Gambaran Makroskopis dan Mikroskopis Ginjal Mencit (Mus musculus) Akibat Pemberian Pb Asetat dan Rosella (Hibiscus sabdariffa)
Gambaran Makroskopis dan Mikroskopis Ginjal Mencit (Mus musculus)
Akibat Pemberian Pb Asetat dan Rosella (Hibiscus sabdariffa)
Oleh:
ANDI HARIS NASUTION
070100223
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2010
(2)
LEMBAR PENGESAHAN
Gambaran Makroskopis dan Mikroskopis Ginjal Mencit (Mus musculus)
Akibat Pemberian Pb Asetat dan Rosella (Hibiscus sabdariffa)
Nama : ANDI HARIS NASUTION
NIM : 070100223
Pembimbing
Penguji I
dr. Alya Amila Fitrie, M.Kes.
dr. Hemma Yulfi, DAP&E, M.Med, ed.
Penguji II
dr. Yunita Sari Pane, Msi
Medan, 20 Desember 2010
Dekan
Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara
(3)
ABSTRAK
Latar belakang : Masalah polusi logam berat termasuk plumbum merupakan
masalah yang serius di negara-negara maju maupun negara berkembang seperti
indonesia. Pemaparan plumbum dapat melalui saluran pernafasan, pencernaan dan
permukaan kulit, dan di dalam tubuh plumbum akan terakumulasi pada jaringan
keras maupun lunak. Pemaparan terhadap plumbum secara berulang akan
meningkatkan konsentrasinya dalam tubuh dan menimbulkan kerusakan organ.
Pb banyak terdapat dalam bahan bakar kendaraan bermotor, gelas,
pewarna, keramik, pipa, pelapis kaleng tempat makanan, beberapa obat tradisional
dan kosmetik (Tong et al, 2000). Chau-Jong Wang menemukan khasiat ekstrak
rosella yang dibuat sirup yaitu melindungi ginjal tikus yang telah diinduksi karbon
tetraklorida (CCl4). Berdasarkan hal-hal tersebut, peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian ini. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat gambaran
makroskopis dan mikroskopis ginjal mencit setelah pemberian Pb asetat
100mg/kgBB/hari/oral dan ekstrak rosella 56mg/kgBB/hari/oral.
Metode : Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
eksperimental dengan tiga kelompok hewan percobaan mencit jantan(Mus
musculus). Populasi dari penelitian ini adalah mencit jantan umur 6-8 minggu
dengan berat 30-50gr dan sehat yang ditandai dengan gerakan aktif. Kemudian
dibagi menjadi tiga kelompok. Kelompok I (kontrol) diberikan aquadest.
Kelompok II diberikan Pb asetat 100mg/kgBB/hari dengan cara dicekok
menggunakan jarum gavage. Kelompok III diberikan Pb asetat 100mg/kgBB/hari
dan ekstrak rosella 56mg/kgBB/hari dengan cara di cekok menggunakan jarum
gavage. Setelah 8 minggu, hewan percobaan dikorbankan dengan cara dikapitasi
kapitis pada hewan percobaan. Selanjutnya dilakukan pembedahan pada tiap-tiap
kelompok hewan percobaan. Organ ginjal hewan percobaan diamati secara
makroskopis dan dibuat sediaan histologi untuk diamati secara mikroskopis. Data
yang diperoleh di analisa dengan uji Anova test.
Hasil : Hasil penelitian menunjukkan adanya perubahan jaringan ginjal secara
makroskopis pada kelompok K2, dan perubahan jaringan ginjal secara
mikroskopis tampak pada kelompok K2 dan K3. Hasil statistik menunjukkan
adanya perbedaan gambaran makroskopis (p=0.000) dan mikroskopis (p=0,034)
antara kelompok K2 dan kelompok K3.(p<0,05)
(4)
ABSTRACT
Background : The effect of environmental due to heavy metals include lead is a
serious health problem in industrialized and developing countries such as
indonesia. Lead absorption trough respiratory tract, gastrointestinal tract, skin
contact and in the body can be accumulated in hard tissues and cause damaged
organs.
Pb is present in motor vehicle fuel, glass, dyes, ceramics, pipes, coating of
canned food, some traditional medicines and cosmetics (Tong et al, 2000).
Chau-Jong Wang found the efficacy of Rosella extract syrup which is to protect the
kidney of mice that had been exposed to carbon tetrachloride (CCl4). Based on
such matters, researcher is interested in conducting this research. The aim of this
study is to find the macroscopic and microscopic appearanceof the mice’s kidneys
after the administration of lead acetate 100mg/kgBW/day and rosella
56mg/kgBW/day given orally.
Methode : The design used in this study was experimental with three groups of
male mice(Mus musculus). The population of this study was 6-8 week old male
mice weighing 30-50gr and healthy that was marked with an active movement and
then devided into 3 groups. Groups I (control) was given aquadest. Group II was
given lead acetate 100mg/kgBW/day orally using a gavage needle. Group III was
given lead acetate 100mg/kgBW/day & Rosella 56mg/kgBW/day given orally
using a gafage needle. After 8 weeks, samples were put to death by decapitation
capitis. After that, surgery was performed on each group of animals. kidney of
the samples were observed macroscopic and be made into preparations for the
observed microscopically. Data were collected an analyzed with Anova test.
Result : Result this study showed that there was a change in the kidney tissue
macroscopically in group K2 and microscopically in group K2 and K3. The
statistical analysis showed that there is a difference in the macroscopic (p=0,000
and microscopic (p=0,034) appearances between groups K2 and groups K3.
(p<0,05)
(5)
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas nikmat dan karunianya yang tak terhingga yang senantiasa dilimpahkan-Nya kepada penulis. Shalawat berangkaikan salam kepada junjungan Nabi Muhammad SAW yang selalu menjadi teladan bagi penulis untuk dapat melakukan amal terbaik dalam hidup ini. Sehingga Penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah yang berjudul “
Gambaran Makroskopis dan
Mikroskopis Ginjal Mencit (Mus musculus) Akibat Pemberian Pb Asetat dan
Rosella (Hibiscus sabdariffa)”
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Universitas Sumatera UtaraPenulis mengucapkan terima kasih yang terdalam kepada kedua orang tua, Ayahanda. dr. H. Nasyrullah Entezam Nasution dan Ibunda Hj. Nurdiana yang telah banyak memberikan dukungan baik moril, materil, cinta, kasih sayang dan do’a. Ucapan terima kasih juga Penulis ucapkan kepada kakak-kakakku Warhamni Samah Dina dan Rahmi Uyuni. Beserta adikku tercinta Syauqi Rahman Nasution.
Selain itu Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang banyak memberikan bantuan, antara lain :
1.
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Prof. dr. Gontar A.
Siregar, Sp.PD. KGEH atas izin penelitian yang telah diberikan.
2.
Dosen Pembimbing dr. Hj. Alya Amila Fitrie, M.Kes yang telah banyak
meluangkan waktu, membimbing dan mengarahkan penulis sehingga karya
tulis ilmiah ini terselesaikan dengan baik.
3.
Dosen Penguji dr. Hemma Yulfi, DAP&E, M.Med.Ed, dr. Yunita Sari
Pane, Msi, dr. Zaimah Z. Tala, MS, Sp.Gk, dan dr. T. Ibnu Alferally, Sp.PA
atas seluruh arahan dan masukan pada Seminar Karya Tulis Ilmiah.
4.
Kepada dr. Dwi Rita Anggraini, M.kes yang telah banyak membantu dalam
penelitian ini.
5.
Teman-teman di Fakultas MIPA Biologi telah banyak membantu dalam
pemeliharaan hewan penelitian.
6.
Kepada semua teman-teman satu kelompok KTI Amir, Dini, Ghaffar yang
memberikan semangat dalam mempersiapkan KTI ini.
(6)
Akhirnya, Penulis mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif
sehingga sehingga dapat menambah ilmu dan pengetahuan Penulis di masa yang
akan datang.
Medan, Desember 2010
Penulis,
Andi Haris Nasution
NIM: 070100223
(7)
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PERSETUJUAN ...
i
ABSTRAK... .
ii
ABSTRACK...
iii
KATA PENGANTAR...
iv
DAFTAR ISI ...
vi
DAFTAR TABEL...
viii
DAFTAR GAMBAR... ix
DAFTAR LAMPIRAN...
x
BAB 1 PENDAHULUAN...
1
1.1.Latar Belakang ...
1
1.2.Rumusan Masalah ...
2
1.3.Tujuan Penelitian ...
3
1.4.Manfaat Penelitian ...
3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ...
4
2.1
Timbal (Pb) ...
4
2.1.1 Gambaran Umum ...
4
2.1.2 Keracunan Timbal ...
5
2.1.3 Efek Timbal Pada Ginjal ...
6
2.2. Ginjal ...
7
2.2.1 Anatomi Ginjal Umum ...
7
2.2.2 Histologi Ginjal ...
8
2.3
Rosella ...
12
2.3.1 Asal Usul dan Perkembangan Rosella...
12
2.3.2 Jenis-Jenis Rosella ...
13
2.3.3 klasifikasi Bunga Rosella ...
13
2.3.4 Kandungan Bunga Rosella ...
14
2.3.5 Manfaat kelopak bunga Rosella ...
15
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL..16
3.1
Kerangka Konsep ...
16
3.2.1 Variabel dan Definisi Operasional ...
16
3.2.2 Variabel Independen ...
16
3.2.3 Variabel Dependen ...
16
3.2.4 Definisi Operasional ...
16
(8)
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN ...
19
4.1
Jenis Penelitian ...
19
4.2
Lokasi dan Waktu Penelitian ...
19
4.3
Populasi Penelitian...
19
4.4
Besar Sampel ...
19
4.5
Teknik Pengumpulan Data ...
20
4.5.1 Pengumpulan dan Pemeliharaan Hewan percobaan20
4.5.2 Persiapan Hewan percobaan ...
20
4.5.3 Perlakuan Hewan percobaan...
20
4.5.4 Pembuatan Sediaan Histopatologi ...
21
4.6
Analisa Data ...
