Nofan Herawan : Penggunaan Bom Cluster Dan Kaitannya Dengan Pelanggaran Hukum Humaniter Di Timur Tengah, 2008.
USU Repository © 2009
Perang dan Hak Asasi Manusia, bertujuan untuk menjamin penghormatan terhadap harkat dan martabat seseorang”.
Dengan melihat, memperhatikan serta mencermati pengertian dari kesemua defenisi-defenisi yang telah diungkap oleh para ahli diatas, maka rung lingkup dari
Hukum Humaniter dapatlah kita dikelompokkan ke dalam tiga kelompok, yaitu kelompok aliran luas, kelompok aliran tengah dan kelompok aliran sempit. Jean Pictet misalnya, ia
pada dasarnya penganut pengertian Hukum Humaniter dalam arti pengertian yang luas, yaitu bahwa Hukum Humaniter mencakup baik Hukum Jenewa, Hukum Den Haag dan
Hak Asasi Manusia. Sebaliknya dengan Geza Herzegh yang menganut aliran sempit, dimana
menurut pendapatnya Hukum Humaniter hanya menyangkut Hukum Jenewa. Sedangkan Starke dan Haryomatoram yang defenisinya tidak diurai disini menganut aliran tengah
dimana mereka menyatakan bahwa Hukum Humaniter terdiri atas Hukum Jenewa dan Hukum Den Haag
24
Hampir tidak mungkin bagi siapa pun juga untuk memberi bukti dokumenter kapan dan dimana aturan-aturan mengenai Hukum Humaniter ini pertama kali timbul,
dan tentunya akan lebih sulit lagi untuk menyebutkan “Pencipta” atau “penggagas” dari Hukum Humaniter tersebut. Sekalipun dalam bentuknya yang sekarng relatif baru,
Hukum Humaniter Internasional atau Hukum Sengketa bersenjata, atau juga Hukum Perang, memiliki suatu sejarah yang sangat panjang. Bahkan Hukum ini sama tuanya
.
B. Sejarah dan perkembangan Hukum Humaniter
24
Permanasari. Arlina.pengantar Hukum Humaniter”.ICRC. Jakarta 1999 hal 22
Nofan Herawan : Penggunaan Bom Cluster Dan Kaitannya Dengan Pelanggaran Hukum Humaniter Di Timur Tengah, 2008.
USU Repository © 2009
dengan perang peradapan manusia, dan perang sama tuanya dengan kehidupan manusia di bumi.
25
Pada zaman atau masa peradapan ini para pemimpin militer baisanya memerintahkan pasukan mereka untuk menyelematkan musuh yang tertangkap,
memperlakukan mereka dengan baik, kemudian juga menyelamatkan penduduk sipil musuh dan pada waktu penghentian permusuhan makan pihak-pihak yang berperang
biasanya bersepakat untuk memperlakukan tawanan perang dengan baik. Sebelum peperangan dimulai, maka kedua belah pihak akan saling memberi tanda peringatan
terlebih dahulu. Lalu untuk menghindari luka yang berlebihan maka ujung panah tidak akan diarahkan ke hati. Dengan segera setelah ada yang terbunuh atau terluka,
Sampai kepada bentuknya yang sekarang, Hukum Humaniter Internasional telah mengalami perkembangan-perkembangan yng sangat penjang, dalam rentang waktu yang
sangat panjangitu telah banyak upaya-upaya yang dilakukan untuk memanusiawikan perang. Selama masa tersebut terdapat usaha-usaha untuk memberikan perlindungan
kepada orang-oarang dari kekejaman perang dayan perlakuan semena-mena dari pihak- pihak yang terlibat perang.
Upaya-upaya tersebut, yang sering sekali mengalami pasang surut, juga mengalami hambatan-hambatan yang cukup berarti serta kesulitan-kesulitan sebagaimana
akan tergambar dalam uraian-uraian berikut ini. Disini penulis akan membagi periode perkembangan Hukum Humaniter ke dalam beberapa era sebagai berikut;
B.1. Perkembangan Pada Zaman Kuno
25
Ibid hal 1
Nofan Herawan : Penggunaan Bom Cluster Dan Kaitannya Dengan Pelanggaran Hukum Humaniter Di Timur Tengah, 2008.
USU Repository © 2009
pertempuran akan berhenti selama 15 hari. Gencatan senjata semacam ini sangat dihormati, sehingga para prajurit dikedua pihak ditarik dari medan pertempuran.
