Perjanjian Internasional Yang Mengatur Pemanfaatan Tenaga Nuklir

Mira Benita Maharama : Pengaturan Hukum Internasional Atas Pemanfaatan Tenaga Nuklir Dan Dampak Lingkungan Yang Mungkin Ditimbulkannya, 2008. USU Repository © 2009

BAB III PERANGKAT HUKUM INTERNASIONAL YANG MENGATUR

TENTANG PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR

A. Perjanjian Internasional Yang Mengatur Pemanfaatan Tenaga Nuklir

Dalam hal perkembangan menyangkut persoalan pemanfataan dan pengembangan tenaga nuklir, melalui IAEA lahirlah beberapa peraturan internasional yang berbentuk perjanjian internasional, yang berlaku bagi negara- negara yang meratifikasinya. Diantara beberapa peraturan penting yang telah dibuat, antara lain adalah sebagai berikut: • Traktat Pelarangan Menyeluruh Uji-coba Nuklir Comprehensive Test Ban Treaty Mira Benita Maharama : Pengaturan Hukum Internasional Atas Pemanfaatan Tenaga Nuklir Dan Dampak Lingkungan Yang Mungkin Ditimbulkannya, 2008. USU Repository © 2009 Traktat Pelarangan Menyeluruh Uji-coba Nuklir Comprehensive Test Ban Treaty adalah sebuah perjanjian internasional yang melarang semua kegiatan peledakan nuklir dalam semua lingkungan baik untuk tujuan militer maupun sipil. Perjanjian ini berhasil dirampungkan pada bulan Juni 1996 di Konferensi Perlucutan Senjata di Jenewa, namun baru dapat diadopsi oleh Majelis Umum PBB pada 10 September 1996, dan terbuka untuk ditandatangani pada 24 September 1996 di Markas Besar PBB yang pada waktu itu ditandatangani oleh 71 negara termasuk didalamnya 5 dari 8 negara berkemampuan nuklir. Per 10 September 2006, perjanjian ini telah ditandatangani oleh 176 negara dan sudah diratifikasi oleh 135 negara. Di bawah pasal XIV, traktat belum dapat berlaku jika tidak ditandatangani dan diratifikasi oleh 44 negara pemilik reaktor nuklir yang tercantum dalam Annex 2 termasuk Indonesia. Daftar Annex 2 terdiri dari negara-negara yang secara resmi berpartisipasi dalam sidang Konperensi Perlucutan Senjata 1996, dan yang ada dalam Tabel 1 edisi Desember 1995 Nuclear Research Reactor in the World dan Tabel 1 edisi April 1996 Nuclear Power Reactors in the World yang keduanya dihimpun oleh Badan Tenaga Atom Internasional IAEA. Sesuai Pasal XIV 2, jika traktat belum juga berlaku tiga tahun setelah tanggal dibukanya penandatanganan, suatu konperensi khusus negara-negara yang telah meratifikasinya dapat diselenggarakan untuk memutuskan langkah-langkah apa yang akan diambil guna mempercepat proses ratifikasi dan guna memfasilitasi berlakunya traktat. Mira Benita Maharama : Pengaturan Hukum Internasional Atas Pemanfaatan Tenaga Nuklir Dan Dampak Lingkungan Yang Mungkin Ditimbulkannya, 2008. USU Repository © 2009 Ke-44 negara yang harus menandatangani dan meratifikasi traktat ini agar dapat berlaku secara resmi adalah Aljazair, Argentina, Australia, Austria, Bangladesh, Belgia, Brasil, Bulgaria, Kanada, Chili, Republik Rakyat Tiongkok, Kolombia, Korea Utara, Republik Demokrasi Kongo, Mesir, Finlandia, Perancis, Jerman, Hongaria, India, Indonesia, Iran, Israel, Italia, Jepang, Meksiko, Belanda, Norwegia, Pakistan, Peru, Polandia, Korea Selatan, Romania, Rusia, Slowakia, Afrika Selatan, Spanyol, Swedia, Swiss, Turki, Ukraina, Kerajaan Bersatu, Amerika Serikat dan Vietnam. Republik Rakyat Tiongkok, Kolombia, Mesir, Indonesia, Iran, Israel dan Amerika Serikat belum meratifikasinya sedangkan Korea Utara, India dan Pakistan yang notabene merupakan negara berkemampuan nuklir India dan Pakistan tidak termasuk dalam negara-negara pemilik senjata nuklir versi Traktat Non-Proliferasi Senjata Nuklir atau NPT belum menandatangani ataupun meratifikasinya. 