Proses Pencarian Makna Hidup pada Penderita Kelumpuhan Pascastroke

(1)

PROSES PENCARIAN MAKNA HIDUP

PADA PENDERITA KELUMPUHAN PASCASTROKE

SKRIPSI

Guna Memenuhi Persyaratan

Ujian Sarjana Psikologi

Oleh:

IMME LIDYA SIDABUTAR

041301109

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “Proses Pencarian Makna Hidup pada Penderita Kelumpuhan Pascastroke” adalah hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini yang saya kutip dari hasil karya orang lain telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila dikemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang saya sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Medan, Mei 2008


(3)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur saya ucapkan kepada Mu, ya Allah Bapa di dalam nama Tuhan Yesus Kristus, karena atas anugerah, kasih dan berkat Bapa sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Proses Pencarian Makna Hidup pada Penderita Kelumpuhan Pascastroke”. Sungguh karena Bapa yang memampukan saya, sehingga saya tetap kuat menghadapi banyak hal hingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

Saya menyadari bahwa selama pengerjaan skripsi ini, saya mendapatkan banyak dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, saya ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung saya dalam menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih penulis ucapkan kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Chaerul Yoel, Sp.A (K) selaku Dekan Fakultas Psikologi

Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Raras Sutatminingsih, M.Si, Psi selaku dosen pembimbing skripsi.

Terima kasih banyak atas waktu, kesabaran, pemikiran dalam memberikan saran, petunjuk dan bimbingan dalam penelitian ini, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, dan ketika Ibu juga sebagai dosen pembimbing akademik yang telah memberikan motivasi selama empat tahun saya kuliah di Psikologi.


(4)

3. Kepada dosen penguji saya, Ibu Hasnida, M.Si dan Bapak Ferry Novliadi, M. Si yang telah bersedia menjadi penguji skripsi saya, terima kasih atas kesempatan dan waktu yang diberikan kepada peneliti.

4. Ayahanda tercinta, M. Sidabutar (Alm), Ayah yang telah sabar

membimbingku dari kecil. Nasehat ayah “ Doa dapat Mengubah Segala Sesuatu” telah terpatri dalam hatiku dan mengingatkanku dalam setiap perjuanganku. Ayah yang menjadi inspirasiku dalam melakukan penelitian ini, kiranya penelitian ini bermanfaat bagi penderita stroke yang lainnya. Saya sangat mengasihimu dan tetap bangga menjadi puteri ayah.

5. Ibundaku tersayang, Ibu R. Tampubolon, yang telah melahirkan saya ke

dunia, dan telah mencintai dan membesarkan ku dengan kasih sayang mama. Betapa besar perjuangan dan pengorbanan mama saat memperjuangkan kami anak-anak mama. Saya banyak belajar dari teladan sebagai guru yang mengajar tanpa pamrih, bahkan ibunda yang setia mendoakan kami anak-anak mama. Terimakasih buat segalanya.

6. DR. T.B. Silalahi, yang telah memberikan ku kesempatan untuk mengecap

pendidikan di Yayasan Soposurung Balige selama SMU, saya sangat bersyukur menjadi anak didik Bapak. Terima kasih telah menjadi inspirasi bagiku, dan mengingatkanku supaya menjadi berkat dimanapun saya berada.

7. Saudaraku yang telah mendoakan dan mendukungku selama ini (K’Lisbeth,

B’ Freddy, B’ Pahala, K’ Tetty, K’ Devika, B’ Arron, dan adikku Ricky), Keponakanku yang lucu (Harumi dan Samuel), Terima kasih buat


(5)

kebersamaan kita selama ini, saya sangat bersyukur memiliki saudara seperti kakak dan abang, semoga kasih persaudaraan kita tetap abadi, walaupun saat ini kita sedang terpisah oleh jarak yang sangat jauh.

8. Kepada seluruh dosenku di Fakultas Psikologi yang telah mengajari aku Ilmu Psikologi, dan seluruh guru-guruku di SMU 2 Soposurung Balige, SLTP Negeri 1 Simanindo, dan SDN Ambarita yang telah mendidikku tanpa pamrih dan mengajariku akan ilmu pengetahuan.

9. Buat ketiga partisipan penelitian ini, terima kasih banyak buat kesempatan dan waktu yang diberikan. Selain itu, ketiga partisipan juga sangat terbuka kepada saya sehingga sangat membantu saya dalam penelitian ini. Sebenarnya banyak hal pelajaran yang ku petik dari hasil wawancara kita, dan terima kasih buat pesan dari pengalaman hidup yang diberikan kepada peneliti.

10.Sahabat doaku B’Lesbon, yang telah setia mendoakanku dan mendukungku

selama ini, dan menjadi pendengar yang baik terkhusus saat ku menghadapi banyak kendala dalam mengerjakan skripsi ini. Terimakasih telah menjadi saudara sekaligus sahabat buatku.

11.Kak Ridhoi yang memberikan semangat kepada peneliti dan yang telah

memberikan banyak masukan kepada peneliti saat seminggu sebelum sidang. 12. Sahabatku “The XII Generation Yasop” buat kebersamaan kita selama tiga

tahun di SMU, teman-teman KTBku Sweet Mathias, dimana aku merasakan

pertumbuhan karakter dengan belajar firman Tuhan dalam KTB ini ( K’ Phani, K’ Desi, Doris, Winida dan Nova) dan adik-adik KK (Rani’07 &


(6)

Ita’07) yang senantiasa berdoa buatku dan teman-teman sepelayananku di koordinasi UKM KMK USU UP Psikologi (Wiwik, Saut, Fenny, Yoland, dan Rini ), mari perjuangkan Visi itu! Trimakasih buat kebersamaannya.

13.Sahabatku di Psikologi ( Nurmayani, Saut, Pasca, Julia, Yustisi, Juniar, Ichin, Grace, Hartika dan seluruh stambuk’04) tetap semangat ya..! Teman-teman seperjuangan yang skripsi dan seminar, mudah-mudahan kita semua berhasil ya... Amin. Trimakasih buat warna yang kalian berikan.

14.Teman-teman satu kostku (Maya, Yanti, dan Risna). Terima kasih buat

dukungan kalian selama ini, terkhusus saat mengerjakan skripsi ini. Motivasi, doa, kasih sayang dari kalian boleh kurasakan di saat-saat aku seharian mengetik di kamar, bahkan kalian bersedia menjadi pendengar yang setia saat aku menghadapi kendala dalam penelitian ini.

15.Semua pihak yang telah mendukung penelitian ini, yang tidak mungkin saya sebutkan satu per satu. Semoga Tuhan memberkati saudara.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dalam skripsi ini, oleh karena itu penulis mengharapkan masukan dan saran yang membangun dari semua pihak untuk menyempurnakan penelitian ini. Akhirnya, kepada Allah Bapa, penulis berserah diri. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, Amin.

Medan, Mei 2008

Penulis Imme Lidia Sidabutar


(7)

ABSTRAK

Fakultas Psikologi

Universitas Sumatera Utara, Mei 2008 Imme Lidia Sidabutar : 041301109

Proses Pencarian Makna Hidup pada Penderita Kelumpuhan Pascastroke Ix+ 190+ lampiran

Bibliogarafi 58 (1973-2007)

Stroke dapat mengakibatkan kematian dan juga kelumpuhan bagi seseorang,

sehingga hal ini dapat berdampak kepada fisik dan psikologis penderita stroke tersebut (Junaidi, 2004). Penderita kelumpuhan pascastroke memerlukan makna hidup, karena menurut Bastaman (2007) jika individu memiliki makna hidup maka kehidupan individu tersebut akan lebih terarah, berkualitas dan bahagia. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang proses pencarian makna hidup pada penderita kelumpuhan pascastroke.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif supaya dapat memahami penghayatan subjektif yang dirasakan partisipan. Karakteristik partisipan adalah pria ataupun wanita penderita kelumpuhan pascastroke yang berumur di atas 45 tahun dan masih bisa melakukan komunikasi dengan baik. Teknik pengambilan sampel adalah dengan menggunakan teknik berdasarkan teori/konstruk operasional

(theory-based/operational construct sampling). Metode pengumpulan data dilakukan dalam

penelitian adalah wawancara mendalam (in depth interviewing). Di samping itu juga dilakukan observasi saat wawancara berlangsung.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketika seseorang terserang stroke maka individu tersebut akan mengalami penghayatan hidup yang tidak bermakna. Partisipan I dan partisipan II dalam penelitian ini berhasil mengubah kondisi yang tidak bermakna menjadi bermakna sementara partisipan III tidak mampu melewati semua proses pencarian makna hidup sehingga mengalami kondisi penghayatan hidup yang tidak bermakna. Proses pencarian makna hidup pada ketiga partisipan berbeda dalam hal tahapan, sumber, komponen maupun metode yang digunakan.

Saran penelitian bagi penderita kelumpuhan pascastroke supaya dapat menerima kondisinya dan dapat menemukan makna hidup dengan cara menggunakan metode penemuan makna hidup, bagi keluarga, yayasan ataupun praktisi kesehatan yang menangani penderita kelumpuhan pascastroke serta masyarakat luas perlu memberikan dukungan yang tepat pada penderita kelumpuhan pascastroke agar mereka dapat menemukan dan memenuhi makna hidupnya.


(8)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ABSTRAK

KATA PENGANTAR ... ... i

DARTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR BAGAN ... xi

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

I.A. Latar Belakang Masalah ... ... ...1

I.B. Perumusan Masalah ... 14

I.C. Tujuan Penelitian ... 14

I.D. Manfaat Penelitian ... 15

I.E. Sistematika Penulisan...16

BAB II LANDASAN TEORI ... 18

II.A. Stroke ... ... 18

II.A.1. Defenisi Stroke ... 18

II.A.2 Klasifikasi Stroke ... 20

II.A.3. Faktor Resiko Stroke ... 22

II. B. Penderita Kelumpuhan Pascastroke ... 25

II.B.1. Defenisi Penderita Kelumpuhan Pascastroke ... 25


(9)

II.B.3. Masalah Psikologis Pascastroke ... 29

II.C. Makna Hidup... ...32

II.C.1. Defenisi dan Karakteristik Makna Hidup ... 32

II.C.2. Sumber-Sumber Makna Hidup ... 34

II.C.3. Hikmah dalam Penderitaan (Meaning in Suffering) ...36

II.C.4. Komponen-Komponen yang Menetukan Keberhasilan dalam Pencarian Makna Hidup ...38

II.C.5. Proses Pencarian Makna Hidup ... 39

II.C.6. Metode Penemuan Makna Hidup ... 41

II.C.7. Penghayatan Hidup ... 44

II.C.7.a. Penghayatan Hidup Tanpa Makna ...44

II.C.7.b. Penghayatan Hidup Bermakna ... 45

II.D. Paradigma Penelitian ... 47

BAB III METODE PENELITIAN ...48

III.A. Pendekatan Kualitatif ... 48

III.B. Metode Pengumpulan Data ... 49

III.B.1. Wawancara ... 50

III.B.2. Observasi ... 51

III.C. Alat Pengumpulan Data ... 52

III.C.1. Alat Perekam ... 53

III.C.2. Pedoman Wawancara ... 53


(10)

III.D. Partisipan dan Lokasi Penelitian ... 54

III.D.1. Karakteristik Partisipan Penelitian ... 54

III.D.2. Jumlah Partisipan Penelitian ... 55

III.D.3. Teknik Pengambilan Subjek ... 55

III.D.4. Lokasi Penelitian ... 56

III.E. Prosedur Penelitian ... 56

III.E.1. Tahap Pralapangan ... 57

III.E.2. Tahap Pelaksanaan Penelitian ... 59

III.E.3. Tahap Pencacatan Data ... 61

III.F. Metode Analisis Data 61 BAB IV ANALISIS DATA DAN INTERPRETASI ... 64

IV.A. Partisipan I ... 64

IV.A.1. Analisa Data ... 64

IV.A.1.a. Identitas Diri Partisipan I ... 64

IV.A.1.b. Deskripsi Data Partisipan I ... 65

IV.A.2. Observasi Umum Partisipan I ... 66

IV.A.3. Data Wawancara Partisipan I ... 71

IV.A.3.a. Gambaran Penyebab Stroke yang Diderita ... 71

IV.A.3.b. Gambaran Gejala Fisik dan Masalah Psikologis pada Partisipan I ... 73

IV.A.3.c.Gambaran Proses Pencarian Makna Hidup Partisipan I ... 75


(11)