22
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAAN...
23
5.1 Deskripsi Lokasi Penelitian………
23
5.2 Karakteristik Sampel………..
23
5.3 Derajat Kerusakan Ginjal Secara Makroskopis Setelah
Pemberian Pb asetat dan Rosella………..
23
5.4 Derajat Kerusakan Ginjal Secara Mikroskopis……..
26
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN………. 31
DAFTAR PUSTAKA ...
32
(9)
DAFTAR TABEL
Nomor
Judul
Halaman
Tabel 2.1
Tingkat keracunan Pb dalam darah pada anak-anak... 6
Tabel 5.1
Derajat kerusakan jaringan ginjal secara makroskopis padaK1(kontrol), K2(Pb asetat), dan K3 (Pb asetat dan Rosella).23 Table 5.2 Morfologi ginjal mencit pada K1, K2, dan K3………….... 24 Table 5.3. Derajat kerusakan jaringan ginjal secara makroskopis pada
(10)
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Judul
Halaman
Gambar 2.1
Gambaran makroskopis ginjal... 7
Gambar 2.2
Gambaran skematik nefron ginjal... 8
Gambar 2.3
Gambaran histologi korpuskel ginjal... 9
Gambar 5.1. Gambaran ginjal pada kelompok K1……… 25
Gambar 5.2. Gambaran ginjal pada kelompok K2……… 25
Gambar 5.3. Gambaran ginjal pada kelompok K3………. 26
Gambar 5.4
Jaringan korteks ginjal kelompok K1……… 28
Gambar 5.5
Jaringan medula ginjal kelompok K1……… 29
Gambar 5.6
Jaringan korteks ginjal kelompok K2……… 29
Gambar 5.7
Jaringan medulla ginjal kelompok K3……… 30
Gambar 5.8
Jaringan korteks ginjal kelompok K3……… 30
(11)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Daftar Riwayat Hidup
Lampiran 2
Lampiran 3
Lampiran 4
Lampiran 5
Surat Izin Penelitian oleh Komite Etik Penelitian Kesehatan
Data penelitian
Uji normalitas
Anova test
(12)
ABSTRAK
Latar belakang : Masalah polusi logam berat termasuk plumbum merupakan
masalah yang serius di negara-negara maju maupun negara berkembang seperti
indonesia. Pemaparan plumbum dapat melalui saluran pernafasan, pencernaan dan
permukaan kulit, dan di dalam tubuh plumbum akan terakumulasi pada jaringan
keras maupun lunak. Pemaparan terhadap plumbum secara berulang akan
meningkatkan konsentrasinya dalam tubuh dan menimbulkan kerusakan organ.
Pb banyak terdapat dalam bahan bakar kendaraan bermotor, gelas,
pewarna, keramik, pipa, pelapis kaleng tempat makanan, beberapa obat tradisional
dan kosmetik (Tong et al, 2000). Chau-Jong Wang menemukan khasiat ekstrak
rosella yang dibuat sirup yaitu melindungi ginjal tikus yang telah diinduksi karbon
tetraklorida (CCl4). Berdasarkan hal-hal tersebut, peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian ini. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat gambaran
makroskopis dan mikroskopis ginjal mencit setelah pemberian Pb asetat
100mg/kgBB/hari/oral dan ekstrak rosella 56mg/kgBB/hari/oral.
Metode : Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
eksperimental dengan tiga kelompok hewan percobaan mencit jantan(Mus
musculus). Populasi dari penelitian ini adalah mencit jantan umur 6-8 minggu
dengan berat 30-50gr dan sehat yang ditandai dengan gerakan aktif. Kemudian
dibagi menjadi tiga kelompok. Kelompok I (kontrol) diberikan aquadest.
Kelompok II diberikan Pb asetat 100mg/kgBB/hari dengan cara dicekok
menggunakan jarum gavage. Kelompok III diberikan Pb asetat 100mg/kgBB/hari
dan ekstrak rosella 56mg/kgBB/hari dengan cara di cekok menggunakan jarum
gavage. Setelah 8 minggu, hewan percobaan dikorbankan dengan cara dikapitasi
kapitis pada hewan percobaan. Selanjutnya dilakukan pembedahan pada tiap-tiap
kelompok hewan percobaan. Organ ginjal hewan percobaan diamati secara
makroskopis dan dibuat sediaan histologi untuk diamati secara mikroskopis. Data
yang diperoleh di analisa dengan uji Anova test.
Hasil : Hasil penelitian menunjukkan adanya perubahan jaringan ginjal secara
makroskopis pada kelompok K2, dan perubahan jaringan ginjal secara
mikroskopis tampak pada kelompok K2 dan K3. Hasil statistik menunjukkan
adanya perbedaan gambaran makroskopis (p=0.000) dan mikroskopis (p=0,034)
antara kelompok K2 dan kelompok K3.(p<0,05)
(13)
ABSTRACT
Background : The effect of environmental due to heavy metals include lead is a
serious health problem in industrialized and developing countries such as
indonesia. Lead absorption trough respiratory tract, gastrointestinal tract, skin
contact and in the body can be accumulated in hard tissues and cause damaged
organs.
Pb is present in motor vehicle fuel, glass, dyes, ceramics, pipes, coating of
canned food, some traditional medicines and cosmetics (Tong et al, 2000).
Chau-Jong Wang found the efficacy of Rosella extract syrup which is to protect the
kidney of mice that had been exposed to carbon tetrachloride (CCl4). Based on
such matters, researcher is interested in conducting this research. The aim of this
study is to find the macroscopic and microscopic appearanceof the mice’s kidneys
after the administration of lead acetate 100mg/kgBW/day and rosella
56mg/kgBW/day given orally.
Methode : The design used in this study was experimental with three groups of
male mice(Mus musculus). The population of this study was 6-8 week old male
mice weighing 30-50gr and healthy that was marked with an active movement and
then devided into 3 groups. Groups I (control) was given aquadest. Group II was
given lead acetate 100mg/kgBW/day orally using a gavage needle. Group III was
given lead acetate 100mg/kgBW/day & Rosella 56mg/kgBW/day given orally
using a gafage needle. After 8 weeks, samples were put to death by decapitation
capitis. After that, surgery was performed on each group of animals. kidney of
the samples were observed macroscopic and be made into preparations for the
observed microscopically. Data were collected an analyzed with Anova test.
Result : Result this study showed that there was a change in the kidney tissue
macroscopically in group K2 and microscopically in group K2 and K3. The
statistical analysis showed that there is a difference in the macroscopic (p=0,000
and microscopic (p=0,034) appearances between groups K2 and groups K3.
(p<0,05)
(14)
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Manusia senantiasa dapat terpapar logam berat di lingkungan kehidupannya
sehari-hari. Di lingkungan yang kadar logam beratnya cukup tinggi, kontaminasi
dalam makanan, air dan udara dapat menyebabkan keracunan. Terlalu banyak
logam berat dalam tubuh manusia dapat menyebabkan kerusakan serius terhadap
otak, ginjal, hati, sistem saraf, sel darah merah maupun organ lainnya. Dalam
jumlah kecil, timbal merusak kesehatan tubuh, terutama pada janin dan
anak-anak.(Anggraini, 2008)
Timbal (plumbum/Pb) atau timah hitam adalah satu unsur logam berat yang
lebih tersebar luas dibanding kebanyakan logam toksik lainnya. Timbal berupa
serbuk berwarna kebiru-biruan atau abu-abu keperakan sering digunakan pada
perindustrian maupun juga zat tambahan pada bahan bakar kendaraan bermotor.
Timbal (Pb) merupakan pencemar udara yang berasal dari gas buangan kendaraan
bermotor. Untuk menghasilkan pembakaran yang baik dan meningkatkan efisiensi
motor bakar, bensin diberi zat tambahan, yaitu Pb(C2H5)4 atau tetra ethyl lead
(TEL). Setelah mengalami pembakaran di dalam motor, timbal dilepas ke udara
dalam bentuk oksida timbal.(Tong, dkk, 2000; Mardiani, 2008)
Timbal dapat masuk kedalam tubuh manusia melalui pernafasan, pemaparan
maupun saluran pencernaan. Lebih kurang 90 % partikel timbal dalam asap atau
debu halus di udara dihisap melalui saluran pernafasan. Laporan yang dikeluarkan
Poison Center Amerika Serikat menyatakan anak-anak merupakan korban utama
ketoksikan timbal; dengan 49 % dari kasus yang dilaporkan terjadi pada
anak-anak berusia kurang dari 6 tahun. Yang lebih menghawatirkan adalah efeknya
terhadap kecerdasan (IQ) anak – anak, sehingga menurunkan prestasi belajar
mereka, walaupun kadar timbal di dalam darah mereka tidak dianggap toksik.
Sehingga timbal merupakan radikal bebas yang berbahaya yang bersifat toksik
(15)
dan banyak tersebar di udara lingkungan sekitar kita.(Wade, dkk, 1993; Johnson,
1998; Hariono, 2005; Anggraini, 2008)
Akhir-akhir ini banyak sekali masyarakat Indonesia mengkonsumsi teh rosella
dikarenakan mempunyai khasiat dapat menyembuhkan berbagai penyakit dan juga
sebagai antioksidan yang baik untuk dikonsumsi. Tanaman Rosella (Hibiscus
sabdariffa) adalah tumbuhan yang tersebar di daerah tropis dan non tropis.
Umumnya tumbuhan ini ditanam sebagai tanaman hias ataupun diambil seratnya
untuk membuat karung goni dan bahan pembuat kertas, namun beberapa
diantaranya dipercaya memiliki khasiat medis, salah satu diantaranya adalah
Rosella Merah atau Rosella.(Devi, 2009)
Hasil penelitian menunjukkan, kelopak, daun, dan biji bunga Rosella banyak
mengandung beberapa senyawa, yaitu asam sitrat, asam malat, vitamin A, C, D,
B1 dan B2, antosianin, protein, kalsium, fosfor, asam organik dan flavonoid.
