1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG MASALAH
Masalah perdagangan manusia atau dikenal dengan istilah human trafficking akhir-akhir ini muncul menjadi suatu masalah yang banyak
diperdebatkan baik ditingkat nasional, regional maupun global dan dikatakan sebagai bentuk perbudakan masa kini serta melanggar hak asasi manusia.
Sebenarnya perdagangan manusia bukanlah hal baru, namun beberapa tahun belakangan, masalah ini muncul dan menjadi perhatian tidak saja pemerintah
Indonesia, namun juga menjadi masalah internasional. Indonesia oleh Amerika Serikat dikategorikan sebagai negara yang tidak
memenuhi standar dalam upaya memerangi kejahatan terorganisir sebagai upaya penghapusan perdagangan manusia secara serius, bahkan data akurat mengenai
kejahatan ini sulit didapat. Hal ini terkait dengan beberapa hal: Pertama: definisi perdagangan manusia dalam KUHP terbatas pada “perdagangan perempuan dan
anak,” dan tidak ada elaborasi lebih lanjut mengenai makna perdagangan. Kedua: berbagai perbuatan yang dapat dimasukkan ke dalam perdagangan manusia
ditangani oleh berbagai institusi yang berbeda. Sebagai contoh masalah pengiriman buruh migran secara ilegal pada umumnya ditangani oleh Departemen
Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang melibatkan Penyedia Jasa Tenaga Kerja Indonesia ke luar negeri PJTKI, sedangkan perdagangan anak-anak untuk
menjadi anak jalanan dan pengemis ditangani oleh dinas sosial dan lembaga
lainnya. Ketiga: lingkup wilayah Indonesia yang amat luas dan terbuka yang memungkinkan perdagangan manusia terjadi di berbagai tempat di Indonesia dan
sulit dipantau. Fenomena perdagangan manusia di Indonesia memang merupakan fenomena gunung es. Sulit sekali memperkirakan secara pasti angka kasus
perdagangan manusia yang pernah terjadi disamping penanganan perdagangan manusia di Indonesia masih belum terkoordinasi karena berkaitan dengan
permasalahan beberapa departemen terkait.
1
Sebagai bagian dari negara berkembang, sulit bagi Indonesia untuk dikecualikan dari fenomena
ini, yakni sebagai „negara pengirim‟ atau „negara su
mber.‟ Khusus bagi Indonesia, US Department of Justice menempatkannya sebagai Tier 3, yakni negara yang menurut mereka,
“do not fully comply with theminimum standards and are not making significant efforts to bring themselves into compliance. Some of tghese
governments refuse to acknowledge the trafficking problem within their territory. On a more positive note, several other governments in this
category are beginning to take concrete steps to combat trafficking. While these steps do not yet reach the appropriate level of significance, many of
these governments are on the path to placement on Tier 2
2
Data yang disampaikan dalam laporan lembaga tersebut antara lain adalah
sebagai berikut:
3
1. Indonesia merupakan source country bagi orang yang diperdagangkan,
terutama perempuan dan anak-anak 2.
Para korban umumnya diperdagangkan untuk tujuan eksploitasi seksual dan pekerja
1
Harkristuti Harkrisnowo, Laporan Perdagangan Manusia di Indonesia, dalam http:www. lfip.orglaws822docsPerdagangan20manusiaSentraHAMfeb28.pdf, diakses tanggal 15 Oktober
2009.
2
US Department of Justice. 2002. Trafficking in Persons Report, Washington, June 2002, hal. 10.
3
Ibid, hal 61.
3. Negara tujuan termasuk Hongkong, Singapura, Taiwan, Malaysia, Brunei,
Negara-negara Teluk Persia, Australia, Korea Selatan dan Jepang 4.
Pemerintah belum sepenuhnya melakukan upaya yang sungguh-sungguh untuk mencegah terjadinya perdagangan manusia, walau masalah ini
sudah lebih diperhatikan dibandingkan dengan masa sebelumnya Meningkatnya perdagangan manusia beberapa tahun terakhir ini terjadi
akibat krisis ekonomi. Angka pengangguran di Indonesia terutama di pedesaan semakin meningkat padahal kehidupan semakin sulit karena kenaikan berbagai
kebutuhan hidup. Sejak krisis dan kerusuhan tahun 1998, banyak pabrik yang tentunya menyerap tenaga kerja terbesar tutup, karena kondisi ekonomi dan
politik yang tidak kondusif. Oleh karena masyarakat sudah semakin ragu terhadap kemampuan pemerintah dalam menyediakan lapangan pekerjaan, maka mereka
berinisiatif mencoba peluang untuk bekerja di luar negeri, dengan segala risikonya.