IV.B. Partisipan II ... 100

IV.B.1. Analisa Data ... 100

IV.B.1.a. Identitas Diri Partisipan II ... 100

IV.B.1.b. Deskripsi Data Partisipan II ... 100

IV.B.2. Observasi Umum Partisipan II ... 102

IV.B.3. Data Wawancara Partisipan II ... 106

IV.B.3.a. Gambaran Penyebab Stroke yang Diderita ... 106

IV.B.3.b. Gambaran Gejala Fisik dan Masalah Psikologis pada Partisipan II ... 107

IV.B.3.c. Gambaran Proses Pencarian Makna Hidup pada Partisipan II ... 109

IV.B.4. Interpretasi Data Partisipan II ...116

IV.C. Partisipan III ... 130

IV.C.1. Analisa Data ... 130

IV.C.1.a. Identitas Diri Partisipan III ... 130

IV.C.1.b. Deskripsi Data Partisipan III ... 130

IV.C.2. Observasi Umum Partisipan III ... 132

IV.C.3. Data Wawancara Partisipan III ... 135

IV.C.3.a. Gambaran Penyebab Stroke yang Diderita ... 135

IV.C.3.b. Gambaran Gejala Fisik dan Masalah Psikologis pada Partisipan III ... 137


(12)

IV.C.3.c. Gambaran Proses Pencarian Makna Hidup pada

Partisipan III ... 139

IV.C.4. Interpretasi Data Partisipan III ... 147

IV.D. Analisa Data Antar Responden ... 163

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN...172

V.A. Kesimpulan ... 172

V.B. Diskusi ... 176

V.C. Saran ... 184

DAFTAR PUSTAKA ... 187 LAMPIRAN


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Gambaran Umum Partisipan I ...64

Tabel 2 Waktu Wawancara Partisipan I ... 66

Tabel 3 Gambaran Gejala Fisik dan Masalah Psikologis pada Partisipan I ... 93

Tabel 4 Gambaran Proses Pencarian Makna Hidup pada Partisipan I ... 94

Tabel 5 Gambaran Penghayatan Hidup pada Partisipan I ... 98

Tabel 6 Gambaran Umum Partisipan II ... 100

Tabel 7 Waktu Wawancara Partisipan II ... 102

Tabel 8 Gambaran Gejala Fisik dan Psikologis pada pada Partisipan II ... 124

Tabel 9 Gambaran Proses Pencarian Makna Hidup pada Partisipan II ... 125

Tabel 10 Penghayatan Hidup pada Partisipan II ... 128

Tabel 11 Gambaran Umum Responden III ... 130

Tabel 12 Waktu wawancara Partisipan III ... 132

Tabel 13 Gambaran Gejala Fisik dan Psikologis pada pada Partisipan III ... 156

Tabel 14 Gambaran Proses Pencarian Makna Hidup pada Partisipan III ... 157

Tabel 15 Gambaran Proses Pencarian Makna Hidup pada Partisipan III ... 161


(14)

DAFTAR BAGAN

Bagan 1 Proses Pencarian Makna Hidup ... 40

Bagan 2 Pencarian Makna Hidup pada Partisipan I ... 99

Bagan 3 Proses Pencarian Makna Hidup pada Partisipan II ... 129


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A

Verbatim Subjek 1 Verbatim Subjek 2 Verbatim Subjek 3

LAMPIRAN B

Pedoman Wawancara

LAMPIRAN C


(16)

ABSTRAK

Fakultas Psikologi

Universitas Sumatera Utara, Mei 2008 Imme Lidia Sidabutar : 041301109

Proses Pencarian Makna Hidup pada Penderita Kelumpuhan Pascastroke Ix+ 190+ lampiran

Bibliogarafi 58 (1973-2007)

Stroke dapat mengakibatkan kematian dan juga kelumpuhan bagi seseorang,

sehingga hal ini dapat berdampak kepada fisik dan psikologis penderita stroke tersebut (Junaidi, 2004). Penderita kelumpuhan pascastroke memerlukan makna hidup, karena menurut Bastaman (2007) jika individu memiliki makna hidup maka kehidupan individu tersebut akan lebih terarah, berkualitas dan bahagia. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang proses pencarian makna hidup pada penderita kelumpuhan pascastroke.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif supaya dapat memahami penghayatan subjektif yang dirasakan partisipan. Karakteristik partisipan adalah pria ataupun wanita penderita kelumpuhan pascastroke yang berumur di atas 45 tahun dan masih bisa melakukan komunikasi dengan baik. Teknik pengambilan sampel adalah dengan menggunakan teknik berdasarkan teori/konstruk operasional

(theory-based/operational construct sampling). Metode pengumpulan data dilakukan dalam

penelitian adalah wawancara mendalam (in depth interviewing). Di samping itu juga dilakukan observasi saat wawancara berlangsung.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketika seseorang terserang stroke maka individu tersebut akan mengalami penghayatan hidup yang tidak bermakna. Partisipan I dan partisipan II dalam penelitian ini berhasil mengubah kondisi yang tidak bermakna menjadi bermakna sementara partisipan III tidak mampu melewati semua proses pencarian makna hidup sehingga mengalami kondisi penghayatan hidup yang tidak bermakna. Proses pencarian makna hidup pada ketiga partisipan berbeda dalam hal tahapan, sumber, komponen maupun metode yang digunakan.

Saran penelitian bagi penderita kelumpuhan pascastroke supaya dapat menerima kondisinya dan dapat menemukan makna hidup dengan cara menggunakan metode penemuan makna hidup, bagi keluarga, yayasan ataupun praktisi kesehatan yang menangani penderita kelumpuhan pascastroke serta masyarakat luas perlu memberikan dukungan yang tepat pada penderita kelumpuhan pascastroke agar mereka dapat menemukan dan memenuhi makna hidupnya.


(17)

BAB I PENDAHULUAN

I.A. Latar Belakang Masalah

Dalam era pembangunan di segala bidang yang kini sedang digalakkan pemerintah, dituntut sosok manusia yang sehat jasmani maupun rohani, namun yang terjadi adalah terdapat banyak masalah kesehatan baik di negara maju maupun di negara berkembang. Masalah kesehatan tersebut mengakibatkan angka kematian yang masih tinggi, cacat jasmani maupun rohani yang tentunya merupakan suatu keadaan yang dapat menjadi faktor penghambat derap pembangunan yang telah digalakkan oleh pemerintah saat ini (Misbach, 1997).

Salah satu masalah kesehatan di negara maju dan negara berkembang yang semakin mendapat perhatian dewasa ini adalah penyakit stroke, karena menduduki urutan ketiga penyebab kematian setelah penyakit jantung dan kanker (Adam, 1993). Kejadian stroke yang terjadi di negara maju seperti negara Amerika Serikat mengakibatkan hampir sekitar 750.000 penderita stroke setiap tahunnya dan menyebabkan sekitar 160.000 orang yang mengalami kematian (Bond, 2006). Ahmad (2000) sebagai salah satu konsultan saraf di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) mengungkapkan bahwa di negara Indonesia, stroke merupakan penyakit yang paling banyak menyebabkan kematian hampir di seluruh rumah sakit di Indonesia.


(18)

Shimberg (1998) menyatakan bahwa stroke merupakan penyakit

serebrovaskuler (pembuluh darah otak) yang ditandai dengan kematian jaringan otak

(infark serebral), hal tersebut terjadi karena berkurangnya aliran darah dan oksigen ke otak atau keadaan di mana sel-sel otak mengalami kerusakan, karena tidak mendapatkan oksigen dan nutrisi yang cukup. Sarafino (2006) menambahkan bahwa

stroke merupakan salah satu penyakit kronis utama yang menyebabkan kelumpuhan. Stroke dapat berupa iskemik dan juga dapat berupa haemoragik. Pada stroke iskemik, aliran darah ke otak terhenti karena terjadinya bekuan darah yang telah

menyumbat suatu pembuluh darah (aterosklerosis), sedangkan pada stroke

haemoragik terjadi karena pecahnya pembuluh darah, sehingga peredaran darah

menjadi tidak normal, karena darah merembes masuk ke otak dan merusaknya (Junaidi, 2004). Stroke haemoragik memiliki dampak yang sangat berbahaya karena biasanya menyebabkan kondisi yang fatal yaitu kematian (Sarafino, 2006).

Menurut Survai Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995, stroke menyebabkan kematian dan kecacatan utama di Indonesia. Diperkirakan insiden

stroke cenderung meningkat seiring meningkatnya penyakit yang merupakan faktor

resiko stroke, seperti penyakit kencing manis, hipertensi dan jantung. Faktor resiko lainnya yang mengakibatkan stroke adalah stress, penyalahgunaan narkoba, alkohol, faktor keturunan, dan gaya hidup yang tidak sehat.

Peningkatan kejadian stroke terlihat jelas dari data Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan bagian neurologi. Pada tahun 1994 dirawat 170 penderita, tahun 1998 dirawat 197 penderita, tahun 1999 dirawat 216 penderita dan tahun 2000 sebanyak


(19)

308 orang menjadi pasien rawat inap dan rawat jalan. Pada tahun yang sama di Rumah Sakit Herna Medan, jumlah penderita stroke non haemoragik sebesar 90 orang, sedangkan stroke haemoragik sebesar 12 orang (Siregar, 2002).

Tugasworo (2007) sebagai staf bagian neurologi Rumah Sakit Umum (RSU) Dr. Kariadi dalam seminar “Stroke dan Rehabilitasi” di Wisma Katarina R.S. Elizabeth Semarang mengungkapkan bahwa penderita pascastroke umumnya mereka yang dianggap golongan eksekutif, selebritis dan mereka yang tergolong ekonomi kuat. Ekonomi yang kuat dapat meningkatkan kecenderungan seseorang untuk melakukan pola hidup yang tidak sehat, seperti sering memakan makanan yang berlemak dan berkolesterol tinggi, merokok dan meminum alkohol yang berlebihan dan pola hidup yang tidak sehat lainnya.

Jenis kelamin memiliki peranan terhadap resiko stroke, dan laki-laki memiliki resiko yang lebih tinggi untuk terserang stroke (Shaffer, 2002). Perbandingan jenis kelamin akan resiko stroke antara laki-laki daripada wanita adalah 1,3:1 kecuali pada lanjut usia, perbandingan tersebut hampir tidak ada (Junaidi, 2004). Stroke dapat menyerang semua usia termasuk anak-anak, namun sebahagian besar kasus dijumpai pada orang-orang yang berusia di atas 40 tahun, karena semakin tua umur seseorang, maka resiko terjangkit stroke semakin besar (Sutrisno, 2007). Hampir 75 % dari penderita stroke adalah individu dengan usia 65 tahun lebih (Shaffer, 2002).

Idris (2007) sebagai salah satu tokoh pemerhati sosial mengungkapkan bahwa setelah individu mengalami serangan stroke (pascastroke), maka individu tersebut


(20)

akan menjalani proses pemulihan dan pengobatan yang biasanya dilakukan dengan penanganan rehabilitasi. Hal tersebut sejalan dengan penyataan Peurala, Airaksinen & Jakala (2007) yang melakukan penelitian longitudinal terhadap penderita stroke, mengungkapkan bahwa individu yang terserang stroke harus dengan segera di tangani, khususnya penderita yang mengalami stroke akut. Jika tidak memungkinkan dilakukannya penanganan yang intensif di rumah penderita, maka rehabilitasi adalah salah satu cara yang efektif, karena penanganan yang tepat dan cepat sangatlah berpengaruh pada kondisi fisik dan psikologis penderita yang lebih baik.