Kandungan flavonoid bernama gossypetine, hibiscetine dan sabdaretine
menpunyai kerja sebagai antioksidan, yaitu aktivitas yang dapat melawan radikal
bebas. Radikal bebas adalah perusak sel tubuh yang menyebabkan sel mengalami
pertumbuhan yang tidak normal, yang dapat menyebabkan penyakit kronis ,
seperti kerusakan ginjal, diabetes, jantung koroner dan kanker (darah).(Widyanto
dan Nelistya, 2009)
Berdasarkan hal itu dilakukan penelitian mengenai perubahan gambaran
histologi ginjal mencit yang diberi Pb asetat dan rosella (
Hisbiscus sabdariffa)
.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah
-
Bagaimana gambaran makroskopis ginjal mencit yang diberi Pb asetat
dan rosella?
-
Bagaimana gambaran mikroskopis ginjal mencit yang diberi Pb asetat
dan rosella?
(16)
1.3.1
Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
1.
Melihat gambaran dan perbedaan secara makroskopis dan
mikroskopis pada ginjal mencit yang terpapar Pb asetat dengan
pemberian rosella.
2.
Perbedaan gambaran makroskopis dan mikroskopis terhadap
kelompok kontrol, kelompok yang diberi Pb asetat saja dan
kelompok yang diberi Pb asetat dan ekstrak rosella
1.3.2 Tujuan Khusus,
Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah
Melihat struktur mikro dan makro anatomi ginjal mencit yang diberi Pb
asetat 100mg/kgBB/hari dengan pemberian rosella (Hibiscus sabdariffa)
56mg/kgBB/hari secara bersamaan.
1.4
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk
1.
Agar paham terhadap efek (negatif) yang ditimbulkan Pb asetat
terhadap tubuh.
2.
Mengetahui perubahan histologi yang terjadi pada ginjal mencit
setelah pemberian Pb asetat dan pemberian Pb asetat bersamaan
dengan ekstrak bunga rosella.
(17)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Timbal (Pb)
2.1.1 Gambaran Umum
Timbal (Pb) dapat ditemukan di berbagai media lingkungan seperti udara,
air, debu dan tanah. Logam Pb atau bentuk persenyawaannya berasal dari
pembakaran bahan bakar kendaraan bermotor, emisi industri dan dari penggunaan
cat bangunan yang mengandung Pb. Di alam Pb terdapat dalam dua bentuk yaitu
gas dan partikel. Pb yang terbanyak di udara adalah Pb anorganik dan terutama
berasal dari pembakaran tetraethyl Pb (TEL) dan tetramethyl Pb (TEMEL) yang
terdapat dalam bahan bakar kendaraan bermotor. Selain sumber-sumber di atas,
logam berat ini juga terdapat pada gelas, pewarna, keramik, pipa, pelapis kaleng
tempat makanan, beberapa obat tradisional dan kosmetik (Tong et al, 2000 dalam
Anggraini, 2008). Pakar lingkungan sependapat bahwa Pb merupakan kontaminan
terbesar dari seluruh debu logam di udara (Winarno, 1993; Anggraini, 2008).
Timbal (Pb) dapat ditemukan di lingkungan dalam bentuk senyawa
terutama sebagai mineral seperti galena, serusit, mimetit dan piromorpit. Sejumlah
besar senyawa Pb anorganik ada dalam bentuk Pb asetat, Pb emtimonate, Pb
azida, Pb bromit, Pb nitrat dan sebagainya. Pb mempunyai berat molekul 207,2
dengan titik didih 1740ºC dan titik lebur 327,4ºC. Pb asetat, Pb nitrat dan Pb
klorat larut di dalam air, tapi bentuk garam lainnya sangat tidak larut kecuali ada
beberapa yang larut pada asam (WHO, 1977 ).
Asap rokok juga merupakan sumber pemaparan plumbum, dimana orang
yang merokok dan menghirup asapnya akan terpapar plumbum pada level yang
lebih tinggi daripada orang yang tidak terpapar asap rokok. Rokok mengandung
2,4µg plumbum dan 5% nya terdapat pada asap rokok (Gajawat,dkk., 2006)
Beberapa penelitian mengenai Timbal pernah dilakukan antara lain :
penelitian Ferdiaz (1992) melaporkan bahwa polusi timbal yang terbesar berasal
dari pembakaran bensin. Menurut Wade, dkk., (1993) timbal organik seperti TEL
dan MTL banyak digunakan sebagai bahan aditif bensin, tetapi penggunaannya
(18)
berkurang secara drastis di Amerika Serikat mulai tahun 1970-an sedangkan di
Mexico TEL dan TML digunakan sebagai bahan aditif bensin sejak 5 tahun yang
lalu. Meskipun populasi yang terpapar timbal mengalami penurunan, keracunan
yang bersifat kronis masih menjadi masalah kesehatan umum di Meksiko dan
seluruh dunia yang berdampak jutaan anak-anak dan orang dewasa (Todd, dkk.,
1996; Bodgen, dkk., 1997).
Di Indonesia pernah dilakukan penelitian untuk melihat kandungan kadar
Pb didalam darah diantaranya yang dilakukan oleh DR. I Made Djaya, SKM,
M.Sc. dkk.(1993) bekerjasama dengan Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta
untuk mengetahui pengaruh timbal. didapatkan bahwa dari 115 orang, 95 orang
bekerja di jalan raya bergantian sift pagi dan siang hari dan 20 orang bekerja di
kantor kadar Pb didalam darah 2 orang polisi telah melebihi ambang batas (25
μ
gr/dL).(Wirahadikusuma, 2001)
2.1.2 Keracunan Timbal
Ukuran keracunan suatu zat ditentukan oleh kadar dan lamanya
pemaparan. Keracunan dibedakan menjadi keracunan akut dan keracunan kronis.
Keracunan yang disebabkan oleh timbal dalam mempengaruhi berbagai jaringan
dan organ tubuh. Organ-organ tubuh yang menjadi sasaran dari keracunan timbal
adalah sistem peredaran darah, sistem saraf, sistem urinaria, sistem reproduksi,
sistem endokrin dan jantung (Palar, 1994)
Absorsi timbal sebagian besar disimpan pada tulang dan jaringan lunak,
tergantung pada cara pemaparan timbal dan daya affinitas jaringan. Sebagian
besar timbal akan disimpan dalam hati dan tulang setelah pemberian intravena.
Pemberian secara oral akan didistribusikan ke tulang (60%), hati (25%), ginjal
(4%), retikuloendotelial system (3%), dinding usus (3%) dan kejaringan lainnya.
(Venegopal, 1978)
Efek yang disebabkan oleh keracunan timbal pada anak-anak dan orang
dewasa dapat dilihat pada Tabel 2.1 di bawah ini.
(19)
Tabel 2.1. Tingkat keracunan Pb dalam darah pada anak-anak
Kelompok Kadar Pb di darah
Efek pada anak- anak
1
µ/dL
Gangguan Belajar
Gangguan Pendengaran
2a
2b
10-14 µ/dL
15-19 µ/dL
Pertumbuhan lamban, masalah belajar
Sakit kepala, berat badan menurun
3
20-44 µ/dL
gangguan system saraf
4
45-69 µ/dL
Anemia, nyeri perut yang hebat
5
>69 µ/dL
Kerusakan otak mengakibatkan
kematian
(Sumber: Center For Disease and Prevention, 2000)
Pada orang dewasa Pb darah 10 µ/dL mempengaruhi perkembangan sel
darah, kadar 40 µ/dL mempengaruhi beberapa fungsi dari kemampuan darah
untuk membentuk hemoglobin, gangguan sistem saraf menyebabkan kelelahan,
irritability, kehilangan ingatan, dan reaksi lambat. Pb juga menyebabkan penyakit
ginjal yang kronis dan gagal ginjal, sedangkan pada sistem reproduksi
mengakibatkan berkurangnya jumlah sperma atau meningkatnya jumlah sperma
yang abnormal. Pada wanita hamil jumlah yang sangat tinggi akan mengakibatkan
keguguran. Kadar Pb yang tinggi di darah dapat menaikkan tekanan
darah.(Shannon, 1998)
2.1.3 Efek Timbal pada Ginjal
Beberapa penelitian mengenai efek timbal terhadap jaringan ginjal antara
lain : penelitian Valverde (2002) dalam Anggraini (2008) pemberian Pb asetat
0,0068 µg/cc/inhalasi pada mencit menunjukkan peningkatan migrasi DNA pada
ginjal setelah pemaparan.
Penelitian yang dilakukan Hariono (2005) melaporkan pemberian Pb
asetat 0,5gr/kgBB/oral/hari pada tikus dijumpai secara makroskopi, ginjal nampak
pucat pada minggu ke-14 dan 16 dan gambaran histopatologik terlihat degenerasi
hidrofik dari tingkat ringan samapai sedang pada minggu ke-12 sampai minggu
ke-16. Epitel tubulus proksimal ginjal terlihat degenerasi, hyperplasia dan
kariomegali pada minggu ke-8, pelebaran lumen tubulus dan simpai Bowman
serta adanya benda-benda inklusi dalam inti sel.
(20)
2.2 Ginjal
2.2.1 Anatomi ginjal umum
Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak di rongga
retroperitoneal bagian atas. Bentuknya menyerupai kacang dengan sisi cekungnya
menghadap ke medial. Pada sisi ini terdapat hilus ginjal yaitu tempat
struktur-struktur pembuluh darah, sistem limfatik, sistem saraf, dan ureter menuju dan
meninggalkan ginjal.(Purnomo, 2009)
Di sebelah posterior, ginjal dilindungi oleh otot-otot punggung yang tebal
serta tulang rusuk ke XI dan XII sedangkan disebelah anterior dilindungi oleh
organ-organ intraperitoneal.(Purnomo, 2009)
Ginjal mendapat aliran darah dari arteri renalis yang merupakan cabang
langsung dari aorta abdominalis, sedangkan darah vena dialirkan melalui vena
renalis yang bermuara ke dalam vena kava inferior. Sistem arteri ginjal adalah end
arteries yaitu arteri yang tidak mempunyai anastomosis dengan cabang-cabang
dari arteri lain, sehingga jika terdapat kerusakan pada salah satu cabang arteri ini,
berakibat timbulnya iskemia/nekrosis pada daerah yang dilayaninya.(Purnomo,
2009)
(21)
2.2.2 Histologi Ginjal
Secara anatomis ginjal terbagi menjadi 2 bagian yaitu korteks dan medulla
ginjal. Di dalam korteks terdapat berjuta-juta nefron, dimana setiap ginjal terdiri
atas 1-4 juta nefron. sedangkan di dalam medulla banyak terdapat duktuli ginjal.
