BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kebutuhan akan dana bagi perusahaan dalam menjalankan kegiatan usahanya tidak diragukan lagi sebagai suatu kebutuhan  yang  amat  esensial. Dana  bagi sebuah
perusahaan  dapat  diperoleh  dari  berbagai  sumber;  dapat  berupa  modal  equity  atau utang loan. Dana  yang berupa modal equity dapat diperoleh dari para pendirinya
berupa  setoran  modal  pendiri  dan  dapat  juga  diperoleh  dari  para  pemodal  investor yang menyetorkan dana untuk modal perusahaan setelah perusahaan tersebut berdiri.
1
Memperoleh  dana  modal  dapat  dilakukan  baik  dengan  cara  menjual  saham langsung  kepada  pemodal  direct  placement  atau  private  placement.  Penjualan
saham,  tentu  saja,  hanya  dapat  dilakukan  sepanjang  perusahaan  tersebut  berbentuk perseroan  terbatas  P.T..  Apabila  perusahaan  tersebut  tidak  berbentuk  perseroan
terbatas, misalnya firma atau persekutuan partnership, maka penyertaan modal oleh investor dilakukan dengan cara menjadi kongsi atau mitra usaha perusahaan itu.
2
Menurut  Remy  Sjahdeini,  dana  merupakan  ‘darah’  bagi  pelaku  usaha  dalam melakukan kegiatan usahanya. Ibarat manusia yang tidak mungkin hidup tanpa darah,
pelaku usaha juga akan ‘mati’ tanpa dana.
3
1
Fanny Kurniawan, SH, Penerapan Hak Jaminan Dalam Kepailitan, Analisa Yuridis Putusan No.10PAILIT2001PN.NIAGA JAK.PST Dalam Perkara Kepailitan Bank Shinta Indonesia Melawan
Harry Susanto , Yogyakarta, 2004, hal. ii
2
Ibid.
3
Sutan Remy Sjahdeini, “Hak Jaminan dan Kepailitan,” dalam Transaksi Berjamin Secured Transaction Hak Tanggungan dan Jaminan Fiducia dikumpulkan oleh Arie S.Hutagalung Jakarta UI
2006, hal. 641.
1
Universitas Sumatera Utara
Dana  yang  berupa  utang  loan  dapat  diperoleh  perusahaan  tersebut  dari berbagai  sumber  seperti  bank-bank,  lembaga-lembaga  pembiayaan,  pasar  uang
financial  market  yang  memperjual-belikan  surat-surat  utang  jangka  pendek  seperti commercial  papers
,  pasar  modal  capital  market  yang  memperjual-belikan  surat- surat  utang  jangka  panjang  obligasi  atau  bond,  atau  dari  sumber-sumber
pembiayaan lainnya. Perbankan  merupakan  salah  satu  sumber  dana  diantaranya  dalam  bentuk
perkreditan  bagi  masyarakat  perorangan  atau  badan  usaha  untuk  memenuhi kebutuhan konsumsinya atau untuk meningkatkan produksinya.
4
Lembaga perbankan sebagai  salah  satu  lembaga  keuangan  mempunyai  nilai  strategis  dalam  kehidupan
perekonomian suatu negara. Lembaga tersebut dimaksudkan sebagai perantara pihak- pihak  yang  mempunyai  kelebihan  dana  surplus  of  funds  dengan  pihak-pihak  yang
kekurangan dan memerlukan dana lack of funds.
5
Mengingat  pentingnya  peranan  kredit  perbankan  dalam  mengendalikan moneter  dan  kegiatan  perekonomian,  maka  berbagai  kebijaksanaan  telah  ditetapkan
oleh  Bank  Indonesia  untuk  menciptakan  suatu  sistem  perkreditan  yang  sehat. Kebijaksanaan  tersebut  antara  lain  meliputi  kebijaksanaan  mengenai  tingkat  bunga,
4
Sutarno,  Aspek-Aspek Hukum Perkreditan pada Bank, CV.Alfabeta, Jakarta, 2003, hal. 1
5
Muhamad  Djumhana.,  Hukum  Perbankan  di  Indonesia,  PT.  Citra  Aditya  Bakti,  Bandung, 1996, hal. ix
Universitas Sumatera Utara
sektor-sektor ekonomi yang perlu didorong untuk diberikan kredit dan kebijaksanaan yang lebih menekankan pada prinsip kehati-hatian.
