Fase Historis Hubungan Kepala Desa Dengan Camat

BAB III RELASI KEKUASAAN ANTARA KEPALA DESA DENGAN CAMAT

A. Fase Historis Hubungan Kepala Desa Dengan Camat

Pada masa orde baru hubungan kepala desa dengan camat diatur dalam UU Nomor 5 Tahun 1974 dan UU No 5 Tahun 1979 yang bersifat hirearkhis- subordinatif dimana camat mampunyai wewenang dalam mengatur desa. Namun, perjalanan dan pelaksanaan Undang-undang tersebut kondisi pemerintahan menjadi lebih buruk terutama pada aparat pemerintahan pusat sampai ke pejabat daerah. Korupsi pada masa orde baru lebih banyak terjadi di pusat dan menyebar ke daerah-daerah. Politik uang terjadi dalam pemilihan kepala daerah baik di Propinsi maupun Kabupaten atau Kota, bahkan juga terjadi pada saat pemilihan Kepala Desa. Hubungan Kepala Desa dengan Camat dalam Undang-undang tersebut pada saat itu Camat sebagai atasan Kepala Desa dan Camat sebagai kepala wilayah Penguasa Tunggal. Oleh karena itu, Camat mempunyai pengaruh besar dalam mengatur Kepala Desa. Berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 1974 dan UU No 5 Tahun 1979 Camat mempunyai kedudukan seperti yang disebutkan diatas dengan tugas, fungsi dan wewenang sebagai berikut : a. Camat melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pemerintah desa. b. Camat sebagai administrator pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan memimpin kegiatan penyelenggaraan pemerintahan, mengkoordinasikan pelaksanaan pembangunan dan membina kehidupan bermasyarakat di segala bidang, yaitu bidang pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan. Kondisi hubungan Kepala Desa dengan Camat pada masa orde baru mengalami proses pelemahan karena bersifa sentralistik dimana struktur Pemerintahan Desa yang ada tidak mampu mengakomodasi kepentingan dan kebutuhan masyarakat Desa sehingga Pemerintahan Desa semakin rapuh. Banyak kasus-kasus perselisihan ditingkat Desa yang pada akhirnya tidak mampu terselesaikan dengan baik, oleh karena media dan perangkat Desa lainnya termasuk nilai-nilai yang menjadi kebiasaan masyarakat untuk menyelesaikan persoalannya telah diberangus oleh Negara. Hal ini membuat Kepala Desa didudukkan sebagain bawahan Camat dan Bupati serta bertanggungjawab kepadanya, sehingga Kepala Desa lebih loyal kepada Bupati atau Camat daripada masyarakatnya. Setelah jatuhnya orde baru maka muncul Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 mengatur hubungan Kepala Desa dengan Camat. Pada UU Nomor 22 Tahun 1999 Camat adalah perangkat daerah Kabupaten atau perangkat daerah Kota yang didefinisikan sebagai kepala kecamatan Pasal 66 ayat 2 yang tidak lagi mempunyai otoritas penuh atas tugas-tugas Pemerintahan atributif melainkan bergeser sebagai pelaksana tugas-tugas yang dilimpahkandidelegasikan Pasal 66 ayat 4 oleh kepala daerah yang disebut BupatiWalikota. Dengan kata lain tugas dan fungsi Camat pada era otonomi daerah berdasarkan UU Nomor 22 Tahun 1999 hanyalah menerima sebagian pelimpahan kewenangan yang ditugaskan oleh Bupati atau Walikota atau yang lebih ekstrim, Camat tidak dapat melaksanakan tugas dan fungsinya, apabila tidak mendapat pelimpahan kewenangan dari Bupati atau Walikota. Dalam Undang-undang ini adanya pengurangan wewenang Camat yang sedemikian drastis dari pejabat administratif yang masih mempunyai kewenangan atributif menjadi pejabat administratif yang hanya bersifat delegatif yang membuat posisi Camat menjadi canggung. Kecanggungan posisi atau peran Camat tersebut semakin nampak dalam Pasal 109 ayat 1 yang bunyinya: Beberapa Desa dapat mengadakan kerja sama untuk kepentingan Desa yang diatur dengan keputusan bersama dan diberitahukan kepada