Nefron adalah unit fungsional terkecil dari ginjal yang terdiri atas, tubulus
kontortus proksimalis, korpuskulus renal, tubulus kontortus distalis, segmen tipis
dan tebal ansa Henle, dan tubulus kolegens.
Darah yang membawa sisa-sisa hasil metabolisme tubuh difiltrasi di dalam
glomeruli kemudian ditubuli ginjal, beberapa zat yang masih diperlukan tubuh
mengalami reabsorbsi dan zat-zat hasil sisa metabolisme mengalami sekresi
bersama air membentuk urine. Setiap hari tidak kurang 180 liter cairan tubuh
difiltrasi di glomerulus dan menghasilkan urine 1-2 liter. Urin yang terbentuk di
dalam nefron disalurkan melalui piramida ke sistem pelvikalises ginjal untuk
kemudian disalurkan ke dalam ureter.(Purnomo, 2009)
(22)
Gambar 2.3 Gambaran histologi korpuskel ginjal
Glomerulus
Glomerulus merupakan anyaman pembuluh darah kapiler, yang
merupakan cabang dari arteriol aferen. Setelah memasuki badan ginjal (korpus
ginjal) korpuskula renalis, arteriol aferen biasanya bercabang menjadi 2-5 cabang
utama yang masing-masing bercabang lagi menjadi jala jala kapiler. Tekanan
hidrostatik darah arteri yang terdapat dalam kapiler-kapiler ini. glomelurus diatur
oleh arteriol eferen.(Eroschenko, 2003)
Kapsula Bowman
Berkas kapiler glomelurus dikelilingi oleh kapsula Bowman. Glomerulus
berfungsi sebagai penyaring darah. Kapsula Bowman merupakan epitel
berdinding ganda. Lapisan luar kapsula Bowman terdiri atas epitel selapis gepeng,
dan lapisan dalam tersusun atas sel-sel khusus yang disebut podosit (sel kaki)
yang letaknya meliputi kapiler glomerulus. Antara kedua lapisan tersebut
terbentuk rongga kapsul Bowman. Sel-sel podosit, membrana basalis, dan sel-sel
endotel kapiler membentuk lapisan (membran) filtrasi yang berlubang-lubang
yang memisahkan darah yang terdapat dalam kapiler dengan ruang kapsuler.
Sel-sel endotel kapiler glomerulus mempunyai pori-pori Sel-sel lebih besar dan lebih
banyak daripada kapiler-kapiler pada organ lain. Hasil filtrasi cairan darah pada
(23)
glomerulus atau disebut cairan ultrafiltrat (urin primer) selanjutnya ditampung
pada rongga kapsul.(Eroschenko, 2003)
Korpuskulum renal
Korpuskulum renal adalah segmen awal setiap nefron. Di sini, darah
disaring melalui kapiler-kapiler glomerulus dan filtratnya ditampung didalam
rongga kapsular yang terletak di antara lapisan parietal dan visceral kapsul
bowman. Setiap korpuskulum renal mempunyai kutub vascular yamg merupakan
tempat keluar masuknya pembuluh darah dari glomerulus.(Eroschenko, 2003)
Tubulus Kontortus Proksimal (TKP)
Tubulus kontortus proksimal merupakan saluran panjang yang
berkelok-kelok mulai pada korpuskulum renalis kemudian menurun kedalam medulla dan
menjadi lengkung Henle (loop of Henle). Tubulus kontortus proksimal (TKP)
biasa ditemukan pada potongan melintang korteks. TKP dibatasi oleh epitel kubus
selapis dengan apeks sel menghadap lumen tubulus memiliki banyak mikrofili
membentuk brush border.(Eroschenko, 2003)
Loop of Henle
Lengkung Henle merupakan saluran panjang berbentuk seperti huruf U
dapat dibedakan menjadi segmen tipis dan segmen tebal. Lengkung Henle
memiliki lubang lebih lebar daripada ubulus kontortus distal karena diding LH
terdiri dari sel-sel gepeng dengan inti menonjok ke dalam lumen. Bagian tipis
lengkung Henle merupakan kelanjutan dari tubulus kontortus proksimal, sebagian
besar berjalan turun (descenden) dan bagian tebal berjalan ke atas (ascenden).
Bagian tipis menyerupai kepiler darah sehingga sukar dibedakan.
Lengkung Henle tebal strukturnya sama dengan tubulus kontortus distal.
Bagian descenden lengkung Henle bersifat permeabel terhadap air dan ion-ion,
sehingga memungkinkan pergerakan bebas air, Na+ dan Cl-. Sedangkan bagian
ascenden tidak permeabel terhadap air dan sangat aktif mentranspor klorida ke
cairan insterstitial. Bertanggung jawab langsung pada hipertonisitas cairan
insterstitial daerah medula sebagai akibat kehilangan natrium dan klorida. Oleh
karena itu, cairan dalam tubulus yang mencapai tubulus kontortus distal adalah
(24)
hipotonik. Fungsi lengkung Henle adalah mengatur tingkat osmotik darah dan
hipertonik.(Eroschenko, 2003)
Tubulus Kontortus Distal (TKD)
Tubulus Kontortus distal lebih pendek dan tidak begitu berkelok
dibandingkan dengan tubulus kontortus proksimal. Sel-sel tublus kontortus disatal
secara aktif mereabsorpsi ion-ion Na dari filtrat glomerular dan dimasukkan ke
dalam interstitium. Aktivitas reabsorpsi ini berlangsung bersamaan dengan
ekskresi ion H+ atau K+ kedalam filtrat atau urin tubular. Reabsorpsi Na di tubuli
di atur oleh hormon aldosteron yang di skresi korteks adrenal. Sebagai respon
terhadap hormon ini, sel-sel tubulus kontortus distal secara aktif mengabsorpsi Na
dari filtrat. Fungsi tubuli distal merupakan fungsi vital untuk mepertahankan
keseimbangan asam-basa yang sesuai pada cairan tubuh. (Eroschenko, 2003)
Aparatus jukstaglomerulus
Di dekat korpuskulum renal dan tubulus kontortus distal terdapat
sekelompok sel khusus yang disebut aparatus jukstaglomerular. Aparatus ini
terdiri atas sel-sel jukstaglomerular dan makula densa. Sel-sel jukstaglomerular
adalah sekelompok sel otot polos yang telah dimodifikasi, terletak di dinding
arteriol aferen sebelum memasuki kapsul glomerular membentuk
glomerulus.(Eroschenko, 2003)
Tubulus koligens (tubulus collectivus)
Urin berjalan dari tubulus kontortus distal ke tubulus koligens yang
apabila bersatu membentuk saluran lurus yang lebih besar yang disebut duktus
papilaris Bellini. Tubulus koligens merupakan unsur utama medulla berjalan
lurus. Tubulus koligens yang lebih kecil dibatasi oleh epitel kubis, sedangkan
garis tengah duktus koligens terdiri atas sel-sel berwarna muda.
Tubulus yang besar dengan tubulus koligens yang lebih kecil yang berasal
masing-masing medullary ray ternyata saling mengadakan hubungan tegak lurus
mulai pada tubulus distal tetapi yang penting pada tubulus koligens adalah
mekanisme yang tergantung pada hormon antidiuretik (ADH) untuk pemekatan
atau pengenceran terakhir urin. Dinding tubulus distal dan tubulus koligens sangat
mudah ditembus air bila terdapat ADH dalam jumlah besar.(Eroschenko, 2003)
(25)
2.3 Rosella
Tanaman ini belum begitu popular di masyarakat umum, bahkan tanaman
ini sudah tumbuh di Indonesia kurang lebih 1 abad. Namun dikalangan pecinta
tanaman obat, rosella merupakan salah satu jenis tanaman yang memiliki banyak
khasiat. Kepopuleran rosella didak lepas dari peran para pecinta tanaman obat
yang mengenalkan rosella kepada masyarakat umum. Seiring dengan berjalannya
waktu, rosella kini sudah mulai dikenal luas. Dengan produk olahannya rosella
semakin populer, saat ini sebagian besar masyarakat sudah mengenal tanaman ini,
bahkan tidak sedikit yang menjadikan rosella sebagai salah satu koleksi tanaman
hias di halaman rumah.(Devi, 2009)
2.3.1 Asal usul dan perkembangan rosella
Banyak pendapat mengenai asal usul bunga rosella. Ada yang berpendapat
bahwa tanaman rosella berasal dari Afrika. Selanjutnya rosella didomestikasi
pada awal abad 4000 SM di Sudan. Sebagai tanaman sayuran. Sampai di Amerika
dan Asia pada abad ke 17. Tanaman ini digunakan sebagai tanaman serat.
Hibiscus sabdariffa (rosella) tidak dikenal luar Afrika sampai tahun 1914, ketika
biji dari Ghana diterima di Filipina, tanaman ini dikenal sebagai tanaman yang
potensial menghasilkan serat. Percobaan penanaman di mulai di Kuba pada tahun
1919. Di Asia, Hibiscus sabdariffa dikenalkan ke Jawa pada tahun 1918 dan
percobaan dimulai yang kemudian diikuti Negara-negara lain seperti Malaysia
(1921), Sri Lanka (1923) dan india (1927). Rosella diperkenalkan di Vietnam
pada tahun 1957.(Devi, 2009)
Ada juga yang berpendapat bahwa tanaman rosella berasal dari india
bagian barat. Saat itu serat rosella digunakan sebagai bahan pembuat tekstil, dan
pada abad 14, pedagang India membawa tanaman rosella ke Indonesia.(Devi,
2009)
Namun dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa rosella
hanya dikenal di kalangan petani. Mereka memanfaatkan daun muda untuk
dikonsumsi, bunga rosella untuk dijadikan sirup dan perkembangannya kini
rosella dijadikan teh dan masih banyak lagi olahan yang berasal dari rosella.