6
Memperhatikan  peranan  lembaga  perbankan  yang  demikian  strategis  dalam mencapai  tujuan  pembangunan  nasional,  maka  terhadap  lembaga  perbankan  perlu
senantiasa  terdapat  pembinaan  dan  pengawasan  yang  efektif  agar  mampu  berfungsi secara efisien, sehat, wajar dan mampu menghadapi persaingan yang semakin bersifat
global,  serta  mampu  melindungi  secara  baik  dana  yang  dititipkan  masyarakat kepadanya  juga  mampu  menyalurkan  dana  masyarakat  tersebut  ke  bidang-bidang
produktif bagi pencapaian sasaran pembangunan.
7
Salah satu penyebab dari kegagalan usaha bank antara lain adalah penyediaan dana  yang tidak didukung oleh kemampuan bank mengelola konsentrasi penyediaan
dana secara efektif. Dalam rangka mengurangi potensi kegagalan usaha bank sebagai akibat  dari  konsentrasi  penyediaan  dana  tersebut  maka  bank  wajib  menerapkan
prinsip  kehati-hatian,  antara  lain  dengan  melakukan  penyebaran  dan  diversifikasi portofolio  penyediaan  dana  terutama  melalui  pembatasan  penyediaan  dana,  baik
kepada pihak terkait maupun kepada pihak bukan terkait sebesar persentase tertentu dari  modal  bank  atau  yang  dikenal  dengan  batas  maksimum  pemberian  kredit
BMPK.
8
6
Butar-Butar, Harlen dan  Aris  Budi Setyawan, Analisis Perbandingan Tingkat Kolektibilitas Kredit  Pada  Bank  Pembangunan  Daerah  Di  Pulau  Jawa  Dan   Luar  Pulau  Jawa  Desember  2002
Sampai Dengan
Desember 2006,
http:haryramadhon.files.wordpress.com200805jurnal- kolektibilitas-kredit.doc, diakses pada tanggal 20 Agustus 2009.
7
Ibid
8
Penjelasan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor: 73PBI2005 Tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum.
Universitas Sumatera Utara
Dalam  melakukan  usahanya  bank  berasaskan  demokrasi  ekonomi  dengan prinsip  kehati-hatian.  Sehubungan  dengan  pelaksanaan  prinsip  kehati-hatian,  maka
dalam memberikan kredit bank tidak sembarangan. Ada kriteria-kriteria tertentu yang harus  dipenuhi  debitur.  Kriteria-kriteria  itu  ada  lima,  yang  disebut  dengan  lima
analisis kredit  The Five C’s Of Credit Analysis. Kelima kriteria itu adalah sebagai berikut:
9
a. Watak character Watak  debitur  yang  dinilai  adalah  kepribadian,  moral  dan  kejujuran  dalam
mengajukan  permohonan  kredit,  karena   debitur  yang  berwatak  buruk  tidak  dapat dipercaya, padahal syarat pemberian kredit yang utama adalah kepercayaan.
