Prosedur penyunatan yang umum dilakukan dalam praktek sunat perempuan di antaranya:
a. Memotong sedikit puncak klitoris
b. Mencongkel atau melukai klitoris
c. Mengorek lender atau selaput kulit klitoris
d. Menusuk dengan jarum atau ujung pisau untuk mengeluarkan setetes darah
Jendrius, 2005.
3. Pelaksanaan Sunat Perempuan
Pelaksaan sunat perempuan sangat bervariasi, mulai dilakukan oleh tenaga medis perawat, bidan, maupun dokter, dukun bayi dan dukuntukang sunat dengan
menggunakan alat-alat tradisional seperti pisau, sembilu, bambu, kaca dan kuku, hingga alat modern seperti gunting dan skapula, pelaksanaannya dengan atau tanpa anastesi.
Usia pelaksanaannya juga bervariasi mulai dari neonatus, anak usia 6-10 tahun, remaja, hingga dewasa. Masyarakat di Indonesia melakukan sunat perempuan pada usia
anak 0- 18 tahun, tergantung budaya setempat. Namun pada umumnya sunat perempuan dilakukan pada bayi setelah dilahirkan. Di Jawa dan Madura, sunat perempuan 70
dilaksanakan pada anak usia kurang dari satu tahun Juliansyah, 2009.
4. Alasan Pelaksanaan Sunat Perempuan
Sunat perempuan merupakan perpaduan budaya dan tradisi yang timbul sejak dahulu dari berbagai nilai, khususnya nilai agama dan nilai budaya. Alasan- alasan yang
menyebabkan terpelihara dan tetap berlangsungnya sunat perempuan yaitu agama, adat, mengurangi hasrat seksual, kesehatan, keindahan dan kesuburan. Secara umum
Universitas Sumatera Utara
perempuan yang masih memelihara praktek sunat pada perempuan adalah perempuan yang hidup dalam masyarakat tradisional di wilayah pedalaman Coomaraswamy, 2000.
WHO Dalam Juliansyah, 2009 membedakan alasan pelaksanan sunat perempuan menjadi lima kelompok, yaitu:
a Psikoseksual
Pemotongan klitoris diharapkan akan mengurangi libido pada perempuan, mengurangi atau menghentikan masturbasi, menjaga kesucian dan keperawanan
sebelum menikah, kesetiaan sebagai istri, dan meningkatkan kepuasan seksual bagi laki- laki.
b Sosiologi
Melanjutkan tradisi, menghilangkan hambatan dan kesialan bawaan, sama peralihan pubertas atau wanita dewasa, dan lebih terhormat.
c Hygiene
Organ genitalia eksterna dianggap kotor dan tidak bagus bentuknya, sunat dilakukan untuk meningkatkan kebersihan dan keindahan.
d Mitos
Meningkatkan kesuburan dan daya tahan anak e
Agama Dianggap sebagai perintah agama, agar ibadahnya lebih diterima.
5. Resiko Sunat Perempuan
Menurut Koblinsky 1997 Resiko yang timbul akibat sirkumsisi pada wanita dapat berupa perdarahan, tetanus, infeksi yang disebabkan oleh alat yang digunakan
tidak steril, dan syok karena rasa nyeri saat dilakukan tindakan tanpa anastesi.
Universitas Sumatera Utara
Dalam pandangan medis kegiatan sunat pada perempuan dapat membahayakan, karena menyangkut menghilangkan alat vital pada perempuan. Dari tindakan sunat
perempuan dapat mengakibatkan komplikasi yang bersifat jangka panjang pada perempuan seperti: Kesulitan menstruasi, infeksi saluran kemih kronis, kemandulan,
disfungsi seksual, kesulitan saat hamil dan persalinan, dan meningkatkan resiko tertular HIV. Selain berdampak secara medis, sunat perempuan juga dapat menimbulkan
dampak yang bersifat psikoseksual, psikologis, dan sosial Gani, 2007. Ditinjau dari segi medis dan kesehatan, sunat perempuan tidak ada manfaat dan
kegunaan. Berbeda dengan dengan sunat yang dilakukan pada laki- laki yaitu berguna untuk menjaga kebersihan dari alat kelamin luar Juli, 2006 Aide Medicale
Internationale, hal 39. Sehubungan dengan masalah tersebut, sebaiknya dilakukan program edukasi
tentang sunat pada anak perempuan di masyarakat. Namun, tentu harus mempertimbangkan faktor budaya dari masyarakat setempat Taufiq, 2010.¶ 5.
B. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Sunat Perempuan 1. Psikoseksual