Hingga diketahui bahwa kelopak bunga rosella memiliki banyak khasiat. Dan
(26)
rosella menjadi sangat popular di berbagai penjuru dunia yang beriklim tropik dan
subtropik termasuk di Indonesia.
2.3.2 Jenis-jenis Rosella
Tanaman Rosella sudah ada sejak dulu tumbuh liar di pinggir-pinggir
hutan, perkebunan, dan sawah Indonesia warna, bentuk, dab ukurannya sedikit
berbeda untuk setiap daerah. Bahkan sebutannya pun berbeda-beda di setiap
daerah. Misalnya ada yang menyebutnya kembang fambrosen, dikarenakan
warnanya mirip dengan buah fambrosen. Ada juga yang menyebutnya kembang
gandaria, karena rasa asamnya menyerupai buah gandaria.
Ada beberapa jenis rosella yang beredar di pasaran. Beberapa jenis itu adalah:
1.
Rosella Sudan/Afrika, jenis ini berwarna kehitaman.
2.
Rosella Cranberry. Rosella jenis ini banyak terdapat di Belanda,
berwarna merah, kelopaknya menyerupai kotak dan ujung kelopaknya
berbentuk oval, tidak seperti rosella yang tumbuh di Indonesia ujung
kelopaknya kuncup.
3.
Rosella Taiwan. Rosella ini berwarna merah, panjang sekitar 5 cm dan
ujung kuncupnya agak merekah.
Jenis-jenis rosella tersebut kini banyak ditanam dan dibudidayakan di
Indonesia antara lain di Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa
Timur.(Widyanto dan Nelistya, 2009)
Karena orang dahulu belum mengetahui khasiat dari bunga rosella,
tanaman ini tidak dibudidayakan, namun serat batangnya digunakan untuk bahan
pembuat tali dan karung goni. Dan ada juga yang memanfaatkan bunga dan
daunnya untuk dijadikan sayuran.
2.3.3 Klasifikasi bunga rosella
Tanaman Rosella termasuk kerabat dekat dengan kembang sepatu. Adapun
klasifikasi bunga rosella sebagai berikut (Devi, 2009):
(27)
Nama ilmiah Rosella
Roselle, sorrel, red sorrel, Jamaica sorrel, Indian sorrel, oseille rouge tau oseille de
guinea, bissap, rosa de jamaica, flor de Jamaica, vinagreira, zuring, karkade,
cacade, karkaday, hibiscus sabdariffa var altissima wester, the citrun.
Klasifikasi
Kingdom
: Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Superdivisio : Spermatophyta
Divisio
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Sub-kelas
: Dilleniidae
Ordo
: Malvales
Familia
: Malvaceae
Genus
: Hibiscus
Spesies
: Hibiscus sabdariffa L.
Kerabat dekat : waru gunung, mrambos merah, kembang sepatu, waru landak,
waru gombong, waru lengis, bunga sepatu mawar, hibiscus, wora-wari gantung.
2.3.4 Kandungan bunga rosella
Kandungan vitamin dalam bunga rosella cukup lengkap, yaitu vitamin A,
C, D, B1, dan B2. Kandungan vitamin C (asam askorbat) pada bunga rosella
diketahui 9 kali lebih banyak dari jeruk sitrus. Vitamin C ini merupakan salah satu
antioksidan penting. Hasil penelitian (Didah Nurfarida, 2006) mengungkapkan
bahwa kandungan antioksidan pada teh rosella sebanyak 1,7 mmol/prolox.
Dimana Jumlah tersebut lebih banyak dibandingkan kumis kucing yang
antioksidannya teruji klinis meluruhkan batu ginjal
Kelopak bunga rosella juga mengandung flavonoid, gossypetine,
hibiscetine, dan sabdaretine, kalsium, magnesium, beta karoten, fosfor, zat besi,
asam organik, asam amino esensial (lisin dan arginin), polisakarida, dan omega-3.
(Widyanto dan Nelistya, 2009)
(28)
2.3.5 Manfaat kelopak bunga Rosella
Beberapa manfaat bunga rosella yang diketahui masyarakat umum
diantaranya dapat membantu menurunkan tekanan darah tinggi, kolesterol, batuk,
panas dalam, mencegah peradangan pada saluran kencing dan ginjal, memperbaiki
saluran kencing dan ginjal, penyaring racun pada tubuh, mencegah kekurangan
vitamin C, melancarkan peredaran darah, melancarkan buang air besar,
menurunkan kadar penyerapan alkohol, mencegah penuaan dini, meningkatkan
daya tahan tubuh, menurunkan tingkat penggumpalan lemak di hati, bagi
anak-anak mempercepat pertumbuhan otak karena mengandung omega-3 dan memacu
pertumbuhan DNA.
Bunga rosella dapat untuk mengurangi resiko penyakit jantung. Hasil
penelitian menyebutkan bunga Rosella mampu mengurangi jumlah plak yang
menempel pada dinding pembuluh darah. Rosella juga memiliki potensi untuk
mengurangi kadar kolesterol LDL. tersebut terbukti bahwa kelopak bunga Rosella
mempunyai efek anti-hipertensi.(Chau-Jong Wang,dkk 2007)
Manfaat lain yang telah diteliti pada ekstrak rosella, bahwa bunga rosella
mempunyai efek farmako yang baik sebagai antimikroba dan antikanker.(Olaleye,
2007)
Pemberian ekstrak kelopak bunga rosella dapat mengurangi kerusakan
jaringan testis pada mencit akibat induksi 2-ME dengan cara meningkatkan
jumlah spermatogonium, spermatosit primer, dan spermatid oval. Ekstrak kelopak
bunga rosella dengan dosis 56 mg/kg bb merupakan dosis yang efektif dalam
mengurangi kerusakan jaringan testis pada mencit yang meliputi penurunan
jumlah spermatogonium, spermatosit primer, dan spermatid oval akibat induksi
2-ME dengan dosis 200 mg/kgBB. (Shalilah, 2008)
(29)
BAB 3
KERANGKA KONSEP dan DEFINISI OPERASIONAL
3.1
Kerangka Konsep
3.2
Variabel dan Definisi Operasional
3.2.1 Variabel Independen
a. Pemberian Pb asetat
b. Pemberian Pb asetat dan ekstrak Hisbiscus sabdariffa
3.2.2 Variabel Dependen
a. Gambaran makroskopis ginjal
b. Gambaran mikroskopis ginjal
3.2.3 Definisi Operasional
a. Pemberian Pb asetat ; Pb asetat yang akan diberikan pada mencit
dengan dosis 100mg/kgBB/hari
b. Pemberian Pb asetat & ekstrak Hibiscus sabdariffa : Pb asetat
100mg/kgBB/hari yang diberikan bersamaan dengan ekstrak Hibiscus
sabdariffa 56mg/kgBB/hari.
Kelompok 1
(Kontrol)
Pemberian air putih
Pb asetat 100mg/kgBB/hari
Kelompok III
Pb asetat 100mg/kgBB/hari
& Ekstrak Hibiscus
sabdariffa 56mg/kgBB/hari
Gambaran
makroskopis &
mikroskopis ginjal
mencit
(30)
c. Gambaran makroskopis ginjal : gambaran makroskopis yang diamati
meliputi warna, permukaan, dan konsentrasi ginjal. Ginjal yang normal
berwarna merah kecoklatan, permukaan licin dan konsistensinya kenyal
(Anggraini, 2008).
Kriteria normal bila tidak ditemukan :
-
Perubahan warna
-
Perubahan struktur permukaan
-
Perubahan konsistensi
Derajat kerusakan ginjal :
0 = tidak terjadi perubahan
+
= bila ditemukan 1 kriteria di atas
++
= bila ditemukan 2 kriteria di atas
+++
= bila ditemukan 3 kriteria di atas
d. Gambaran mikroskopis ginjal : gambaran mikroskopis ginjal yang
diamati meliputi perubahan pada tubulus berupa pelebaran lumen
tubulus disertai akumulasi sel-sel debris, vakuolisasi lumen, serta
pelebaran ruang Bowman. Kemudian perbahan pada sel-sel pelapis
epitel tubulus berupa degenerasi, hiperplasia, karyomegali, benda –
benda inklusi (Anggraini, 2008).
Kriteria normal bila tidak ditemukan :
-
Pelebaran lumen tubulus
-
Akumulasi sel-sel debris dalam lumen
-
Vakuolisasi lumen tubulus
-
Pelebaran ruang Bowman
-
Degenerasi
-
Hiperplasia
-
Karyomegali
(31)
Derajat kerusakan jaringan ginjal dikuantitatifkan sebagai
berikut :
0
= tidak terjadi kerusakan jaringan ginjal
+
= bila ditemukan 1-3 kriteria di atas
++
= bila ditemukan 4-5 kriteria di atas
+++
= bila ditemukan 6-8 kriteria di atas
3.3
Hipotesis
Ada perbedaan gambaran makroskopis dan mikroskopis ginjal mencit
akibat pemberian Pb asetat dan ekstrak Hibiscus sabdariffa dengan gambaran
makroskopis dan mikroskopis ginjal mencit akibat pemberian Pb asetat saja.
(32)
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
4.1
Jenis Penelitian
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
eksperimental dengan pendekatan post test only group design tiga
kelompok hewan percobaan mencit jantan (Mus musculus L).
4.2
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran
dan Laboratorium Biologi Fakultas MIPA USU, dalam waktu 8 minggu.
4.3
Populasi Penelitian
Populasi dari penelitian ini adalah mencit jantan umur 6-8 minggu dengan
berat badan 30-50 gr dan sehat yang ditandai dengan gerakan yang aktif,
diperoleh dari Fakultas Biologi USU.
