Makna Hidup Pada Penderita Kanker Leher Rahim

(1)

MAKNA HIDUP PADA PENDERITA

KANKER LEHER RAHIM

Skripsi

Guna Memenuhi Persyaratan Sarjana Psikologi

Oleh:

DWITA PRIYANTI

041301056

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ABSTRAK

Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

Makna hidup adalah hal-hal yang dianggap sangat penting dan berharga serta memberikan nilai khusus bagi seseorang sehingga layak dijadikan tujuan dalam kehidupan. Makna hidup dapat ditemukan dalam setiap keadaan, baik menyenangkan maupun tidak menyenangkan, dalam keadaan bahagia ataupun penderitaan. Penderitaan dapat ditimbulkan oleh tiga hal ”the three tragic triads” diantaranya adalah maut (death), salah (guilt), dan sakit (pain). Hampir seluruh penyakit menimbulkan penderitaan, tetapi tidak semua penderitaan yang ditimbulkan penyakit dapat mendorong seseorang untuk mencari tahu makna hidupnya. Penyakit kronis seperti kanker dapat mendorong seseorang untuk mencari tahu makna hidupnya. Ada beberapa alasan kenapa penyakit kanker dapat mendorong seseorang untuk mencari tahu makna hidupnya, antara lain : kanker merupakan salah satu penyakit serius bahkan dalam beberapa kasus dapat menimbulkan kematian, pengobatan penyakit ini kadang-kadang dapat menimbulkan perubahan permanen dari bentuk fisik seseorang, perubahan dalam hubungan, perubahan dalam ketertarikan dan orang lain mungkin akan melihat penderita kanker tersebut sebagai orang yang berbeda. Untuk menemukan makna hidup itu sendiri seseorang harus melalui lima tahap dalam penemuan dan pemenuhan makna hidup yaitu tahap derita, tahap penerimaan diri, tahap penemuan makna hidup, tahap realisasi makna, dan tahap penghayatan hidup bermakna. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran makna hidup pada penderita kanker leher rahim ditinjau dari tahap-tahap penemuan dan pemenuhan makna hidup.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif karena peneliti ingin melihat pengalaman subjektif seorang penderita kanker leher rahim, bagaimana mereka memaknai setiap penderitaan yang dialaminya diakibatkan oleh penyakit kanker leher rahim dan bagaimana proses penemuan makna dibalik penderitaan tersebut. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam Penelitian ini melibatkan sebanyak 2 orang dewasa yang didiagnosa kanker leher rahim dan berada di Kotamadya Medan sebagai subjek penelitian.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua responden berhasil memenuhi makna hidupnya dan melewati semua tahap-tahap penemuan dan pemenuhan makna hidup dalam penderitaan. Masing-masing responden memiliki cara tersendiri dalam menemukan dan memenuhi makna hidupnya.

Implikasi dari penelitian ini berguna bagi penderita kanker leher rahim agar tidak berputus asa dalam menghadapi penyakitnya dan juga bagi orang-orang disekitar seperti dokter, suster, keluarga, dan lain-lain untuk memberikan dukungan yang lebih bagi penderita kanker leher rahim.


(3)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahim, segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas ridho dan karunia-Nya yang senantiasa menyertai penulis sehingga saya diberikan kekuatan dan kemampuan untuk dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi yang penulis selesaikan ini berjudul “MAKNA HIDUP PADA

PENDERITA KANKER LEHER RAHIM” yang diajukan untuk melengkapi

tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk mencapai gelar sarjana Psikologi di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, karena keterbatasan kemampuan, baik pengetahuan maupun keterampilan penulis tentang makna hidup pada penderita kanker leher rahim. Oleh karena itu Penulis memohon saran dan kritikan yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Skripsi ini dapat selesai dengan tidak terlepas dari banyak pihak yang telah memberikan bantuan, dukungan ataupun semangat kepada penulis. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof.Dr.Chairul Yoel, Sp.A(K). sebagai Dekan Fakultas Psikologi

Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Namora Lubis, BA(Horn), MSc yang telah membimbing penulis selama


(4)

semua nasehat ibu yang sangat berguna bagi peneliti untuk saat ini maupun nanti, semoga ibu selalu dalam ridho-Nya.

3. Ibu Rodiatul Hasanah Siregar, Msi, psikolog dan Ibu Arliza Juairiani, Msi, psikolog sebagai dosen penguji, terima kasih atas kesempatan dan

waktunya, semoga dengan keikhlasan ibu diberikan ridho-Nya.

4. Ibu Raras Sutatminingsih, MSi, psikolog dan Ibu Hasnida atas bimbingan

dan arahannya kepada penulis.

5. Bapak Aswan, SE dan Drs. Iskandar Muda atas dukungannya sehingga

penulis bersemangat dalam menyelesaikan skripsinya.

6. Ibu Wiwiek Sulistyaningsih, M.Si sebagai dosen penasehat akademik.

7. PPDS Obstetri dan Ginekologi Universitas Sumatera Utara, dr.Ririn dan dr.Erol atas kesediaan dan bantuannya kepada penulis dalam hal mencari

pasien.

8. Ibu Rosmita, Ibu Khoiriah, Ibu Eti, Ibu Lukinar terima kasih atas

kesempatan dan waktunya, semoga ibu-ibu diberi kekuatan dalam menjalani semua cobaan dan semoga diberi kesembuhan oleh Allah S.W.T.

9. Seluruh Dosen dan Pegawai Tata Usaha Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

Penulis juga mempersembahkan ucapan terimakasih yang teramat besar kepada Irawan Sungkono dan Chairiah Yulia, orang tua yang selalu memberikan dan mendedikasikan cintanya bagi Penulis. Penulis juga


(5)

mengucapkan terima kasih kepada kak Mira dan Khibran yang memberikan warna di kehidupan penulis.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Muhammad Reza Aziz yang selalu menyemangati dan memberi dukungannya kepada penulis selama ini, perhatiannya yang penuh arti dan bantuannya selalu memberi semangat bagi penulis setiap harinya.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Teman-Teman Penulis : Riri, Kaka, Wia, Ela, Kiki, Kak Fi, Nisa, Nesa, Nesya, Riza, Cangi, Didit, Juli, Deni, dan yang lainnya yang tidak dapat penulis ucapkan namanya satu persatu,

Dan semua pihak di manapun berada, terima kasih penulis ucapkan sebesar-besarnya.

Akhir kata penulis mengharapkan semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua Pembaca dan Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

Medan, Maret 2008 Hormat Saya

Dwita Priyanti


(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... 2

KATA PENGANTAR ... 3

DAFTAR ISI... 6

DAFTAR TABEL... 10

BAB I. PENDAHULUAN I.A Latar belakang... 11

I.B Perumusan masalah... 23

I.C Tujuan penelitian... 24

I.D Manfaat penelitian ... 24

I.D1 Manfaat teoritis ... 24

I.D.2 Manfaat praktis ... 24

I.E Sistematika penulisan ... 25

BAB II. LANDASAN TEORI II.A Makna hidup ... 26

II.A.1 Karakteristik makna hidup... 27

II.A.2 Sumber-sumber makna hidup... 28

II.A.3 Penghayatan hidup bermakna... 30

II.A.4 Penghayatan hidup tanpa makna ... 31

II.B Makna dalam penderitaan... 32

II.B.1 Penderitaan... 32


(7)

II.C Kanker... 35

II.C.1 Gambaran umum kanker... 35

II.C.2 Kanker leher rahim ... 37

II.C.3 Gejala kanker leher rahim... 37

II.C.4 Penyebab kanker leher rahim... 38

II.C.5 Faktor resiko kanker leher rahim ... 39

II.C.6 Stadium kanker leher rahim... 40

II.C.7 Diagnosa dan pengobatan medis kanker leher rahim ... 40

II.C.7.a Operasi ... 41

II.C.7.b Radioterapi... 41

II.C.7.c Kemoterapi... 41

II.C.8 Dampak psikologis, sosial, dan ekonomi penyakit kanker leher rahim ... 42

II.C.9 Dukungan sosial pada penderita kanker leher rahim ... 46

II.D Makna hidup pada penderita kanker leher rahim ... 47

BAB III. METODE PENELITIAN III.A Penelitian kualitatif ... 50

III.B Subyek penelitan ... 52

III.B.1 Karakteristik subyek penelitian ... 52

III.B.2 Jumlah subyek penelitian ... 52

III.B.3 Teknik pengambilan sampel... 52

III.B.4 Lokasi penelitian ... 53


(8)

III.C.1 Wawancara ... 53

III.D Alat bantu pengambilan data... 54

III.D.1 Pedoman wawancara ... 54

III.D.2 Tape recorder... 55

III.E Prosedur analisis data ... 55

BAB IV ANALISA DAN INTERPRETASI IV.A Analisis kasus responden A ... 57

IV.A.1 Gambaran diri responden A ... 58

IV.A.2 Gambaran penderitaan yang dialami responden A ... 60

IV.A.3 Gambaran usaha responden A dalam mengatasi penderitaan ... 67

IV.A.4 Gambaran tahap-tahap penemuan makna hidup pada responden A ... 69

IV.A.5 Gambaran makna hidup pada responden A ... 78

IV.A.6 Gambaran perubahan hidup pada responden A ... 78

IV.B Interpretasi data responden A... 80

IV.C Analisa kasus responden B... 91

IV.C.1 Gambaran diri responden B... 91

I IV.C.2 Gambaran penderitaan yang dialami responden B... 94

IV.C.3 Gambaran usaha responden B dalam mengatasi penderitaan ... 97

IV.B.4 Gambaran tahap-tahap penemuan makna hidup pada responden B... 98


(9)

IV.B.5 Gambaran makna hidup pada responden B... 106

IV.B.6 Gambaran perubahan hidup pada responden B... 106

IV.D Interpretasi data responden B... 107

IV.E Analisa data antar responden... 115

IV.E.1 Analisa banding antar responden berdasarkan gambaran penderitaan ... 120

IV.E.2 Analisa banding antar responden berdasarkan gambaran usaha dalam mengatasi penderitaan ... 122

IV.E.3 Analisa banding antar responden berdasarkan gambaran tahap- tahap penemuan dan pemenuhan makna hidup dalam penderitaan ... 123

IV.E.4 Analisa banding antar responden berdasarkan gambaran makna Hidup... 126

IV.E.5 Analisa banding antar responden berdasarkan gambaran perubahan hidup ... 127

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN V.A Kesimpulan... 129

V.B Diskusi ... 136

V.C Saran ... 139

V.C.1 Saran praktis ... 139

V.C.2 Saran penelitian lanjutan ... 140


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Tiga kasus besar penyakit kanker yang diderita kaum perempuan (1995 – 1999) ... 4 Tabel 1.2 Tahap-tahap proses penemuan dan pemenuhan makna hidup ... 13 Tabel 2.1 Stadium kanker leher rahim ... 29 Tabel 4.1 Analisa banding antar responden berdasarkan gambaran penderitaan

yang dialami ... 116 Tabel 4.2 Analisa banding antar responden berdasarkan gambaran usaha dalam

mengatasi penderitaan... 117 Tabel 4.3 Analisa banding antar responden berdasarkan tahap-tahap penemuan

dan pemenuhan makna hidup dalam penderitaan ... 118 Tabel 4.4 Analisa banding antar responden berdasarkan gambaran makna hidup

responden ... 119 Tabel 4.5 Analisa banding antar responden berdasarkan perubahan dalam hidup


(11)

ABSTRAK

Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

Makna hidup adalah hal-hal yang dianggap sangat penting dan berharga serta memberikan nilai khusus bagi seseorang sehingga layak dijadikan tujuan dalam kehidupan. Makna hidup dapat ditemukan dalam setiap keadaan, baik menyenangkan maupun tidak menyenangkan, dalam keadaan bahagia ataupun penderitaan. Penderitaan dapat ditimbulkan oleh tiga hal ”the three tragic triads” diantaranya adalah maut (death), salah (guilt), dan sakit (pain). Hampir seluruh penyakit menimbulkan penderitaan, tetapi tidak semua penderitaan yang ditimbulkan penyakit dapat mendorong seseorang untuk mencari tahu makna hidupnya. Penyakit kronis seperti kanker dapat mendorong seseorang untuk mencari tahu makna hidupnya. Ada beberapa alasan kenapa penyakit kanker dapat mendorong seseorang untuk mencari tahu makna hidupnya, antara lain : kanker merupakan salah satu penyakit serius bahkan dalam beberapa kasus dapat menimbulkan kematian, pengobatan penyakit ini kadang-kadang dapat menimbulkan perubahan permanen dari bentuk fisik seseorang, perubahan dalam hubungan, perubahan dalam ketertarikan dan orang lain mungkin akan melihat penderita kanker tersebut sebagai orang yang berbeda. Untuk menemukan makna hidup itu sendiri seseorang harus melalui lima tahap dalam penemuan dan pemenuhan makna hidup yaitu tahap derita, tahap penerimaan diri, tahap penemuan makna hidup, tahap realisasi makna, dan tahap penghayatan hidup bermakna. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran makna hidup pada penderita kanker leher rahim ditinjau dari tahap-tahap penemuan dan pemenuhan makna hidup.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif karena peneliti ingin melihat pengalaman subjektif seorang penderita kanker leher rahim, bagaimana mereka memaknai setiap penderitaan yang dialaminya diakibatkan oleh penyakit kanker leher rahim dan bagaimana proses penemuan makna dibalik penderitaan tersebut. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam Penelitian ini melibatkan sebanyak 2 orang dewasa yang didiagnosa kanker leher rahim dan berada di Kotamadya Medan sebagai subjek penelitian.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua responden berhasil memenuhi makna hidupnya dan melewati semua tahap-tahap penemuan dan pemenuhan makna hidup dalam penderitaan. Masing-masing responden memiliki cara tersendiri dalam menemukan dan memenuhi makna hidupnya.