Camat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa berdasarkan Undang-Undang tersebut keberadaan Camat dalam hubungannya dengan Desa sama sekali tidak jelas peran dan fungsinya. Ketidakjelasan keberadaan Camat dalam Undang-undang ini yang pertama dapat dilihat pada UU Nomor 22 Tahun 1999 Pasal 4 dimana Kecamatan mempunyai tugas menyelenggarakan urusan-urusan Pemerintah Daerah dan melaksanakan kewenangan yang dilimpahkan oleh Kepala Daerah dan diatur dengan Keputusan Kepala Daerah. Dalam posisi demikian Kecamatan tidak mempunyai wilayah yang meliputi desa-desa yang ada di wilayahnya, karena Pasal tersebut tidak secara tegas mengatur kewenangan Camat terhadap pemerintah desa. Camat hanya sekedar menerima pelimpahan urusan-urusan dari Kepala Daerah. Yang kedua pada UU Nomor 22 Tahun 1999 Pasal 5 dimana Kecamatan mempnyai fungsi sebagai berikut : a. Penyiapan bahan dan penyelenggaraan urusan pemerintahan. b. Penyiapan bahan dan pelaksanaan peningkatan perekonomian rakyat. c. Penyiapan bahan dan pelaksanaan pembangunan. d. Penyiapan bahan dan pelaksanaan peningkatan kesejahteraan sosial. e. Pemberdayaan masyarakat desa. f. Pembinaan ketentraman dan ketertiban. g. Pelaksanaan koordinasi dengan perangkat daerah dan instansi vertical, dan h. Pengelolaan ketatausahaan kecamatan. Dalam pasal tersebut menunjukkan tugas Camat tidak jelas Karena tugas- tugas yang tercantum dalam Pasal tersebut sangat luas sehinga sulit dalam mengukur berhasil tidaknya Camat dalam menjalankan tugas-tugas tersebut. Sedangkan tugas yang secara tegas menyangkut hubungannya dengan desa hanya disebutkan pemberdayaan masyarakat desa. Tugas ini jelas akan menjadi sulit dilaksanakan karena posisi Camat yang tidak jelas ketika berhubungan dengan Desa. Seperti telah disebutkan di atas, berdasar Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, ketika berhubungan dengan desa posisi Camat mengambang. Posisi mengambang tersebut terlihat dalam salah satu pasal dari Undang-Undang tersebut bahwa ketika antar desa mengadakan kerjasama ternyata Camat hanya sekedar diberitahu, sehingga dalam hal ini sama sekali tidak mempunyai makna apapun. Seharusnya Peraturan Daerah lebih menegaskan posisi Camat tersebut. Misalnya, Camat mempunyai tugas untuk mengkoordinasikan kegiatan- kegiatan di level desa yang bersifat lintas desa. Di sini bisa saja diatur bahwa dalam mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan yang bersifat lintas desa tersebut Camat benar-benar tidak melakukan intervensi atau mempengaruhi tetapi sekedar sebagai fasilitator ketika antar desa akan melakukan kerjasama. Kedudukan Camat kepada Desa pada Undang-undang tidak ada hubungan hirarkis dengan Pemerintah Desa Desa tidak berada pada posisi sub-ordinasi Camat. Dalam pelaksaan kerja sama Kepala Desa dan Camat membentuk badan kerja sama, kerjasama tersebut hanya untuk kepada kepentingan Desa tersebut. Ketidakjelasan posisi Camat dalam UU Nomor 22 Tahun 1999 melahirkan Undang-undang baru yaitu UU Nomor 32 Tahun 2004 dalam Undang-undang ini di jelaskan secara rinci tugas Camat yang tercantum dalam Pasal 126 ayat 3 yang meliputi : a. Mengkoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat. b. Mengkoordinasikan upaya penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum. c. Mengkoordinasikan penerapan dan penegakan peraturan perundang- undangan. d. Mengkoordinasikan pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum. e. Mengkoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di tingkat kecamatan. f. Membina penyelenggaraan pemerintahan desa dan atau kelurahan, dan g. Melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup tugasnya dan atau yang belum dapat dilaksanakan pemerintahan desa atau kelurahan. Dalam penjelasan Pasal 126 ayat 3 huruf f disebutkan bahwa yang dimaksud dengan membina antara lain dalam bentuk fasilitasi pembuatan Peraturan Desa dan terwujudnya administrasi tata Pemerintahan Desa yang baik. Berdasarkan definisi terebut seolah-olah ingin menggambarkan bahwa Camat tidak akan intervensi kepada Pemerintah Desa, tetapi ternyata kalau kita hubungkan dengan pasal 222 ayat 4 bahwa Bupati dan Walikota dalam pembinaan dan pengawasan dapat melimpahkan kepada Camat, maka jelas bahwa Camat akan dengan mudah mengintervensi Desa. Dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 Camat mempunyai kedudukan yang hireakis karena dapat memperoleh pelimpahanpendelegasian untuk melakukan pembinaan dan pengawasan dari Bupati atau Walikota, dan hal ini membuat Sekretaris Desa adalah pegawai negeri sipil, maka camat berkedudukan sebagai atasannya. Berdasarkan pasal di atas dengan jelas menempatkan posisi Camat sebagai pembina dan pengawas bagi pemerintah desa. Hal ini akan memperkuat posisi Camat ketika berhadapan dengan pemerintah desa. Dalam hal ini mebuat posisi dua pejabat penting dalam pemerintahan Desa, yaitu Kepala Desa dan Sekretaris desa jelas akan berada di bawah kendali Camat. Kepala Desa akan dikendalikan melalui pembinaan dan pengawasan, sedang Sekretaris Desa akan dikendalikan melalui jalur pegawai negeri sipil yang secara hirarkis akan tunduk kepada Camat sebagai atasannya Oleh karena itu Sekretaris desa berasal dari pegawai negeri sipil, otomatis ia merupakan bawahan dari Camat yang akan memberi penilaian terhadap Sekretaris desa tersebut. Sehingga karier Sekretaris desa sebagai pegawai negeri sipil sangat tergantung kepada Camat sama hal nya seperti Kepala Desa dimana Sekretaris desa merupakan ujung tombak administrasi desa, maka sebenarnya posisi Kepala Desa juga akan dengan gampang dikendalikan oleh Camat dan mempunyai kekuasaan dan menempatkan Camat sebagai atasan Pemerintahan Desa. Penguatan posisi Camat tersebut perlu dikritisi sehingga tidak akan mengakibatkan hilangnya kemandirian desa atau otonomi desa. Salah satu cara agar otonomi desa tetap terjaga adalah dengan melibatkan pemerintah desa dalam perumusan Peraturan Daerah yang akan mengatur peran, tugas dan fungsi Kecamatan. Terutama yang menyangkut hubungan Pemerintah Kecamatan dengan Pemerintah Desa. Hubungan Camat dengan Desa bersifat sistemik, karena saling ketergantungan, saling mempengaruhi dan berinteraksi secara langsung dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan. Dalam hal ini kedudukan Camat adalah sebagai perangkat daerah, jadi Camat diangkat oleh BupatiWalikota atas usul Sekretaris Daerah KabupatenKota dari pegawai negeri sipil yang menguasai pengetahuan teknis pemerintahan dan memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan sehingga mempunyai kekuasaan atas Pemerintahan Desa. Dalam hal ini posisi Camat dalam konteks Desa adalah sebagai pimpinan di Desa dan sebagai pembina dalam Desa. Disamping itu masyarakat maupun Pemerintah Desa sendiri secara faktual masih melihat Camat sebagai kepala wilayah dengan fungsi-fungsi sosial yang mengikat. Hingga saat ini, Desa masih menempatkan Camat sebagai kepala wilayah yang memiliki peran-peran sosial seperti mediasi konflik, komunikasi sosial, memimpin acara-acara sosial, dan sebagainya. Camat masih ditempatkan sebagai salah satu tokoh masyarakat dan penguasa penting di wilayah Kecamatan yang diharapkan dengan kekuasaan yang dimilikinya akan memainkan peran-peran sosial lebih jauh.

B. Hubungan Kepala Desa Dengan Camat Dalam Undang-Undang