4.4
Besar Sampel
Besar sampel yang digunakan pada penelitian ini berdsaarkan rumus
federer (1963) dalam Anggraini (2008) :
-
t = kelompok perlakuan (tiga kelompok)
-
n = jumlah sampel tiap kelompok
Banyaknya sampel pada penelitian ini adalah :
(t-1) (n-1) > 15
2n-2 > 15
n > 9
Dari penelitian ini ada tiga kelompok penelitian. Dari rumus di atas maka
seharusnya jumlah sampel ditiap kelompok ada sembilan ekor mencit,
tetapi atas pertimbangan biaya dan pemeliharaan, maka pada penelitian ini
peneliti memberikan sample untuk setiap kelompk sebagai berikut :
kelompok I (kontrol) dua ekor, kelompok II enam ekor, dan kelompok III
enam ekor.
(33)
4.5 Teknik Pengumpulan Data
4.5.1 Pengumpulan dan Pemeliharaan Hewan percobaan
Mencit yang digunakan untuk penelitian adalah mencit jantan, umur 6-8
minggu, sehat dengan berat badan 30-50 gr. Kandang percobaan dibersihkan
setiap hari untuk mencegah infeksi yang dapat terjadi akibat kotoran mencit
tersebut dan mencit dapat tetap sehat. Kandang ditempatkan dalam suhu kamar
dan cahaya menggunakan sinar matahari tidak langsung. Makanan hewan
percobaan diberikan berupa pellet dan jagung halus. Makanan dan minuman
diberikan secukupnya dalam wadah terpisah dan diganti setiap hari.
4.5.2 Persiapan Hewan percobaan
Setiap kelompok hewan percobaan dipersiapkan dalam kandang yang terpisah
dan disiapkan untuk beradaptasi selama satu minggu sebelum dilakukan
penelitian. Sebelum perlakuan setiap mencit ditimbang berat badannya terlebih
dahulu dan diamati kesehatan fisiknya (gerakannya, berat badan, makan dan
minum). Bila terdapat mencit yang sakit pada saat berdaptasi maka mencit diganti
yang baru dengan kriteria yang sama dan diambil secara acak.
4.5.3 Perlakuan Hewan percobaan
Setelah persiapan selesai maka hewan percobaan kelompok I, kelompok II, dan
kelompok III diberikan perlakuan sebagai berikut :
1.
Setelah 8 minggu, hewan percobaan dikorbankan dengan terlebih dahulu
dilakukan decapitasi capitis pada hewan percobaan
2.
Dilakukan pembedahan pada tiap-tiap kelompok hewan percobaan
3.
Organ ginjal hewan percobaan diamati, ditimbang beratnya kemudian
daimbil untuk pembuatan sediaan histologi.
(34)
4.5.4 Pembuatan Sediaan Histopatologi (Mukawi, 1989).
Pemeriksaan Histopatologi
Sampel jaringan
↓
Fiksasi (memakai formalin 10%)
↓
Dehidrasi (memakai alcohol 70% ke 100%)
↓
Penjernihan (memakai xylol)
↓
Impregnasi (masukkan parafin cair)
↓
Embedding/block Parafia (penamaan sampel jaringan)
↓
Sectioning dengan mikrotom (ketebalan 8µ m)
↓
Pencairan parafin yang melekat di sampel jaringan
↓
Preparat diletakkan di kaca objek
↓
Penjernihan (memakai Xylol)
↓
Rehidrasi (memakai alkohol 96% ke 70%)
↓
Pewarnaan jaringan adhesi dengan Hematoksilin-Eosin
↓
Dehidrasi (memakai alkohol 70% ke 96%)
↓
(35)
4.6 Analisa Data
Hasil yang didapati dari pengamatan makroskopis dan mikroskopis ginjal
di analisa dengan SPSS. Data tersebut diuji normalitasnya dengan uji
Kolmogorov-Smirrnov Test. Jika didapati distribusi data yang normal, maka
dilakukan uji beda menggunakan uji statistik parametrik one way Anova. Dan jika
didapatkan data tidak berdistribusi normal maka dilakukan uji statistik non
parametrik Kruskal Wallis Test.
(36)
BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Deskripsi Lokasi Penelitian
Pada penelitian ini lokasi penelitian dilakukan di Laboratorium Histologi
Fakultas Kedokteran dan Laboratorium Biologi Fakultas MIPA USU. Hewan
percobaan ditempatkan di suatu ruangan khusus tempat pemeliharan mencit. Dan
hewan percobaan dibagi dalam tiga kandang sesuai dengan kelompok perlakuan,
yaitu kandang satu(K1) sebagai kelompok kontrol, kandang dua(K2) yaitu
kelompok perlakuan yang diberi Pb asetat dan kandang tiga(K3) yaitu kelompok
perlakuan yang diberi Pb asetat dan Rosella.
5.2 Karakteristik Sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini berupa mencit jantan, umur
6-8 minggu, sehat dengan berat badan 30-50 gr dan tidak tampak abnormalitas
anatomi. Jumlah sampel pada penelitian ini sebagai berikut, kelompok K1
(kontrol) sebanyak dua ekor, kelompok K2 (Pb asetat) sebanyak empat ekor, dan
kelompok K3 (Pb asetat dan rosella) sebanyak empat ekor.
5.3 Derajat Kerusakan Ginjal Secara Makroskopis Setelah Pemberian Pb
asetat dan Rosella
Dalam penelitian ini perubahan makroskopis mencit jantan (Mus
musculus) setelah pemberian Pb asetat dan Rosella terlihat perubahan pada ginjal
seperti terlihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 5.1. Derajat kerusakan jaringan ginjal secara makroskopis pada
K1(kontrol), K2(Pb asetat), dan K3 (Pb asetat dan Rosella)
Kelompok
Derajat kerusakan Jaringan Ginjal Secara makroskopis
0 + ++ +++
K1 (kontrol)
2 - - -
K2 (Pb)
K3(pb & ros)
-
1 3 -
4 - - -
Keterangan :
0
= tidak terjadi perubahan
+
= bila ditemukan 1 kriteria (perubahan warna, struktur permukaan, &
konsistensi)
(37)
++
= bila ditemukan 2 kriteria (perubahan warna, struktur permukaan, &
konsistensi)
+++
= bila ditemukan 3 kriteria (perubahan warna, struktur permukaan, &
konsistensi)
Dari tabel 5.1 terlihat secara makroskopis pada kelompok K2 terjadi
kerusakan abnormal(+) sebanyak 1 mencit, dan kerusakan abnormal(++)
sebanyak 3 mencit. Pada K3 yang diberi Pb asetat dan rosella tidak dijumpai
perubahan ginjal secara makroskopis yang abnormal dan hanya dijumpai
gambaran normal. Begitu juga pada mencit K1 sebagai kontrol tidak terjadi
kerusakan jaringan pada gambaran makroskopisnya.
Dari hasil analisa di atas memperlihatkan bahwa pemaparan plumbum
dalam jangka waktu 2 bulan ternyata dapat menyebabkan kerusakan ginjal mencit
secara makroskopis.
Tabel 5.2. Morfologi ginjal mencit pada K1, K2, dan K3
Kelompok Waktu Morfologi Ginjal
(minggu) Warna Permukaan
konsistensi
K1M1(kontrol) 8 merah kecoklatan licin kenyal
K1M2 8 merah kecoklatan licin kenyal
K2M1 (Pb)
8 merah kecoklatan licin+nodul kenyal
K2M3
8 merah+bintik putih licin+nodul kenyal
K2M5
8 merah+bintik putih licin+nodul kenyal
K2M6
8 pucat +bintik putih nodul-nodul kenyal
K3M1(Pb & ROS) 8 merah kecoklatan licin kenyal
K3M3
8 merah kecoklatan licin kenyal
K3M4
8 merah kecoklatan licin kenyal
K3M5
8 merah kecoklatan
licin kenyal
Dari tabel 5.2 terlihat terjadi perubahan warna dan permukaan pada
kelompok K2 dibanding kelompok kontrol(K1) dan kelompok yang diberi Pb dan
rosella(K3). Dimana pada kelompok K2 warna ginjal merah disertai bintik-bintik
putih dan struktur permukaannya bernodul-nodul.
Perubahan morfologi ginjal secara makroskopis terlihat pada tabel 5.2
pada kelompok K2. Ginjal terlihat normal pada kelompok K1 dan K3, dimana
tidak dijumpai perubahan pada warna, permukaan, dan konsistensi ginjal. Pada
K2M1 warna ginjal merah kecoklatan disertai nodul, pada K2M3 warna ginjal
(38)
merah disertai bintik putih dan permukaannya licin dan bernodul, lalu pada K2M5
warna ginjal terlihat merah disertai bintik putih dan permukaannya dijumpai
nodul. Sementara itu pada K2M6 terjadi perubahan warna ginjal menjadi pucat
disertai bintik putih dan permukaan yang bernodul.
Perubahan morfologi ginjal mencit secara makroskopis terlihat pada
gambar di bawah ini : pada kelompok K1 (gambar 5.1), kelompok K2 (gambar
5.2), kelompok K3 (gambar 5.3).
Gambar 5.1. Gambaran ginjal pada kelompok K1(kontrol) terlihat warna merah
kecoklatan licin dan konsistensi kenyal
Ganbar 5.2. Gambaran ginjal pada kelompok K2 terlihat warna pucat + bintik-
bintik putih, permukaan bernodul-nodul dan konsistensinya kenyal
(39)
Gambar 5.3. Gambaran ginjal pada kelompok K3 terlihat warna merah
kecoklatan, permukaan licin dan konsistensi kenyal.
Dari data di atas terlihat perbedaan gambaran makroskopis ginjal mencit
antara kelompok K2 dan K3, dari uji statistik Anova juga menunjukkan
perbedaan yang bermakna pada kedua kelompok jaringan yaitu p=0,000(p<0,05).
Dalam penelitian yang dilakukan Dwi Anggraini (2008) juga terjadi perubahan
pada ginjal setelah pemberian Pb asetat dalam jangka waktu 8 minggu dengan
derajat kerusakan abnormal(+) 60% dan abnormal (++) 20%.