4
Dalam penelitian ditemukan bahwa perdagangan manusia di Indonesia tidak terbatas pada golongan usia ataupun jenis kelamin tertentu saja. Dari
berbagai kasus yang berhasil diperoleh, yang berpotensi menjadi korban perdagangan manusia adalah manusia sejak masih berada dalam kandungan, anak-
anak tanpa batasan usia, wanita maupun pria. Akan tetapi memang dalam kenyataannya data laki-laki dewasa yang menjadi korban perdagangan manusia
4
Harkristuti Harkrisnowo, Laporan Perdagangan Manusia di Indonesia, dalam http:www. lfip.orglaws822docsPerdagangan20manusiaSentraHAMfeb28.pdf, diakses tanggal 15 Oktober
2009.
ini tidak sebanyak data perdagangan manusia yang korbannya adalah wanita dan anak-anak.
5
Berdasarkan hal-hal tersebut maka data tentang perdagangan manusia di Indonesia harus didasarkan pada kriteria atau bentuk dari perdagangan manusia
itu sendiri. Beberapa bentuk perdagangan manusia dari berbagai penelitian yang dilakukan di Indonesia menunjukkan beberapa bentuk yang telah terjadi meliputi:
6
1. Perdagangan perempuan dan anak dengan tujuan sebagai pembantu rumah
tangga atau pekerja domestik 2.
Perdagangan perempuan dan anak sebagai pekerja di tempat-tempat hiburan atau tempat usaha lain
3. Perdagangan perempuan dan anak sebagai pekerja seks
4. Perdagangan perempuan dan anak dengan tujuan untuk industri pornografi
dengan dalih menjadi model iklan, artis atau penyanyi 5.
Eksploitasi manusia untuk dipekerjakan sebagai pengedar obat terlarang dengan terlebih dahulu menjadikan korban dalam keadaan ketergantungan
obat terlarang 6.
Buruh Migran 7.
Perempuan yang dikontrak untuk perkawinan guna mendapatkan keturunan
8. Perdagangan bayi
9. Perdagangan anak dengan tujuan dipekerjakan di Jermal
10. Eksploitasi anak sebagai pengemis.
5
Ibid.
6
Ibid.
Dari kasus-kasus yang ditemui, perdagangan perempuan bukan saja terbatas pada prostitusi paksaan atau perdagangan seks, melainkan juga meliputi
bentuk-bentuk eksploitasi, kerja paksa dan praktek seperti perbudakan di beberapa wilayah dalam sektor informal, termasuk kerja domestik dan istri pesanan.
Sebagian besar kasus yang terjadi di Indonesia adalah pola perdagangan perempuan untuk prostitusi paksaan enforced prostitution atau perdagangan seks
yang disertai kekerasan seksual. Ekonomi menjadi alasan utama dalam isu perdagangan perempuan karena alasan yang dinyatakan oleh sebagian besar
korban sehingga terjerat dalam perdagangan manusia adalah dalam rangka mencari pekerjaan.
7
Trafficking atau perdagangan manusia terutama terhadap perempuan dan anak telah lama menjadi masalah nasional dan internasional bagi berbagai bangsa
di dunia, termasuk di dalamnya negara Indonesia. Perdagangan terhadap manusia meskipun sebagian kasus sudah sedemikian akrab terjadi dimasyarakat, namun
secara terminologis tampaknya belum banyak dipahami orang.
8
Pemahaman di dalam masyarakat terhadap trafficking masih sangat terbatas, hal ini dikarenakan
informasi yang diperoleh di dalam masyarakat mengenai trafficking masih rendah. Isu perdagangan anak dan perempuan mulai menarik perhatian banyak
pihak di Indonesia tatkala ESCAP Komite Sosial Ekonomi PBB untuk Wilayah Asia-Pasifik mengeluarkan pernyataan yang menempatkan Indonesia bersama 22
negara lain pada peringkat ketiga atau terendah di dalam merespon isu ini.
9
data
7
Ibid.
8
M. Zaelani Tammaka. 2003. Menuju Jurnalisme Berperikemanusiaan Kasus Trafficking dalam Liputan Media di Jawa Tengah dan DIY. Surakarta: Aji Surakarta. Hal. 3.
9
Ibid, hal 21.
yang dimiliki Bareskrim Mabes Polri pada tahun 2002, kasus trafficking yang disidik kepolisian mencapai 155 kasus, tahun 2003 sebanyak 125 kasus
10
, tahun 2004 sebanyak 76 kasus, tahun 2005 tercatat sebanyak 71 kasus, tahun 2006
meningkat menjadi 84 kasus, tahun 2007 sebanyak 177 kasus, tahun 2008 sebanyak 199 kasus. Pada 2007, tercatat 88 kasus telah diproses di pengadilan.