Penderita pascastroke mengalami gangguan fisik yang bervariasi,

tergantung bagian otak yang terkena. Penderita pascastroke memiliki kemungkinan yang sangat besar mengalami kelumpuhan, seperti mengalami mati rasa sebelah badan, sulit untuk berbicara dengan orang lain, mulut mencong (facial drop), lengan yang lemah, kaki lemah (arm drift), gangguan koordinasi tubuh dan penderita pascastroke yang parah biasanya hanya bisa di tempat tidur maupun di kursi roda (Junaidi, 2004).

Sarafino (2006) mengungkapkan bahwa selain mengalami kelumpuhan, individu penderita stroke juga mengalami penurunan fungsi yang mencakup penurunan fungsi kognitif, memori dan persepsi. Keadaan ini mengakibatkan penderita tidak dapat bekerja, seperti sebelum terserang stroke. Banyak penderita kelumpuhan pascastroke diberhentikan dari pekerjaan, karena stroke yang parah dan proses pemulihan yang cukup lama. Peneliti juga melakukan wawancara pra penelitian dengan salah seorang penderita kelumpuhan pascastroke yang bernama Ibu


(21)

N. (inisial) tentang gangguan fisik yang dialaminya, berikut kutipan wawancara tersebut:

“….udah 1,5 tahun saya menderita seperti ini, beberapa bulan yang lalu saya hanya bisa berbaring di tempat tidur tapi sekarang sudah bisa didudukkan di kursi, tapi nggak bisa berdiri lagi harus dipapah, tapi dengan kaki yang sebelah kiri tidak bisa digerakkan lagi, jadi seperti bukan tangan dan kakiku saja, bahuku nggak bebas bergerak.. aku nggak dapat melakukan apa-apa lagi dan rasanya seperti sudah mati saja…”

(Komunikasi Personal, 14 Oktober 2007)

Angka kelumpuhan stroke umumnya lebih tinggi dari angka kematian, perbandingan antara kelumpuhan dan kematian yang diakibatkan stroke adalah 4 : 1 (Junaidi, 2004). Stroke dapat mengakibatkan gangguan fisik, seperti kelumpuhan yang permanen dan hanya menunjukkan sedikit peningkatan dalam waktu yang lama (Sarafino, 2006).

Pengalaman peneliti sebagai salah satu anggota keluarga penderita kelumpuhan pascastroke menyaksikan bahwa sering sekali penderita kelumpuhan pascastroke mengalami kesulitan untuk berkomunikasi dengan orang lain. Penderita juga sering menangis tanpa sebab dan menganggap dirinya tidak berguna karena tidak dapat bekerja kembali setelah serangan stroke berlalu.

Penyakit stroke tidak hanya berdampak buruk pada kondisi fisik penderita pascastroke, tetapi juga berdampak bagi perkembangan psikologisnya. Penderitaan yang dialami oleh individu pascastroke disebabkan karena stroke merupakan penyakit kronis yang dapat mengakibatkan kelumpuhan total, bahkan kematian (terminal


(22)

Kondisi awal yang menyertai keadaan individu yang memiliki penyakit kronis adalah mengalami shock, putus asa, dan sering sekali menggunakan penghindaran dari kontak lingkungan (avoidance), dan menyangkal keberadaan masalah kesehatan yang di deritanya (Sarafino, 1998). Kondisi ini terlihat juga pada hasil wawancara pra penelitian berikut ini:

“… Pertama kali di bilang stroke, bou (sebutan tante dalam keluarga Batak Toba) bingung harus gimana..., sering marah kalau melihat orang lain berjalan, mereka bisa melihat keramaian sementara bou enggak! bou ingin seperti mereka, tapi udahlah, aku juga sakit hati kalau mereka berbisik-bisik, dan tertawa di depanku. Makanya bou lebih suka di rumah daripada bertemu dengan orang-orang. Kalau aku nyanyi air mataku jatuh. entah lah kenapa… beban pikiranku sangat banyak, dan gelisah datang truss…..”

(Komunikasi Personal, 16 Oktober, 2007)

Dari hasil wawancara tersebut dapat dilihat bahwa, penderita kelumpuhan pascastroke mengalami shock, kemarahan dan melakukan penghindaran dari lingkungan. Shimberg (1990) juga mengungkapkan bahwa penderita kelumpuhan pascastroke sering merasa rendah diri, perasaan ini merupakan suatu reaksi emosional terhadap kemunduran kualitas keberadaan mereka. Selain penderita kelumpuhan pascastroke sering marah-marah, dan memperlihatkan sikap yang mengingkar, penderita juga mengalami kelabilan emosi yang merupakan gejala yang aneh, terkadang penderita stroke tertawa atau menangis tanpa ada alasan yang jelas.

Pada studi kasus pada penderita stroke berat yang diteliti oleh Setiadarma & Supeli (2004) menemukan bahwa reaksi emosional negatif yang dialami oleh penderita kelumpuhan pascastroke, seperti rasa sedih dan rasa murung yang berkepanjangan dapat menyebabkan depresi. Hal ini senada dengan penyataan


(23)

Ouimet et al. (2001) yang mengungkapkan bahwa depresi yang dialami oleh penderita kelumpuhan pascastroke dapat mempengaruhi kemampuan untuk menerima diri sendiri. Penderita yang tidak dapat menerima diri sendiri akan merasa dirinya tidak berarti, tidak berguna, sehingga akan semakin merasa terasing, dan terkucil dari lingkungannya.

Penelitian yang dilakukan oleh Wade, Smith & Hewer (dalam Shimberg, 1998) melaporkan bahwa dari 976 penderita kelumpuhan pascastroke lebih dari 60% mengalami depresi, karena mereka menyadari bahwa proses pemulihan kelumpuhan yang diakibatkan stroke sangat lama, dan hal ini membuat penderita merasa putus asa, dan merasa tidak tertolong.

Penderita kelumpuhan pascastroke sering menarik diri dari hubungan interpersonal dan lingkungannya. Perasaan mereka sering terluka, karena sering tidak diperdulikan oleh orang lain (Shimberg, 1998). Teman-teman penderita kelumpuhan pascastroke sering meninggalkan mereka, karena tidak tahu bagaimana bereaksi kepada penderita kelumpuhan pada pascastroke. Hal ini juga dapat dilihat dari hasil kutipan wawancara pra penelitian dengan seorang penderita kelumpuhan pascastroke yaitu bapak H (inisial), kutipan wawancara tersebut adalah:

“…..Skarang saya merasa sendiri, sangat jarang orang mau ngobrol dengan ku… karena mereka sibuk dengan diri dan kesibukan mereka masing-masing,

yaaa.. mereka nggak punya waktu lagi denganku…ditambah keluarga juga tidak mau mengerti akan kondisi saya,…saya sangat bosan..nggak bisa melakukan apa-apa dan sakit seperti dan saya hanya bisa menyusahkan mereka…”


(24)

Kondisi psikologis yang semakin memburuk dialami oleh penderita kelumpuhan pascastroke tersebut, dapat diakibatkan karena keluarga penderita tidak mau mengerti dan merasa terganggu dengan penyakit kronis yang dialami oleh penderita. Keluarga sering menunjukkan sikap tidak mau menerima keadaan penderita. Pihak keluarga sering memberi vonis bahwa penderita stroke akan meninggal sehingga mereka tidak semangat untuk merawat dan mengatasinya (Tugasworo, 2007).

Banyak orang yang merasa malu apabila di antara anggota keluarganya terserang stroke, bahkan tidak semua keluarga penderita kelumpuhan pascastroke yang siap untuk menerima penderita di rumah. Kerumitan tidak hanya terkait dengan bagaimana mengurangi keterbatasan fisik, tetapi juga karena efek psikologis yang timbul akibat kelumpuhan (Sutrisno, 2007). Padahal menurut Mayo (2000) yang merupakan peneliti pada McGill University, menyatakan bahwa perawatan di rumah merupakan suasana ideal bagi penderita, karena keluarga dapat memberikan dukungan yang efektif bagi penderita kelumpuhan pascastroke.

Penderita pascastroke menghadapi banyak masalah fisik yang disertai dengan tekanan psikologis. Hal ini mengakibatkan penderita kelumpuhan pascastroke mengalami penderitaan (suffering). Bastaman (1996) menyatakan bahwa penderitaan (suffering) merupakan perasaan yang tidak menyenangkan, dan reaksi-reaksi yang ditimbulkannya berkaitan dengan kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh individu. Oreopoulos (2005) juga menambahkan bahwa penderitaan tidak hanya berdampak pada satu aspek kehidupan saja, namun berdampak pada seluruh kehidupan, seperti


(25)

fisik, emosional, mental, dan aspek sosial. Penderitaan merupakan pengalaman personal yang unik yang hanya dapat dirasakan oleh orang yang mengalami penderitaan.

Penderitaan yang dialami oleh individu dapat mengakibatkan stres, menimbulkan perasaan-perasaan kecewa, tertekan, susah, sedih, cemas, marah, malu, terhina, rendah diri, putus asa, hampa, tidak bermakna, serta penghayatan-penghayatan tidak menyenangkan lainnya (Bastaman,1996). Seseorang yang hidup dalam kondisi yang tanpa makna (meaningless) ditandai dengan perasaan hampa, gersang, merasa tidak memiliki tujuan hidup, bosan dan penuh dengan keputusasaan (Bastaman, 2007). Kondisi fisik dan tekanan psikologis yang dirasakan oleh penderita kelumpuhan pada pascastroke dapat membuat penderita mengalami perasaan tidak bermakna (meaningless), hal ini juga terlihat pada diri Bapak S. (inisial) sebagai berikut:

“...Karna sanking sakitnya dan memang saya itu dah nggak bisa melakukan apa-apa lagi.. duduk saja saya nggak bisa... baru setelah satu bulan saya baru bisa duduk di kursi roda jadi memang saya nggak ada gunanya lagi hidup waktu itu... dari pada menyusahkan keluarga dan menghabiskan biaya untuk pengobatan yang sangat mahal... jadi saya pikir mati adalah solusi yang baik..”

(Komunikasi personal , 11 Februari 2008 ) Kondisi tidak bermakna (meaningless) tersebut jika terus menerus berlanjut akan berdampak negatif bagi penderita kelumpuhan pascastroke baik secara fisik maupun psikologis. Liebeskind (2003) mengungkapkan bahwa perasaan yang tidak bermakna (meaningless) dapat mengakibatkan kematian bagi penderita kelumpuhan pascastroke. Oleh sebab itu, diperlukan makna hidup dalam diri individu supaya


(26)

kehidupan seseorang lebih terarah, yang bila berhasil di temukan dan dipenuhi akan menyebabkan kehidupan menjadi lebih berarti dan terhindar dari keputusasaan (Bastaman, 1996).

Thompson (1991) mengungkapkan bahwa jika penderita stroke terus mencari makna hidupnya, seperti bertanya “why me” dan menemukan jawaban dari pertanyaan tersebut dan menemukan makna dari penyakit stroke yang dideritanya, maka hal itu akan berpengaruh positif kepada penyesuaian diri penderita kelumpuhan pascastroke. Makna hidup yang dimiliki oleh penderita kelumpuhan pascastroke, akan menjadikan kondisinya lebih baik. Makna hidup adalah hal-hal yang dipandang penting, dirasakan berharga serta memberikan nilai khusus bagi seseorang, sehingga layak dijadikan tujuan dalam kehidupan (the purpose in life). Orang lain hanya dapat menunjukkan hal-hal yang berarti tetapi akhirnya akan berpulang kepada orang tersebut untuk menentukan apa yang dianggap penting dan bermakna (Bastaman, 2007).