5.4 Derajat Kerusakan Ginjal Secara Mikroskopis
Perubahan jaringan secara mikroskopis dapat terlihat pada tabel 5.3
Tabel 5.3. Derajat kerusakan jaringan ginjal secara makroskopis pada kelompok
K1(kontrol), K2(Pb), K3(Pb dan rosella)
Gambaran Mikroskopis
Kelompok (Mencit)
Jaringan Ginjal K1M1 K1M2 K2M1 K2M3 K2M5 K2M6
Pelebaran lumen tubulus - - + + + +
Akumulasi sel debris - - + + + +
dlm lumen
Vakuolisasi lumen - - - - - -
Plebaran ruang bowman - - + + + +
Degenerasi - - - - - -
Hiperplasi - - + + + +
Karyomegali
- - + + + +
Benda-benda inklusi - - - - - -
(40)
Gambaran Mikroskopis
Kelompok (Mencit)
Jaringan Ginjal K3M1
K3M3 K3M4
K3M5
Pelebaran lumen tubulus +
-
-
+
Akumulasi sel debris +
-
-
-
dlm lumen
Vakuolisasi lumen - - - -
Plebaran ruang bowman
- - - -
Degenerasi - - - -
Hiperplasi
+ + + -
Karyomegali
+ + + +
Benda-benda inklusi - - - -
Keterangan :
Derajat kerusakan ginjal
0 =
tidak terjadi kerusakan jaringan ginjal (tidak terjadi pelebaran
lumen tubulus, akumulasi sel-sel debris dalam lumen, vakuolisasi
lumen tubulus, pelebaran ruang bowman, degenerasi, hiperplasia,
karyomegali dan benda-benda inklusi).
+ = bila ditemukan 1-3 kriteria di atas
++ =
bila ditemukan 4-5 kriteria di atas
+++ =
bila ditemukan 6-8 kriteria di atas
Dari tabel 5.3 dapat dilihat terjadi kerusakan ginjal secara mikroskopis
pada kelompok K2 dan kelompok K3, dan pada kelompok K1 tidak dijumpai
satupun kriteria derajat kerusakan pada ginjal mencit. Pada kelompok K2 yang
diberi perlakuan dengan memberikan Pb asetat 100mg/kgBB/hari secara oral
termasuk kriteria derajat ++ yang dimana terjadi pelebaran lumen tubulus,
akumulasi sel debris dalam lumen, pelebaran ruang bowman, hiperplasia, dan
karyomegali pada semua mencit percobaan (K2M1, K2M3, K2M5, K2M6). Dan
pada K3 yang diberi perlakuan dengan memberikan Pb asetat 100mg/kgBB/hari
dan ekstrak rosella 56 mg/kgBB/hari terlihat bahwa terjadi pengurangan
kerusakan jaringan pada ginjal mencit. Pada pelebaran lumen tubulus pada
kelompok K3 hanya terdapat pada mencit K3M1 dan K3M5. Dan akumulasi sel
debris dalam lumen hanya terdapat pada K3M1. Gambaran hiperplasia pada K3
terlihat pada K3M1, K3M3, dan K3M4. Dan Karyomegali tampak pada seluruh
mencit K3(K3M1, K3M3, K3M4, K3M5). Dan untuk kriteria vakuolisasi lumen
tubulus, degenerasi, dan benda-benda inklusi tidak terlihat pada gambaran
mikroskopis pada kelompok K2 dan K3.
(41)
Penelitian yang dilakukan Dwi Anggraini(2008) memperlihatkan terjadi
perubahan secara mikroskopis pada jaringan ginjal mencit seperti ditemukannya
akumulasi sel-sel debris, pelebaran ruang bowman, hiperplasia, pelebaran lumen
tubulus, karyomegali, vakuolisasi lumen tubulus. Dari data di atas terlihat
perbedaan gambaran mikroskopis ginjal mencit antara kelompok K2 dan K3, dari
uji statistik Anova juga menunjukkan perbedaan yang bermakna pada kedua
kelompok jaringan yaitu p=0,034 (p<0,05).
Kerusakan awal yang terjadi pada ginjal akibat terpapar baik secara akut
ataupun kronis, terlihat pada tubulus atau tubule-interstitial ginjal, sel-sel pada
tubulus proksimal mengalami kerusakan yang ditandai dengan menurunnya fungsi
resorpsi ginjal. Disfungsi tubulus proksimal yang berat dapat terjadi pada pekerja
dengan kronik nephropathy akibat terpapar Pb(Goyer & Rhyne, 1973). Penelitian
Victery, dkk.(1982) melaporkan efek toksik Pb pada level minimal terhadap tikus
terlihat pada penurunan aktifitas plasma rennin.
Gambar 5.4 Jaringan korteks ginjal kelompok K1(kontrol) dengan pembesaran
40x10, 1.glomerulus 2.tubulus proximal.
(42)
Gambar 5.5 Jaringan medula ginjal kelompok K1(kontrol) dengan pembesaran
40x10, 1. tubulus proximal 2. tubulus distal.
Gambar 5.6 Jaringan korteks ginjal kelompok K2 (Pb asetat) dengan pembesaran
40x10, 1. Pelebaran ruang bowman 2. Akumulasi sel debris
3.Kerusakan tubulus 4.Karyomegali 5.Hiperplasia.
(43)
Gambar 5.7 Jaringan medulla ginjal kelompok K3 (Pb asetat dan rosella) dengan
pembesaran 40x10, 1. Hiperplasia 2. Karyomegali.
Gambar 5.8 Jaringan korteks ginjal kelompok K3 (Pb asetat dan rosella) dengan
pembesaran 40x10, 1.akumulasi sel debris.
(44)
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari penelitian ini didapati kesimpulan sebagai berikut :
1.
Terjadi perubahan ginjal secara makroskopis dan makroskopis pada
kelompok K2 pada pemberian Pb asetat 10mg/kgBB/hari/oral selama 8
minggu.
2.
Terdapat perbedaan yang bermakna secara makroskopis antara kelompok
K2 yang diberi Pb asetat 100mg/kgBB/hari dengan kelompok K3 yang
yang diberi Pb asetat 100mg/kgBB/hari dan ekstrak rosella
56mg/kgBB/hari selama 8 minggu (p = 0,000). Dan juga terdapat
perbedaan yang bermakna secara mikroskopis antara kelompok K2 yang
diberi Pb asetat 100mg/kgBB/hari dengan kelompok K3 yang yang diberi
Pb asetat 100mg/kgBB/hari dan ekstrak rosella 56mg/kgBB/hari selama 8
minggu (p = 0,034). (p<0,05)
3.
Pada Pemberian Pb asetat 100 mg/kgBB/hari pada kelompok K2
menunjukkan derajat kerusakan ginjal yang lebih besar dibandingkan
dengan pemberian Pb asetat 100 mg/kgBB/hari dengan Bunga
rosella56mg/kgBB/hari pada kelompok K3. Hal ini menunjukkan bahwa
pemberian Pb asetat dan bunga rosella secara bersamaan memberikan
gambaran makroskopis dan mikroskopis ginjal yang berbeda. dengan
gambaran makroskopis dan mikroskopis ginjal mencit yang diberi Pb
asetat saja.
Saran
1.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan hewan uji
yang berbeda dan jumlah sampel yang lebih banyak sehingga hasil yang
didapatkan lebih sempurna.
2.
Sebaiknya perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pemaparan Pb
asetat dan rosella terhadap kerusakan organ-organ lainnya.
(45)
DAFTAR PUSTAKA
Anggraini, Dwi Rita. 2008. Gambaran Makroskopis dan Mikroskopis Hati dan
Ginjal Mencit Akibat Pemberian Plumbum Asetat. Universitas Sumatera
Utara, Medan: 19-54.
Bodgen, J.D., Oleske. J.M., louria. 1997. Lead poisoning-one approach to a
problem that wont go away. Envoronment Health Prespectives. 105(12) :
1284-1287.
Centers for Disease Control and Prevention. 2000. Recommendation for Blood
Lead Screening of Young Children Enrolled in Medicaid: Targeting a
Group at High Risk. MMWR 49:1-13.
Chau, Jong Wang, dkk. 2007. Hibiscus sabdariffa extract reduces serum
cholesterol in men and women. Chung Shan Medical University,
Taiwan: 141-145.
Devi, Maria. 2009. Khasiat Rosella.Penerbit Cemerlang Publishing, Yogyakarta:
2-17.
Eroschenko, Victor P. 2003. Atlas histology di fiore dengan korelasi
fungsional.Ed.9.EGC, Jakarta: 249-261.
Gajawat, S., Sancheti, G., Goyal, P.K. 2006. Protection against lead-induced
hepatic lesions in swiss albino mice by ascorbic acid.
Pharmacologyonline. 1: 140-149.
Hariono, B. 2005. Effect of inorganic lead administration in rats (Rattus
novergicus).J.SainVet. 23(2):108-118.
Mardiani, T.Helvi. 2008. Pengaruh Pemberian Timbal (Pb) Terhadap Kadar
Malondialdehyde (MDA) Plasma Mencit. Universitas Sumatera, Medan:
16-41.
Olaleye, Mary Tolulope. 2007. Cytotoxicity and antibacterial activity of
Methanolicextract of Hibiscus sabdariffa. Federal University of
Technology, Nigeria: 10-13.
Palar H. 1994. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Penerbit Rineka Cipta.
23-56.
Purnomo, Basuki B. 2009. Dasar-dasar Urologi. Penerbit Sagung Seto, Jakarta:
2-3.
(46)
Shalilah, Putri Ayu. 2008. Kemampuan Ekstrak Kelopak bunga Rosella (Hibiscus
sabdariffa L.) Untuk Mencegah Kerusakan Jaringan Testis Mencit (Mus
musculus) Akibat induksi 2-methoxyethanol.
Universitas Airlangga,
Surabaya.
Shannon Mw. 1998. Clinical Magement of Poisoning and Drug Overdose. 3
rded.
Philadekphia: WB saunders: 767-784.
