9. Kemarahan, agresi, dan impulsivitas
10. Rendahnya tingkat 5-HIAA
11.
Key symptoms
anhedonia, impulsivitas, kecemasan panik, insomnia global, halusinasi perintah
12.
Suicidality
frekuensi, intensitas, durasi, rencana dan perilaku persiapan bunuh diri
13. Akses pada media untuk melukai diri sendiri
14. Penyakit fisik dan komplikasinya
15. Repetisi dan komorbid antara faktor-faktor di atas
4. Penjelasan Bunuh Diri
Penjelasan-penjelasan dari perspektif yang berbeda berikut hendaknya dipandang
sebagai satu kesatuan dalam memahami perilaku bunuh diri yang kompleks.
1. Penjelasan Psikologis Leenars dalam Corr, Nabe, Corr, 2003 mengidentifikasi tiga bentuk
penjelasan psikologis mengenai bunuh diri. Penjelasan yang pertama didasarkan pada Freud yang menyatakan bahwa “
suicide is murder turned around 180 degrees
”, dimana dia mengaitkan antara bunuh diri dengan kehilangan seseorang atau objek yang diinginkan. Secara psikologis, individu yang beresiko melakukan
bunuh diri mengidentifikasi dirinya dengan orang yang hilang tersebut. Dia merasa marah terhadap objek kasih sayang ini dan berharap untuk menghukum
atau bahkan membunuh orang yang hilang tersebut. Meskipun individu mengidentifikasi dirinya dengan objek kasih sayang, perasaan marah dan harapan
untuk menghukum juga ditujukan pada diri. Oleh karena itu, perilaku destruktif diri terjadi.
Penjelasan kedua memandang masalah bunuh diri pada dasarnya adalah masalah kognitif. Pada pandangan ini, depresi merupakan faktor kontribusi yang
sangat besar, yang khususnya diasosiasikan dengan
hopelessness
. Fokus pandangan ini terletak pada penilaian negatif yang dilakukan oleh
suicidal person
terhadap diri, situasi sekarang, dunia, dan masa depan. Sejalan dengan penilaian ini, pikiran yang rusak muncul. Pikiran ini seringkali otomatis, tidak disadari, dan
dicirikan oleh sejumlah kesalahan yang mungkin. Beberapa diantaranya begitu menyeluruh sehingga membentuk distorsi-distorsi kognitif.
Beck dalam Pervine, 2005 memperkenalkan model kognitif depresi yang menenkankan bahwa seseorang yang depresi secara sistematis salah menilai
pengalaman sekarang dan masa lalunya. Model ini terdiri dari 3 pandangan negatif mengenai diri, dunia, dan masa depan. Dia memandang dirinya tidak
berharga dan tidak berguna, memandang dunia menuntut terlalu banyak darinya, dan memandang masa depan itu suram. Ketika skema kognitif yang disfungsional
automatic thoughts
ini diaktifkan oleh kejadian hidup yang menekan, individu beresiko melakukan bunuh diri.
Penjelasan ketiga menyatakan bahwa perilaku bunuh diri itu dipelajari. Teori ini berpendapat bahwa sebagai seorang anak, individu
suicidal
belajar untuk tidak mengekspresikan agresi yang mengarah keluar dan sebaliknya membalikkan
agresi tersebut menuju pada dirinya sendiri. Di samping itu, sebagai akibat dari
reinforcement
negatif, individu tersebut menjadi depresi. Depresi dan kaitannya
dengan perilaku bunuh diri atau mengancam hidup lainnya bisa dilihat sebagai
reinforcer
positif, karena menurut pandangan ini individu dipandang tidak dapat bersosialisasi dengan baik dan belum mempelajari penilai budaya terhadap hidup
dan mati. Sebagai tambahan, Jamison dalam Corr, Nabe, Corr, 2003
mengemukakan bahwa psikopatologi adalah elemen paling umum pada perilaku bunuh diri. Dia percaya bahwa sakit mental memainkan suatu peranan penting
pada perilaku bunuh diri. Beberapa kondisi psikopatologis yang difokuskannya adalah
mood disorder
,
schizophrenia
,
borderline
dan
antisocial personality disorder
, alkoholik, dan penyalahgunaan obat-obatan. 2. Penjelasan Biologis
Banyak penelitian telah dilakukan untuk menemukan penjelasan biologis yang tepat untuk perilaku bunuh diri. Beberapa peneliti percaya bahwa ada
gangguan pada level serotonin di otak, dimana serotonin diasosiasikan dengan perilaku agresif dan kecemasan. Penelitian lain mengatakan bahwa perilaku bunuh
diri merupakan bawaan lahir, dimana orang yang suicidal mempunyai keluarga yang juga menunjukkan kecenderungan yang sama. Walaupun demikian, hingga
saat ini belum ada faktor biologis yang ditemukan berhubungan secara langsung dengan perilaku bunuh diri.
3. Penjelasan Sosiologis Penjelasan yang terbaik datang dari sosiolog Durkheim yang memandang
perilaku bunuh diri sebagai hasil dari hubungan individu dengan masyarakatnya, yang menekankan apakah individu terintegrasi dan teratur atau tidak dengan
masyarakatnya. Berdasarkan hubungan tersebut, Durkheim dalam Corr, Nabe, Corr, 2003 membagi bunuh diri menjadi 4 tipe yaitu:
1.
Egoistic Suicide
Inidividu yang bunuh diri di sini adalah individu yang terisolasi dengan masyarakatnya,
dimana individu
mengalami
underinvolvement
dan
underintegration.
Individu menemukan bahwa sumber daya yang dimilikinya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan, dia lebih beresiko melakukan perilaku
bunuh diri. 2.
Altruistic Suicide
Individu di sini mengalami
overinvolvement
dan
overintegration
. Pada situasi demikian, hubungan yang menciptakan kesatuan antara individu dengan
masyarakatnya begitu kuat sehingga mengakibatkan bunuh diri yang dilakukan demi kelompok. Identitas personal didapatkan dari identifikasi dengan
kesejahteraan kelompok, dan individu menemukan makna hidupnya dari luar dirinya. Pada masyarakat yang sangat terintegrasi, bunuh diri demi kelompok
dapat dipandang sebagai suatu tugas. 3.
Anomic Suicide
Bunuh diri ini didasarkan pada bagaimana masyarakat mengatur anggotanya. Masyarakat membantu individu mengatur hasratnya misalnya hasrat terhadap
materi, aktivitas seksual, dll.. Ketika masyarakat gagal membantu mengatur individu karena perubahan yang radikal, kondisi
anomie
tanpa hukum atau norma akan terbentuk. Individu yang tiba-tiba masuk dalam situasi ini dan
mempersepsikannya sebagai kekacauan dan tidak dapat ditolerir cenderung akan
melakukan bunuh diri. Misalnya remaja yang tidak mengharapkan akan ditolak oleh kelompok teman sebayanya.
4.
Fatalistic Suicide
Tipe bunuh diri ini merupakan kebalikan dari
anomic suicide
, dimana individu mendapat pengaturan yang berlebihan dari masayarakat. Misalnya ketika
seseorang dipenjara atau menjadi budak.
B. Pikiran Bunuh Diri