b. Kemampuan capacity Kemampuan  yang  dinilai  adalah  kemampuan  debitur  dalam  mengembalikan,
memimpin  dan  menguasai  bidang  usahanya  serta  kemampuannya  melihat  prospek masa depan sehingga usaha permohonan yang dibiayai dengan kredit itu berjalan baik
dan menguntungkan. c. Modal capital
Sebelum  mengajukan  permohonan  kredit  kepada  bank,  pemohon  diwajibkan  telah memiliki  modal  sendiri  dan  bukan  bergantung  sepenuhnya  kepada  kredit  bank.  Di
sini kredit dari bank hanya bersifat melengkapi dan bukan pokok. d. Kondisi ekonomi conditional of economic
9
Levy  dalam  Mariam  Darus  Badrulzaman,  Perjanjian  Kredit  Bank,  PT  Citra  Aditya  Bakti, Bandung, 1991,hal. 56-59
Universitas Sumatera Utara
Kondisi ekonomi di sini adalah kondisi ekonomi pemohon untuk mengetahui apakah dengan  kondisi  ekonominya  yang  sekarang  pemohon  memiliki  kesanggupan  untuk
mengembalikan pinjamannya. e. Jaminan collateral
Jaminan disini berarti kekayaan yang dapat dikaitkan sebagai jaminan guna kepastian pelunasan dikemudian hari jika penerima kredit tidak melunasi hutangnya.
Hal  ini  sejalan  dengan  pasal  8  Undang-Undang  Perbankan  nomor  10  Tahun 1998 yang menegaskan bahwa
”Dalam  memberikan  kredit  atau  pembiayaan  berdasarkan  Prinsip  Syariah,  Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas iktikad
dan  kemampuan  serta  kesanggupan  Nasabah  Debitur  untuk  melunasi  utangnya  atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan.”
Dari  pasal  ini  persyaratan  adanya  jaminan  untuk  memberikan  kredit  tidak menjadi  keharusan.  Bank  hanya  diminta  untuk  meyakini  berdasarkan  analisis  yang
mendalam  atas  itikad  baik  debitur  dan  kemampuan  dari  debitur.  Ukuran  itikad  baik sifatnya kualitatif tidak mudah untuk mengukurnya, sedangkan kemampuan dapat di
analisa  dari  pendapatan  debitur  dalam  berusaha  atau  pendapatan  dari  pekerjaannya seorang pemohon kredit.
10
Mengingat  bahwa  agunan  sebagai  salah  satu  unsur  pemberian  kredit,  maka apabila  berdasarkan  unsur-unsur  lain  telah  dapat  diperoleh  keyakinan  atas
10
Sutarno, Op. Cit, Hal. 141
Universitas Sumatera Utara
kemampuan Nasabah Debitur mengembalikan utangnya, agunan dapat hanya berupa barang, proyek, atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan.
11
Dari  uraian  tersebut  diatas  maka  dapat  disimpulkan  bahwa  jaminan  disini dapat berarti  material maupun inmaterial. Apabila kita melihat ketentuan pasal 1131
KUHPerdata,  undang-undang  itu  menentukan  bahwa  segala  kebendaan  si penghutang, baik yang bergerak maupun tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun
yang  baru  akan  ada  di  kemudian  hari,  menjadi  tanggungan  untuk  segala  perikatan perseorangan.
12
Dari  pasal  1131  KUHPerdata  dapat  kita  simpulkan  bahwa  hak-hak  tagihan seorang kreditur dijamin dengan :
13
1 semua barang yang sudah ada, artinya yang sudah ada pada saat hutang dibuat;
2 semua  barang  yang  akan  ada;  disini  berarti  barang-barang  yang  pada  saat
pembuatan  hutang  belum  menjadi  kepunyaan  debitur,  tetapi  kemudian  menjadi miliiknya. Dengan perkataan lain hak kreditur meliputi barang-barang yang akan
menjadi milik debitur, asal kemudian benar-benar menjadi miliknya, 3
baik barang bergerak maupun tak bergerak. Hal  ini  menunjukan  bahwa  piutang  kreditur  menindih  seluruh  harta  debitur
tanpa  terkecuali.  Maka  Bank  dalam  memberikan  kredit  disamping  jaminan  kredit berupa  keyakinan  berdasarkan  analisis  yang  mendalam  atas  itikad  baik  dan
11
Penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998
12
H.  Budi  Untung,  Kredit  Perbankan  di  Indonesia,  Andi  Yogyakarta,Yogyakarta,  2000, hal.55
13
J. Satrio, Hukum Jaminan, Hak-Hak Jaminan Kebendaan , Cetakan 4, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2002,  hal.4-6
Universitas Sumatera Utara
kemampuan  debitur,  Bank  perlu  meminta  agunanjaminan  tambahan  yaitu  benda- benda  bergerak  atau  benda  tidak  bergerak  yang  memiliki  nilai  dan  dokumen  yang
jelas dan jaminan inmateriil.