Todd, A.C., Wetmur, J.G., Moline., J.M., Godbold, J.H., Levin, S.M., Landrigan,
P.J. 1996. Unraveling the chronic toxicology of lead: An essential
priority for environmental health. Environmental Health Prespectives.
104(1): 141-146.
Venugopal, B., Luckey, TD. 1978. Metal Toxicity in mammals 2 Chemical
Toxicity of Metals and Metalloids. Plenum Press, New York, London:
185-195.
Widyanto, P.S. & Nelistya. 2009. Rosella. Penerbit Penebar Swadaya, Jakarta:
4-14.
Wirahadikusuma, Kosasih. 2001. Penelitian Kadar Timbal pada Udara Ambient
Di Propinsi DKI Jakarta Pasca 1 Juli 2001. Jakarta.
WHO-World Health Organization. 1977. Environmental health criteria no. 3.
Geneva, WHO.
(47)
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Andi Haris Nasution
Tempat /Tanggal lahir : Medan, 19 Desember 1988
Agama
: Islam
Alamat
: Jl. Karya Wisata komp. Citra Wisata blok v no. 20 Johor
Medan
Riwayat Pendidikan : 1. SD YKPP Bajubang Jambi
: 1995-1998
2. SD IKIP I Makassar
: 1998-2001
3. SMP Athirah Makassar
: 2001
4. SMP Bina warga Palembang
: 2001-2004
5. SMA Negri 17 Palembang
: 2004-2007
Riwayat Organisasi : -
(48)
Lampiran 3
Data hasil pengamatan gambaran makroskopis dan mikroskopis ginjal mencit
pada kelompok yang akan diuji dengan SPSS
DATA PENELITIAN
kelompok
makroskopis
mikroskopis
1
0
0
1
0
0
2
1
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
3
0
2
3
0
1
3
0
1
(49)
Lampiran 4
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
kelompok .245 10 .091 .820 10 .025
a. Lilliefors Significance Correction
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
kelompok
N 10
Normal Parametersa,,b Mean 2.2000
Std. Deviation .78881
Most Extreme Differences Absolute .245
Positive .200
Negative -.245
Kolmogorov-Smirnov Z .774
Asymp. Sig. (2-tailed) .587
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
Lampiran 5
ANOVA TEST
ANOVA
Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
makros Between Groups 7.350 2 3.675 34.300 .000
Within Groups .750 7 .107
Total 8.100 9
mikros Between Groups 5.350 2 2.675 24.967 .001
Within Groups .750 7 .107
(50)
Multiple Comparisons
Dependent Variable (I) kelompok (J) kelompok
Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
makros Tukey HSD K1 kontrol K2 Pb asetat -1.75000* .28347 .001 -2.5848 -.9152
K3 Pb asetat dan rosella
.00000 .28347 1.000 -.8348 .8348
K2 Pb asetat K1 kontrol 1.75000* .28347 .001 .9152 2.5848
K3 Pb asetat dan rosella
1.75000* .23146 .000 1.0684 2.4316
K3 Pb asetat dan rosella K1 kontrol .00000 .28347 1.000 -.8348 .8348
K2 Pb asetat -1.75000* .23146 .000 -2.4316 -1.0684
Bonferroni K1 kontrol K2 Pb asetat -1.75000* .28347 .001 -2.6366 -.8634
K3 Pb asetat dan rosella
.00000 .28347 1.000 -.8866 .8866
K2 Pb asetat K1 kontrol 1.75000* .28347 .001 .8634 2.6366
K3 Pb asetat dan rosella
1.75000* .23146 .000 1.0261 2.4739
K3 Pb asetat dan rosella K1 kontrol .00000 .28347 1.000 -.8866 .8866
(51)
mikros Tukey HSD K1 kontrol K2 Pb asetat -2.00000* .28347 .001 -2.8348 -1.1652 K3 Pb asetat
dan rosella
-1.25000* .28347 .008 -2.0848 -.4152
K2 Pb asetat K1 kontrol 2.00000* .28347 .001 1.1652 2.8348
K3 Pb asetat dan rosella
.75000* .23146 .034 .0684 1.4316
K3 Pb asetat dan rosella K1 kontrol 1.25000* .28347 .008 .4152 2.0848
K2 Pb asetat -.75000* .23146 .034 -1.4316 -.0684
Bonferroni K1 kontrol K2 Pb asetat -2.00000* .28347 .001 -2.8866 -1.1134
K3 Pb asetat dan rosella
-1.25000* .28347 .009 -2.1366 -.3634
K2 Pb asetat K1 kontrol 2.00000* .28347 .001 1.1134 2.8866
K3 Pb asetat dan rosella
.75000* .23146 .043 .0261 1.4739
K3 Pb asetat dan rosella K1 kontrol 1.25000* .28347 .009 .3634 2.1366
K2 Pb asetat -.75000* .23146 .043 -1.4739 -.0261
(1)
Shalilah, Putri Ayu. 2008. Kemampuan Ekstrak Kelopak bunga Rosella (Hibiscus
sabdariffa L.) Untuk Mencegah Kerusakan Jaringan Testis Mencit (Mus
musculus) Akibat induksi 2-methoxyethanol.
Universitas Airlangga,
Surabaya.
Shannon Mw. 1998. Clinical Magement of Poisoning and Drug Overdose. 3
rded.
Philadekphia: WB saunders: 767-784.
Todd, A.C., Wetmur, J.G., Moline., J.M., Godbold, J.H., Levin, S.M., Landrigan,
P.J. 1996. Unraveling the chronic toxicology of lead: An essential
priority for environmental health. Environmental Health Prespectives.
104(1): 141-146.
Venugopal, B., Luckey, TD. 1978. Metal Toxicity in mammals 2 Chemical
Toxicity of Metals and Metalloids. Plenum Press, New York, London:
185-195.
Widyanto, P.S. & Nelistya. 2009. Rosella. Penerbit Penebar Swadaya, Jakarta:
4-14.
Wirahadikusuma, Kosasih. 2001. Penelitian Kadar Timbal pada Udara Ambient
Di Propinsi DKI Jakarta Pasca 1 Juli 2001. Jakarta.
WHO-World Health Organization. 1977. Environmental health criteria no. 3.
Geneva, WHO.
(2)
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Andi Haris Nasution
Tempat /Tanggal lahir : Medan, 19 Desember 1988
Agama
: Islam
Alamat
: Jl. Karya Wisata komp. Citra Wisata blok v no. 20 Johor
Medan
Riwayat Pendidikan : 1. SD YKPP Bajubang Jambi
: 1995-1998
2. SD IKIP I Makassar
: 1998-2001
3. SMP Athirah Makassar
: 2001
4. SMP Bina warga Palembang
: 2001-2004
5. SMA Negri 17 Palembang
: 2004-2007
(3)
Lampiran 3
Data hasil pengamatan gambaran makroskopis dan mikroskopis ginjal mencit
pada kelompok yang akan diuji dengan SPSS
DATA PENELITIAN
kelompok
makroskopis
mikroskopis
1
0
0
1
0
0
2
1
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
3
0
2
3
0
1
3
0
1
(4)
Lampiran 4
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
kelompok .245 10 .091 .820 10 .025
a. Lilliefors Significance Correction
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
kelompok
N 10
Normal Parametersa,,b Mean 2.2000
Std. Deviation .78881
Most Extreme Differences Absolute .245
Positive .200
Negative -.245
Kolmogorov-Smirnov Z .774
Asymp. Sig. (2-tailed) .587
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
Lampiran 5
ANOVA TEST
ANOVA
Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
makros Between Groups 7.350 2 3.675 34.300 .000
Within Groups .750 7 .107
Total 8.100 9
mikros Between Groups 5.350 2 2.675 24.967 .001
Within Groups .750 7 .107
(5)
Multiple Comparisons
Dependent Variable (I) kelompok (J) kelompok
Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
makros Tukey HSD K1 kontrol K2 Pb asetat -1.75000* .28347 .001 -2.5848 -.9152
K3 Pb asetat dan rosella
.00000 .28347 1.000 -.8348 .8348
K2 Pb asetat K1 kontrol 1.75000* .28347 .001 .9152 2.5848
K3 Pb asetat dan rosella
1.75000* .23146 .000 1.0684 2.4316
K3 Pb asetat dan rosella K1 kontrol .00000 .28347 1.000 -.8348 .8348
K2 Pb asetat -1.75000* .23146 .000 -2.4316 -1.0684
Bonferroni K1 kontrol K2 Pb asetat -1.75000* .28347 .001 -2.6366 -.8634
K3 Pb asetat dan rosella
.00000 .28347 1.000 -.8866 .8866
K2 Pb asetat K1 kontrol 1.75000* .28347 .001 .8634 2.6366
K3 Pb asetat dan rosella
1.75000* .23146 .000 1.0261 2.4739
K3 Pb asetat dan rosella K1 kontrol .00000 .28347 1.000 -.8866 .8866
(6)
mikros Tukey HSD K1 kontrol K2 Pb asetat -2.00000* .28347 .001 -2.8348 -1.1652 K3 Pb asetat
dan rosella
-1.25000* .28347 .008 -2.0848 -.4152
K2 Pb asetat K1 kontrol 2.00000* .28347 .001 1.1652 2.8348
K3 Pb asetat dan rosella
.75000* .23146 .034 .0684 1.4316
K3 Pb asetat dan rosella K1 kontrol 1.25000* .28347 .008 .4152 2.0848
K2 Pb asetat -.75000* .23146 .034 -1.4316 -.0684
Bonferroni K1 kontrol K2 Pb asetat -2.00000* .28347 .001 -2.8866 -1.1134
K3 Pb asetat dan rosella
-1.25000* .28347 .009 -2.1366 -.3634
K2 Pb asetat K1 kontrol 2.00000* .28347 .001 1.1134 2.8866
K3 Pb asetat dan rosella
.75000* .23146 .043 .0261 1.4739
K3 Pb asetat dan rosella K1 kontrol 1.25000* .28347 .009 .3634 2.1366
K2 Pb asetat -.75000* .23146 .043 -1.4739 -.0261