Juga dalam berbagai peradapan besar dalam rentang tahun 3000 sd 1500 SM upaya-upaya seperti itu berjalan terus, hal ini dikemukakan oleh Pictet, antara lain
sebagai berikut
26
Hampir serupa juga dengan yang terjadi pada bangsa Hittite, dalam melakukan peperangan mereka benar-benar menggungkan cara-cara yang sangat manusiawi. Hukum
yang mereka miliki didasarkan atas keadilan dan integritas mereka. Mereka biasanya :
Didalam adab dan kebiasaan Bangsa-bangsa Sumeria, perang sudah menjadi semacam lembaga yang telah teroganisir tentang segala sesuatunya. Ini ditandai dengan
adanya pernyataan perang bila ingin atau telah disepakati untuk berperang, juga dilakukan arbitrasi dalam masalah yang berkaitan dengan perang, serta memperlakukan
kekebalan bagi utusan musuh dan mengadakan perjanjian-perjanjian perdamaian. Demikian juga dengan kebudayaan Mesir Kuno, sebagaimana yang disebutkan
dalam “Seven Works of True Mercy”, bahwa pada peperangan dimasa itu ada perintah dari pimpinan militer untuk memberikan makanan, minuman, pakaian, dan perlindungan
kepada pihak musuh, juga perintah untuk merawat musuh yang sakit, dan menguburkan yang mati. Perintah lain yang dianggap terlalu klise adalah pada masa itu ada perintah
yang menyatakan “anda juga harus memberikan makanan kepada musuh anda”. Seorang tamu, bahkan musuh pun tak boleh diganggu, demikian kira-kira prinsip mereka pada
masa itu.
26
Pictet, Jean. Development and Principles of International Humatarian Law.Henry Dunant Institute 1985 hal 7
Nofan Herawan : Penggunaan Bom Cluster Dan Kaitannya Dengan Pelanggaran Hukum Humaniter Di Timur Tengah, 2008.
USU Repository © 2009
menandatangani pernyataan atau traktat pada saat akan memulai peperangan. Para penduduk yang menyerah, yang berasal dari kota, tidak diganggu. Kota-kota dimana para
penduduknya melakukan perlawanan akan di tindak secara tegas. Namun ini merupakan pengecualian terhadap kota-kota yang dirusak dan penduduknya dibantai atau dijadikan
budak. Kemurahan hati mereka sangat jauh berbeda dengan bangsa Assiria yang juga memiliki kekuatan saat itu, dimana bangsa ini terkenal dengan kekejamannya dalam
merebut kemenangan. Sedangkan sistem perang pada peradapan di India sebagaimana yang tercantum
dalam syair kepahlawanan Mahabatra dan Undang-Undang Manu,
27
Sedangkan dalam espos sejarah peperangan di Indonesia pada masa lampau dapat kita lihat beberapa kebiasaan nenek moyang kita dalam melaksanakan hukum
perang itu. Kebiasaan dan Hukum perang itu terbagi dalam beberapa periode yaitu : Periode pra-sejarah, periode Klasik, dan periode Islam. Praktek dari kebiasaan dan
hukum perang yang dilakukan mereka biasanya tentang adanya suatu pernyataan perang diantara pihak-pihak yang berperang. Kemudian tentang perlakuan terhadap tawanan
bahwa para Satria dilarang untuk membunuh musuh cacat, yang sudah menyerah, dan yang luka-luka
sehingga harus dipulangkan kerumah mereka setelah diobati. Selain itu ada larangan untuk mengarahkan senjata dengan sasaran menusuk ke hati juga tidak boleh
menggunakan panah beracun dan panah api, telah adanya pengaturan mengenai penyitaan hak milik musuh dan syarat-syarat bagi penahanan para tawanan, juga mengenai
dilarangnya pernyataan tidak menyediakan tempat tinggal.
27
Kitab Undang-undang Manu merupakan kitab undang-undang tertua yang ada di India yang dipakai sebagai dasar untuk melaksanakan hubungan dengan negara-negara lain, serta berisi cerita tentang saksi
yang akan dijatuhkan kepada seseorang yang tidak memiliki perintah Raja.
Nofan Herawan : Penggunaan Bom Cluster Dan Kaitannya Dengan Pelanggaran Hukum Humaniter Di Timur Tengah, 2008.
USU Repository © 2009
perang, larangan untuk menjadikan wanita anak-anak sebagai sasaran perang, dan juga tentang pengaturan untuk mengakhiri perang. Dalam sebuah prasasti yang ditemukan di
Sumatera Selatan Prasasti Talang Tuo misalnya, berisikan berita Raja yang memuat tentang kutukan dan Ultimatum. Jadi bagi mereka yang melawan perintah Raja, akan
diserang oleh Bala tentara Raja. Begitu pula pada masa kerajaan Gowa diketahui adalanya perintah raja yang memerintahkah memperlakukan tawanan perang dengan
baik.
B.2. Perkembangan Pada Zaman Abad Pertengahan
Perkembangan Hukum Humaniter pada zaman abad pertengahan ini banyak dipengaruhi oleh ajaran-ajaran dari berbagai Agama. Dari agama Kristen, agama Islam,
juga dari ajaran-ajaran filosofi kesatrian. Dalam agama Kristen diajarkan system perang yang menyumbangkan banyak ide
bagi terciptanya konsep “Perang yang Adil” atau Just War. Sedangkan dalam Islam ajaran perang tercantum dalam Kitab suci agama Islam “Al-Quran” dimana didalam
surah AL-Baqarah: 190, 191, Surah Al-Anfal: 39, Surah Al-Taubah: 5, Surah Al-Haj: 39, dijelaskan secara gamplang apa dan bagaimana kedudukan perang dalam Islam, dimana
secara garis besar dijelaskan bahwa dalam Islam perang itu dianggap sebagai suatu sarana untuk membela diri, bukan untuk mencari musuh apalagi untuk unjuk kekuatan, perang
dalam Islam digunakan untuk menghancurkan kemungkaran yang ada. Sedangkan kalau melihat dari prinsip filosofi kesatriaan yang berkembang pada zaman abad pertenghan
saat itu, kita dapat melihat bahwa bagaimana mereka membuat pengumuman perang dan pelarangan penggunaan beberapa senjata yang dianggap tidak perlu.