14
Mengenai pentingnya suatu jaminan oleh kreditur bank atas suatu pemberian kredit  tidak  lain  adalah  karena  jaminan  merupakan  salah  satu  upaya  untuk
mengantisipasi  risiko  yang  mungkin  timbul  dalam  tenggang  waktu  antara  pelepasan dan pelunasan kredit.
15
Keberadaan  jaminan  kredit  collateral  merupakan  persyaratan  guna memperkecil  risiko  bank  dalam  meyalurkan  kredit.  Yang  dimaksud  dengan  jaminan
kredit  adalah  segala  sesuatu  yang  mempunyai  nilai  mudah  untuk  diuangkan  yang diikat  dengan  janji  sebagai  jaminan  untuk  pembayaran  dari  hutang  debitur
berdasarkan perjanjian kredit yang dibuat kreditur dan debitur.
16
Pada  prinsipnya  suatu  penyaluran  kredit  tidak  selalu  harus  dengan  jaminan kredit,  sebab  jenis  usaha  dan  peluang  bisnis  yang  dimiliki  debitur  pada  dasarnya
sudah  merupakan  jaminan  atas  prospek  usaha  sendiri.  Hanya  saja,  jika  suatu  kredit dilepas tanpa agunan maka kredit itu akan memiliki risiko yang sangat besar karena
jika  investasi  yang  dibiayai  mengalami  kegagalan  atau  tidak  sesuai  dengan perhitungan  semula.  Jika  hal  ini  terjadi  maka  bank  akan  dirugikan  sebab  dana  yang
disalurkan  berpeluang  untuk  tidak  dapat  dikembalikan.  Jadi  fungsi  jaminan  adalah memberikan hak kekuasaan kepada kreditur untuk mendapatkan pelunasan dari hasil
14
Sutarno, Op. Cit,hal 142
15
H.Budi Untung,  Op.Cit, hal 57.
16
Sutarno, Op. Cit, hal 142
Universitas Sumatera Utara
penjualan barang-barang jaminan tersebut bila debitur tidak melunasi hutangnya pada waktu yang telah ditentukan.
Jaminan kredit dari seorang calon debitur haruslah :
17
a. Secured,  artinya  terhadap  jaminan  kredit  tersebut  dapat  diadakan  pengikatan
secara  yuridis  formal,  sesuai  dengan  hukum  dan  perundang-undangan  yang berlaku  sehingga  apabila  dikemudian  hari  terjadi  wanprestasi  dari  debitur  maka
bank mempunyai alat bukti yang sempurna dan lengkap untuk menjalankan suatu tindakan hukum.
b. Marketable,  artinya  apabila  jaminan  tersebut  harus  atau  perlu  dieksekusi,  maka
jaminan  kredit  tersebut  dapat  dengan  mudah  dijual  atau  diuangkan  untuk melunasi hutang debitur.
Sedangkan  menurut  R.  Soebekti,  jaminan  yang  ideal  baik  tersebut  terlihat dari :
18
a. Dapat secara mudah membantu perolehan kredit oleh pihak yang memerlukannya.
b. Tidak  melemahkan  potensi  kekuatan  si  penerima  kredit  untuk  melakukan
meneruskan usahanya. c.
Memberikan kepastian kepada kreditur dalam arti bahwa yaitu bila perlu mudah diuangkan untuk melunasi hutangnya si debitur.
Dengan  demikian  perlu  dibuat  suatu  perjanjian  pengikatan  jaminan  antara debitur dan kreditur. Mengenai bentuk pengikatan jaminan tersebut adalah tergantung
17
H.Budi Untung, Op. Cit, hal 58
18
R. Soebekti,Jaminan-jaminan untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia, Cetakan Ketiga,
Bandung :Alumni, 1986, hal.29
Universitas Sumatera Utara
dari jenis benda yang akan menjadi jaminan apakah benda bergerak atau benda tidak bergerak.