Implikasi dari penelitian ini berguna bagi penderita kanker leher rahim agar tidak berputus asa dalam menghadapi penyakitnya dan juga bagi orang-orang disekitar seperti dokter, suster, keluarga, dan lain-lain untuk memberikan dukungan yang lebih bagi penderita kanker leher rahim.


(12)

BAB I PENDAHULUAN

I.A Latar belakang

Kebahagiaan adalah hal yang ingin dicapai manusia dalam hidup. Manusia selalu berpikir bahwa kebahagiaan adalah segala-galanya. Padahal, yang terpenting bukanlah kebahagiaan itu sendiri melainkan alasan yang membuat mereka bahagia, ketika mereka telah berhasil menemukan alasan yang membuat mereka bahagia otomatis mereka akan merasakan kebahagiaan itu sendiri. Sama halnya dengan hidup, untuk membuat hidupnya bermakna, maka pertama kali manusia harus menemukan alasannya hidup di dunia. Alasan untuk hidup inilah yang disebut oleh Frankl (2004) sebagai makna hidup.

Makna hidup adalah hal-hal yang dianggap sangat penting dan berharga serta memberikan nilai khusus bagi seseorang sehingga layak dijadikan tujuan dalam kehidupan (Bastaman, 2007). Makna hidup bermula dari adanya visi kehidupan, harapan dalam hidup, dan kenapa seseorang harus tetap bertahan hidup (Ancok dalam Bukhori, 2006). Makna tidak terletak di dalam diri kita, melainkan berada di dunia luar. Kita tidak menciptakan makna atau memilihnya, melainkan harus menemukannya (Abidin, 2002). Makna hidup terdapat dalam kehidupan itu sendiri, dan dapat ditemukan dalam setiap keadaan, baik menyenangkan maupun tidak menyenangkan, dalam keadaan bahagia ataupun penderitaan (Bastaman, 2007), karena kehidupan manusia di dunia tidak


(13)

selamanya dipenuhi dengan kesenangan namun juga dengan penderitaan (Frankl dalam Bastaman, 1996).

Penderitaan adalah proses, perbuatan, cara menderita, dan penanggungan yang terkait dengan sesuatu yang tidak menyenangkan, seperti sakit, cacat, kesengsaraan, dan kesusahan (Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam Bastaman, 1996). Menurut Frankl (dalam Bastaman, 1996) terdapat tiga hal yang dapat menimbulkan penderitaan ”the three tragic triads” diantaranya adalah maut (death), salah (guilt), dan sakit (pain). Kematian, baik kematian sendiri maupun orang lain merupakan tragedi alami yang pasti terjadi dan setiap orang pasti akan mengalaminya. Salah (guilt) merupakan sejenis penderitaan yang berkaitan dengan perbuatan yang tak sesuai hati nurani. Sakit (pain) yaitu suatu keadaan mental atau fisik yang kurang baik atau kegelisahan mental dan fisik.

Hampir seluruh penyakit menimbulkan penderitaan, tetapi tidak semua penderitaan yang ditimbulkan penyakit dapat mendorong seseorang untuk mencari tahu makna hidupnya. Taylor (2003) mengatakan penyakit kronis seperti kanker dapat mendorong seseorang untuk mencari tahu makna hidupnya. Ada beberapa alasan kenapa penyakit kanker dapat mendorong seseorang untuk mencari tahu makna hidupnya, antara lain : kanker merupakan salah satu penyakit serius bahkan dalam beberapa kasus dapat menimbulkan kematian, pengobatan penyakit ini kadang-kadang dapat menimbulkan perubahan permanen dari bentuk fisik seseorang, perubahan dalam hubungan, perubahan dalam ketertarikan dan orang lain mungkin akan melihat penderita kanker tersebut sebagai orang yang berbeda (”Meaning”, 2007).


(14)

Penyakit kanker adalah penyakit yang sangat berbahaya bahkan dapat mengakibatkan kematian. Sampai saat ini kanker masih menjadi momok bagi semua orang, hal ini disebabkan oleh tingginya angka kematian yang disebabkan oleh penyakit tersebut. Berdasarkan suatu penelitian yang dilakukan oleh Dr. Setiawan Dalimartha dan majalah Sehat Plus ditemukan bahwa angka harapan hidup penderita kanker hanya 60 persen dibandingkan bukan penderita. (”Kanker,” 2005). Kanker adalah tumor seluler yang bersifat fatal (EGC, 1994). Kanker dikarakteristikkan sebagai suatu proses pertumbuhan dan penyebaran yang tidak terkontrol dari sel abnormal, yang mempunyai kecenderungan menyebar pada bagian tubuh lainnya (Sarafino, 2006). Oleh karena itu tidak mengherankan bila kanker dianggap penyakit mematikan. Data World Health

Organization (WHO) menunjukkan setiap tahun jumlah penderita kanker di dunia

bertambah 6,25 juta orang. Ironisnya, dua pertiga dari penderita kanker di dunia berada di negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Setiap tahunnya, tercatat 100 penderita kanker dari setiap 100.000 penduduk. Data Depkes menunjukkan jumlah penderita kanker di Indonesia mencapai enam persen dari populasi dan menempatkan penyakit tersebut secara keseluruhan sebagai pembunuh nomor enam dibanding penyakit lainnya (Ant, 2007; Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006). Berdasarkan pendataan yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Yayasan Kanker Indonesia, dan Ikatan Ahli Patologi Indonesia 64,4 persen penyakit kanker diderita oleh kaum perempuan, sementara sisanya 35,6 persen diderita oleh kaum laki-laki.


(15)

Terdapat berbagai jenis kanker yang menyerang kaum perempuan, salah satu yang paling ditakuti adalah kanker serviks uteri atau kanker leher rahim. Di negara maju kanker leher rahim menempati urutan ke empat dari jenis kanker yang menyerang kaum perempuan dan setiap tahunnya terdapat kurang lebih 400 ribu kasus baru kanker leher rahim, sebanyak 80 persennya terjadi pada perempuan yang hidup di negara berkembang, salah satunya di Indonesia (Pusat Data & Informasi – Perhimpuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia, 2006). Data dari pemeriksaan patologi di Indonesia menyatakan bahwa kanker leher rahim berada di urutan pertama yang menyerang kaum perempuan (Harianto, 2005). Hal ini juga dapat dilihat dari tabel 1.1 yang memperlihatkan tiga kasus besar dari jenis penyakit kanker yang diderita oleh kaum perempuan di Indonesia.

Tabel 1.1 Tiga kasus besar penyakit kanker yang diderita kaum perempuan

Tahun Jenis Kanker Jumlah Persentase

1995 Leher Rahim

Payudara Perempuan Kelenjar Limfe 4. 375 3. 049 2. 151 17,6 12,2 8,66

1996 Leher Rahim

Payudara Perempuan Kelenjar Limfe 4. 283 2. 993 2. 118 17,94 12,53 8,87

1997 Leher Rahim

Payudara Perempuan Kelenjar Limfe 3. 779 2. 642 1. 855 17,92 12,53 8,80

1998 Leher Rahim

Payudara Perempuan Kelenjar Limfe 3. 768 2. 745 1. 742 17,59 12,81 8,13

1999 Leher Rahim

Payudara Perempuan Kelenjar Limfe 3. 918 2. 750 1. 884 17,93 12,59 8,62 Sumber : Direktorat Jendral Pelayanan Medik Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995-1999.

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa jumlah perempuan yang menderita kanker leher rahim di Indonesia mulai tahun 1995 sampai dengan tahun 1999


(16)

menempati urutan pertama diatas kanker payudara dan kanker kelenjar limfe yang merupakan bagian dari tiga kasus kanker yang paling banyak diderita kaum perempuan di Indonesia.

Banyak dari penderita kanker baru mengetahui penyakitnya setelah berada di stadium lanjut. Pada stadium dini kanker leher rahim sering tidak menunjukkan gejala-gejala khusus, boleh jadi tidak ada gejala sama sekali, atau dapat keluar keputihan sampai pendarahan sesudah senggama (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional, 2005). Hal inilah yang menjadi penyebab kenapa banyak kasus kanker leher rahim baru diketahui setelah berada pada stadium lanjut. Jika sudah pada stadium lanjut, maka penyakit kanker akan lebih banyak menimbulkan komplikasi fisik dan kematian (Sarafino, 2006).

Ancaman kematian yang ditimbulkan oleh kanker akan menimbulkan kecemasan pada penderitanya yaitu kecemasan kematian (death anxiety) (Sharma et al., 2003), selain ancaman kematian, diagnosa dan pengobatan dari penyakit kanker juga akan menimbulkan penderitaan lainnya. Diagnosa dan pengobatan penyakit kanker berkaitan dengan dampak fisik, psikis, sosial dan ekonomi penderitanya. Beberapa diantaranya adalah; hilang ingatan, sindrom sakit, mual, depresi, merasa kehilangan kontrol, stress keluarga dan keuangan (Sugerman, 2005).

Terdapat tiga jenis pengobatan dasar dari penyakit kanker leher rahim yaitu operasi, radioterapi, dan kemoterapi, selain menyembuhkan, pengobatan dari penyakit kanker juga menimbulkan dampak negatif bagi fisik penderitanya antara lain : penurunan atau penambahan berat badan, rambut rontok, rasa mual dan


(17)

muntah, keletihan, kulit terbakar, diare, masalah otot dan syaraf, dan simptom flu (Sarafino, 2006). Efek samping pengobatan penyakit kanker tersebut dapat menyebabkan penderitanya mengalami kerusakan tubuh, ketidakmampuan, ketergantungan, dan gangguan dalam hubungan (Massie & Holland dalam Sharma et al., 2003). Hal ini dapat dilihat dari penuturan salah seorang penderita kanker leher rahim :

”demam-demam terus setiap sore, terus kupanggilah anakku yang perempuan untuk ngurusin aku, soalnya udah gak bisa aku ngapa-ngapain

nyuci pun tak bisa, lemas kali..Yah sekiranya lah aku besok kemo, tegeletak terus aku di tempat tidur, gak bisa bergerak aku, makan musti disuap , minum musti dipipet gak bisa begerak lah aku..Kalo udah di

rumah bidan itu, mau kemana-mana pun aku tak bisa, mau kemana lah aku...tak sanggup aku..cepat capek aku, punggungku pun sakit...” (Komunikasi personal, 12 September 2007)

Untuk mencapai kesembuhan, seorang penderita kanker leher rahim tidak hanya memerlukan pengobatan tetapi juga dukungan sosial dari lingkungan sekitarnya. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Wortman dan Dunkel-Schetter (dalam Sarafino, 2006) yang mengatakan bahwa dukungan sosial mempengaruhi bagaimana seseorang menghadapi penyakitnya dan proses penyembuhannya. Tidak adanya dukungan sosial akan menyebabkan penderitaan baru bagi penderita kanker leher rahim. Manne (dalam Sarafino, 2006) mengatakan bahwa pasien kanker yang sedikit menerima dukungan sosial dan menerima perlakuan negatif dari lingkungan terdekatnya cenderung mengalami masalah dalam penyesuaian diri terhadap penyakit dan penderitaan yang ditimbulkan.