Makna hidup dapat ditemukan dalam situasi apapun, bahkan dapat ditemukan dalam kondisi yang menderita (Frankl, 2004). Terkadang kehidupan baru dapat mengandung suatu arti ketika berhadapan dengan situasi yang dipenuhi dengan penderitaan (Schultz, 1991). Hal tersebut senada dengan penyataan Oreopoulos (2005) yang mengungkapkan bahwa penderitaan bukanlah musuh, tetapi guru yang memberikan kesempatan yang unik bagi setiap individu untuk pengembangan dirinya. Penderitaan adalah bagian integral dari sebuah kehidupan, hidup tidak akan bermakna tanpa adanya penderitaan (suffering).


(27)

Frankl (1973) mengemukakan bahwa harapan untuk bermakna dapat dikembangkan dalam berbagai kondisi, baik dalam keadaan normal maupun dalam keadaan penderitaan (suffering), seperti dalam kondisi sakit (pain), merasa bersalah (guilt), bahkan menjelang kematian sekalipun. Frankl (dalam Koeswara 1992) mengemukakan bahwa kekuatan ataupun kekebalan individu amat bergantung pada kondisi psikologis seseorang. Adanya harapan, keberanian ataupun semangat hidup berpengaruh positif terhadap kekebalan individu.

Harapan untuk bermakna juga dapat dimiliki oleh penderita kelumpuhan pascastroke, walaupun penderita mengalami penderitaan (suffering). Tidak sedikit individu yang telah berhasil menemukan dan memenuhi makna hidupnya menjadi berhasil mencapai prestasi tinggi, bahkan mampu menemukan hikmah dari penderitaannya (meaning in suffering) (Bastaman, 1996).

Frankl (dalam Bastaman, 2007) mengatakan bahwa individu dapat memperoleh makna hidupnya melalui tiga sumber, yaitu nilai-nilai kreatif (creative

values), nilai-nilai pengalaman (experiental values), dan nilai-nilai bersikap

(attitudinal values).Makna hidup tidak dapat diberikan oleh siapapun, melainkan harus dicari, dijajaki, dan ditemukan sendiri (Bastaman, 2007).

Individu yang mampu mengubah kondisi penghayatan dirinya dari penghayatan yang tidak bermakna (meaningless) menjadi bermakna (meaningful) membutuhkan suatu proses pencarian (Bastaman, 1996). Proses pencarian agar hidup lebih bermakna juga dilakukan oleh seorang penderita kelumpuhan pascastroke, seperti yang terlihat pada Bapak S. (inisial) sebagai berikut:


(28)

“..Sa.. Saya terus menanyakan dalam hati... apakah sampai mati saya akan terus begini terus menyerah dengan kondisi ini?... jadi saya renungkan lagi dan trus saya cari.. bagaimana supaya saya bisa merasa bahagia....Ya akhirnya saya menemukan harapan untuk tetap hidup dalam sisa-sisa hidupku ini, aku jadinya semangat untuk tetap sehat.. biar sempat ketemu anakku...”

(Wawancara, 5 Maret 2008)

Penderita kelumpuhan pascastroke perlu melakukan proses pencarian sampai akhirnya menemukan makna hidupnya. Mereka yang berhasil telah menemukan makna hidup, perlu menghayati hidup bermakna untuk menjalani kehidupan sehari-hari dengan penuh semangat, bergairah serta jauh dari perasaan hampa, walaupun individu dalam situasi yang tidak menyenangkan atau dalam penderitaan (Budiraharjo, 1997). Ketidakberhasilan untuk menemukan dan menghayati makna hidup, biasanya menimbulkan frustasi eksistensial dan kehampaan eksistensial yang di tandai dengan hilangnya minat, berkurangnya inisiatif, munculnya perasaan hampa, gersang, merasa tidak memiliki tujuan hidup, merasa tidak berarti, serta bosan dan apatis (Koeswara, 1992).

Ada beberapa komponen yang dapat menentukan berhasilnya perubahan dari penghayatan hidup tak bermakna menjadi bermakna (Bastaman, 1996), yaitu kelompok komponen personal (terdiri dari pemahaman diri dan pengubahan sikap), kelompok komponen sosial (berupa dukungan sosial) dan kelompok komponen nilai (terdiri dari makna hidup, komitmen diri dan kegiatan-kegiatan terarah).

Bastaman (1996) menyatakan bahwa perubahan hidup dari tidak bermakna menjadi bermakna harus melalui proses. Proses tersebut meliputi tahap derita (peristiwa tragis, penghayatan tanpa makna), tahap penerimaan diri (pemahaman diri,


(29)

pengubahan sikap), tahap penemuan makna hidup (penemuan makna dan penentuan tujuan hidup), tahap realisasi makna (komitmen diri, kegiatan terarah dan pemenuhan makna hidup) serta tahap kehidupan bermakna (penghayatan bermakna, kebahagiaan).

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kondisi fisik dan psikologis yang dialami oleh penderita kelumpuhan pascastroke dapat mempengaruhi penghayatan hidup individu tersebut. Terkait dengan fenomena di atas bahwa jika individu mengalami suatu penderitaan, bahkan dengan kondisi penghayatan yang tidak bermakna, dan diperlukan suatu proses agar individu dapat menemukan dan menghayati makna hidupnya. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melihat bagaimana proses pencarian makna hidup (the meaning of life) pada penderita kelumpuhan pascastroke.


(30)

I.B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana proses pencarian makna hidup pada penderita kelumpuhan pascastroke. Proses tersebut dilihat dari:

1. Bagaimana penghayatan penderita kelumpuhan pascastroke terhadap kondisi fisik dan psikologis yang dialaminya saat awal terserang stroke?

2. Apa saja komponen-komponen yang menentukan keberhasilan dalam proses

pencarian makna hidup pada penderita kelumpuhan pascastroke?

3. Apa saja sumber-sumber makna hidup pada penderita kelumpuhan

pascastroke?

4. Metode apa saja yang dilakukan penderita kelumpuhan pascastroke untuk

menemukan makna hidup?

5. Bagaimana tahapan-tahapan proses pencarian makna hidup pada penderita

kelumpuhan pascastroke?

I.C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana gambaran proses pencarian makna hidup pada penderita kelumpuhan pascastroke. Hal ini penting untuk diketahui, mengingat pentingnya makna hidup bagi penderita kelumpuhan pascastroke khususnya bagi kesehatan fisik dan psikologisnya.


(31)

I.D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan memperkaya khasanah kajian Psikologi, khususnya di bidang Psikologi Klinis mengenai proses pencarian makna hidup pada penderita kelumpuhan pascastroke. 2. Manfaat Praktis

a. Diharapkan penelitian ini memberikan masukan ataupun sumbangan

informasi kepada penderita kelumpuhan pascastroke untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapinya secara tepat, dan membantu penderita kelumpuhan pascastroke untuk menemukan makna dari penderitaannya, bahkan menemukan dan menghayati makna hidupnya.

b. Penelitian ini dapat memberi sumbangan informasi bagi keluarga,

lingkungan di sekitar, praktisi kesehatan, lembaga-lembaga, yayasan-yayasan yang menangani penderita kelumpuhan pascastroke agar dapat memberikan dukungan dan membantu penderita kelumpuhan pascastroke dalam proses pencarian makna hidupnya.

c. Sebagai wacana/pengetahuan ataupun data empiris mengenai proses

pencarian makna hidup pada penderita kelumpuhan pascastroke, selanjutnya hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi atau acuan bagi peneliti selanjutnya.


(32)

I.E. Sistematika Penulisan

Laporan hasil penelitian ini disusun dalam sistematika sebagai berikut:

Bab I : Pendahuluan

Dalam Bab ini akan disajikan uraian singkat mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II : Landasan Teori

Bagian ini berisikan tinjauan teoritis yang menjadi acuan dalam pembahasan penelitian, terdiri dari teori-teori mengenai

stroke, termasuk defenisi stroke, klasifikasi stroke, faktor

resiko stroke. Teori penderita kelumpuhan pascastroke, termasuk defenisi, gejala dan tanda yang diakibatkan oleh

stroke, dan masalah psikologis pascastroke. Teori makna

hidup, termasuk defenisi dan karakteristik makna hidup, sumber-sumber makna hidup, hikmah dalam penderitaan, komponen-komponen yang menetukan keberhasilan dalam pencarian makna hidup, proses pencarian makna hidup, metode penemuan makna hidup, dan penghayatan hidup.

Bab III : Metode Penelitian

Dalam Bab ini akan dijelaskan metode penelitian yang digunakan oleh peneliti dalam hal ini adalah metode penelitian


(33)

kualitatif, metode pengumpulan data, partisipan, lokasi penelitian, alat bantu pengumpulan data, karakteristik dan teknik pengambilan subjek, serta prosedur penelitian dan analisis data.

Bab IV: Analisa Data dan Interpretasi

Mengenai analisa data dan interpretasi data yang menguraikan tentang data pribadi partisipan, analisa data dan interpretasi per partisipan yang meliputi gambaran penyebab stroke yang di derita, gambaran penderitaan penderita kelumpuhan pascastroke, dan proses pencarian makna hidup penderita kelumpuhan pascastroke.

Bab V: Kesimpulan, Diskusi dan Saran

Kesimpulan berisikan hasil penelitian yang dilaksanakan, dan terdapat diskusi terhadap data-data yang tidak dapat dijelaskan dengan teori atau penelitian sebelumnya, karena merupakan hal baru, serta saran-saran praktis sesuai hasil dan masalah-masalah penelitian, serta saran-saran metodologis untuk penyempurnaan penelitian lanjutan.


(34)

BAB II

LANDASAN TEORI

II.A. Stroke

II.A.1. Defenisi Stroke

Stroke didefenisikan sebagai penyakit atau gangguan yang diakibatkan cacat

fungsional otak fokal maupun global akut dengan gejala dan tanda sesuai bagian otak yang terkena, yang sebelumnya tanpa peringatan; dan hal ini dapat mengakibatkan cacat dan kematian; akibat gangguan aliran darah ke otak karena pendarahan ataupun non pendarahan (Junaidi, 2004).

Shimberg (1998) menyatakan bahwa stroke merupakan penyakit

serebrovaskuler (pembuluh darah otak) yang ditandai dengan kematian jaringan otak

(infark serebral) yang terjadi karena berkurangnya aliran darah dan oksigen ke otak atau keadaan di mana sel-sel otak mengalami kerusakan karena tidak mendapatkan oksigen dan nutrisi yang cukup.

Defenisi stroke menurut WHO adalah:

”Stroke is rapidly developing clinical sign of fokal or global disturbance of cerebral function with symptoms lasting 24 hours or longer, or leading to death with no apperent cause other than vascular signs”

Dari defenisi di atas dapat dikatakan bahwa stroke adalah terjadinya gangguan fungsional otak fokal maupun global secara mendadak dan akut yang berlangsung lebih dari 24 jam; akibat gangguan aliran otak.


(35)

Penyakit serebrovaskuler atau stroke yang menyerang kelompok usia di atas 40 tahun adalah akibat patologi pada sistem pembuluh darah otak, proses ini dapat berupa penyumbatan lumen pembuluh darah oleh trombus (pecahan bekuan darah/plak) atau emboli (udara, lemak), dan pecahnya pembuluh darah otak. Perubahan dinding pembuluh darah otak serta komponen lainnya dapat bersifat primer karena kelainan kongenital maupun degeneratif, ataupun bersifat sekunder akibat proses lain seperti peradangan, arteriosklerosis, hipertensi dan diabetes

melitus, oleh karena itu penyebab stroke sangat kompleks ( Misbach, 1997).

Sarafino (2006) menyatakan bahwa stroke adalah kondisi dimana terjadinya kerusakan pada sebahagian otak disebabkan karena pembuluh darah yang tersumbat sehingga oksigen tidak terpenuhi dengan baik. Penyakit stroke merupakan penyebab kematian utama di dunia dan dapat menyebabkan kematian, kelumpuhan, gangguan bicara, menurunkan kesadaran dan banyak akibat yang lainnya. Penyakit stroke ini dapat terjadi karena gangguan penyakit lain seperti jantung, diabetes mellitus dan hipertensi.

