mereka orang tua yang terpaksa merelakan anaknya bekerja di luar daerahnya atau luar negeri melalui calo, atau PJTKI yang ilegal yang pada akhirnya berada dalam
situasi pemaksaan kehendak. Lebih tegas perdagangan manusia tidak selalu bertujuan untuk eksploitasi seksual, namun juga dalam bentuk yang lain karena
sesungguhnya eksploitasi seksual lebih banyak dikaitkan dengan dunia prostitusi. Sementara eksploitasi dalam aktivitas yang lain acapkali terjadi, seperti bekerja di
luar batas kemampuan seseorang atau kerja paksa.
15
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas maka permasalahan yang diangkat penulis adalah
“Bagaimanakah Implikasi Kebijakan Politik Luar Negeri Indonesia Dalam Pemberantasan Perdagangan Manusia Di Indonesia
Dilaksanakan”?
1.3 TUJUAN PENELITIAN
1. Untuk mengetahui kebijakan luar negeri indonesia dalam pemberantasan
perdagangan manusia di Indonesia. 2.
Untuk mengetahui implikasi dari kebijakan politik luar negeri Indonesia dalam pemberantasan perdagangan manusia di Indonesia.
15
Perdagangan Orang, dalam http:www.stoptrafiking.or.id, diakses tanggal 15 oktober 2009.
1.4 KAJIAN PUSTAKA
Bagian ini berisi tentang beberapa kajian dari peneliti sebelumnya yang memiliki kesamaan atau kedekatan wilayah bahasan dengan topik yang sedang di
analisa oleh penulis. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Lindra Darnela mahasiswa Fakultas
Syari‟ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dengan judul ”Trafficking in Women sebagai Akibat Tidak Terpenuhinya Hak-hak Dasar: Suatu Tinjauan Hukum
Internasional”.
16
Disebutkan bahwa dengan adanya faktor-faktor yang menyebabkan trafficking maka pemerintah Indonesia belum sepenuhnya mampu
melakukan pencegahan dan penanggulangan terhadap terjadinya trafficking bagi perempuan dan anak. Hal ini juga menunjukkan bahwa Indonesia belum mampu
melakukan pemenuhan hukum-hukum internasional yang telah diratifikasi oleh Indonesia, juga banyak peraturan nasional di Indonesia sendiri yang tidak
terpenuhi. Yeyen R
ismiyanti dalam penelitiannya tentang “Harmonisasi Pengaturan Perlindungan Hukum Terhadap Korban Tindak Pidana Perdagangan Perempuan
Dan Anak Berdasarkan Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Persons, Especially Woman and Children sebagai protokol tambahan konvensi
TOC Transnational Organized Crime dengan Undang-Undang Nomer 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
”
17
,
16
Lindra Darnela, Trafficking in Women sebagai Akibat Tidak Terpenuhinya Hak-hak Dasar: Suatu Tinjauan Hukum Internasional, dalam http:syariah.uin-suka.ac.idfile_ilmiah Trafficking
20in20Women20sebagai20Akibat20Tidak20Terpenuhinya20Hak.pdf, diakses
tanggal 15 oktober 2009.
17
Yeyen Rismiyanti, Harmonisasi Pengaturan Perlindungan Hukum Terhadap Korban Tindak Pidana Perdagangan Perempuan Dan Anak Berdasarkan Protocol to Prevent, Suppress and
menyebutkan bertambah maraknya masalah perdagangan perempuan dan anak di berbagai negara, terutama negara-negara berkembang telah menjadi perhatian
masyarakat internasional terutama perserikatan bangsa-bangsa, Protocol To Prevent, Suppress And Punish Trafficking in Persons, Especially Women And
Children, yang selanjutnya disebut sebagai Protokol Trafficking adalah salah satu protocol tambahan dari Konvensi TOC Transnational Organized Crime yang
dihasilkan oleh PBB dan merupakan instrument internasional yang sangat membantu dalam pencegahan dan memerangi kejahatan perdagangan orang,
khususnya perdagangan perempuan dan anak. Pemerintah Indonesia telah ikut menandatangani serta meratifikasi Konvensi berserta protocol tambahannya
tersebut dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 2009 tentang pengesahan United Nations Convention Against Transnational Organized Crime, sedangkan Undang-
undang No.21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang PTPPO merupakan undang-undang yang di bentuk beberapa tahun
sebelum Indonesia meratifikasi ketentuan internasional tersebut, dengan demikian maka perlu adanya harmonisasi antara ketentuan hukum internasional dengan
ketentuan yang ada di hukum nasional Indonesia dengan tetap menyesuaikan dan memperhatikan isi dari ketentuan hukum nasional Indonesia.