(18)

Penderitaan yang diakibatkan oleh kanker leher rahim tidak berhenti sampai disitu. Kebanyakan orang akan merasa shock pada saat mengetahui bahwa dirinya menderita kanker, tidak tahu harus berbuat apa, bingung, dan cemas (Siegel, 1999), selain itu dalam suatu penelitian juga ditemukan bahwa 25 persen dari penderita kanker leher rahim mengalami gangguan psikologi khususnya kecemasan dan 80 persennya mengalami gangguan seksual (Sharma dkk, 2003). Penelitian lain juga menemukan bahwa selain kecemasan, kasus depresi juga ditemukan pada penderita kanker leher rahim (Sharma dkk, 2003). Pada beberapa kasus penderitaan yang disebabkan penyakit kanker leher rahim juga dapat menimbulkan beberapa prilaku khas yang tidak terjadi pada seluruh pasien penderita kanker leher rahim seperti : berteriak-teriak dan lari-lari selama berada di rumah sakit, prilaku percobaan bunuh diri, bahkan mengalami gangguan halusinasi. Hal ini diperoleh peneliti dari wawancara yang peneliti lakukan terhadap dokter Ririn yang merupakan seorang dokter residen bagian Obstetri dan Ginekologi yang sedang bertugas di Rumah Sakit Adam Malik :

”Oh ada tu, kalo gak salah pasienya masih dirawat, umurnya sekitar 20

something gitu lah, kalo abis di kemo dia pasti teriak-teriak gak jelas gitu

di kamarnya, sampe buat satu rumah sakit tau lah, dokter-dokter pun pada bingung, pas awalnya dulu diperiksa gak adanya yang salah sama badannya tapi ya itu keknya dia mau diperhatiin lebih gitu sama suaminya, trus dia masih marah sama suaminya, karena kanker leher rahim itu kan kita dapat dari laki-laki, jadi dia masih marah kok dia yang kena kanker bukan suaminya.. paling kalo udah kayak gitu kami kasih obat penenang ajala. Dulu juga sampe ada yang mau bunuh diri, mau loncat gitu dia tapi

sukurnya ketauan sama saudaranya jadi gak jadi bunuh diri dia”

(Komunikasi Personal, 20 Desember 2007)

Dari pemaparan di atas dapat terlihat bahwa penderitaan yang dialami oleh penderita kanker leher rahim sangatlah berat, jadi tidak heran ketika seseorang


(19)

berada dalam keadaan tersebut akan lebih memilih menyerah dan meninggal saja. Hal ini sejalan dengan penemuan yang dilakukan oleh Massie, Gognan, dan Holland (dalam Stiller & Wong, 2007) yang menemukan bahwa penderitaan psikis yang dialami oleh penderita kanker dapat memperburuk kondisi penderita tersebut secara keseluruhan dan hal ini dapat membuat penderita menyerah pada penyakitnya tanpa ada usaha dan akhirnya meninggal. Agar tetap bisa bertahan dan menghindari pemikiran seperti diatas seseorang harus mengetahui benar apa alasannya untuk hidup atau makna hidupnya, karena ketika seseorang mengetahui makna hidupnya hal tersebut dapat menjadi motivator utama yang dapat membuatnya bertahan dalam penderitaan yang berat sekalipun (Frankl dalam Bastaman 1996). Fife (dalam Stiller & Wong, 2007) menemukan bahwa penemuan makna hidup pada penderita kanker mempengaruhi bagaimana cara penderita tersebut menghadapi penyakit kanker dan efek samping dari penyakit itu sendiri. Hal ini juga dapat dilihat dari wawancara yang peneliti lakukan terhadap Ibu Khoiriah yang merupakan pasien kanker leher rahim stadium II yang dirawat di Rumah Sakit Adam Malik Medan :

”Gak pernah aku sedih-sedih dari awal, ngapai sedih-sedih nambah penyakit aja... dari awal aku kena penyakit ini yang ada di kepalaku ini pokoknya sembuh aja, mau kata orang nanti di kemo itu botak lah, ato gak kulit jadi rusaklah itu kan bisa balek semua, rambut bisa tumbuh, kulit ni pun kalo dikasih vitamin-vitamin gitu bisa berubah juga, yang aku pikirin pokoknya sembuh ajalah kasian nanti anak-anakku besar gak ada

mamaknya, anakku banyak ada 6 orang” (Komunikasi Personal, 26

Desember 2007).

Dari kasus ibu Khoiriah diatas dapat terlihat bahwa keluarga terutama anak-anak yang menjadi makna hidup ibu tersebut, dengan memikirkan bagaimana nasib anak-anaknya, ibu tersebut menjadi lebih semangat dalam menjalani semua


(20)

pengobatan dari kanker leher rahim tersebut walaupun dengan berbagai dampak negatifnya. Dengan ditemukannya makna hidup, seseorang dapat menjalani hidupnya dengan lebih semangat walaupun dalam penderitaan yang berat sekalipun, tetapi penemuan makna hidup itu sendiri tidak segampang membalikkan telapak tangan, melainkan suatu proses yang panjang. Frankl (dalam Bastaman, 1996) mengatakan seseorang akan mengalami beberapa tahap sebelum menemukan dan memenuhi makna hidupnya.

Pertama kali, seseorang harus melalui suatu tahap derita yaitu pengalaman tragis dan penghayatan hidup tanpa makna. Kanker sendiri merupakan suatu peristiwa tragis yang banyak menimbulkan penderitaan. Penghayatan hidup tanpa makna ditandai dengan perasaan hampa, gersang, apatis, dan merasa tidak lagi memiliki tujuan hidup serba bosan dan apatis (Bastaman, 1996). Kebosanan adalah ketidakmampuan seseorang untuk membangkitkan minat, sedangkan apatis adalah ketidakmampuan seseorang untuk mengambil prakarsa (Bastaman, 1996). Hal ini dapat dilihat dari komunikasi personal yang dilakukan oleh peneliti terhadap salah seorang pasien kanker leher rahim stadium III:

”kena kanker ganas, udah taunya aku kan kalo kanker ganas itu gak panjang umur, jadi daripada sia-sia mendinglah aku tahan-tahan aja gak

usah diobati...kadang kalo aku mau tidur atau tinggal sendiri di kamar gini

di kamar ini aku melamun aja, nangis sendiri, mau tidur aku gak bisa tidur” (Komunikasi personal, 12 September, 2007).

Pada saat seseorang mengalami suatu peristiwa yang menimbulkan banyak penderitaan seperti kanker, maka mereka akan cenderung melakukan the why me

reaction yaitu mereka seakan-akan bertanya mengapa nasib buruk itu menimpa


(21)

penelitian juga menyatakan bahwa pada saat didiagnosa menderita kanker, beberapa dari pasien kanker akan mengalami kemarahan (White, 2002). Hal ini juga dapat dilihat dari komunikasi personal yang dilakukan oleh peneliti terhadap salah seorang pasien kanker leher rahim stadium III:

”tapi, ntahlah, gak tau juga aku bilangnya kok bisa gini lah aku,bingung juga aku kadang-kadang, tapi ntahlah, gak tau aku maksud Tuhan ngasi aku cobaan kayak gini” (Komunikasi personal, 12 September 2007).

Tahap selanjutnya adalah tahap penerimaan diri, dimana individu mulai menerima apa yang terjadi pada hidupnya, pemahaman diri, dan terjadinya perubahan sikap. Biasanya, munculnya kesadaran ini di dorong oleh anekaragam sebab misalnya karena perenungan diri, konsultasi dengan para ahli, mendapat pandangan dari seseorang, hasil do’a dan ibadah, belajar dari orang lain, dan lain-lain (Bastaman, 1996). Hal ini dapat dilihat dari komunikasi personal yang dilakukan oleh peneliti terhadap pasien kanker leher rahim stadium III:

”Pasrahkan aja hidupku sama Tuhan,gak takut aku mati, yang penting aku udah usaha semampuku, pasrah betul aku, bedoa ajalah aku ma Tuhan,

kalo bisa aku ke gereja ke gereja aku, kalo gak bedoa aja aku di rumah”

(Komunikasi personal, 12 September 2007).

Bersamaan dengan itu disadarinya pula adanya nilai-nilai berharga yang sangat penting dalam hidup Hal-hal yang dianggap berharga, dan penting itu mungkin saja berupa nilai- nilai kreatif, misalnya bekerja dan berkarya, nilai-nilai penghayatan seperti menghayati keindahan, keimanan, keyakinan, kebenaran, dan cinta kasih, nilai-nilai bersikap yakni menentukan sikap yang tepat dalam menghadapi penderitaan dan pengalaman yang tragis yang tak dapat dielakkan lagi (Bastaman, 1996). Hal ini dapat dilihat dari komunikasi personal yang dilakukan oleh peneliti terhadap pasien kanker leher rahim stadium III:


(22)

”cuman cucu akulah sama keluargaku yang bisa bikin senang hidupku ini,

kalo cucuku bilang, Opung jangan meninggal dulu ya, Opung umurnya

panjang, kalo gak gara-gara Bapak yang nyemangati aku berobat ini

macemnya gak tahan lagi aku” (Komunikasi personal, 12 September

2007).

Dari wawancara diatas dapat terlihat bahwa keluarga memegang peranan penting dalam hal penyembuhan pasien kanker leher rahim diatas. Cinta kasih keluarga pasien lah yang membuat pasien tetap mau mengikuti dan menjalani dengan semangat semua proses pengobatan, jadi dapat disimpulkan bahwa melalui nilai penghayatan cinta kasih keluarga pasien menemukan makna hidupnya.

Disadarinya semua hal-hal tersebut menandakan bahwa seseorang telah masuk ke dalam tahap selanjutnya yaitu tahap penemuan makna dan penentuan tujuan hidup atas dasar pemahaman dan penemuan makna hidup ini timbul perubahan dalam hidup seseorang (Bastaman, 1996). Pada pasien kanker leher rahim diatas dapat terlihat bahwa cinta kasih dari keluarganya yang menjadi makna hidupnya, alasan pasien tersebut tetap menjalani pengobatan adalah keluarganya. Hal ini juga dapat dilihat dalam penelitian yang dilakukan oleh Mitchell (2007) pada pasien kanker payudara, ia menemukan bahwa hampir 50 persen penderita kanker mengalami peningkatan dalam hubungan dengan keluarga khususnya anak dan menjadi lebih dekat dengan orang yang dicintai. Penelitian lain yang dilakukan oleh Sugerman (2005) juga menemukan bahwa pengalaman akan penyakit kanker mempengaruhi kepribadian pasiennya dan merubahnya ke arah yang lebih positif serta penyakit kanker juga membuat mereka lebih mengontrol hidupnya. Perubahan dalam hidup ini juga akan menimbulkan perubahan individu dalam menghadapi masalah, yakni dari


(23)

kecenderung berontak, melarikan diri, atau serba bingung, dan tak berdaya berubah menjadi kesediaan untuk lebih berani dan realistis menghadapinya (Bastaman, 1996).