Stroke timbul akibat tersumbatnya peredaran darah pada otak dengan gejala

yang spontan dan mengakibatkan nutrisi dan oksigen yang dibutuhkan oleh otak tidak dapat diedarkan dengan baik, hal ini dapat mengakibatkan radang fungsi otak, dan jika terjadi dalam waktu yang lebih lama dapat mengakibatkan pusing, pingsan, lumpuh bahkan kematian (Idris, 2007).

Berdasarkan defenisi-defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa stroke adalah gangguan saraf yang diakibatkan oleh kerusakan pembuluh darah di otak, yang terjadi


(36)

sekitar 24 jam atau lebih yang mengakibatkan aliran darah ke otak mengalami gangguan sehingga nutrisi dan oksigen yang dibutuhkan otak tidak terpenuhi dengan baik. Peneliti memasukkan teori defenisi stroke, sebagai tambahan informasi kepada pembaca, agar mengetahui lebih jelas tentang penyakit stroke.

II .A.2. Klasifikasi Stroke

Raymond (dalam Junaidi, 2004) menyatakan bahwa secara umum stroke dapat dibagi atas dua bagian besar yaitu stroke iskemik dan stroke haemoragik. Stroke dapat diklasifikasikan dengan beberapa jenis dari kedua bagian besar stroke tersebut yaitu:

a. Stroke Iskemik

Apabila terjadi kekurangan darah atau kurangnya perfusi suatu jaringan disebabkan kurangnya atau tidak adanya suplai darah, maka keadaan ini disebut iskemia. Stroke iskemik merupakan penyakit yang diawali dengan terjadinya serangkaian perubahan dalam otak yang terserang yang apabila tidak ditangani maka akan berakhir dengan kematian bagian otak tersebut, hal ini terjadi karena suplai darah ke otak terhambat atau terhenti disebabkan penyumbatan pembuluh darah oleh thrombus ataupun embolus. Berdasarkan perjalanan klinisnya stroke iskemik (non hemoragik) dikelompokkan menjadi:

1) Transient Ischemic Attack (TIA): serangan stroke sementara yang


(37)

sumbatan karena trombus atau emboli, gejala dan tanda-tandanya sesuai dengan bagian yang terserang.

2) Reversible Ischemic Neurologic Defisit (RIND): Gejala Neurologis

akan menghilang setelah 24 jam sampai dengan 21 hari.

3) Progressing Stroke atau Stroke in Evolution: Kelumpuhan/defisit

neurologis berlangsung secara bertahap dari yang ringan sampai menjadi berat.

4) Stroke Komplit atau Completed Stroke: kelainan neurologis sudah

menetap, dan tidak berkembang lagi. b. Stroke Hemoragik

Stroke pendarahan disebabkan oleh pendarahan suatu arteri serebralis yang

disebut dengan hemoragik. Darah yang keluar dari pembuluh darah dapat masuk ke jaringan otak. Hal ini dapat menyebabkan individu yang terserang

stroke mengalami sakit kepala, gangguan kesadaran, lumpuh sebelah badan,

koma bahkan kematian.

1) Pendarahan Intraserebral (PIS) diakibatkan oleh pecahnya pembuluh darah intraserebral sehingga darah keluar dari pembuluh darah dan kemudian masuk ke dalam jaringan otak. Penyebab PIS biasanya dikarenakan hipertensi yang berlangsung lama lalu terjadi kerusakan dinding pembuluh darah. Faktor pencetus lainnya adalah stress fisik, emosi dan peningkatan tekanan darah yang mendadak sehingga mengakibatkan pecahnya pembuluh darah.


(38)

2) Pendarahan Subarakhnoid (PSA) yaitu masuknya darah ke ruang subarakhnoid baik dari tempat lain (pendarahan subarakhnoid sekunder maupun primer).

Peneliti memasukkan teori tentang klasifikasi stroke, dikarenakan hal ini memberikan informasi kepada peneliti tentang penyebab dari jenis-jenis stroke yang dialami oleh penderita stroke.

II.A.3. Faktor Resiko Stroke

Faktor resiko stroke adalah kelainan atau kondisi yang membuat seseorang

rentan terhadap serangan stroke. Faktor resiko stroke umumnya dibagi 2 golongan besar (Junaidi, 2004):

a. Faktor resiko yang tidak dapat di kontrol:

1) Umur

Jika seseorang semakin tua maka kejadian stroke semakin tinggi. Setelah individu berumur 45 tahun maka resiko stroke iskemik meningkat dua kali lipat pada tiap dekade.

2) Ras/bangsa

Ras dari suku bangsa Afrika/Negro, Jepang dan Cina lebih sering terserang stroke. Di negara Indonesia, suku Batak dan Padang lebih sering menderita penyakit stroke daripada suku Jawa.


(39)

3) Jenis Kelamin

Laki-laki lebih beresiko dibandingkan dengan wanita dengan perbandingan 3:2. Pada laki-laki cenderung mengalami stroke iskemik, sedangkan wanita lebih sering menderita haemoragik dan kematiannya dua kali lipat di bandingkan dengan laki-laki.

4) Riwayat Keluarga (Orang tua, saudara)

Keluarga yang pernah mengalami stroke pada usia muda, maka anggota keluarga lainnya memiliki resiko tinggi untuk mendapatkan serangan

stroke.

b. Faktor resiko yang dapat dikontrol: 1). Hipertensi

Hipertensi dapat menyebabkan stroke iskemik maupun pendarahan, tetapi kejadian stroke pendarahan akibat hipertensi lebih banyak akibat hipertensi sikitar 80%. Hipertensi merupakan penyebab utama terjadinya komplikasi kardiovaskuler dan merupakan masalah utama kesehatan masyarakat yang mangalami transisi dalam sosial ekonomis.

2). Kencing manis (Diabetes mellitus)

Kencing manis dapat menyebabkan stroke iskemik karena terbentuknya plak aterosklerotik pada dinding pembuluh darah yang disebabkan gangguan metebolisme glukosa sistemik. Peningkatan resiko stroke pada pasien diabetes diduga karena hiperinsulinemia.


(40)

3). Alkohol

Konsumsi alkohol mempunyai efek ganda atas resiko stroke, yang menguntungkan dan merugikan. Apabila minum sedikit alkohol secara merata setiap hari akan mengurangi kejadian stroke iskemik dengan jalan meningkatkan HDL dalam darah. Tetapi apabila meminum banyak alkohol sehari, maka akan menambah resiko stroke.

4). Merokok

Kebiasaan merokok memiliki kemungkinan untuk menderita stroke lebih besar, karena dengan merokok dapat menyebabkan vasokonstriksi (menyempitnya pembuluh darah). Resiko meningkatnya stroke sesuai dengan beratnya kebiasaan merokok.

5) Stres

Stres dapat mempengaruhi dan menurunkan fungsi imunitas tubuh serta juga menyebabkan gangguan fungsi hormonal. Ada beberapa bentuk stress yang dapat menyebabkan seseorang terkena serangan stroke yaitu:

a) Stres psikis seperti mental atau emosional

b) Stres fisik dapat berupa aktivitas fisik yang berlebihan

misalnya bekerja secara berlebihan. Jika stres psikis tidak dikontrol dengan baik, maka akan menimbulkan keadaan bahaya pada tubuh, respon tubuh secara berlebihan akan menghasilkan hormon-hormon yang membuat tubuh waspada


(41)

seperti kortisol, katekolamin, epinefrin, dan adrenalin yang berdampak buruk bagi tubuh.

6). Obesitas/Kegemukan

Obesitas dapat memicu proses aterosklerosis yang dihubungkan dengan hipertensi, hiperlipidemia, dan kencing manis.

7). Transient Ischemic Attack (TIA)

TIA merupakan serangan stroke yang dapat mengakibatkan kelumpuhan yang sementara namun serangan ini dapat memacu

stroke yang lebih parah pada waktu yang berikutnya.

Peneliti memasukkan teori faktor-faktor yang menyebabkan stroke, mengingat bahwa stroke dapat terjadi karena lebih dari satu faktor yang mengakibatkan kejadian stroke dan faktor-faktor diatas merupakan penyebab kelumpuhan bagi individu pascastroke.

II.B. Penderita Kelumpuhan Pascastroke

II.B.1. Defenisi Penderita Kelumpuhan Pascastroke

Pascastroke didefenisikan sebagai suatu keadaan individu setelah mengalami terjadinya serangan stroke (brain attack). Jika seseorang terkena serangan stroke maka yang terserang adalah bagian otak yang merupakan pusat kendali bagi seluruh tubuh. Keadaan yang dialami oleh individu pascastroke akan berdampak pada fisik dan psikologis penderita (Lumbantobing, 2001).


(42)

Pascastroke juga merupakan kondisi dimana individu kehilangan kendali atas bagian atas bagian-bagian tertentu dalam tubuh serta pikirannya, hampir semua individu pascastroke tidak lagi dapat melakukan gerakan yang sempurna pada bagian tubuh tertentu dan individu mengalami kemunduran fungsi fisik dan perubahan pada perilakunya. Sering sekali pada pascastroke diberikan program rehabilitasi berlanjut ataupun rawat jalan. Pascastroke mengalami berbagai masalah seperti masalah fisik, mental, seksual, emosional, lingkungan, dan pekerjaan (Idris, 2007).

Setelah individu terserang stroke maka dapat mengakibatkan penderita sembuh sempurna karena yang dideritanya adalah stroke ringan, ada juga yang mengakibatkan kelumpuhan berat seperti mati sebelah badan, tangan terasa kaku, lumpuhnya otot-otot tubuh yang lain, terganggunya sistem memori dan emosi (Idris, 2007).

Sutrisno (2007) menyatakan bahwa kondisi penderita kelumpuhan pascastroke mengalami keterbatasan fisik, dan adanya efek psikologis terhadap kondisi cacat yang dialami penderita. Penderita kelumpuhan pascastroke biasanya menjadi pribadi yang pemurung, putus asa, sedih, mudah tersinggung dan kecewa.

Dari defenisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa penderita kelumpuhan pascastroke adalah kondisi individu setelah terserang stroke (brain attack) sehingga mengakibatkan kelumpuhan pada individu dan pada umumnya akan berdampak pada fisik dan psikologis individu.


(43)

II.B.2. Gejala dan Tanda yang Diakibatkan oleh Stroke

Gejala dan tanda yang sering dijumpai pada individu individu yang sedang mengalami dan setelah terserang oleh stroke. Junaidi (2004) menyatakan bahwa

stroke mengakibatkan berbagai gangguan fisik sehingga mengakibatkan individu

mengalami keterbatasan dalam hidupnya, gangguan fisik tersebut adalah:

a. Adanya serangan defisit neurologis/ kelumpuhan fokal, seperti: hemipares yaitu kelumpuhan pada sebelah badan yang kanan atau kiri saja.

b. Baal atau mati rasa sebelah badan, sering terasa kesemutan dan terkadang

seperti terasa terbakar.

c. Mulut mencong, hal ini disebabkan karena lidah mencong apabila diluruskan, sehingga individu mengalami kesulitan untuk berbicara, kata-kata yang diucapkan tidak sesuai dengan keinginan dan juga bisa mengalami gangguan berbicara berupa pelo, rero, sengau dan kata-katanya kurang dapat di pahami.

d. Sulit untuk makan dan meneguk minuman. Fungsi menelan pada penderita

stroke mengalami penurunan, karena funsi menelan dikendalikan oleh saraf

yang berasal dari kedua hemisfer otak.

e. Mengalami kekakuan ataupun kesulitan ketika berjalan, hal ini diakibatkan kelumpuhan pada penderita stroke (spastisitas)

f. Pendengaran yang kurang baik.

g. Gerakan tidak terkoordinasi, kehilangan keseimbangan, sempoyongan, atau kehilangan koordinasi sebelah badan.