Sejalan  dengan  semakin  pesatnya  pertumbuhan  pembangunan  di  kota-kota besar  Indonesia  dan  semakin  meningkatnya  permintaan  dana  dari  pelaku  usaha
maupun  masyarakat  pada  umumnya,  adanya  penetapan  batas  maksimum  pemberian kredit  BMPK  menjadi  semacam  penghalang  bagi  para  pelaku  usaha  untuk
memperoleh dana dalam jumlah yang sangat besar. Adapun  salah  satu  usaha  yang  dapat  ditempuh  oleh  bank  dalam  mengsiasati
peraturan  tentang  adanya  penetapan  BMPK  tersebut  adalah  pembiayaan  melalui kredit sindikasi.
Kredit  sindikasi  saat  ini  seringkali  dilakukan  oleh  kalangan  perbankan,  baik itu  diantara  bank-bank  swasta  sendiri,  atau  di  antara  bank-bank  pemerintah  sendiri
maupun  di  antara  bank  pemerintah  sendiri  maupun  diantara  bank-bank  asing  yang mempunyai perwakilan di Indonesia sendiri.
Bahkan jika  mengamati perkembangan yang ada sekarang ini dalam berbagai aspek  serta  melihat  proyeksi  kebutuhan  dunia  usaha  pada  masa  yang  akan  datang,
akan dapat diperkirakan bahwa bentuk kredit sindikasi akan semakin ramai.
19
Kredit sindikasi adalah suatu teknik bagi suatu teknik bagi suatu bank untuk dapat  menyebarkan  risiko  dalam  pemberian  kredit.  Karena  itu  biasanya  tidak  cocok
untuk  kredit  yang  jumlahnya  kecil,  dimana  bank  tersebut  dapat  memenuhi  sendiri
19
Herlina Suyati Bachtiar, Aspek Legal Kredit Sindikasi, PT. Raja Grafindo Persada, 2000, Hal. 6
Universitas Sumatera Utara
semua  permintaan  kredit  tersebut.
20
Namun,  ada  keadaan-keadaan  dimana    suatu pinjaman mencapai jumlah sedemikian besarnya sehingga dirasakan terlalu besar bagi
bank tersebut untuk dapat memikulnya sendiri. Apabila bank tersebut merasa bahwa risikonya  terlalu  besar  bagi  bank  tersebut  bila  seluruh  permintaan  debitur  tertentu
dipikul sendiri, sekalipun mungkin dari segi ketentuan legal lending limit atau “batas maksimum  pemberian  kredit”  BMPK  dari  bank  tersebut  belum  terlampaui,  maka
bank  itu  akan  berusaha  membentuk  suatu  sindikasi  untuk  dapat  membiayai debiturnya  itu.  Dalam  terminologi  bank  disebut  bahwa  bank  itu  telah  melampaui
obligor limit- nya bagi debitur itu.
21
Dengan  kata  lain,  mengapa  suatu  bank  memilih  untuk  tidak  memberikan sendiri jumlah kredit yang diminta oleh debitur tersebut sekalipun seandainya masih
dalam batas BMPKnya, ialah karena pertimbangan demi penyebaran risiko. Mungkin saja  bahwa  kredit  dalam  jumlah  yang  diminta  oleh  debitur  tidak  terlalu  besar  bagi
bank  tersebut  untuk  dapat  memikulnya  sendiri,  tetapi  dirasakan  oleh  bank  tersebut perlu  untuk  disindikasikan  di  antara    dua  atau  lebih  bank  karena  menurut
pertimbangan bank itu jumlah tersebut telah melampaui obligor limit dari debitur itu. Artinya,  bank  tersebut,  menganggap  pemberian  kredit  sebesar  itu  melampaui
kesediaannya  untuk  memikul  resiko  bagi  debitur  tersebut.  Dimaksudkan  dengan
20
Sutan  Remy  Sjahdeni,  Kredit  Sindikasi  Proses,  teknik  pemberian,  dan  aspek  hukumnya, PT. Kreatama, Cetakan Ke II,  Jakarta, 2008,hal.27
21
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
obligor  limit adalah  batas  kesediaan  suatu  bank  untuk  menanamkan  resiko  kredit
terhadap obligor debitur tertentu.