Tahap selanjutnya yaitu tahap realisasi dimana individu akan mengalami semangat dan gairah dalam hidupnya, kemudian secara sadar melakukan keikatan diri (self commitment) untuk melakukan berbagai kegiatan nyata yang lebih terarah guna memenuhi makna hidupnya. Selanjutnya individu akan memasuki tahap terakhir yaitu tahap kehidupan bermakna (Bastaman, 1996). Ketika makna hidup berhasil ditemukan dan dipenuhi akan menyebabkan seseorang merasakan kehidupan yang berarti dan pada akhirnya akan menimbulkan perasaan bahagia (Bastaman,2007). Hal ini dapat dilihat dari penelitan yang dilakukan oleh Mitchell (2007) terhadap pasien kanker payudara. Seorang pasien yang diwawancarainya mengatakan :

”mendapatkan kanker pada waktu tertentu merupakan suatu berkat tambahan, dan itu memperkaya dan memperdalam hidupku, serta lebih dapat dikontrol,....,untuk aku ini adalah hadiah”

Secara ringkas tahap-tahap dalam penemuan dan pemenuhan makna hidup tadi dapat dilihat dalam tabel 1.2 dibawah ini (Bastaman, 1996) :

Tabel 1.2 Tahap-tahap proses penemuan dan pemenuhan makna hidup

Tahap-tahap Hal yang dialami

Tahap derita Peristiwa tragis, penghayata hidup tanpa makna

Tahap penerimaan diri Pemahaman diri, pengubahan sikap Tahap penemuan makna hidup Penemuan makna dan penentuan tujuan

hidup

Tahap realisasi makna Keikatan diri, kegiatan terarah, dan pemenuhan makna hidup Tahap kehidupan bermakna Penghayatan bermakna, kebahagiaan


(24)

Lamanya seorang penderita kanker leher rahim berada dalam setiap tahap penemuan dan pemenuhan makna hidup bervariasi. Dalam menjalani setiap tahapnya, individu melakukannya dengan cara yang berbeda-beda. Hal ini sesuai dengan karakteristik makna hidup yang unik dan personal, yaitu tidak dapat diberikan oleh siapapun, melainkan harus ditemukan sendiri. Apa yang dianggap penting dan berharga bagi seseorang belum tentu penting dan berharga bagi orang lain (Bastaman, 1996). Berhasil atau tidaknya individu melalui setiap tahap juga berbeda. Schultz (1991) mengatakan makna hidup bisa berbeda-beda antara manusia yang satu dengan yang lain dan berbeda setiap hari, bahkan setiap jam. Oleh karena itu, yang penting bukan makna hidup secara umum, melainkan makna khusus dari hidup seseorang pada suatu saat tertentu. Ada orang yang tidak dapat melihat adanya makna hidup mereka dalam keadaan mereka yang buruk, padahal makna hidup tetap ada.

Dari permasalahan yang dikemukakan di atas peneliti ingin mengetahui bagaimana makna hidup pada penderita kanker leher rahim di Indonesia khususnya di kota Medan dan bagaimana proses dari penemuan dan pemenuhan makna hidup penderita kanker leher rahim dilihat berdasarkan tahap-tahap dalam penemuan dan pemenuhan makna hidup.

I.B. Perumusan masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka peneliti merumuskan beberapa pertanyaan yang akan dijawab melalui penelitian ini. Dengan demikian dapat dirumuskan masalah utama dari penelitian ini adalah :


(25)

1. Bagaimanakah makna hidup pada wanita penderita kanker leher rahim? 2. Bagaimanakah proses pencarian makna hidup pada wanita penderita

kanker leher rahim dilihat dari tahap-tahap menemukan makna hidup dalam penderitaan?

I.C. Tujuan penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengungkap makna hidup pada wanita yang menderita kanker leher rahim dan menjelaskan bagaimana proses pencarian dan pemenuhan makna hidupnya dilihat dari tahap-tahap menemukan makna hidup dalam penderitaan.

I.D. Manfaat penelitian I.D.1 Manfaat Teoritis

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat untuk perkembangan ilmu psikologis, khususnya di bidang Psikologi Klinis dalam rangka perluasan teori, terutama yang berkenaan dengan makna hidup pada penderita kanker leher rahim dan dapat dijadikan sebagai bahan penunjang penelitian lebih lanjut.

I.D.2 Manfaat Praktis

Dapat memberikan sumbangan bagi wanita penderita kanker leher rahim lainnya yaitu sebagai media inspiratif, dimana diharapkan dengan membaca penelitian ini pasien kanker leher rahimnya tidak merasa sendiri dalam menjalani


(26)

semua penderitaanya dan dapat membangkitkan semangat pasien tersebut dalam menjalani semua pendeitaan yang diakibatkan oleh penyakit kanker leher rahim.

Diharapkan penelitian juga dapat memberikan sumbangan informasi bagi dokter, keluarga, masyarakat, dan lembaga-lembaga atau yayasan yang bergerak dalam masalah kanker leher rahim, untuk lebih memahami masalah-masalah psikologis yang dialami oleh penderita kanker leher rahim dan melakukan hal-hal yang dapat membantu penderita kanker leher rahim itu sendiri.

I.E. Sistematika penulisan

Penelitian ini dirancang dengan susunan sebagai berikut : BAB I : Pendahuluan

Berisikan latar belakang permasalahan, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian serta sistematika penulisan.

BAB II : Landasan Teori

Berisikan teori-teori yang menjelaskan data penelitian yaitu teori tentang makna hidup dan kanker leher rahim.

BAB III : Metodologi Penelitian

Berisikan pendekatan yang digunakan, metode pengumpulan data, alat bantu pengumpulan data penelitian, subjek penelitian, prosedur penelitian dan prosedur analisis data.


(27)

BAB II

LANDASAN TEORI

II.A Makna hidup

Makna hidup (meaning of life) adalah hal-hal yang dianggap sangat penting dan berharga serta memberikan nilai khusus bagi seseorang, sehingga layak dijadikan tujuan dalam kehidupan (the purpose of life) (Bastaman, 2007). Makna hidup bermula dari adanya visi kehidupan, harapan dalam hidup, dan kenapa seseorang harus tetap bertahan hidup (Ancok dalam Bukhori, 2006). Abidin (2002) mengatakan makna hidup merupakan motivasi utama manusia dalam menemukan tujuan hidupnya. Makna tidak terletak di dalam diri kita, melainkan berada di dunia luar. Kita tidak menciptakan makna atau memilihnya, melainkan harus menemukannya (Abidin, 2002). Makna hidup terdapat dalam kehidupan itu sendiri, dan dapat ditemukan dalam setiap keadaan, baik menyenangkan maupun tidak menyenangkan, dalam keadaan bahagia ataupun penderitaan. Ungkapan seperti ”makna dalam derita” (meaning in suffering) atau ”hikmah dalam musibah” (blessing in disguise) mengungkapkan bahwa dalam penderitaan sekalipun makna hidup dapat ditemukan. Bila hasrat ini dapat dipenuhi maka kehidupan akan dirasakan berguna, berharga, dan berarti (meaningfull) akan dialami. Sebaliknya bila hasrat ini tak terpenuhi akan menyebabkan kehidupan dirasakan tidak bermakna (meaningless) (Bastaman, 2007).


(28)

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa makna hidup adalah suatu hal yang dianggap penting oleh seseorang, yang merupakan suatu alasan hidup seseorang yang dapat dijadikannya tujuan dalam hidup.

II.A.1 Karakteristik makna hidup

Makna hidup memiliki beberapa karakteristik khusus diantaranya adalah (Bastaman, 2007) :

1. Makna hidup itu sifatnya unik, pribadi dan temporer, artinya apa yang dianggap berarti oleh seseorang belum tentu pula berarti pula bagi orang lain. Mungkin pula apa yang dianggap penting dan bermakna pada saat ini bagi seseorang, belum tentu sama bermaknanya bagi orang itu pada saat lain. Dalam hal ini makna hidup seseorang dan apa yang bermakna bagi dirinya biasanya sifatnya khusus, berbeda dan tak sama dengan makna hidup orang lain, serta mungkin pula dari waktu ke waktu berubah.

2. Makna hidup itu spesifik dan konkrit. Artinya dapat ditemukan dalam pengalaman dan kehidupan nyata sehari-hari, serta tidak selalu perlu dikaitkan dengan hal-hal yang serba abstrak-filosofis, tujuan-tujuan idealistis, dan prestasi-prestasi akademis yang menakjubkan. Mengagumi merekahnya matahari di ufuk timur pada waktu terbit fajar, memandang dengan penuh kepuasan tumbuhnya putik bunga hasil tanaman sendiri, bersemangat melaksanakan pekerjaan yang disenangi, dan sebagainya merupakan contoh-contoh dari peristiwa-peristiwa nyata yang bermakna secara pribadi bagi seseorang.


(29)

3. Makna hidup tidak dapat diberikan oleh siapa pun, melainkan harus dicari, dan ditemukan sendiri. Orang-orang lain hanya dapat menunjukkan tapi pada akhirnya terpulang pada orang yang ditunjukkan untuk menentukan apa yang dianggap dan dirasakan bermakna.

II.A.2 Sumber-sumber makna hidup

Makna hidup dapat ditemukan dalam kehidupan itu sendiri, betapa pun buruknya kehidupan tersebut. Makna hidup tidak saja dapat ditemukan dalam keadaan-keadaan menyenangkan, tetapi juga dapat ditemukan dalam penderitaan sekalipun, selama kita mampu melihat hikmah-hikmahnya. Tanpa bermaksud menentukan apa yang seharusnya menjadi tujuan dan makna hidup seseorang, dalam kehidupan ini, Frankl menyatakan bahwa terdapat tiga bidang kegiatan yang secara potensial mengandung nilai-nilai yang memungkinkan seseorang menemukan makna hidup di dalamnya apabila nilai-nilai itu diterapkan dan dipenuhi, diantaranya adalah (Bastaman, 2007):

1. Nilai-nilai kreatif (Creative value)

Kegiatan berkarya, bekerja, mencipta serta melaksanakan tugas dan kewajiban sebaik-baiknya dengan penuh tanggung jawab. Menekuni suatu pekerjaan dan meningkatkan keterlibatan pribadi terhadap tugas serta berusaha untuk mengerjakannya dengan sebaik-baiknya merupakan salah contoh dari kegiatan berkarya. Melalui karya dan kerja kita dapat menemukan arti hidup dan menghayati kehidupan secara bermakna.


(30)

2. Nilai-nilai penghayatan (Experiental value)

Keyakinan dan penghayatan akan nilai-nilai kebenaran, kebajikan, keindahan, keimanan, dan keagamaan serta cinta kasih. Menghayati dan meyakini suatu nilai dapat menjadikan seseorang berarti hidupnya. Tidak sedikit orang-orang yang merasa menemukan arti hidup dari agama yang diyakininya, atau ada orang-orang yang menghabiskan sebagian besar usianya untuk menekuni suatu cabang seni tertentu. Cinta kasih dapat menjadikan pula seseorang menghayati perasaan berarti dalam hidupnya. Mencintai dan dicintai, akan membuat pengalaman hidup seseorang penuh dengan kebahagiaan.

3. Nilai-nilai bersikap (Attitudinal values)

Menerima dengan penuh ketabahan, kesabaran, dan keberanian segala bentuk penderitaan yang tidak mungkin dielakkan lagi, seperti sakit yang tak dapat disembuhkan, kematian, dan menjelang kematian, setelah segala upaya dan usaha dilakukan secara maksimal. Dalam hal ini yang diubah bukanlah keadaanya, melainkan sikap yang diambil dalam menghadapi keadaan itu. Ini berarti apabila menghadapi keadaan yang tak mungkin diubah atau dihindari, sikap yang tepatlah yang masih dapat dikembangkan. Sikap menerima dengan penuh ikhlas dan tabha hal-hal tragis yang tidak mungkin dapat dielakkan lagi dapat mengubah pandangan kita dari yang semula diwarnai penderitaan semata-mata menjadi pandangan yang mampu melihat makna dan hikmah dari penderitaan itu.


(31)

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa makna hidup bersumber dari tiga macam nilai antara lain nilai kreatif, nilai penghayatan, dan nilai bersikap.

II.A.3 Penghayatan hidup bermakna

Menurut Bastaman (2007), penghayatan hidup bermakna antara lain:

1. Menjalani kehidupan sehari-hari dengan penuh semangat dan gairah, serta jauh dari perasaan hampa.

2. Mempunyai tujuan hidup yang jelas, baik tujuan jangka pendek maupun tujuan jangka panjang, sehingga kegiatan-kegiatan menjadi terarah.

