4.23 Para atau Rak Tergantung Pada Tiang
Sumber : Dokumentasi Pribadi 2016
4.2.6 Bagian Tengah Rumah Beranda
Setiap rumah mempunyai dua buah beranda ture yang terletak disebelah hilir atau belakang ture jahe dan satu bagian hulu atau depan ture julu. Beranda
atau teras rumah yang terbuat dari bambu ditopang dengan bambu juga setinggi
Universitas Sumatera Utara
sekitar 1,7 m, dengan panjang beranda sekitar 3 m dan lebar 2 m. Beranda memiliki fungsi sebagai tempat berkomunikasi antara pria dan wanita dimana pria
yang berada pada beranda rumah, sebagai tempat wanita menganyam dan membuat tikar untuk digunakan sehari-hari, sebagai tempat melahirkan bagi para
wanita yang kemudian wanita tersebut akan ditutup oleh kain, sebagai kamar mandi bagi penghuni rumah dan juga digunakan sebagai tempat untuk
memandikan jenazah jika ada salah satu anggota masyarakat yang meninggal dunia.
Terdapat tangga yang terbuat dari bambu memiliki 3 buah anak tangga pada bagian depan rumah dan terdapat 6 buah anak tangga pada bagian belakang
rumah. 3 Anak tangga pada bagian depan memiliki makna sebagai lambang rakut sitelu yaitu hubungan kekeluargaan yang ada pada masyarakat Karo Kalimbubu,
Senina dan Anak Beru. Dan 6 anak tangga yang terdapat pada belakang rumah memiliki makna bahwa terdapat 6 dapur dalam satu rumah. Tangga tersebut
menyatukan hubungan kekeluargaan dan kepala keluarga yang berada di dalam satu rumah dan diyakini dapat menambah harmonisasi untuk penghuni rumah
walaupun memiliki perbedaaan pendapat.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.24 Letak Beranda atau Teras Rumah Gerga
Sumber : Digambar Ulang
4.2.7.Bagian Tengah Rumah Dapur
Rumah gerga sekarang mempunyai 5 buah dapur yang dulunya memiliki 6 buah dapur, penghuni yang tinggal sekarang menutup satu dapur. Tiap dapur
digunakan oleh dua keluarga yang saling bersebelahan. Dapur berukuran persegi dengan ukuran sekitar 2 m x2 m dan tiga buah tungku diliken di tengah-tengah
dapur, yang menggambarkan kelompok kekerabatan atau hubungan masyarakat Karo yang disebut Rakut sitelu yaitu, anak beru, kalimbubu, dan senina. Karena
setiap dapur digunakan oleh dua keluarga, maka setiap dapur terdapat dua pasang tungku yang terdiri dari enam buah tungku. Dapur rumah harus digunakan setiap
hari agar menjaga atap rumah yang terbuat dari ijuk tetap kokoh. Karena asap dari
Universitas Sumatera Utara
tungku yang digunakan dapat menghilangkan air dan lembab pada ijuk sehingga ijuk tidak terlalu berat. Penghuni rumah gerga setiap pukul 17.00 WIB selalu
menghidupkan api. Pada saat siang hari jika berada di dalam rumah akan terasa dingin dan lembab dan pada saat malam hari akan terasa lebih hangat hal tersebut
merupakan fungsi lainnya dihidupkan api pada rumah dan penggunaan ijuk pada atap.
Gambar 4.25 Letak Dapur Rumah Gerga
Sumber : Digambar Ulang
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.26 Dapur Rumah Gerga
Sumber : Dokumentasi Pribadi 2016
4.2.8 Bagian Atas Rumah Atap
Bentuk atap merupakan gabungan antara pelana dan perisai dan pada ujung puncak atap pelana terdapat kepala kerbau. Material yang digunakan
sebagai penutup atap yaitu ijuk. Ijuk berasal dari batang pola atau disebut nira yang digunakan masyarakat karo untuk rumah. Ijuk disusun bertindih dan
menutup rongga-rongga agar air hujan tidak masuk ke dalam rumah dan ijuk juga berfungsi sebagai penahan panas yang dilakukan penghuni rumah saat
menghidupkan tungku saat memasak. Sehingga saat malam hari keadaan di dalam rumah tidak terlalu dingin. Material yang digunakan untuk tiang penopang yaitu
bambu, bambu digunakan karena lebih ringan dan mudah ditemukan pada saat akan mendirikan rumah gerga. Bambu dianggap sebagai material yang cepat
tumbuh dan kokoh untuk menahan ijuk yang cukup tebal sebagai penutup atap. Karena semakin tipis nya ijuk maka telah dilakukan penambahan ijuk dan juga
penambahan tiang penopang atap. Penutup atap tersebut tidak dibongkar melainkan di tambah dengan yang baru, begitu pula pada tiang penopang atap.
Penghuni rumah gerga menambahkan bambu baru dan mengikatnya dengan tali plastik dan juga menggunakan paku. Berbeda pada saat pendirian rumah awalnya
Universitas Sumatera Utara
yang tidak menggunakan paku atau tali, masyarakat pada saat mendirikan bangunan menggunakan ijuk sebagai pengikat antar bambu. Dan teknik tersebut
masih kokoh dan tidak ada yang putus hingga sekarang.
Gambar 4.27 Material Penahan Atap
Sumber : Dokumentasi Pribadi 2016
Gambar 4.28 Pengikat antar Bambu
Sumber : Dokumentasi Pribadi 2016
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.29 Ijuk Penutup Atap
Sumber : Dokumentasi Pribadi 2016
Tanduk kerbau dianggap sebagai sikap hormat dan sikap bertahan jika ada yang mengganggu, bentuk keperkasaan tanduk kerbau melambangkan bahwa
tanduk kerbau dapat menjaga keselamatan penghuni rumah dari gangguan roh-roh jahat dan juga tanduk kerbau sebagai penangkal petir bagi penghuni rumah.
Tanduk kerbau diletakkan pada sudut atas atap sehingga terdapat 2 buah tanduk kerbau di rumah gerga. Tanduk kerbau di dapat dari pesta tahunan yang diadakan
di desa dan setiap rumah diharuskan memotong seekor kerbau. Daging kerbau dimakan bersama dan tanduk kerbau di letakkan di bagian atap rumah.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.30 Tanduk Kerbau
Sumber : Dokumentasi Pribadi 2016
Selain tanduk kerbau yang terletak di atap, terdapat pula ayo-ayo atau disebut lambe-lambe. Ayo-ayo yaitu bagian pada atap yang berbentuk segitiga
dan memiliki ragam hias antara lain pengeretret, bunga gundur dan ipen-ipen. Ragam hias tersebut dianggap memberikan doa dan menolak bala pada penghuni
rumah. Bentuk 3 sisi tersebut mempunyai arti bahwa terdapat 3 ikatan kekerabatan yang ada pada masyarakat Karo yaitu Kalimbubu, Anak Beru dan
Senina.
Gambar 4.31 Ayo-ayo
Sumber : Dokumentasi Pribadi 2016
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.32 Keterangan Ragam Hias pada Ayo-ayo
Sumber : Digambar Ulang
Bunga gundur melambangkan kesuburan dan penangkal roh jahat yang akan menjaga penghuni rumah
Mata-mata lembu melambangkan penolak bala dan juga sebagai hiasan Bunga gundur sitelen melambangkan penolak bala dan juga sebagai hiasan
Embun berkabun-kabun yaitu motif alam yang berfungsi sebagai hiasan Pengeret-ret melambangkan simbol kekuatan
4.3 Rumah Belang Ayo