Punish Trafficking in Persons, Especially Woman and Children sebagai protokol tambahan konvensi TOC Transnational Organized Crime dengan Undang
– Undang Nomer 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, dalam http:skripsi.unila.ac.idwp-
contentuploads200907HARMONISASI-PENGATURAN-PERLINDUNGAN-HUKUM- TERHADAP-KORBAN-TINDAK-PIDANA-PERDAGANGAN-PEREMPUAN-DAN-ANAK-
BERDASARKAN-PROTOCOL-TO-PREVENT-SUPPRESS-AND-PUNISH-TRAFFICKING- IN-PERSONS-ESPECIALLY-WOMEN-AND-CHILDREN.pdf, diakses tanggal 9 April 2010.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa unsur-unsur yang terdapat dalam Undang-undang No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang seperti pengertian perdagangan orang, tujuan, dan bentuk- bentuk perlindungan yang diberikan sudah mencakup atau mengadopsi isi dari
ketentuan pengaturan yang terdapat dalam protocol trafficking, hal ini karena meskipun Undang-undang No. 21 Tahun 2007 tentang PTPPO dibentuk sebelum
Indonesia meratifikasi Protokol tersebut dengan Undangundang No. 5 Tahun 2009 tentang Pengesahan United Nations Convention Against Transnational Organized
Crime, namun Undang-undang No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang merupakan wujud komitmen Indonesia dalam
melaksanakan Protocol Trafficking yang bertujuan mencegah, memberantas dan menghukum perdagangan orang khusus perdagangan perempuan dan anak, yang
sebelumnya ditandatangani pada waktu Protocol Trafficking tersebut dibentuk di Palermo Italia pada tahun 2000, perbedaan kedua sistem hukum tersebut hanya
pada lingkup berlakunya, dimana ketentuan dalam Undang-undang N0. 21 Tahun 2007 tentang PTPPO wilayah cakupannya lebih sempit dibanding dengan
Protokol Trafficking yang merupakan ketentuan Internasional yang mengatur mengenai perdagangan orang pada umumnya dan perdagangan perempuan dan
anak pada khususnya secara universal. Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Dr. Yusnar Yusuf, MS tentang
Perdagangan Manusia Trafficking di Sempadan Indonesia : Executive
Summary
18
menyebutkan sepanjang tahun 2001 saja ada sekitar 74.616 orang tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri telah menjadi korban
trafficking. Menurut data yang dilansir oleh The Emancipation Network pada rubrik About Slavery and Human Trafficking 2008, ada 27 juta orang di dunia
yang menjadi korban trafficking, dimana 50 berusia dibawah 18 tahun. Lebih lanjut dikatakan bahwa menurut estimasi UNICEF, ada satu juta anak setiap
tahunnya menjadi korban trafficking yang dipaksa menjadi pelacur. Sementara lembaga swadaya masyarakat di Indonenesia memperkirakan buruh migran yang
bekerja di luar negeri mencapai 1,4 juta hingga 2,1 juta orang, termasuk yang tidak terdokumentasikan. Menunjukkan betapa besarnya potensi perdagangan
manusia yang mengancam mengorbankan anak bangsa ini. Dari beberapa sumber di atas, maka penulis ingin mengembangkan
penelitian lebih lanjut mengenai implikasi kebijakan politik luar negeri indonesia dalam pemberantasan perdagangan manusia di Indonesia.
1.5 KERANGKA TEORITIS