3. Merasakan sendiri kemajuan yang telah dicapai.

4. Mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan, dalam arti menyadari batasan-batasan lingkungan dan tetap dapat menentukan sendiri apa yang paling baik dilakukan.

5. Menyadari bahwa makna hidup dapat ditemukan dalam kehidupan itu sendiri, betapapun buruknya keadaan.

6. Menghadapi situasi yang tidak menyenangkan atau penderitaan dengan sikap tabah dan sadar ada makna serta hikmah dibalik penderitaannya. 7. Benar-benar menghargai hidup dan kehidupan. Tidak pernah berpikir


(32)

Jadi, penghayatan hidup bermakna tercermin dalam perilaku-perilaku sebagai berikut: menjalani hidup dengan semangat, memiliki tujuan hidup yang jelas, merasakan kemajuan yang telah diperoleh, dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan, menyadari bahwa makna hidup dapat ditemukan dalam keadaan apapun, bersikap sabar dan tabah dalam menghadapi suatu peristiwa bahkan penderitaan sekalipun, dan benar-benar menghargai kehidupannya.

II.A.4 Penghayatan hidup tanpa makna

Bastaman (2007) mengemukakan bahwa dalam kehidupan seseorang mungkin saja hasrat untuk hidup secara bermakna ini tidak terpenuhi. Penyebabnya antara lain karena kurang disadari bahwa dalam kehidupan itu sendiri dan pengalaman masing-masing orang terkandung makna hidup yang potensial yang dapat ditemukan dan dikembangkan. Selain itu mungkin karena pengetahuan yang kurang mengenai prinsip dan teknik dalam menemukan makna hidup itu sendiri.

Ketidakberhasilan menemukan dan memenuhi makna hidup biasanya menimbulkan penghayatan makna hidup tanpa makna (meaningless) yang ditandai dengan perasaan hampa, gersang, merasa tak memiliki tujuan hidup, merasa hidupnya tak berarti, bosan, dan apatis. Kebosanan adalah ketidakmampuan seseorang untuk membangkitkan minat, sedangkan apatis merupakan ketidakmampuan untuk mengambil prakarsa (Bastaman, 2007).


(33)

II.B Makna dalam penderitaan

Seperti yang dikemukakan di atas tadi, bahwa makna hidup dapat ditemukan dalam setiap keadaan baik menyenangkan maupun tidak menyenangkan, dalam keadaan bahagia maupun derita (Bastaman, 2007), karena manusia selama hidup di dunia tidak selalu berada dalam keadaan menyenangkan (Bastaman, 1996)

II.B.1 Penderitaan

Penderitaan merupakan bagian integral dari kehidupan manusia, karena eksistensi manusia senantiasa berkisar antara senang dan susah, tawa dan air mata, derita dan bahagia. Terlepas dari berat-ringannya penderitaan, setiap orang dalam hidupnya pasti pernah mengalaminya, dan siapa pun yang merasa belum pernah mengalami penderitaan pasti suatu saat akan mengalaminya juga (Bastaman, 1996).

Kamus Besar Bahasa Indonesia (dalam Bastaman,1996) menggambarkan penderitaan sebagai proses, perbuatan, cara menderita, dan penanggungan yang terkait dengan sesuatu yang tidak menyenangkan, seperti sakit, cacat, kesengsaraan, dan kesusahan. Bastaman (1996) mengungkapkan penderitaan sebagai perasaan tak menyenangkan dan reaksi-reaksi yang ditimbulkannya sehubungan-sehubungan dengan kesulitan yang dialami seseorang.

Frankl (dalam Bastaman, 1996) menyebutkan terdapat tiga hal yang dapat menimbulkan penderitaan. Ia menyebutnya dengan ”the three tragic triads of


(34)

human existence” tiga ragam penderitaan yang sering ditemukan dalam kehidupan

manusia, diantaranya adalah (Bastaman,1996):

1. Sakit (pain), suatu keadaan mental atau fisik yang kurang baik atau kegelisahan mental dan fisik. Intensitas sakit berkisar dari mulai setengah gelisah atau penderitaan yang membosankan, hingga penderitaan yang akut bahkan seringkali rasa sakit yang tak terperikan dan dapat dirasakan secara menyeluruh atau hanya pada beberapa bagian, sebagai akibat dari korban kecelakaan atau luka secara fisik atau luka secara mental, dan biasanya menimbulkan reaksi menghindari, melarikan diri, atau menghancurkan faktor penyebabnya (Travelbee dalam Bastaman,1996). 2. Salah (guilt), merupakan sejenis penderitaan yang berkaitan dengan

perbuatan yang tak sesuai hati nurani. Hati nurani adalah unsur kepribadian yang menilai sejauh mana pemikiran, perasaan, dan tindakan seseorang sesuai dengan tolak ukur tertentu.

3. Kematian (death), baik kematian sendiri maupun kematian orang lain merupakan tragedi alami yang pasti terjadi dan setiap orang pasti akan mengalaminya.

II.B.2 Tahap-tahap penemuan makna dalam penderitaan

Bastaman (1996) mengemukan beberapa tahap yang harus dilalui seseorang dalam menemukan dan memenuhi makna hidupnya dalam suatu penderitaan, antara lain:


(35)

1. Tahap derita yaitu pengalaman tragis dan penghayatan hidup tanpa makna. Suatu peristiwa tragis dalam hidup seseorang dapat menimbulkan penghayatan hidup tanpa makna yang ditandai dengan perasaan hampa, gersang, apatis, dan merasa tidak lagi memiliki tujuan hidup serba bosan dan apatis. Kebosanan adalah ketidakmampuan seseorang untuk membangkitkan minat, sedangkan apatis adalah ketidakmampuan seseorang untuk mengambil prakarsa.

2. Tahap penerimaan diri, dimana individu mulai menerima apa yang terjadi pada hidupnya, pemahaman diri, dan terjadinya perubahan sikap. Biasanya, munculnya kesadaran ini di dorong oleh anekaragam sebab. Misalnya, karena perenungan diri, konsultasi dengan para ahli, mendapat pandangan dari seseorang, hasil do’a dan ibadah, belajar dari orang lain, dan lain-lain.

3. Tahap penemuan makna hidup (penemuan makna hidup dan penentuan tujuan). Tahap ini ditandai dengan penyadaran individu akan nilai-nilai berharga yang sangat penting dalam hidupnya. Hal-hal-hal yang dianggap berharga, dan penting itu mungkin saja berupa nilai kreatif, nilai-nilai penghayatan, dan nilai-nilai-nilai-nilai bersikap

4. Tahap realisasi (keikatan diri, kegiatan terarah dan pemenuhan makna hidup) dimana individu akan mengalami semangat dan gairah dalam hidupnya, kemudian secara sadar melakukan keikatan diri (self

commitment) untuk melakukan berbagai kegiatan nyata yang lebih terarah


(36)

5. Tahap kehidupan bermakna (penghayatan bermakna, kebahagiaan). Ketika makna hidup berhasil ditemukan dan dipenuhi akan menyebabkan seseorang merasakan kehidupan yang berarti dan pada akhirnya akan menimbulkan perasaan bahagia

II.C Kanker

II.C.1 Gambaran umum kanker

Karakteristik dasar dari hidup dan pertumbuhan adalah tubuh bereproduksi secara teratur dan terkontrol. Para ilmuwan mengetahui bahwa pertumbuhan jaringan mirip satu sama lain. Ketidakteraturan dalam proses ini bisa menyebabkan pertumbuhan sel yang tidak terkontrol, biasanya membentuk tumor yang disebut dengan neoplasma (AMA, Tortora & Grabowski dalam Sarafino, 2006). Beberapa neoplasma tidak berbahaya atau jinak tetapi yang lainnya ganas (Sarafino, 2006).

Kanker adalah penyakit sel yang ditandai dengan pembelahan sel yang tak terkontrol yang biasanya membentuk neoplasma ganas (Sarafino, 2006). Taylor (2003) mengatakan seluruh jenis kanker disebabkan oleh disfungsi deoxy ribo

nucleic acid (DNA) yang merupakan bagian dari program sel yang mengontrol

reproduksi dan pertumbuhan sel. Tidak seperti sel lain, sel kanker tidak memberikan keuntungan pada tubuh. Mereka bahkan menyerap energi dari organ tempat ia tumbuh. Selain itu sel kanker memiliki karakteristik khusus yaitu tidak saling melekat satu dengan yang lainnya seperti sel-sel normal lainnya (AMA & Williams dalam Sarafino, 2006) sebagai hasilnya sel kanker dapat terpisah dan


(37)

menyebar ke organ tubuh yang lainnya, proses tersebut biasa disebut dengan metastase (Sarafino, 2006).

Sel kanker berbahaya karena dapat menyebabkan kematian baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung, sel kanker menyebar sampai ke organ vital seperti otak atau paru lalu mengambil nutrisi yang dibutuhkan oleh organ tersebut akibatnya organ itu rusak dan akhirnya mati. Secara tidak langsung kanker dapat mengakibatkan kematian melalui dua cara. Pertama, penyakit itu sendiri melemahkan penderitanya. Kedua, baik penyakit maupun pengobatannya dapat menurunkan gairah hidup dan kemampuan tubuh untuk melawan penyakit (Laszlo dalam Sarafino, 2006). Selain itu, seiring dengan makin berkembangnya penyakit, maka tumor akan semakin menekan sel-sel dan saraf-saraf normal atau semakin menghambat aliran cairan tubuh sehingga menimbulkan rasa sakit (Melzack & Wall dalam Sarafino, 2006). Rasa sakit ini dirasakan oleh 40 persen penderita kanker dengan stadium menengah, dan oleh 70-90 persen penderita dengan stadium lanjut (Ward et.al., dalam Sarafino, 2006).

Secara umum, penyakit kanker disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal merupakan pengaruh luar terhadap tubuh, yaitu gaya hidup dan faktor lingkungan. Faktor eksternal yang berhubungan dengan kanker contohnya antara lain; merokok, penggunaan alkohol yang berlebihan, makanan tidak sehat, radiasi matahari dan sumber lain, serta zat kimia seperti benzena dan asbestos ( Hartmann & Loprinzi, 2005 )

Di Indonesia dikenal sepuluh jenis kanker terbanyak yaitu kanker leher rahim, kanker kulit, kanker nasofaring, kanker limfoma, kanker kolon dan rektum,


(38)

kanker paru, kanker ovarium, kanker kelenjar tiroid, kanker rongga mulut, dan kanker payudara (Tambunan, 1995)

II.C.2 Kanker leher rahim

Kanker serviks uteri atau kanker leher rahim merupakan salah satu jenis kanker yang menyerang sistem reproduksi perempuan. Kanker leher rahim timbul di bagian bawah dari uterus yaitu di batas antara epitel yang melapisi ektoserviks (porsio) dan endoserviks kanalis serviks. Penyebaran kanker leher rahim pada umumnya secara limfogen melalui getah bening, diantaranya menuju ke tiga arah yaitu ke arah fornises dan dinding vagina, ke arah korpus uterus, dan ke arah parametrium dan dalam tingkatan lanjut menginfiltrasi septum rektovaginal dan kandung kemih (Winknjosastro, 1999)

II.C.3 Gejala kanker leher rahim

Pada kondisi prakanker, umumnya tidak ada gejala dan tak ada rasa nyeri. Bila kanker ini sudah muncul, gejalanya dapat berupa (Pusat Data & Informasi – Perhimpuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia, 2006) :

1. Terdapat keputihan berlebihan, berbau busuk dan tidak sembuh-sembuh.

2. Adanya perdarahan tidak normal. Ini terjadi hanya bila setelah sel-sel leher. rahim menjadi bersifat kanker dan menyerang jaringan-jaringan di sekitarnya.