28 • Perjanjian Nonproliferasi Nuklir Nuclear Non-Proliferation Treaty Perjanjian Nonproliferasi Nuklir Nuclear Non-Proliferation Treaty adalah suatu perjanjian yang ditandatangi pada 1 Juli 1968 yang membatasi kepemilikan senjata nuklir. Sebagian besar negara berdaulat 187 mengikuti perjanjian ini, walaupun dua di antara tujuh negara yang memiliki senjata nuklir 28 “Traktat Pelarangan Menyeluruh Uji-coba Nuklir”, http:id.wikipedia.orgwiki Traktat_Pelarangan_Menyeluruh_Uji-coba_Nuklir Mira Benita Maharama : Pengaturan Hukum Internasional Atas Pemanfaatan Tenaga Nuklir Dan Dampak Lingkungan Yang Mungkin Ditimbulkannya, 2008. USU Repository © 2009 dan satu negara yang mungkin memiliki senjata nuklir belumlah meratifikasi perjanjian ini. Perjanjian ini diusulkan oleh Irlandia dan pertama kali ditandatangani oleh Finlandia. Pada tanggal 11 Mei 1995, di New York, lebih dari 170 negara sepakat untuk melanjutkan perjanjian ini tanpa batas waktu dan tanpa syarat. Perjanjian ini memiliki tiga pokok utama, yaitu nonproliferasi, perlucutan, dan hak untuk menggunakan teknologi nuklir untuk kepentingan damai, secara lebih lanjut dijabarkan sebagai berikut: 1. Pokok Pertama: Non-Proliferasi Terdapat 5 negara yang diperbolehkan oleh NPT untuk memiliki senjata nuklir: 1 Perancis masuk tahun 1992 2 Republik Rakyat Tiongkok 1992 3 Uni Soviet 1968, kewajiban dan haknya diteruskan oleh Rusia 4 Britania Raya 1968 5 Amerika Serikat 1968 Hanya lima negara ini yang memiliki senjata nuklir saat perjanjian ini mulai dibuka, dan juga termasuk lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB. Lima negara pemilik senjata nuklir Nuclear Weapon StatesNWS ini setuju untuk tidak mentransfer teknologi senjata nuklir maupun hulu ledak nuklir ke negara lain, dan negara-negara non-NWS setuju untuk tidak meneliti atau mengembangkan senjata nuklir. Mira Benita Maharama : Pengaturan Hukum Internasional Atas Pemanfaatan Tenaga Nuklir Dan Dampak Lingkungan Yang Mungkin Ditimbulkannya, 2008. USU Repository © 2009 Kelima negara NWS telah menyetujui untuk tidak menggunakan senjata nuklir terhadap negara-negara non-NWS, kecuali untuk merespon serangan nuklir atau serangan konvensional yang bersekutu dengan negara NWS. Namun, persetujuan ini belum secara formal dimasukkan dalam perjanjian, dan kepastian- kepastian mengenainya berubah-ubah sepanjang waktu. Amerika Serikat telah mengindikasikan bahwa mereka akan dapat menggunakan senjata nuklir untuk membalas penyerangan non-konvensional yang dilakukan oleh negara-negara yang mereka anggap “berbahaya”. Mantan Menteri Pertahanan Inggris, Geoff Hoon, juga telah menyatakan secara eksplisit mengenai kemungkinan digunakannya senjata nuklir untuk membalas serangan seperti itu. Pada Januari 2006, Presiden Perancis, Jacques Chirac menerangkan bahwa sebuah serangan teroris ke Perancis, jika didalangi oleh sebuah negara, akan memicu pembalasan nuklir dalam skala kecil yang diarahkan ke pusat kekuatan “negara-negara berbahaya” tersebut. 