Para pelaku diganjar hukuman rata-rata hanya empat sampai lima tahun. Sedangkan pada 2008, 74 kasus telah selesai divonis hakim. Di luar itu mungkin
ada kasus-kasus perdagangan manusia yang dicatat oleh LSM dan organisasi masyarakat lainnya namun tidak diteruskan ke pihak yang berwajib karena korban
atau keluarganya menganggap cukup diselesaikan di antara mereka saja. Karena itu, jumlah kasus perdagangan orang yang dilaporkan tersebut sangat sulit untuk
dijadikan bahan analisa apakah benar-benar terjadi penurunan kasus selama tahun- tahun terakhir.
11
Data International Organization for Migration IOM menunjukan bahwa pada 2005 dan 2007 Data rilis April 2008, IOM telah memulangkan 3.127 orang
korban trafficking di dalam maupun luar negeri, antara lain Malaysia, Singapura, Hongkong, Arab Saudi, Japan, Kuwait, Syria, Taiwan dan Jordan. Dari 3.127
korban tersebut, lima orang adalah bayi, 801 anak, 2.321 dewasa dan sebagian besar korban 88,9 persen adalah perempuan. Jumlah korban tersebar pada lima
10
Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Penghapusan Perdagangan Orang Trafficking In Persons Di Indonesia Tahun 2004-2005, dalam http:www.menkokesra.go.id
pdfdeputi3human_trafficking_ind.pdf, diakses tanggal 15 Oktober 2009.
11
Iskandar Zulkarnaen,
Perbudakan Era
Modern Masih
Mengintai, dalam
http:kaltim.antaranews.comberita2769perbudakan-era-modern-masih-mengintai, diakses
tanggal 26 Desember 2010.
lokasi besar, yakni Propinsi Kalimantan Barat 707 korban, Jawa barat 650, Jawa Timur 384, Jawa Tengah 340 dan Nusa Tenggara Barat 217.
12
IOM memperkirakan bahwa meskipun belum ada data valid namun kenyataannya laporan kasus trafficking dari WNI di sejumlah negara cenderung
terus meningkat. Lihat saja berdasarkan data IOM menunjukan bahwa selama Maret 2005 hingga Juli 2006 tercatat sebanyak 1.231 WNI telah menjadi korban
bisnis perdagangan orang.
13
Tindak pidana perdagangan manusia kini cenderung dilakukan secara terorganisir, dengan melibatkan aktor pelaku seperti perantara, perekrut, mucikari,
pemilik rumah bordil dan sindikat kriminal. Keberadaan sindikat kejahatan terorganisir ini sangat sulit diungkap oleh pihak berwajib karena biasanya
kegiatan perdagangan manusia memakai kedok aktivitas lain. Komnas Perempuan mencatat pula bahwa kaum perempuan dan anak-anak, terutama mereka yang
hidup dalam kemiskinan, adalah kelompok yang paling rentan diperdagangkan. Indonesia bukan sekedar penyumbang tetapi juga tempat transit dan juga tujuan
perdagangan manusia. Selain dijual ke luar negeri, ada juga kasus perdagangan manusia lintas provinsi, menjual perempuan untuk dijadikan pekerja seks paksa di
lokasi industri pariwisata di Indonesia.
14
Menyimak pemahaman diatas maka proses perdagangan manusia selama ini tidak bisa lepas dari mereka yang berada di lingkungan calon korban. Apakah
12
Ibid.
13
Ibid.
14
Seruan KWI Perihal Penghentian Praktik-Praktik Perdagangan Manusia, dalam http:www.justice-peace-kwi.orgindex.php?option=com_contentview=articleid=74:seruan-
kwi-perihal-penghentian-praktik-praktik-perdagangan-manusiacatid=39:kwiItemid=71, diakses Tanggal 11 Maret 2010.
mereka orang tua yang terpaksa merelakan anaknya bekerja di luar daerahnya atau luar negeri melalui calo, atau PJTKI yang ilegal yang pada akhirnya berada dalam
situasi pemaksaan kehendak. Lebih tegas perdagangan manusia tidak selalu bertujuan untuk eksploitasi seksual, namun juga dalam bentuk yang lain karena
sesungguhnya eksploitasi seksual lebih banyak dikaitkan dengan dunia prostitusi. Sementara eksploitasi dalam aktivitas yang lain acapkali terjadi, seperti bekerja di
luar batas kemampuan seseorang atau kerja paksa.
15
1.2 RUMUSAN MASALAH