3. Pemberhentian darah lewat vagina.


(39)

5. Terjadinya siklus diluar menstruasi dan setelah hubungan seks.

6. Nyeri selama berhubungan seks.

7. Kesulitan atau nyeri dalam perkemihan.

8. Terasa nyeri didaerah sekitar panggul.

9. Perdarahan pada masa pra atau paska menopause.

10. Bila kanker sudah mencapai stadium tiga ke atas, maka akan terjadi pembengkakan diberbagai anggota tubuh seperti betis, paha, tangan dan sebagainya.

II.C.4 Penyebab kanker leher rahim

Para peneliti yakin bahwa umumnya penyakit kanker leher rahim dipicu oleh penyakit seksual menular di dalam serviks, yaitu human papilloma virus (HPV). Virus ini banyak ditemukan pada wanita yang menderita kanker leher rahim. Human papilloma virus memiliki lebih dari 100 tipe. Virus ini disebut dengan papillomaviruses karena beberapa tipe dari virus ini menyebabkan kutil (papillomas). Beberapa tipe dari HPV, yang bukan menyebar melalui kontak seksual menimbulkan sejenis kutil biasa yang timbul di tangan atau kaki. Tipe lain yang tersebar melalui kontak seksual menyebabkan kutil di alat kelamin. Tidak semua tipe HPV dapat menyebabkan kanker leher rahim. Tipe-tipe yang memiliki resiko tinggi menyebabkan kanker leher rahim diantaranya adalah tipe 16, 18, 31, 33, 35, dan 45. 85 persen pada penderita kanker leher rahim ditemukan tipe-tipe tersebut ( Hartmann & Loprinzi, 2005 ).


(40)

II.C.5 Faktor resiko kanker leher rahim

Faktor resiko adalah segala sesuatu yang dapat meningkatkan kemungkinan untuk terkena suatu penyakit. Beberapa faktor resiko penyakit kanker leher rahim adalah ( Hartmann & Loprinzi, 2005 ) :

1. Sejarah seksual

Infeksi HPV yang menyebabkan kanker leher rahim, disebarkan melalui kontak seksual, oleh karena itu sejarah seksual seorang wanita memegang peranan penting dalam resiko terkena kanker leher rahim

ƒ Aktivitas seksual dini.

ƒ Berganti-ganti pasangan seksual.

ƒ Penyakit seksual lainnya, seperti chlamydia, gonorhea, atau genital

herpes.

2. Sistem kekebalan tubuh yang lemah

Seseorang yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah, seperti wanita yang terinfeksi humman immuno deficiency virus (HIV) atau terkena penyakit AIDS, memiliki resiko tinggi untuk terkena kanker leher rahim karena ketidakmampuan tubuh untuk melawan HPV.

3. Sejarah kesehatan keluarga

Penelitian menyebutkan bahwa jika ibu atau saudara perempuan seseorang terkena penyakit kanker leher rahim, maka besar kemungkinan seseorang juga terkena penyakit tersebut.


(41)

4. Merokok

Kanker leher rahim merupakan hal yang umum diantara wanita yang merokok. Wanita yang merokok memiliki dua kali kemungkinan untuk terkena penyakit kanker leher rahim dibanding wanita yang tidak merokok.

II.C.6 Stadium kanker leher rahim

Penyakit kanker leher rahim dibagi menjadi beberapa stadium diantaranya (Hartman & Loprinzi, 2005) :

Tabel 2.1 Stadium kanker leher rahim

Stadium Kriteria I Kanker hanya berada di sekitar area serviks atau leher rahim.

II Kanker telah menyebar ke bagian atas vagina atau ke jaringan sekitar. III Kanker telah menyebar ke bagian bawah vagina, ke daerah sekitar

dinding panggul dan saluran limfe.

IV Kanker telah menyebar sampai ke bladder, rectum dan organ-organ lain seperti paru.

Sumber:Hartman & Loprinzi, 2005

II.C.7 Diagnosa dan pengobatan medis kanker leher rahim

Kanker leher rahim dapat dideteksi dengan menggunakan Pap Smear yaitu mengambil contoh sel dari organ leher rahim untuk melihat apakah sel tersebut normal, pra-kanker, atau kanker. Umur penderita kanker leher rahim berkisar diantara 30-60 tahun, terbanyak antara 45-50 tahun. Terdapat 3 jenis pengobatan dasar kanker leher rahim antara lain operasi, radioterapi, dan kemoterapi. Pemilihan jenis pengobatan dipengaruhi oleh berbagai faktor misalnya ukuran dari


(42)

sel kanker, apakah sudah metastase atau belum, dan bagaimana pengaruh pengobatan terhadap pasien (Hartman & Loprinzi, 2005).

II.C.7.a Operasi

Jenis operasi yang dilakukan pada penderita kanker leher rahim dilakukan berdasarkan hasil penentuan stadium kanker. Operasi dapat dilakukan dengan mengangkat serviks dan uterus atau rahim penderita yang disebut juga dengan histerektomi. Pada stadium Ib,Ib occ dan IIa dilakukan histerektomi radikal. Pada stadium IIb, III, dan IV tidak dibenarkan melakukan pembedahan (Winknjosastro, 1999).

II.C.7.b Radioterapi

Radioterapi yaitu pengobatan menggunakan sinar X yang bertujuan untuk menghancurkan sel kanker. Pengobatan menggunakan radioterapi memiliki beberapa efek samping diantaranya adalah iritasi, kulit terbakar, rambut gugur, mual, muntah, kehilangan nafsu makan, penurunan fungsi tulang sum-sum (Sarafino, 2006).

II.C.7.c Kemoterapi

Kemoterapi yaitu pengobatan menggunakan agen-agen kimiawi (EGC, 1994). Pengobatan menggunakan kemoterapi memiliki beberapa efek samping diantaranya adalah rasa mual dan muntah, kelelahan, rambut gugur, diare dan konstipasi, pertambahan atau pengurangan berat badan, kecemasan, simptom


(43)

menopause, mouth ulcers, masalah otot dan syaraf dan simptom flu (Sarafino, 2006).

II.C.8 Dampak fisik, psikologis, sosial, dan ekonomi penyakit kanker leher rahim

Radley (1994) mengatakan penderita penyakit kronis seperti kanker dapat mengalami tiga akibat dari penyakit yang dideritanya dan pengobatan yang dijalaninya. Tiga akibat itu antara lain :

1. Impairment : Kehilangan atau mengalami abnormalitas fungsi fisiologis

atau anatomis (hendaya).

2. Disability : Keterbatasan dalam kemampuan untuk mengerjakan suatu

tugas atau untuk menjalankan peran secara normal.

3. Handicap : Kerugian yang bersifat sosial berupa perlakuan dari orang lain

atau kepada orang lain dengan impairment atau disability tertentu.

Ketiga hal ini dapat mempengaruhi penderitanya. Lebih lanjut Charmaz (dalam Radley, 1994) menyatakan bahwa ada empat kondisi psikologis yang dapat dialami oleh orang yang hidup dengan penyakit kronis seperti kanker yaitu :

1. Kehidupan yang terbatas (restrictid life). Hal ini terjadi jika seseorang terpaksa ”terkurung” di rumah baik karena sakit yang dirasakan maupun pengobatan yang dijalani.

2. Keterasingan sosial (social isolation). Hal ini dapat merupakan akibat dari penyakit atau pengobatan sehingga penderita terpaksa tidak melakukan


(44)

interaksi sosial dengan orang lain atau dapat juga berasal dari perasaan penderita sendiri bahwa orang lain akan memperlakukan mereka berbeda. 3. Definisi diri yang tidak baik (discrediting definition of self). Hal ini terjadi

ketika orang lain menunjukkan rasa ingin tahu berlebihan, sikap tidak bersahabat atau rasa tidak nyaman saat berhubungan dengan penderita. Mungkin pula terjadi karena penderita tidak dapat lagi melakukan pekerjaan sederhana dengan mudah seperti dulu. Keadaan ini dapat menjadi sumber meningkatnya penilaian negatif terhadap diri sendiri. 4. Merasa menjadi beban bagi orang lain (becoming a burden on others). Hal

ini terjadi bila seseorang menderita sakit yang berat sehingga tidak dapat lagi menjalankan tugasnya seperti dulu. Hal ini dapat menimbulkan perasaan tidak berguna baik bagi diri sendiri maupun orang lain.

Kanker merupakan penyakit jangka panjang dan berakibat fatal, dan hal tersebut dapat menimbulkan masalah dalam penyesuaian psikososial (Taylor, 2003). Diagnosa kanker biasanya dapat menyebabkan kondisi emosi yang tidak stabil dan goncangan pada hidup seseorang. Pengobatan kanker banyak menimbulkan dampak negatif pada fisik penderitanya yang nantinya akan mempengaruhi kondisi psikologis dan sosial penderitanya. Masalah psikologis yang biasanya muncul pada penderita kanker umumnya adalah (Hartmann & Loprinzi, 2005) :


(45)

1. Ketidakpercayaan ( disbelief )

Ketika seseorang didiagnosa kanker, shock merupakan perasaan pertama yang paling sering timbul diantara para penderitanya. Ketidakpercayaan bahwa hal tersebut terjadi pada dirinya dan sering juga ditemui penyangkalan terhadap diagnosa secara penuh, berperilaku seolah-olah tidak ada yang terjadi.

2. Takut ( fear )

Seseorang yang terkena kanker biasanya akan mengalami rasa takut, diantaranya ketakutan akan kematian yang ditimbulkan oleh kanker dan juga proses pengobatan serta efek sampingnya. Ketakutan mengenai hidup setelah mendapat kanker apakah akan sama dengan sebelumnya. Ketakutan apakah seseorang dapat menikmati hidupnya lagi. Ketakutan-ketakutan tadi merupakan hal yang normal, tetapi hal tersebut kadang-kadang juga dapat menimbulkan stress.

3. Kemarahan ( anger )

Kemarahan yang timbul pada penderita kanker disebabkan oleh rasa ketidakadilan yang dialaminya. Mengapa hal tersebut harus terjadi pada dirinya dan bukan pada orang lain. Sebagian kemarahan kadang dilimpahkan pada orang-orang terdekat seperti keluarga, sahabat, teman kerja bahkan pada dokter maupun suster serta kemarahan pada diri sendiri dan Tuhan.


(46)

4. Kecemasan ( anxiety )

Stres yang ditimbulkan oleh diagnosa kanker dan juga pengobatanyya dapat menimbulkan kecemasan. Kecemasan dapat berupa kecemasan akan test awal, prosedur pengobatan, perubahan bentuk tubuh, kehilangan kontrol, ketergantungan pada orang lain, serta kematian yang ditimbulkan oleh kanker.Selain itu berdasarkan suatu penelitian ditemukan bahwa 25 persen dari penderita kanker leher rahim mengalami kecemasan dan 80 persennya mengalami masalah seksual (Matto,1983; Kulhara,1988; Sharma, Matto, Kulhara & Sharan, 2003)

5. Depresi

Merasa sedih, berduka, dan kehilangan adalah hal yang sering terjadi pada penderita kanker. Diagnosa kanker dapat merusak rencana hidup dan membuat seseorang menjadi pesimis serta takut akan masa depan. Depresi ditandai dengan perubahan mood selama dua minggu atau lebih yang ditandai oleh kesedihan yang terus menerus, cemas, kehilangan ketertarikan atau kesenangan dalam semua aktivitas, perubahan dalam selera makan dan pola tidur, kehilangan energi, perasaan tidak berdaya, tidak ada harapan dan rasa bersalah, pikiran negatif, konsentrasi yang terganggu, pikiran akan kematian dan bunuh diri.

Diagnosa kanker dapat menimbulkan dampak negatif terhadap sosial penderitanya, salah satunya adalah gangguan dalam hubungan pernikahan. (Ybema, Kuijer, Buunk, Dejong & Sanderman dalam Taylor, 2003). Masalah


(47)

seksual sering sering dijumpai pada pasien penyakit kanker ginekolog salah satunya kanker leher rahim (Moyer & Sovey dalam Taylor, 2003).

Penyakit kanker juga menimbulkan dampak negatif terhadap ekonomi penderitanya, dikarenakan penyakit ini merupakan penyakit yang memiliki jangka waktu panjang dalam proses pengobatannya serta pengobatan yang digunakan membutuhkan banyak biaya sehingga dapat menimbulkan kesulitan ekonomi bagi yang mengalaminya (Taylor, 2003).