(44)

Masalah fisik yang dihadapi oleh penderita kelumpuhan pascastroke sangat berdampak pada aktivitas sehari-hari individu. Keterbatasan yang dialami oleh penderita kelumpuhan pascastroke akan sangat mempengaruhi kehidupan penderita. Untuk melihat tingkat keparahan kelumpuhan atau kecacatan stroke, berikut ada skala yang digunakan yaitu Skala Kecacatan Stroke (The Modified Rankin Scale):

a. Kecacatan derajat 0

Tidak ada gangguan fungsi b. Kecacatan derajat 1

Hampir tidak ada gangguan fungsi pada aktivitas sehari-hari atau gangguan minimal. Pasien mampu melakukan tugas dan kewajiban sehari-hari.

c. Kecacatan derajat 2 (Ringan)

Pasien tidak mampu melakukan beberapa aktivitas seperti sebelumnya, tetapi tetap dapat melakukan sendiri tanpa bantuan orang lain.

d. Kecacatan derajat 3 (Sedang)

Pasien memerlukan bantuan orang lain, tetapi masih mampu berjalan sendiri tanpa bantuan orang lain, walaupun mungkin membutuhkan tongkat.

e. Kecacatan derajat 4 (Sedang)

Pasien tidak dapat berjalan tanpa bantuan orang lain, perlu bantuan orang lain untuk menyelesaikan sebagian aktivitas diri seperti mandi, pergi ke toilet, merias diri, dan lain-lain.


(45)

f. Kecacatan derajat 5 (Berat)

Pasien tepaksa terbaring di tempat tidur dan kegiatan buang air besar dan kecil tidak terasa (inkontinensia), memerlukan perawatan dan perhatian.

Peneliti memasukkan skala kecacatan stroke tersebut mengingat bahwa asumsi peneliti yang mengganggap bahwa tingkat keparahan dari kelumpuhan yang dialami oleh penderita pascastroke akan berdampak pada penyesuaian individu tersebut.

II.B.3. Masalah Psikologis Pascastroke

Pada saat individu mengalami penyakit kronis seperti stroke, maka individu dan keluarganya akan mengalami goncangan dan ketakutan, hal ini disebabkan sesuatu yang dialami tidak pernah diduga sebelumnya. Shimberg (1998) menyatakan bahwa penyakit stroke dapat mempengaruhi psikologis penderita pascastroke, ada beberapa masalah psikologis yang dirasakan oleh penderita pascastroke yaitu:

a. Kemarahan

Kebanyakan penderita stroke, mengekspresikan amarahnya adalah hal yang sulit bahkan seringkali merasa tidak mau patuh, melawan para perawat, dokter dan ahli terapinya. Mereka juga bisa memaki-maki dengan kata-kata yang menyakitkan dan memukul secara fisik. Penderita juga sering memiliki amarah yang meledak-ledak.


(46)

b. Isolasi

Penderita kelumpuhan akibat stroke dapat mengakibatkan individu melakukan penarikan diri terhadap lingkungan, karena perasaan mereka sering terluka karena sering tidak diperdulikan oleh orang lain. Seringkali teman-teman mereka meninggalkan mereka sendirian karena mereka tidak tahu bagaimana harus bereaksi dengan penderita kelumpuhan tersebut.

c. Kelabilan emosi

Penderita stroke memiliki reaksi-reaksi emosional yang membingungkan. Kelabilan emosi merupakan gejala yang aneh, terkadang penderita stroke tertawa atau menangis tanpa alasan yang jelas. Tangisan yang tidak dapat dikontrol padahal dulunya penderita bukanlah orang yang emosional. Emosi yang sebaliknya juga dapat terjadi, yaitu tertawa yang tidak dapat dikontrol. d. Kecemasan yang berlebihan

Sebahagian penderita mungkin memperlihatkan rasa ketakutannya ketika keluar rumah, keadaan ini dinamakan agorafobia. Hal ini terjadi karena mereka merasa malu ketika bertemu dengan orang lain, sekalipun dengan teman lamanya. Perasaan malu ini mungkin timbul akibat adanya gangguan pada kemampuan bicara dan kelumpuhannya.

e. Depresi

Depresi adalah perasaan marah yang belangsung di dalam batin, beberapa depresi tidak hanya bersifat reaktif, tetapi penderita kelumpuhan pascastroke akan bereaksi terhadap semua kehilangannya dan merasa putus asa.


(47)

Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM)-IV

merupakan salah satu instrumen yang digunakan untuk menegakkan diagnosis depresi. Jika manifestasi depresi muncul dalam bentuk keluhan yang berkaitan dengan mud (mood) (seperti murung, sedih, rasa putus asa). Gejala depresi terdiri dari penurunan mud (mood), gangguan kognitif, vegetatif, retardasi psikomotor. Gangguan emosi berupa gangguan mood depresi, sedih atau murung, ikatan emosi berkurang, menarik diri dari hubungan interpersonal, preokupasi dengan kematian ide-ide bunuh diri atau bunuh diri.

Gambaran kognitif dapat berupa mengeritik diri sendiri, perasaan tak berharga, rasa bersalah, pesimis, tak ada harapan, putus asa bingung, konsentrasi buruk. Gambaran vegetatif dapat berupa lesu dan seperti tidak ada tenaga, tidak bisa tidur atau terlalu banyak tidur, tidak mau makan atau terlalu banyak makan, penurunan berat badan atau penambahan berat badan. Gangguan depresi merupakan gangguan emosi yang paling sering dikaitkan dengan stroke.

Berbagai reaksi yang dapat terjadi pada penderita kelumpuhan pascastroke dapat mengakibatkan masalah psikologis bagi penderita. Peneliti memasukkan teori ini mengingat bahwa gejala psikologis dapat mempengaruhi penghayatan hidup individu.


(48)

II.C. Makna Hidup

Istilah makna hidup dikemukakan oleh Victor Frankl, dan yang merupakan salah satu landasan teorinya yang di sebut logoterapi. Penekanan pada logoterapi ada pada kata “logos” yang artinya makna (meaning) atau rohani (spirituality) sehingga logoterapi merujuk pada pendekatan yang memusatkan pada upaya pencarian makna hidup. Selain makna hidup ada landasan logoterapi lain yaitu kebebasan berkehendak (freedom of will), kehendak akan makna (the will to meaning) (Frankl, 1984).

II.C.1. Defenisi dan Karakteristik Makna Hidup

Makna hidup merupakan sesuatu yang dianggap penting, benar dan didambakan serta memberikan nilai khusus bagi seseorang. Jika makna hidup berhasil ditemukan dan dipenuhi maka akan menyebabkan kehidupan ini dirasakan begitu berarti dan berharga yang pada akhirnya menimbulkan penghayatan bahagia (happiness). Pengertian mengenai makna hidup menunjukkan bahwa di dalamnya terkandung juga tujuan hidup, yakni hal-hal perlu dicapai dan dipenuhi (Yalom dalam Bastaman, 1996)

Makna hidup adalah hal-hal yang dipandang penting, dirasakan berharga serta memberikan nilai khusus bagi seseorang, sehingga layak dijadikan tujuan dalam kehidupan (the purpose in life). Makna hidup bila berhasil ditemukan dan dipenuhi akan menyebabkan kehidupan ini berarti dan biasanya mereka yang menemukan dan mengembangkannya akan terhindar dari keputusasaan. Makna hidup dan hidup bermakna dapat dicapai melalui karya bermanfaat dan kebajikan bagi orang lain,


(49)

meyakini, dan menghayati keindahan, kearifan dan cinta kasih, serta mengambil sikap yang tepat atas penderitaan yang tidak dapat terhindarkan lagi (Bastaman, 2007).

Frankl (1970) menyatakan bahwa kehidupan bukanlah sesuatu yang hampa, makna hidup bermula dari sebuah visi kehidupan, harapan, dan merupakan alasan kenapa individu harus tetap hidup. Makna hidup sebagaimana dikonsepkan oleh Frankl (dalam Bastaman,1996) memiliki karakteristik, yaitu:

a. Makna hidup bersifat unik, pribadi, dan temporer, artinya apa yang dianggap berarti oleh seseorang belum tentu berarti pula bagi orang lain. Dalam hal ini, makna hidup seseorang dan apa yang bermakna bagi dirinya biasanya bersifat khusus, berbeda dan tidak sama dengan makna hidup orang lain, serta makna hidup ini dapat pula berubah dari waktu ke waktu.

b. Makna hidup itu spesifik dan konkrit, dalam artian makna hidup benar-benar dapat ditemukan dalam pengalaman dan kehidupan nyata sehari-hari, serta tidak harus dikaitkan dengan tujuan-tujuan idealistis, atauupun dengan hal-hal yang serba abstrak-filosofis.

c. Makna hidup memberikan pedoman dan arah terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan, sehingga dengan adanya makna hidup ini maka individu tersebut seakan-akan terpanggil untuk melaksanakan dan memenuhinya, sehingga kegiatan-kegiatan yang dilakukan lebih terarah kepada pemenuhan kepada pemenuhan makna hidup tersebut.

Kesimpulan dari defenisi-defenisi di atas adalah bahwa makna hidup adalah sesuatu yang dianggap penting, dirasakan berharga, dan memberikan nilai khusus


(50)

bagi individu untuk dicapai dan dipenuhi dan makna hidup bermula dari visi kehidupan, harapan dan merupakan alasan bagi individu untuk tetap hidup. Makna hidup memiliki karakteristik yang unik, pribadi dan temporer, dan dapat ditemukan dari pengalaman dan kehidupan nyata yang spesifik dan konkrit sehingga makna hidup tersebut menjadi pedoman dan arah terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh individu.

II.C.2. Sumber-Sumber Makna Hidup

Frankl (dalam Bastaman 2007) menyatakan bahwa dalam kehidupan ini terdapat tiga bidang kegiatan yang secara potensial mengandung nilai-nilai yang memungkinkan seseorang menemukan makna hidup di dalamnya dan nilai-nilai tersebut di terapkan dan dipenuhinya. Ketiga nilai (values) ini adalah:

a. Nilai-nilai Kreatif (Creative Values): apa yang dapat diberikan bagi kehidupan ini (what we give to live). Maksudnya, melalui tindakan-tindakan kreatif atau menciptakan suatu karya seni atau bahkan melayani orang lain dapat dikatakan sebagai ungkapan rasa seseorang. Kegiatan berkarya, bekerja, mencipta serta melaksanakan tugas dan kewajiban sebaik-baiknya dengan penuh tanggung jawab. Menekuni suatu pekerjaan dan meningkatkan keterlibatan pribadi terhadap tugas serta berusaha untuk mengerjakannya dengan sebaik-baiknya merupakan salah satu contoh dari kegiatan berkarya. Melalui karya dan kerja, kita dapat menemukan arti hidup dan menghayati kehidupan secara bermakna.


(51)

b. Nilai-nilai Penghayatan (Experiental Values): yaitu keyakinan dan penghayatan akan nilai-nilai kebenaran, kebajikan, keindahan, keimanan dan keagamaan, serta cinta kasih. Menghayati dan meyakini suatu nilai dapat menjadikan seseorang berarti dalam hidupnya. Tidak sedikit orang-orang yang merasa menemukan arti hidup dari agama yang diyakininya. Cinta kasih dapat menjadikan seseorang menghayati perasaan yang berarti dalam hidupnya, dengan mencintai dan merasa dicintai, dan seseorang akan merasa hidupnya penuh dengan pengalaman hidup yang membahagiakan.

c. Nilai-nilai Bersikap (Attitudinal Values): sikap yang diambil untuk tetap bertahan terhadap penderitaan yang tidak dapat dihindari (the attitude we take

toward unavoidance suffering) seperti penyakit yang tidak dapat dihindari lagi

dan menjelang kematian. Hal yang diubah bukanlah keadaannya, melainkan sikap (attitude) yang diambil dalam menghadapi keadaan tersebut. Penderitaan memang dapat memberikan makna dan guna apabila kita dapat mengubah sikap terhadap penderitaan tersebut menjadi lebih baik lagi. Hal ini berarti bahwa dalam keadaan bagaimanapun (rasa sakit, nista, dosa bahkan maut), makna hidup masih dapat ditemukan, asalkan saja mengambil sikap yang tepat dalam menghadapinya.