22
Pada  dasarnya  proses  kredit  sindikasi  sama  saja  seperti  proses  kredit  biasa yang  dilakukan  oleh  bank-bank.  Sebagaimana  kita  ketahui,  dalam  kredit  bisa  hanya
diberikan oleh satu bank, sedangkan dalam kredit sindikasi diberikan oleh lebih dari satu bank , disinilah letak perbedaan mendasar  antara kredit sindikasi dengan kredit
biasa.  Namun  karena  dalam  kredit  sindikasi  melibatkan  beberapa  bank,  tentulah dalam  prosesnya  ada  beberapa  langkah  yang  memerlukan  perhatian  khusus  dalam
penandatanganannya,  terutama  hal-hal  yang  menyangkut  hubungan  dengan  bank- bank calon peserta sindikasi. Hubungan antara bank yang satu dengan bank yang lain
dicapai titik temu yang memuaskan masing-masing bank dengan tidak menimbulkan ketidaknyamanan bagi bank-bank lainnya.
Kredit  Sindikasi  pada  umumnya  ditempuh  apabila  1  satu  bank  tidak  akan mampu  memenuhi  permintaan  kredit  dari  debitur  mengingat  besarnya  dana  yang
diperlukan.  Kredit  sindikasi  banyak  ditempuh  dalam  pembangunan  proyek-proyek besar,  seperti  pembangunan  Hotel  berbintang  lima,  pembangunan  suatu  mega
mallmega  shopping  centre,  maupun  dalam  pembangunan  jalan  tol,  dimana  jaminan dari kredit sindikasi tersebut adalah proyek yang dibiayai dengan kredit sindikasi.
Namun  demikian,  tidak  menutup  kemungkinan  debitur  memberikan  jaminan tambahan,  misalnya  berupa  suatu  corporate  guarantee,  danatau  berupa  obligasi
ataupun tanah yang akan dijaminkan dengan lembaga Hak Tanggungan.
22
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Dalam  praktek  Perbankan  untuk  lebih  mengamankan  dana  yang  disalurkan kreditor  kepada  debitor  diperlukan  tambahan  pengamanan  berupa  jaminan  khusus
yang  banyak  digunakan  adalah  jaminan  kebendaan  berupa  tanah.  Penggunaan  tanah sebagai  jaminan  kredit,  baik  untuk  kredit  produktif  maupun  konsumtif,  didasarkan
pada  pertimbangan  tanah  paling  aman  dan  mempunyai  nilai  ekonomis  yang  relatif tinggi.
23
Lembaga jaminan oleh lembaga perbankan dianggap paling efektif dan aman adalah  tanah  dengan  jaminan  Hak  Tanggungan.  Hal  itu  didasari  adanya  kemudahan
dalam  mengidentifikasi  objek  Hak  Tanggungan,  jelas  dan  pasti  eksekusinya,  di samping  itu  hutang  yang  dijamin  dengan  Hak  Tanggungan  harus  dibayar  terlebih
dahulu dari tagihan lainnya dengan uang hasil pelelangan tanah  yang menjadi objek Hak  Tanggungan
24
,  memang  hal  yang  tidak  dapat  diabaikan  dalam  perjanjian  kredit adalah  perlindungan  hukum  bagi  kreditor  manakala  debitor  wanprestasi,  apabila
kalau  debitor  sampai  mengalami  kemacetan  dalam  pembayarannya.  Pemanfaatan lembaga  eksekusi  Hak  Tanggungan  dengan  demikian  merupakan  cara  percepatan
pelunasan piutang agar dana yang telah dikeluarkan itu dapat segera kembali kepada kreditorBank,  dan  dana  tersebut  dapat  digunakan  dalam  perputaran  roda
perekonomian. Debitur  pada  asasnya  memerlukan  modal  untuk  mengembangkan  usahanya.