Masalah-masalah yang dikemukakan diatas umum terjadi pada seluruh pasien kanker termasuk pada pasien kanker leher rahim. Masalah khusus yang terjadi akibat kanker leher rahim yaitu masalah yang berkaitan dengan histerektomi atau pengangkatan rahim. Histerektomi mengakibatkan seorang wanita tidak memiliki rahim lagi yang berarti tidak bisa memiliki keturunan lagi. Perasaan shock pasti akan dialami oleh setiap perempuan yang menjalani histerektomi, walaupun kebanyakan penderita kanker leher rahim telah memasuki masa menopause atau tidak berencana untuk memiliki anak lagi. Kebanyakan perempuan akan mengalami kehilangan yang besar dan merasa kurang utuh sebagai wanita sesudah mengalami histerektomi (Tobin, 1997)

II.C.9 Dukungan sosial pada penderita kanker leher rahim

Untuk mencapai kesembuhan, seorang penderita kanker leher rahim tidak hanya memerlukan pengobatan tetapi juga dukungan sosial dari lingkungan sekitarnya. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Wortman dan Dunkel-Schetter (dalam Sarafino, 2006) yang mengatakan bahwa dukungan sosial


(48)

mempengaruhi bagaimana seseorang menghadapi penyakitnya dan proses penyembuhannya. Tidak adanya dukungan sosial akan menyebabkan penderitaan baru bagi penderita kanker leher rahim. Manne (dalam Sarafino, 2006) mengatakan bahwa pasien kanker yang sedikit menerima dukungan sosial dan menerima perlakuan negatif dari lingkungan terdekatnya cenderung mengalami masalah dalam penyesuaian diri terhadap penyakit dan penderitaan yang ditimbulkan.

Dukungan sosial adalah kenyamanan, perawatan, atau bantuan yang diberikan oleh seseorang (Wills & Fegan dalam Sarafino, 2006). Terdapat beberapa bentuk dari tipe sosial diantaranya adalah (Wills & Fegan dalam Sarafino, 2006) :

1. Emotional support : dukungan berupa empati, perawatan, pemberiang

semangat dan dorongan yang diberikan kepada seseorang.

2. Tangible or instrumental support : dukungan berupa pendampingan secara

langsung maupun memberikan bantuan berupa pinjaman uang atau yang lainnya pada saat orang lain membutuhkan.

3. Informational support : dukungan berupa pemberian nasehat, arahan, atau

usulan mengenai apa yang harus dilakukan oleh seseorang.

4. Companionship support : dukungan berupa kesediaan untuk menemani


(49)

II.D Makna hidup pada penderita kanker leher rahim

Makna hidup merupakan suatu alasan penting mengapa seseorang harus tetap bertahan hidup. Makna hidup dapat dijadikan tujuan dalam hidup seseorang. Makna hidup sendiri dapat ditemukan dalam setiap keadaan baik menyenangkan maupun tidak menyenangkan atau penderitaan.

Penderitaan adalah suatu perasaan yang tidak menyenangkan yang ditimbulkan oleh suatu hal. Menurut Frankl (dalam Bastaman, 1996) penderitaan di dunia disebabkan oleh tiga hal diantaranya adalah sakit, maut, dan rasa bersalah. Penyakit dapat menimbulkan penderitaan, tetapi tidak semua penderitaan yang disebabkan oleh penyakit dapat mendorong seseorang untuk menemukan makna hidup. Penyakit seperti kanker leher rahim merupakan salah satu penyakit yang dapat mendorong seseorang untuk mencari makna hidupnya, karena penyakit sejenis ini dapat menimbulkan banyak penderitaan bagi yang mengalaminya mulai dari ancaman kematian yang ditimbulkan serta dampak fisik, psikologis, sosial, dan ekonomi yang ditimbulkan oleh penyakit itu sendiri dan proses pengobatannya.

Untuk tetap bertahan dalam penderitaan yang berat seseorang harus mengetahui benar apa alasannya hidup atau kita sebut dengan makna hidup. Makna hidup bagi penderita kanker leher rahim memberikan banyak pengaruh positif bagi penderitanya, dengan menemukan makna hidup penderita kanker leher rahim dapat menjalani semua proses pengobatannya dengan penuh semangat dan gairah yang nantinya akan berpengaruh terhadap kesembuhan penderita itu sendiri. Penemuan makna hidup pada penderita kanker leher rahim juga


(50)

menandakan bahwa penderita tersebut berhasil menemukan suatu hikmah yang nantinya akan berdampak positif dalam kehidupan sehari-hari penderita tersebut.


(51)

BAB III

METODE PENELITIAN

III.A Penelitian kualitatif

Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 2006) mendefinisikan metode penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Pendekatan ini juga digunakan untuk menggambarkan dan menjawab pertanyaan seputar subjek penelitian beserta konteksnya.

Sejalan dengan definisi tersebut Kirk dan Miller (dalam Moleong, 2006) mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan yang secara fundamental bergantung dari pengamatan pada manusia baik dalam kawasannya maupun dalam peristilahannya. Menurut moleng (2006) penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain secara keseluruhan, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.

Furchan (1992) mengatakan melalui metode penelitian kualitatif kita dapat mengenal orang (subyek) secara pribadi dan melihat mereka mengembangkan definisi mereka sendiri tentang dunia ini. Kita dapat merasakan apa yang mereka alami dalam pergulatan dengan masyarakat mereka sehari-hari. Kita dapat mempelajari kelompok dan pengalaman yang mungkin belum kita ketahui sama


(52)

sekali. Metode penelitian kualitatif memungkinkan kita menyelidiki konsep-konsep yang dalam pendekatan penelitian lainnya, intinya akan hilang. Konsep-konsep seperti keindahan, rasa sakit, keimanan, penderitaan, frustasi, harapan, dan kasih sayang, dapat diselidiki sebagaimana orang-orang yang sesungguhnya dalam kehidupan mereka sehari-hari.

Pemilihan metode kualitatif menjadi metode dalam penelitian ini karena peneliti ingin melihat pengalaman subjektif seorang penderita kanker leher rahim, bagaimana mereka memaknai setiap penderitaan yang dialaminya diakibatkan oleh penyakit kanker leher rahim dan bagaimana proses penemuan makna dibalik penderitaan tersebut. Hal ini juga sejalan dengan yang dikatakan oleh Furchan (1992) bahwa dengan menggunakan metode penelitian kualitatif kita dapat melihat lebih jelas tanpa kehilangan intinya konsep-konsep seperti penderitaan, kasih sayang, harapan, dan lain-lainnya yang merupakan bagian penting dalam proses penemuan makna hidup. Karakteristik makna hidup yang unik dan berbeda antara satu individu dengan individu yang lain juga merupakan alasan peneliti mengapa memilih metode penelitian kualitatif, hal ini sesuai dengan fungsi dan pemanfaatan kualitatif yaitu dapat melihat sesuatu secara mendalam, memahami isu-isu yang sensitif, dan isu-isu yang rumit. Selain itu peneliti ingin mengetahui bagaimana proses penemuan makna hidup, dimana hal ini juga menjadi alasan peneliti memakai metode ini sesuai dengan fungsinya yaitu metode yang digunakan untuk meneliti sesuatu dari segi prosesnya.


(53)

III.B Subyek Penelitian

III.B.1 Karakteristik subyek penelitian

Adapun karakteristik subyek yang digunakan dalam penelitian telah disesuaikan dengan tujuan penelitian yang akan diteliti adalah:

1. Jenis kelamin wanita 2. Usia dewasa madya

3. Hasil diagnosa dokter menderita kanker leher rahim 4. Berdomisili atau dirawat di Medan

III.B.2 Jumlah subyek penelitian

Menurut Patton (dalam Poerwandari, 2001), penelitian kualitatif memiliki sifat yang luwes, oleh sebab itu tidak ada aturan yang pasti mengenai jumlah sampel yang harus diambil dalam penelitian kualitatif. Jumlah sampel sangat tergantung pada apa yang dianggap bermanfaat dan dapat dilakukan dengan waktu dan sumber daya yang tersedia. Jumlah responden yang akan diambil dalam penelitian ini adalah dua orang.

III.B.3 Teknik pengambilan sampel

Prosedur pengambilan sampel dalam penelitian ini berdasarkan konstruk operasional (theory-based/operational construct sampling). Sampel dipilih berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan, berdasarkan teori atau konstruk operasional sesuai dengan studi-studi sebelumnya, atau sesuai dengan tujuan penelitian (Poerwandari, 2001).


(54)

III.B.4. Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Medan, karena terdapat alasan kemudahan bagi peneliti dalam menemukan sampel, mengingat peneliti juga berdomisili di kota Medan sekaligus menghemat biaya penelitian. Lokasi penelitian dapat berubah sewaktu-waktu dan disesuaikan dengan keinginan dari subyek penelitian agar subyek merasa nyaman.

III.C Metode pengumpulan data

Menurut Lofland dan Lofland (dalam Moleong, 2000) sumber utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan. Kata-kata dan tindakan ini dapat dicatat melalui perekaman suara atau melalui catatan tertulis, pengambilan foto dan statistik. Pencatatan sumber data utama dapat dilakukan dengan wawancara dan observasi yang merupakan hasil gabungan dari kegiatan melihat, mendengar dan bertanya. Dalam penelitian yang dilakukan, peneliti menggunakan metode pengumpulan data dengan wawancara.

III.C.1 Wawancara

Jenis wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara menggunakan petunjuk umum wawancara. Jenis wawancara ini mengharuskan pewawancara membuat kerangka dan garis besar pokok-pokok yang dirumuskan tidak perlu ditanyakan secara berurutan. Demikian pula penggunaan dan pemilihan kata-kata untuk wawancara dalam hal tertentu tidak boleh dilakukan sebelumnya. Petunjuk wawancara hanyalah berisi petunjuk secara garis besar


(55)

tentang proses dan isi wawancara untuk menjaga agar pokok-pokok yang direncanakan dapat seluruhnya tercakup. Pelaksanaan wawancara dan pengurutan pertanyaan disesuaikan dengan keadaan responden dalam konteks wawancara yang sebenarnya (Moleong, 2006). Wawancara yang akan digunakan bersifat mendalam (depth interview) di mana peneliti mengajukan pertanyaan mengenai berbagai segi kehidupan subjek, secara utuh dan mendalam (Patton, dalam Poerwandari, 2001).

III.D. Alat bantu pengambilan data

Menurut Poerwandari (2001), dalam metode wawancara, alat yang terpenting adalah peneliti sendiri. Namun, untuk memudahkan pengumpulan data, peneliti membutuhkan alat bantu. Alat bantu yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah berupa pedoman wawancara, dan alat perekam.

III.D.1. Pedoman Wawancara

Pedoman umum wawancara memuat isu-isu yang berkaitan dengan tema penelitian ini Pertanyaan akan disesuaikan dengan situasi dan kondisi saat wawancara berlangsung tanpa melupakan aspek-aspek yang harus ditanyakan. Pedoman ini digunakan untuk mengingatkan sekaligus sebagai daftar pengecek bahwa semua aspek yang relevan telah dibahas atau ditanyakan (Poerwandari, 2001)


(56)

III.D.2. Tape Recorder

Tape Recorder ini akan digunakan untuk merekam wawancara yang dilakukan sehingga semua data penting yang diungkapkan subjek tidak ada yang terlupakan. Rekaman wawancara berguna untuk membuat verbatim sehingga mempermudah dalam melakukan pengkodean dan analisis data. Penggunaan tape

recorder ini akan dilakukan dengan seizin subjek penelitian (Poerwandari, 2001).

III.E. Prosedur analisis data

Data akan dianalisis menurut prosedur penelitian kualitatif, dengan mengumpulkan verbatim wawancara dan mengolah data dengan metode kualitatif. Menurut Poerwandari (2001) proses analisis data adalah sebagai berikut:

1. Organisasi data secara sistematis untuk memperoleh kualitas data yang baik, mendokumentasikan analisis yang dilakukan dan menyimpan data dan analisis yang berkaitan dalam penyelesaian penelitian.