Menurut Bastaman, (2007) mengungkapkan bahwa selain tiga ragam nilai yang dikemukakan oleh Frankl, ada nilai lain yang menjadikan hidup ini bermakna, yaitu harapan (hope). Harapan adalah keyakinan akan terjadinya hal-hal yang baik atau perubahan yang menguntungkan di kemudian hari. Harapan yang merupakan


(52)

sesuatu yang belum menjadi kenyataan akan memberikan sebuah peluang dan solusi serta tujuan baru yang menjanjikan yang dapat menimbulkan semangat dan optimisme. Pengharapan mengandung makna hidup karena adanya keyakinan akan terjadinya perubahan yang lebih baik, ketabahan menghadapi keadaan buruk saat ini dan sikap optimis menyongsong masa depan. Nilai kehidupan ini disebut dengan nilai-nilai pengharapan (hopeful values)

Peneliti memasukkan teori sumber-sumber makna hidup mengingat bahwa penderita kelumpuhan pascastroke dapat menemukan makna hidupnya dari sumber makna hidup yaitu dapat berupa nilai-nilai kreatif, nilai-nilai penghayatan, nilai-nilai bersikap dan nilai-nilai pengharapan.

II.C.3. Hikmah dalam Penderitaan (Meaning in Suffering)

Penderitaan merupakan bagian integral dari kehidupan manusia, karena eksistensi manusia senantiasa berkisar antara senang dan susah, tawa, air mata, derita dan bahagia.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989) menggambarkan penderitaan sebagai “proses, pembuatan, cara menderita, dan penanggungan” yang terkait dengan sesuatu yang tidak menyenangkan seperti cacat, kesengsaraan dan kesusahan. Atas dasar tersebut, penderitaan (suffering) merupakan perasaan tidak menyenangkan dan reaksi-reaksi yang ditimbulkan sehubungan dengan kesulitan-kesulitan yang dialami seseorang. Rumusan tersebut mengandung beberapa unsur:


(53)

a. Perasaan yang tidak menyenangkan, perasaan yang dihayati secara unik oleh masing-masing penderitaan, dan dihayati secara unik oleh masing-masing penderita dengan intensitas berbeda-beda.

b. Reaksi-reaksi atas penderitaan yang dialami, seperti halnya dengan perasaan yang tidak menyenangkan, reaksi seseorang atas penderitaan sifatnya individual dan unik. Travelbee (dalam Bastaman, 1996) menyebutkan tipe-tipe reaksi itu sebagai “The why me reaction” dan “The acceptance reaction” atau bahkan “ The why not me reaction”

c. Seseorang yang menderita, tida saja penderitaan itu dirasakan oleh orang yang langsung mengalaminya sendiri, tetapi derita yang menimpa orang-orang yang dicintai akan dirasakan juga oleh orang yang mencintainya.

d. Kesulitan-kesulitan yang menimbulkan penderitaan.

Frankl (1967) dalam (Bastaman, 1996) menyebutkan hal-hal yang menimbulkan penderitaan ini sebagai ”the tragic triads of human existence”, yakni

pain (sakit), guilt (salah), dan death (maut). Sakit merupakan suatu keadaan mental

atau fisik yang kurang baik atau kegelisahan mental dan fisik. Salah (guilt) merupakan sejenis penderitaan yang berkaitan dengan perbuatan yang tidak sesuai dengan hati nurani (conscience). Kematian (death) pasti terjadi baik kematian diri sendiri maupun orang lain yang merupakan tragedi alami dan setiap orang pasti akan mengalaminya.


(54)

II.C.4. Komponen-Komponen Yang Menetukan Keberhasilan Dalam Pencarian Makna Hidup

Setiap manusia akan selalu berusaha mencari makna dalam hidupnya. Bastaman (1996) mengemukakan komponen-komponen yang menentukan berhasilnya seseorang dalam merubah hidup dari penghayatan hidup yang tidak bermakna menjadi lebih bermakna, yaitu:

a. Pemahaman diri (Self insight), yakni meningkatnya kesadaran atas

buruknya kondisi diri pada saat ini dan keinginan kuat untuk melakukan perubahan ke arah kondisi yang lebih baik.

b. Makna hidup (Meaning of life), yaitu nilai-nilai penting dan sangat berarti bagi kehidupan pribadi seseorang yang berfungsi sebagai tujuan hidup yang harus dipenuhi dan pengarah-pengarah kegiatannya.

c. Pengubahan sikap (Changing attitude), yaitu dari yang semula tidak tepat menjadi tepat dalam menghadapi masalah, kondisi hidup, dan musibah yang tidak bisa dihindari.

d. Komitmen diri (Self comitment), yaitu komitmen pada makna hidup yang ditemukan dan tujuan hidup yang ditetapkan.

e. Kegiatan terarah (Directed activities), yaitu upaya-upaya yang dilakukan secara sadar dan sengaja berupa pengembangan potensi-potensi pribadi, bakat, kemampuan, keterampilan yang positif serta pemanfaatan relasi antar pribadi untuk menunjang makna dan tujuan hidup.


(55)

f. Dukungan sosial (Social support), yakni hadirnya seseorang atau sejumlah orang yang akrab, dapat dipercaya dan selalu bersedia memberi bantuan saat diperlukan.

Peneliti memasukkan teori diatas karena komponen-komponen di atas yaitu pemahaman diri, makna hidup, pengubahan sikap, komitmen diri serta dukungan sosial, karena keenam komponen tersebut merupakan komponen-komponen penting dalam proses pencarian makna hidup penderita kelumpuhan pascastroke dari penghayatan hidup yang tidak bermakna menjadi bermakna.

II.C.5. Proses Pencarian Makna Hidup

Kewajiban untuk menemukan makna dan mencapai makna merupakan tujuan hidup seseorang. Menyadari hal itu, upaya dan tindakan-tindakan individu menjadi terarah, disertai dengan usaha-usaha sadar untuk mengembangkan bakat, kemampuan dan keterampilan yang menunjang tujuan hidup tersebut. Proses ini sebenarnya merupakan proses pengembangan pribadi (personal development), yang berupa pengembangan dan pendayagunaan potensi-potensi positif untuk memenuhi makna dan tujuan hidupnya (Bastaman, 1996).

Proses keberhasilan adalah urutan pengalaman dan tahap-tahap kegiatan seseorang dalam mengubah penghayatan hidup tidak bermakna menjadi bermakna yang digambarkan dalam bagan berikut ini:


(56)

Bagan 1

Proses Pencarian Makna Hidup

Pengalaman tragis (Tragic event)

Penghayatan tak bermakna (Meaningless life)

Pemahaman diri (Self Insight )

Penemuan makna & tujuan hidup (Finding meaning & purpose of life)

Pengubahan sikap (Changing attitude)

Keikatan diri (Self Commitment)

Kegiatan terarah & pemenuhan makna hidup Hidup Bermakna (Meaningful life) Kebahagiaan (Happiness) Pengalaman tragis (Tragic event)

Penghayatan tak bermakna (Meaningless life)

Pemahaman diri (Self Insight )

Penemuan makna & tujuan hidup (Finding meaning & purpose of life)

Pengubahan sikap (Changing attitude)

Keikatan diri (Self Commitment)

Kegiatan terarah & pemenuhan makna hidup

Hidup Bermakna (Meaningful life)

Kebahagiaan (Happiness)


(57)

Seperti halnya komponen-komponen penemuan makna hidup, tahap-tahap di atas dapat dikategorikan atas lima kelompok tahapan berdasarkan urutannya, yaitu:

a. Tahap Derita (peristiwa tragis, penghayatan tanpa makna)

b. Tahap Penerima Diri (pemahaman diri, pengubahan sikap)

c. Tahap Penemuan Makna Hidup (penemuan makna dan penentuan

tujuan hidup).

d. Tahap Realisasi Makna (keikatan diri, kegiatan terarah dan pemenuhan makna hidup).

e. Tahap Kehidupan Bermakna (penghayatan hidup bermakna dan

kebahagiaan)

Peneliti memasukkan teori tahap-tahap proses pencarian makna hidup karena peneliti ingin mengetahui tahapan proses pencarian makna hidup penderita kelumpuhan pascastroke yang merupakan urutan pengalaman dan tahap-tahap kegiatan individu dalam mengubah penghayatan hidup yang tidak bermakna menjadi bermakna.

II.C.6. Metode Penemuan Makna Hidup

Bastaman (2007) menyatakan bahwa ada beberapa metode yang digunakan untuk menemukan makna hidup diantaranya melalui penyederhanaan dan modifikasi metode Logoanalisis hasil rancangan Crumbaugh. Kelima metode menemukan makna hidup tersebut adalah:


(58)

a. Metode Pemahaman Diri

Metode ini dilakukan dengan cara mengenali keunggulan-keunggulan dan kelemahan-kelemahan pribadi (penampilan, fisik, bakat, pemikiran) dan kondisi lingkungan (keluarga, tetangga, teman). Menyadari keinginan-keinginan masa kecil, masa muda, dan keinginan-keinginan-keinginan-keinginan sekarang, serta memahami kebutuhan-kebutuhan apa yang mendasari keinginan-keinginan itu.

b. Metode Bertindak Positif

Metode ini dilakukan dengan cara menerapkan hal-hal yang baik ataupun tindakan positif dalam perilaku dan tindakan nyata sehari-hari. Hal ini didasari oleh pemikiran bahwa dengan cara membiasakan diri melakukan tindakan-tindakan positif maka akan memberikan dampak positif terhadap perkembangan pribadi dan kehidupan sosial seseorang.

c. Metode Pengakraban Hubungan

Metode ini menganjurkan agar seseorang membina hubungan dengan akrab dengan orang tertentu (misalnya anggota keluarga, teman,pacar), sebab dalam hubungan pribadi yang akrab, seseorang benar-benar merasa diperlukan dan memerlukan orang lain, dicintai, dan mencintai orang lain. Dalam hal ini seseorang akan merasa dirinya berharga dan bermakna bagi orang lain.


(59)

d. Pendalaman Catur Nilai

Merupakan usaha-usaha yang dilakukan untuk memahami benar-benar nilai-nilai berkarya, nilai-nilai-nilai-nilai penghayatan, nilai-nilai-nilai-nilai bersikap dan nilai-nilai-nilai-nilai pengharapan yang dapat menjadi sumber makna hidup seseorang.

e. Metode Ibadah

Ibadah merupakan pengertian yang lebih khusus, ibadah adalah ritual untuk mendekatkan diri pada Tuhan melalui cara-cara yang diajarkan dalam agama. Ibadah yang dilakukan secara hikmat sering menimbulkan perasaan tentram, mantap dan tabah, serta tidak jarang pula menimbulkan perasaan seakan-akan mendapat bimbingan dalam melakukan tindakan-tindakan. Salah satu bentuk ibadah yang dapat memberikan makna khusus bagi seseorang adalah melalui doa.

Kelima metode diatas yaitu pemahaman pribadi, bertindak positif, pengakraban hubungan, pendalaman tri-nilai dan ibadah adalah beberapa metode yang dapat dipakai penderita kelumpuhan pascastroke untuk menemukan makna hidupnya.


(60)

II.C.7. Penghayatan Hidup

II.C.7.a. Penghayatan Hidup Tanpa Makna

Ketidakberhasilan menemukan dan memenuhi makna hidup biasanya menimbulkan penghayatan hidup tanpa makna (meaningless), hampa, gersang, merasa tidak memiliki tujuan hidup, merasa hidupnya tidak berarti, bosan dan apatis. Kebosanan adalah ketidakmampuan seseorang untuk membangkitkan minat, sedangkan apatis merupakan ketidakmampuan untuk mengambil prakarsa. Walaupun penghayatan hidup tanpa makna ini bukan merupakan penyakit, tetapi dalam keadaan intensif dan berlarut-larut tidak diatasi dapat mengakibatkan neurosis noogenik, karakter totaliter, dan karakter konformis.

