Tipe-tipe Sunat Perempuan WHO mengklasifikasikan bentuk FGC dalam 4 tipe, yaitu : Pelaksanaan Sunat Perempuan

2. Tipe-tipe Sunat Perempuan WHO mengklasifikasikan bentuk FGC dalam 4 tipe, yaitu :

a Tipe I : Clitoridotomy, yaitu eksisi dari permukaan prepuce klitoris, dengan atau tanpa eksisi sebagian atau seluruh klitoris. Dikenal juga dengan istilah “hoodectomy”. b Tipe II : Clitoridectomy, yaitu eksisi sebagian atau total dari labia minora. Banyak dilakukan di Negara-negara bagian Afrika Sahara, Afrika Timur, Mesir, Sudan, dan Peninsula. c Tipe III: InfibulasiPharaonic CircumcisionKhitan ala Firaun, yaitu eksisi sebagian atau seluruh bagian genitalia eksterna dan penjahitan untuk menyempitkan mulut vulva. Penyempitan vulva dilakukan dengan hanya menyisakan lubang sebesar diameter pensil, agar darah saat menstruasi dan urine tetap bisa keluar. d Tipe IV: Tidak terklarifikasi, termasuk di sini adalah menusuk dengan jarum baik di permukaan saja ataupun sampai menembus, atau insisi klitoris dan atau labia; meregangkan stretching klitoris dan atau vagina; kauterisasi klitoris dan jaringan sekitarnya; menggores jaringan sekitar introitus vagina angurya cuts atau memotong vagina gishiri cut, memasukkan benda korosif atau tumbuh- tumbuhan agar vagina mengeluarkan darah, menipis, dan menyempit. Tipe I dan III adalah tipe yang paling sering dilakukan di berbagai negara. Di Indonesia, berdasarkan penelitian Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan UGM di Madura dan Yogyakarta 2002, prosedur yang paling sering dilakukan adalah tipe II dan tindakan yang sering dilakukan oleh tenaga medis adalah tipe IV Juli, 2006 Aide Medicale Internationale, hal 39. Universitas Sumatera Utara Prosedur penyunatan yang umum dilakukan dalam praktek sunat perempuan di antaranya: a. Memotong sedikit puncak klitoris b. Mencongkel atau melukai klitoris c. Mengorek lender atau selaput kulit klitoris d. Menusuk dengan jarum atau ujung pisau untuk mengeluarkan setetes darah Jendrius, 2005.

3. Pelaksanaan Sunat Perempuan

Pelaksaan sunat perempuan sangat bervariasi, mulai dilakukan oleh tenaga medis perawat, bidan, maupun dokter, dukun bayi dan dukuntukang sunat dengan menggunakan alat-alat tradisional seperti pisau, sembilu, bambu, kaca dan kuku, hingga alat modern seperti gunting dan skapula, pelaksanaannya dengan atau tanpa anastesi. Usia pelaksanaannya juga bervariasi mulai dari neonatus, anak usia 6-10 tahun, remaja, hingga dewasa. Masyarakat di Indonesia melakukan sunat perempuan pada usia anak 0- 18 tahun, tergantung budaya setempat. Namun pada umumnya sunat perempuan dilakukan pada bayi setelah dilahirkan. Di Jawa dan Madura, sunat perempuan 70 dilaksanakan pada anak usia kurang dari satu tahun Juliansyah, 2009.

4. Alasan Pelaksanaan Sunat Perempuan