Kebutuhan  akan  modal  usaha  inilah  akhirnya  membuat  debitur  terjebak  dalam
23
Herowati  Poesoko,    Parate  Executie  Objek  Hak  Tanggungan  Inkonsistensi,  Konflik Norma dan Kesesatan Penalaran dalam UUHT, hal. 4.
24
Retnowulan  Sutantio,  Penelitian  Tentang  Perlindungan  Hukum  Eksekusi  Jaminan  Kredit, Badan Pembinaan Hukum Nasional-Departemen Kehakiman RI, Jakarta, 1999, hal. 8.
Universitas Sumatera Utara
kekuasaan  kreditur,  maka  seyogyanya  debitur  harus  dilindungi,  antara  lain  kreditur tidak berwenang membuat suatu perjanjian bahwa apabila debitur wanprestasi, maka
secara otomatis kreditur dapat menguasai benda jaminan begitu saja, melainkan harus melalui  lelang  di  muka  umum,  namun  dilain  pihak  kreditur  selaku  pihak  yang
meminjamkan uang juga perlu dilindungi, maka itu mutlak diperlukan solusi hukum bagi  adanya  lembaga  jaminan  agar  memberikan  kepastian  bagi  pengembalian
pinjaman  tersebut.  Keberadaan  lembaga  jaminan  amat  diperlukan  karena  dapat memberikan kepastian, dan perlindungan hukum bagi penyedia danakredit kreditor
dan penerima pinjaman atau debitor.
25
Solusi hukum yang dimaksudkan disini adalah prosedur mengenai pelaksanaan pemenuhan prestasi apabila debitor wanprestasi.
Dalam pemberian kredit sindikasi ini, apabila terjadi kredit bermasalah maka dalam  penyelesaiannya  memerlukan  koordinasi  dari  berbagai  pihak.  Namun
penyelesaian  secara  koordinatif  dalam  pelaksanaannya  tidaklah  mudah  dilakukan, karena  tidak  semua  kreditur  memiliki  pemahaman  yang  sama,  mengenai  arti
pentingnya koordinasi dalam penyelesaian kredit bermasalah, terutama bagi kreditur besar. Seringkali terjadi bahwa sebagian anggota atau peserta sindikasi menginginkan
agar dilakukan restrukturisasi utang, namun sebagian anggota atau peserta  yang lain menolak dilakukannya restrukturisasi itu dan menginginkan agar dilakukan eksekusi
terhadap aggunan kredit..
25
Sony  Harsono,  Sambutan  Menteri  AgrariaKepala  BPN    pada  Seminar  Hak  Tanggungan atas  Tanah  dan  Benda-Benda  yang  Berkaitan  dengan  Tanah
,  Fakultas  Hukum  UNPAD,  Bandung, 1996, hal. 33.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan  uraian  latar  belakang  tersebut  penulis  tertarik    untuk  menelaah
lebih  lanjut  mengenai  ”ANALISIS  YURIDIS  PERJANJIAN  KREDIT SINDIKASI  DENGAN  JAMINAN  HAK  TANGGUNGAN”  STUDI  DI  BANK
UOB INDONESIA. B.  Permasalahan
Berdasarkan  uraian  tersebut  di  atas,  maka  permasalahan  yang  akan  dibahas dalam penulisan tesis ini adalah :
1. Bagaimanakah  proses  pelaksanaan  Perjanjian  Kredit  Sindikasi  dan  hubungan
hukum antara para pihak dalam kredit sindikasi ? 2.
Bagaimanakah  pengikatan  penjaminan  dalam  hal  kredit  sindikasi  terutama yang dijamin dengan Hak Tanggungan Atas Tanah ?
3. Bagaimanakah  pembagian  hasil  lelang  Eksekusi  Hak  Tanggungan  Atas  Tanah
diantara para kreditur?
C.  Tujuan Penelitian