Neurosis noogenik merupakan suatu gangguan perasaan yang cukup

menghambat prestasi dan penyesuaian diri seseorang. Gangguan-gangguan ini biasanya tampil dalam keluhan-keluhan yang serba bosan, hampa, penuh keputusasaan, kehilangan minat dan inisiatif, serta merasa bahwa hidup ini tidak artinya sama sekali. Kehidupan sehari-hari sangat rutin tanpa ada perubahan, bahkan tugas sehari-hari ditanggapi sebagai hal-hal yang menjemukan dan menyakitkan hati.

Karakter totaliter adalah gambaran pribadi dengan kecenderungan untuk memaksakan tujuan, kepentingan dan kehendaknya sendiri dan tidak bersedia menerima masukan dari orang lain. Kekecewaan dan kehampaan eksistensial yang berawal dari gagalnya menemukan makna hidup dan memenuhi hasrat untuk hidup bermakna, hal ini menimbulkan perasaan yang tidak nyaman dan tidak aman serta ketidakpastian yang intensif dan mengancam harga dirinya.


(61)

Karakter konformis adalah gambaran pribadi dengan kecenderungan kuat untuk selalu berusaha mengikuti dan menyesuaikan diri dengan tuntutan lingkungan sekitarnya serta bersedia untuk mengabaikan keinginan dan kepentingannya sendiri.

II.C.7.b. Penghayatan Hidup Bermakna

Berbeda dengan penghayatan hidup yang tidak bermakna, individu yang menghayati hidup bermakna menunjukkan corak kehidupan penuh semangat dan gairah hidup serta jauh dari perasaan hampa dalam menjalani kehidupan sehari-hari.

Tugas-tugas dan pekerjaan sehari-hari bagi mereka merupakan sumber kepuasan dan kesenangan tersendiri sehingga dalam mengerjakannya mereka melakukan dengan bersemangat dan bertanggung jawab. Hari demi hari mereka temukan aneka ragam pengalaman baru dan hal-hal yang menarik yang semuanya akan menambah kekayaan pengalaman mereka. Mereka mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan, dalam arti menyadari pembatasan-pembatasan lingkungan, tetapi dalam keterbatasan itu mereka tetap dapat menetukan sendiri apa yang paling baik mereka lakukan sera menyadari bahwa makna hidup dapat ditemukan dalam kehidupan itu sendiri.

Individu dengan penghayatan hidup bermakna memiliki dan menentukan tujuan-tujuan pribadi dan menemukan makna hidup merupakan hal yang sangat berharga dan tinggi nilainya serta merupakan tantangan untuk memenuhinya secara bertanggung jawab. Individu dengan penghayatan hidup bermakna mampu untuk


(1)

berharga baginya adalah

pekerjaannya. 212

213 214

R Lalu saat ini.. apa atau siapa yang paling berharga dalam hidup bapak?

215 216 217

E Yang paling berharga. bagaimana pun itu adalah keluarga ya....

Dan saat ini yang paling berharga dihidupnya adalah keluarganya.

Penemuan Makna Hidup

218 219 220 221

R Apakah bapak memiliki keinginan untuk melakukan perubahan ke arah kondisi yang lebih baik?

222 223 224 225 226

E Iya ada... iya pasti ada justru itu yang slama ini saya lakukan.. makanya saya.. mencari pekerjaan ke sana ke mari...

227 228 229

R Mengapa bapak ingin

melakukan perubahan yang lebih baik pak..?

230 231 232 233

E Karna saya nggak mau hidup seperti ini.. merasa menderita terus... saya sudah bosan dengan kondisi seperti ini..

Partisipan ingin melakukan

perubahan kerena penderita sudah merasa bosan dengan kondisinya saat ini.

Pengubahan sikap

234 235 236 237 238 239 240

R Oh.. gitu ya.. pak.. Setelah bapak menemukan makna hidup bapak yaitu bekerja untuk membahagiakan keluarga bapak, bagaimana komitmen untuk memenuhi makna hidup bapak tersebut..? 241

242 243 244 245 246

E Ya saya.. sudah berusaha ke sana ke mari... selama ini... mencari pekerjaan, mencari modal tapi belum ada... yang setelah beberapa lama ini saya mau menyerah saja..

Partisipan sudah berusaha untuk terus mencari pekerjaan, namun setelah sudah lama, partisipan

Kegiatan Terarah


(2)

sepertinya mau menyerah.

247 248 249

R Apakah saat bapak menyerah ada orang mendukung bapak..?

250 251

E Iya.. emm..temanku yang tadi..lah

Saat partisipan akan menyerah, sahabatnyapun mendukungnya.

Social support

252 253 254 255

R Saat bapak hendak menyerah... apa saja yang bapak lakukan selain bercerita dengan teman bapak..?

256 257

E Saat biasanya berdiam diri di rumah...

Dan biasanya saat akan menyerah penderita lebih banyak berdiam diri di rumah.

258 259 260

R Jadi saat ini apakah bapak tetap berusaha. Untuk mencari pekerjaan..?

261 262 263 264 265 266 267 268 269

E Iya tapi karna saya belum-berhasil sebenarnya saya sudah putus asa... eemm nggak tau lagi mau buat apa.. bagaimana saya bisa memenuhi harapanku tadi masih suliiiit..

(kembali tertunduk melihat ke kaki meja)

Saat ini partisipan sedang berputus asa karena belum bisa berbuat apa-apa di tambah lagi karena

tidak bisa memenuhi makna

hidupnya.

Penghayatan Hidup tidak bermakna

270 271

R Tapi bapak belum berhentikan untuk mencari..

272 273 274 275

E Sebenernya belum.. berhenti tetapnya saya cari tapi skarang

mau cari modal ke mana ... saya pun nggak tahu..

Saat ini, partisipan tetap berusaha untuk mencari modal untuk pekerjaannya..

Kegiatan Terarah

276 277 278 279

R Sebenarnya apa saja sih yang menggoyahkan bapak untuk tidak memenuhi makna hidup bapak?


(3)

281 282 283

dapat... sama keluarga saya yang nggak mendukung saya....

menggoyahkan komitmennya untuk memenuhi makna hidupnya adalah pekerjaan yang belum dapat, dan kondisi keluarga yang dibutuhkan

hidup tidak bermakna (meaningless)

284 285 286 287 288

R Lalu apakah dengan

menceritakan pada teman atau berdiam diri di rumah apakah itu membantu masalah yang bapak hadapi pak..?

289 290 291 292 293 294

E Sebenarnya kurang membantu saya, karna saya kurang mendapatkan semangat dari keluarga saya sendiri... itu yang paling saya butuhkan namun tidak saya dapatkan..

Partisipan sangat berharap dukungan dari keluarganya sendiri namun hal tersebut tidak di dapatkannya

Penghayatan hidup tidak bermakna (meaningless)

295 296 297 298 299

R Tapi walaupun bapak kurang mendapatkan dukungan dari keluarga ternyata bapak ingin membahagiakan keluarga bapak ya..?

300 E Iya benar... 301

302 303

R Jadi apa saja kegiatan bapak saat ini untuk memenuhi makna hidup bapak...?

304 305 306 307

E Belum ada yang bisa saya lakukan untuk membaha giakan keluarga.. karna saya belum bekerja...

308 309 310

R Apakah sampai saat ini, yang paling berharga dalam hidup bapak tetap keluarga bapak..? 311

312 313 314 315

E Iya sampai saat ini... aku tetap mengasihi keluargaku... dan entah bagaimanapun sikap mereka pada ku... yang pasti aku akan berusaha...bekerja

Partisipan tetap berkomitmen untuk mengasihi

keluarganya

walaupun sikap keluarganya kurang menerimanya apa


(4)

adanya. 316

317 318 319 320 321 322 323

R Tapi pak.. kan bukan hanya dari bekerja saja... agar keluarga bapak bisa bahagia... mungkin dari hal kecil yang bapak lakukan... misalnya menemani keluarga bapak,

mendukung bahkan mendoakan kelurga bapak...

324 325 326 327

E Tapi bagi saya... kalau saya belum bisa bekerja.. dan membiayai hidup anak-anak saya tidak akan bahagia...

Menurut partisipan, jika dia belum bisa bekerja dan bisa membiayai hidup anak-anaknya,

maka dia belum bahagia.

Penghayatan hidup tidak bermakna (meaningless)

328 329 330

R Apakah bapak merasa menyesal dengan kondisi yang terjadi saat ini..?

331 E Iya...

332 R Menyesal karena apa pak..? 333

334

E Menyesal karena mengapa waktu berlalu begitu saja...

335 R Maksudnya seprti apa pak..? 336

337

E Gimana ya bilangnya.. sulit bilangnya.. mmm

338 339

R Nggak papa pak.. ceritakan saja kalau bapak bersedia... 340

341 342 343 344 345 346 347 348 349 350 351

E Saya sebenarnya masih bisa bekerja di tempat yang lebih

baik .. buktinya saya waktu muda nggak pernah penggangguran,... ikut testing sana-sini itu lulus tapi skarang saya sudah nggak muda lagi sehingga saya nggak bisa bekerja.. saya menyesali kenapa waktu cepat sekali berlalu...untuk ku ulang banyak hal

Penyesalan yang dirasakan oleh penderita adalah karena waktu sangat cepat berlalu dan tidak bisa untuk kembali lagi untuk mengulang beberapa hal.

352 353

R Lau apakah bapak sudah merasa puas atau


(5)

354 bahagia...saat ini..? 355

356 357 358 359 360 361 362 363 364 365 366 367

E Saya tidak merasa puas... karna saya belum bekerja... saya pun belum merasa bahagia dengan kondisi saat ini...saya merasa tidak bahagia.. karena saya belum bisa bekerja... atau menghasilkan sesuatu...

Emmm.. Karna saya belum bisa melakukan sesuatu yang berarti dan berguna seperti bekerja, menari nafkah dan menyekolahkan anak...

Partisipan belum merasa puas, dan belum merasa bahagia, karena kondisinya

belumbisa bekerja ataupun

menghasilkan sesuatu.

Penghayatan hidup tidak bermakna (meaningless)

368 369 370 371

R Bagi apakah jumlah

tanggungan anak bapak saat itu berpenfaruh pada kondisi saat ini..?

372 373 374 375 376 377 378 379

E Memang berpengaruh, karena semakin banyak anak, tanggungan dan tanggung jawab makin besar.. dan dana yang dibutuhkan juga sangat besar, apalagi kondisi ku saat ini nggak memungkin ku tuk cari nafkah...

Bagi partisipan jumlah anak cukup berpengaruh

dengan kondisi partisipan saat ini, karena semakin berat tanggungan dan tanggung jawab, sementara partisipan tidak memungkinkan

untuk bekerja. 380

381 382 383 384

R Lalu pak.. dengan kondisi bapak seperti itu, apakah bapak sedang melakukan cara untuk memperbaiki kondisi saat ini...

385 386 387 388 389 390

E Ada.. skarang saya berusaha menyelesaikan masalahku dengan istriku... aku sangat membutuhkan penegrtian dan dukungannya... jadi mungkin itu yang saya lakukan..?

Saat ini partisipan ingin segera menyelesaikan

masalahnya dengan isterinya

Metode pengakraban hubungan


(6)

392 terhadap istri bapak..? 393

394 395 396 397 398

E Saya ingin berterus terang dengan apa yang saya rasakan saat ini, dan menyelesaikan permasalahan diantara kami, ya mungkin aku meminta maaf pada keluarganya dulu

Partisipan mencoba berterus terang pada istrinya, dan menyelesaikan permasalahan

diantara mereka, dan meminta maaf pada keluarga isterinya

Metode pengakraban hubungan

399 400 401 402

R Oh gitu ya pak.. mungkin saat ini sampai disini dulu wawancara yang saya lakukan..

403 E Oh ya udah 404

405

R Makasi banyak ya pak sebelumnya