B.3. Perkembangan di Era Modern
Nofan Herawan : Penggunaan Bom Cluster Dan Kaitannya Dengan Pelanggaran Hukum Humaniter Di Timur Tengah, 2008.
USU Repository © 2009
Kemajuan mengenai Hukum Humaniter yang signifikan mulai terlihat pada abad ke-18, terutama sekali setelah berakhirnya perang Napoleon. Perubahan besar
terjadi diantara tahun 1850 sampai pecahnya perang dunia I. disini praktek-praktek Negara kemudian menjadi hukum dan kebiasaan bagi negara tersebut dalam berperang
Jus in Bello
28
Konvensi 1864, yaitu Konvensi bagi perbaikan keadaan tentara yang luka ataupun cedera di medan peperangan, terutama perang darat. Konvensi 1864 dipandang
sebagai konvensi yang mempelopori lahirnya konvensi-konvensi Jenewa berikutnya yang berkaitan dengan perlindungan korban perang. Konvensi ini merupakan langkah pertama
dalam mengkodifikasikan ketentuan perang didarat. Berdasarkan konvensi ini maka unit- unit dan personil kesehatan bersifat netral, tidak boleh diserang dan tidak boleh dihalangi-
. Salah satu tonggak penting dalam perkembangan Hukum Humaniter ini adalah
dengan berdirinya Organisasi Palang Merah dan di tanda tanganinya Konvensi bersama di Jenewa yang dikenal dengan Konvensi Jenewa pada tahun 1864. Pada waktu yang
hampir bersamaan di Amerika Serikat Presiden Abraham Lincoln meminta Lieber, yaitu seorang pakar Hukum imigran Jerman, untuk menyusun suatu aturan dalam perang.
Hasilnya, lahirlah Instructions for Government of Armies of the United States atau disebut juga Lieber Code, dan dipublikasikan pada tahun 1863. Kode lieber ini memuat semua
aturan-aturan secara rinci pada semua keadaan dan tahapan dalam perang darat, tindakan- tindakan perang yang benar, perlakuan terhadap sipil, perlakuan terhadap kelompok
orang-orang tertentu seperti tawanan perang, bagaimana penanganan mereka yang cedera dan sebagainya.
28
Permanasari. Arlina.pengantar Hukum Humaniter”.ICRC. Jakarta 1999 hal 6
Nofan Herawan : Penggunaan Bom Cluster Dan Kaitannya Dengan Pelanggaran Hukum Humaniter Di Timur Tengah, 2008.
USU Repository © 2009
halangi dalam menjalankan tugasnya. Begitu pula masalah penduduk setempat yang membantu pekerjaan kemanusiaan bagi yang luka dan mati baik kawan ataupun lawan
tidak boleh dihukum. Konvensi ini juga memperkenalkan tanda palang merah di atas dasar putih sebagai tanda pengenal bagi bangunan-bangunan yang digunakan sebagai
posko kesehatan juga tanda pengenal bagi personil-personil kesehatan. Tanda palang Merah diatas dasar putih inilah yang kemudian menjadi lambang dari palang merah
internasional atau International Committee of the Red Cross yang sebelumnya bernama International Committee For the Aid of the Wounded,International Committee For the
Aid of the Wounded, yang didirikan oleh beberapa warga Jenewa dan Henry Dunant pada
tahun 1863. Dengan demikian, tidak seperti pada masa-masa zaman sebelum ini yang terjadi
melalui proses hukum kebiasaan, maka pada masa ini perkembangan-perkembangan yang sangat penting bagi hukum Humaniter Internasional, dikembangkan lewat atau melalui
Traktat-traktat umum yang ditandatangani oleh mayoritas Negara-negara anggota setelah tahun 1850.
Setelah tahun 1850 telah banyak dihasilkan konvensi-konvensi yang merupakan perkembangan dari Hukum Humaniter Internasional. Konvensi-konvensi ini tentunya
melibatkan banyak negara dengan maksud dan tujuan untuk lebih memanusiawikan keadaan perang. Diantara konvensi-konvensi yang dibuat yang paling terkenal tentunya
Konvensi Den Haag sebagai hasil dari konfensi perdamaian I dan II dan tentunya Konvensi Jenewa sendiri selain Konvensi-konvensi lainnya dibidang Hukum Humaniter.
C. Prinsip – Prinsip Dalam Hukum Humaniter