2. Pokok Kedua: Perlucutan Pasal VI dan Pembukaan perjanjian menerangkan bahwa negara-negara NWS berusaha mencapai rencana untuk mengurangi dan membekukan simpanan mereka. Pasal VI juga menyatakan “…Perjanjian dalam perlucutan umum dan lengkap di bawah kendali internasional yang tegas dan efektif.” Dalam Pasal I, negara-negara pemilik senjata nuklir NWS menyatakan untuk tidak “membujuk negara non-Nuklir manapun untuk…mendapatkan senjata nuklir.” Doktrin serangan pre-emptive dan bentuk ancaman lainnya bisa dianggap sebagai Mira Benita Maharama : Pengaturan Hukum Internasional Atas Pemanfaatan Tenaga Nuklir Dan Dampak Lingkungan Yang Mungkin Ditimbulkannya, 2008. USU Repository © 2009 bujukangodaan oleh negara-negara non-NWS. Pasal X menyatakan bahwa negara manapun dapat mundur dari perjanjian jika mereka merasakan adanya “hal-hal aneh”, contohnya ancaman, yang memaksa mereka keluar. 3. Pokok Ketiga: Hak untuk menggunakan teknologi nuklir untuk kepentingan damai. Karena sangat sedikit dari negara-negara NWS dan negara-negara pengguna energi nuklir yang mau benar-benar membuang kepemilikan bahan bakar nuklir, pokok ketiga dari perjanjian ini memberikan negara-negara lainnya kemungkinan untuk melakukan hal yang sama, namun dalam kondisi-kondisi tertentu yang membuatnya tidak mungkin mengembangkan senjata nuklir. Bagi beberapa negara, pokok ketiga perjanjian ini, yang memperbolehkan penambangan uranium dengan alasan bahan bakar, merupakan sebuah keuntungan. Namun perjanjian ini juga memberikan hak pada setiap negara untuk menggunakan tenaga nuklir untuk kepentingan damai, dan karena populernya pembangkit tenaga nuklir yang menggunakan bahan bakar uranium, maka perjanjian ini juga menyatakan bahwa pengembangan uranium maupun perdagangannya di pasar internasional diperbolehkan. Pengembangan uranium secara damai dapat dianggap sebagai awal pengembangan hulu ledak nuklir, dan ini dapat dilakukan dengan cara keluar dari NPT. Tidak ada negara yang diketahui telah berhasil mengembangkan senjata nuklir secara rahasia, jika dalam pengawasan NPT. Mira Benita Maharama : Pengaturan Hukum Internasional Atas Pemanfaatan Tenaga Nuklir Dan Dampak Lingkungan Yang Mungkin Ditimbulkannya, 2008. USU Repository © 2009 Negara-negara yang telah menandatangani perjanjian ini sebagai negara non-senjata nuklir dan mempertahankan status tersebut memiliki catatan baik untuk tidak mengembangkan senjata nuklir. Di beberapa wilayah, fakta bahwa negara-negara tetangga bebas dari senjata nuklir mengurangi tekanan bagi negara tersebut untuk mengembangkan senjata nuklir sendiri, biarpun negara tetangga tersebut diketahui memiliki program tenaga nuklir damai yang bisa memicu kecurigaan. Dalam hal ini, perjanjian Non-Proliferasi bekerja sebagaimana mestinya. Perjanjian ini diusulkan oleh Irlandia dan pertama kali ditandatangani oleh Finlandia. Pertama kali terbuka untuk penandatanganan pada 1 Juli 1968 di New York. Mulai berlaku sejak 5 Maret 1970 setelah diratifikasi oleh Inggris, Uni Soviet, Amerika Serikat, dan 40 negara lainnya. Pada tanggal 11 Mei 1995, di New York, lebih dari 170 negara sepakat untuk melanjutkan perjanjian ini tanpa batas waktu dan tanpa syarat. 29

B. Perjanjian Dan Kerjasama Regional Dalam Kaitannya Dengan