2. Koding dan analisis. Mula-mula peneliti menyusun transkripsi verbatim atau catatan lapangan sedemikian rupa sehingga ada kolom kosong yang cukup besar sebelah kanan dan kiri transkrip untuk tempat kode-kode atau catatan tertentu, kemudian secara urut dan kontinu melakukan penomoran pada baris-baris transkrip. Selanjutnya peneliti mulai memberikan perhatian pada substansi data yang telah dikumpulkan.

3. Pengujian terhadap dugaan. Peneliti akan mempelajari data yang kemudian akan mengemangkan data yang kemudian akan


(57)

mengembangkan dugaan-dugaan yang juga merupakan kesimpulan sementara. Pengujian terhadap dugaan berkaitan erat dengan upaya mencari penjelasan yang berbeda mengenai data yang sama, dalam hal ini peneliti harus mengikutsertakan berbagai perspektif untuk memungkinkan keluasan analitis serta memeriksa bias-bias yang mungkin tidak disadari.

4. Strategi analisis. Proses analisis dapat melibatkan konsep-konsep yang muncul dari jawaban atau kata-kata subyek maupun konsep yang dipilih atau dikembangkan peneliti untuk menjelaskan fenomena yang dianalisis. Kata kunci dapat diambil dari istilah yang dipakai oleh subyek.

5. Interpretasi, yaitu upaya untuk memahami data secara lebih ekstensif dan mendalam.


(58)

BAB IV

ANALISA DAN INTERPRETASI

IV.A Analisis kasus responden A

Tempat wawancara : Rumah Eti

Tanggal : 22 Februari 2008 / 13.00-15.00 WIB 29 Februari 2008 / 14.00-16.00 WIB

Data kontrol :

Nama : Eti

Umur : 46 tahun

Agama : Islam

Suku : Sunda

Pekerjaan : Ibu rumah tangga Status perkawinan : Menikah

Jumlah anak : 5 anak

Tahun diagnosis : 2003 Stadium kanker : Stadium I Pengobatan medis : -


(59)

IV.A.1 Gambaran diri responden A

Responden A dalam penelitian ini adalah Eti, seorang wanita berumur 46 tahun dan suku sunda. Eti adalah seorang penderita kanker leher rahim sejak lima tahun yang lalu. Peneliti mengenal Eti dari salah seorang kenalan peneliti yang merupakan tetangga Eti.

Eti adalah anak ke 4 dari 8 bersaudara. Eti menikah 23 tahun yang lalu dan memiliki 5 orang anak dari hasil pernikahannya. Eti memang memiliki cita-cita mempunyai banyak anak. Dulunya Eti dan keluarga tinggal di Bogor, pada tahun 2005 ia dan keluarga baru pindah ke Medan. Di sini ia tinggal serumah dengan mertua dan adik iparnya.

Eti memiliki hubungan yang kurang harmonis dengan keluarga suaminya. Ia mengatakan bahwa sejak awal perkawinan, mertua dan adik iparnya tidak pernah menyukai dirinya. Ketidakcocokan hubungan ini menjadi salah satu sumber masalah bagi Eti sejak ia tinggal di Medan. Eti sering kali mendapat perlakuan kasar dari mertua dan iparnya tersebut walaupun ia selalu berusaha untuk berlaku baik kepada keduanya. Pada saat ini Eti hanya bisa bersabar dan berharap mertua dan adik iparnya tersebut akan berubah.

. Masalah dalam keluarga suaminya tak jarang menjadi penyebab ia dan suaminya bertengkar, sehingga Eti banyak memendam masalah sendiri karena tidak mau memperburuk keadaan rumah tangganya. Masalah lain dalam keluarga Eti disebabkan oleh stress ekonomi. Dulunya Eti dan suami adalah pekerja kantoran di PT. PLN tetapi terpaksa berhenti karena terkena PHK. Semenjak saat itu Eti dan suami mencoba berwirausaha dengan menjual makanan. Tetapi hal ini


(1)

5. Dari hasil penelitian, peneliti juga menemukan bahwa dukungan sosial sangat memberikan pengaruh besar dalam penderitaan yang dialami oleh seorang penderita kanker leher rahim. Adanya masalah dalam keluarga responden A yang menyebabkan dirinya sedikit menerima dukungan sosial dari keluarganya sangat berpengaruh terhadap beratnya penderitaan yang dialami. Dibandingkan dengan responden B yang mendapatkan banyak dukungan sosial dari keluarganya, responden B mengalami lebih banyak penderitaan terutama penderitaan mental. Dan hal ini juga sangat berpengaruh terhadap lamanya penyembuhan penyakit. Penemuan ini memperkuat pendapat yang dikemukakan oleh Wortman dan Dunkel-Schetter (dalam Sarafino, 2006) yang mengatakan bahwa dukungan sosial mempengaruhi bagaimana seseorang menghadapi penyakitnya dan proses penyembuhannya.

V.C Saran

V.C.1 Saran praktis

1. Bagi penderita kanker leher rahim agar dapat mengubah pola pikirnya bahwa penyakit kanker yang dideritanya merupakan akhir dari kehidupan. Diharapkan penderita kanker leher rahim untuk bangkit dan lebih semangat dalam menjalani pengobatan walaupun pengobatan tersebut tidak menjamin kesembuhan 100%. Tidak ada hal yang tidak mungkin terjadi di dunia termasuk kesembuhan penyakit kanker leher rahim.


(2)

2. Bagi dokter, suster, dan pihak-pihak kesehatan lainnya lebih memperhatikan efek-efek negatif yang dapat ditimbulkan oleh penyakit kanker leher rahim dari segala aspek baik fisik, psikologis, sosial maupun ekonomi.Diharapkan juga memberikan dukungan yang lebih terhadap penderita kanker tersebut.

3. Bagi keluarga penderita kanker diharapkan dapat memberikan perhatian dan dukungan yang lebih kepada penderita kanker karena dukungan keluarga merupakan suatu hal yang penting dalam kesembuhan penderita kanker tersebut.

4. Penelitian ini sebaiknya dilakukan dengan tatap muka lebih dari dua kali agar lebih mampu memberikan gambaran yang lebih utuh terhadap proses penemuan dan pemenuhan makna hidup penderita kanker leher rahim. 5. Peneliti lebih perlu meningkatkan kemampuan membina rapport dan

wawancara mendalam agar lebih dapat menghayati penghayatan responden.

V.C.2 Saran penelitian lanjutan

1. Untuk menyempurnakan penelitian ini, sebaiknya dilakukan penelitian dengan topik yang masih berhubungan dengan makna hidup dan kanker leher rahim dan dilakukan denggan subjek penelitian yang berbeda. Disarankan pada penelitian berikutnya hal-hal yang berkaitan dengan bahan diskusi di atas dapat diperhatikan lebih mendalam lagi.


(3)

2. Keahlian dalam melakukan wawancara sangat penting untuk menggali pikiran-pikiran dan perasaan-perasaan responden secara lebih luas dan mendalam mengenai penemuan dan pemenuhan makna hidup penderita kanker leher rahim. Keahlian ini menentukan seberapa banyak dan dalam data yang bisa diperoleh melalui wawancara. Oleh karena itu, penulis selanjutnya perlu memiliki kemampuan wawancara yang baik, sehingga data lebih akurat dan mendalam bisa tergali.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. (2002). Analisis Eksistensialis Untuk Psikologi dan Psikiatri. Bandung: PT Refika Aditama.

Ant (2007). Tiap Hari 22 Orang di Indonesia Meninggal karena Kanker Leher Rahim. Analisa, 8 Desember 2007, Hal 1.

Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. (2005). Kanker Leher Rahim Tertinggi di Indonesia. [on-line] http://www.BKKBN.com/BKKBN-Rubrik.htm. (Diakses tanggal 25 Agustus 2007).

Bastaman, H.D. (2007). Logoterapi: Psikologi Untuk Menemukan Makna hidup dan Meraih Hidup Bermakna. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Bastaman, H.D. (1996). Meraih Hidup Bermakna. Jakarta: Paramadina

Bukhori, B. (2006). Kesehatan Mental Siswa Ditinjau Dari Religiusitas Dan Kebermaknaan Hidup. Jurnal Psikologia. Vol IX, 22.

Direktorat Jendral Pelayanan Medik Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Yayasan Kanker Indonesia.(1995-1999). Kanker Di Indonesia Tahun 1995-1999. Jakarta : Direktorat Jendral Pelayanan Medik Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Yayasan Kanker Indonesia.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2006). P2M & PL & LITBANGKES. [on-line] http://www. Departemen Kesehatan Indonesia.com. (Diakses tanggal 25 Agustus 2007).

EGC. (1994). Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Frankl, E.V. (2004). Mencari Makna Hidup : Man Search For Meaning. Bandung: Yayasan Nuansa Cendekia.

Furchan, A. (1992). Pengantar Metoda Penelitian Kualitatif. Surabaya : Usana Offset Printing.

Harianto. (2005). “Risiko Penggunaan Pil Kontrasepsi Kombinasi Terhadap Kejadian Kanker Payudara Pada Reseptor Di Perjan RS DR. Cipto Mangunkusumo. Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. II, No.1, April 2005, 84-99.


(5)

Hartman & Loprinzi (2005). Mayo Clinic Guide to Women’s Cancer: Breast and Gynecologic Cancers. New York: Kensington Publishing

Mitchell, J. (2007). Finding Positive Meaning In The Experience of Breast Cancer, [on-line] http://www.Center for The Study of Women.com. (Diakses tanggal 2 September 2007).

Moleong. (2000). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Moleong. (2006). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Pusat Data & Informasi – Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (2006). Bias wanita. [on-line] http://www. Pdpersi.co.id/ Pusat Data & Informasi PERSI.htm/.(Diakses tanggal 2 September 2007).

Poerwandari (2001). Pendekatan Kualitatif dan Penelitian Psikologi. Jakarta : Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3) UI.

Radley, A (1994). Making Sense of Illness : The Social Psychology of Health and Disease. London : Sage Publications.

Sarafino, E.P. (2006). Health Psychology: Biopsychosocial Interactions. Amerika: John Willey & Sons,INC.

Schultz, D. (1991). Psikologi Pertumbuhan: Model-Model Kepribadian Sehat.Yogyakarta: Kanisius.

Sharma, Matto, Kulhara & Sharan. (2003). Stress and Coping in Women with Cervical and BreastCancer in India. German Journal of Psychiatry, 2, 40-48.

Siegel. S. Bernie. (1999). Love,Medicine, and Miracles: Cinta, Pengobatan, dan Mukjizat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Stiller & Wong (2007). “Living with Dignity and Palliative Counseling”. [on-line] http://www.meaning.ca/living/MOL_articles.htm#. (Diakses tanggal 30 November 2007).

Sugerman, D. (2005). “I am More Than Cancer”An Exploratory Examination of Adventure Programming and Cancer Survivors. Journal of Experiental Education, Vol.28, No.1, 72-83.


(6)

Tambunan, G.W. (1995). Diagnosis dan Tatalaksana Sepuluh Jenis Kanker Terbanyak di Indonesia. Jakarta : EGC

Taylor, S.E. (2003). Health Psychology 5th Edition. New York: McGraw-Hill Tobin, Margaret (1997). Coping with cancer. [on-line] http//www. Oncolink.com/

Coping with Cancer, Side Effects, Caregiving, and other Cancer Resources OncoLink - The Web's Fi.htm. (Diakses tanggal 25 Agustus 2007).

White, A.Craig (2002). ABC of Psychological Medicine Cancer, British Medical Journal, 377, ProQuest Medical Library.

Winknjosastro (1999). Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.

“Kanker”. (2005). Mengenal Kanker. [on-line]. http://www.mediasehat.com/ utama07.php/ Mengenal Kanker.htm. (Diakses tanggal 25 Agustus 2007). ”Meaning”. (2007). Finding Meaning. [on-line] http:// www.Livestrong.org/Lance

Armstrong Foundation Emotional Effects Finding Meaning.htm. (Diakses tanggal 25 Agustus 2007). (Diakses tanggal 25 Agustus 2007).