Gambaran Makroskopis Dan Mikroskopis Hepar Mencit (Mus musculu ) Akibat Pemberian Plumbum Dan Habbatussauda (Nigella sativa)

(1)

GAMBARAN MAKROSKOPIS DAN MIKROSKOPIS HEPAR

MENCIT (Mus musculus) AKIBAT PEMBERIAN PLUMBUM

DAN HABBATUSSAUDA (Nigella sativa)

OLEH : DINI FEDUYASIH

070100221

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(2)

GAMBARAN MAKROSKOPIS DAN MIKROSKOPIS HEPAR

MENCIT (Mus musculus) AKIBAT PEMBERIAN PLUMBUM

DAN HABBATUSSAUDA (Nigella sativa)

OLEH : DINI FEDUYASIH

NIM : 070100221

KARYA TULIS ILMIAH INI DIAJUKAN SEBAGAI SALAH SATU SYARAT UNTUK MEMPEROLEH KELULUSAN SARJANA

KEDOKTERAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

GAMBARAN MAKROSKOPIS DAN MIKROSKOPIS HEPAR MENCIT (Mus musculu ) AKIBAT PEMBERIAN PLUMBUM

DAN HABBATUSSAUDA (Nigella sativa)

Nama : DINI FEDUYASIH NIM : 070100221

Pembimbing

dr. Alya Amila Fitrie, M.Kes.

Penguji I

dr. Hemma Yulfi, DAP&E, M.Med, ed. .

Penguji II

dr. Yunita Sari Pane, Msi

Medan, 20 Desember 2010 Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara


(4)

ABSTRAK

Pendahuluan : Perkembangan ekonomi di Indonesia menitik beratkan pada pembangunan sektor industri, ini dikarenakan sektor industri sangat berperan dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat. Namun, penggunaan bahan baku dalam sektor industri seperti Pb banyak memiliki dampak negatif, misalnya Pb yang diperoleh dari bahan baku berbagai peralatan rumah tangga dan Pb yang meningkat kadar nya di udara akibat emisi kendaraan bermotor. Pemaparan Pb kedalam tubuh manusia dapat melalui saluran pernafasan, pencernaan, dan permukaan kulit. Pemaparan yang berulang-ulang ini akan meningkatkan konsentrasinya dalam tubuh dan menimbulkan kerusakan. Kemudian disisi lain karena adanya peningkatan sumber daya manusia, menyebabkan munculnya berbagai macam bahan yang menguntungkan untuk semakin meningkatkan kesehatan masyarakat. Salah satu nya, mulai banyak dikenal berbagai antioksidan yang baik untuk tubuh seperti Habbatussauda (Nigella sativa). Habbatussauda dikenal memiliki khasiat sebagai antioksidan dan sebagai obat untuk beberapa penyakit Hepar. Pada penelitian ini, penulis bertujuan untuk mengetahui gambaran Makroskopis dan Mikroskopis hepar mencit akibat pemberian timbal dan habbatussauda (Nigella sativa).

Metode : Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen pada 14 ekor mencit (Mus musculus) jantan yang dibagi menjadi 2 ekor pada kelompok kontrol, 6 ekor pada kelompok P1 (Pb asetat 100mg/kgBB/hari), dan 6 ekor pada kelompok P2 (Pb asetat 100 mg/kgBB/hari dan 0,09 ml minyak habbatussauda (Nigella sativa). Pemberian perlakuan dilakukan selama 8 minggu. Hasil yang didapat kemudian akan diuji dengan Anova.

Hasil : Hasil penelitian menunjukkan, derajat kerusakan makroskopis (+) sebanyak 83,33% pada P1 dan 50% pada P2. Kemudian secara mikroskopis, derajat kerusakan (+) sebanyak 100% pada P1 dan 16,67% pada P2.

Kesimpulan : Secara statistik tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada gambaran makroskopis (p>0,05) dan terdapat perbedaan yang signifikan pada gambaran mikroskopis(p<0,05).


(5)

ABSTRACT

Introduction : Economic development in Indonesia focuses on the development of industrial sector, this is because the industrial sector roles in improving the welfare of society. However, the use of raw materials in many industrial sectors such as Pb has a negative impact, for example Pb derived from various raw materials of the household equipment and the increased levels of Pb in the air due to motor vehicle emissions. The exposure of Pb into the human body can be through the respiratory tract, gastrointestinal, and skin surface. Repeated exposure will increase its concentration in the body and cause damage. Then on the other hand because there is an increase in human resources, it led to the emergence of a variety of beneficial materials to further improve the public health. One of which, starting to widely known the variety of antioxidants that are good for the body such as the Habbatussauda (Nigella sativa). Habbatussauda is known to have efficacy as an antioxidant and as a remedy for some liver diseases.

Methode : In this study, the authors aimed to determine the macroscopic and microscopic picture of the liver of mice due to administration of lead and Habbatussauda (Nigella sativa). This study is an experimental study on 14 mice (Mus musculus), male, divided into 2 mice in the control group, 6 mice in group P1 (lead acetate 100mg/kg weight/day), and 6 mice in group P2 (lead acetate 100 mg / kg weight / day and 0.09 ml Habbatussauda oil (Nigella sativa)).

Result : The treatment was done for 8 weeks. The results showed, the degree of macroscopic damage (+) is 83.33% in P1 and 50% in P2. Then microscopically, the degree of damage (+) is 100% in P1 and 16.67% in P2.

Discussion : Statisticcaly there is no significant difference on macroscopic appearance (p<0,05) while mcroscopically, a significant difference was found (p>0,05).


(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahNya hingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah yang berjudul ”Gambaran Makroskopis dan Mikroskopis Hepar Mencit (Mus Musculus) Akibat Pemberian Plumbum dan Habbatussauda (Nigella Sativa)” .

Karya tulis ilmiah ini merupakan syarat dalam menyelesaikan pendidikan sarjana kedokteran di Universitas Sumatera Utara. Dengan selesainya karya tulis ilmiah ini, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada ; 1. Bapak Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, selaku Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Alya Amila Fitrie, M.Kes selaku dosen pembimbing, yang telah banyak meluangkan waktu dan pikirannya dalam membantu penulis selama menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

3. Dr. T. Ibnu Alferraly, Sp.PA, dr. Zaimah Z Tala, Sp.GK, dr. Hemma Yulfi, DAP&E, M.Med,ed dan dr. Yunita Sari Pane, M.Si sebagai dosen penguji, yang banyak memberikan masukan dan perbaikan dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

4. Para staf pengajar dan pegawai Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

5. Dr. Dwi Rita Anggraini yang banyak memberi ilmu dan pengarahan dalam penelitian ini.

6. Rasa hormat, sayang dan terimakasih yang tak terhingga penulis hantarkan kepada ayahanda dan ibunda tercinta, Hariadi, SST. MT dan Octaviana Said. Berkat doa dan dukungan yang tak terbatas dari beliau penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini dengan baik. Semoga Allah SWT senantiasa selalu memberkahi dan memberi kesehatan kepada kedua nya. 7. Muhammad Rafli Karta Rosandi, sebagai abang yang telah banyak memberi


(7)

dan Tiya Mulani, sebagai adek yang banyak memberikan waktu dan dukungan dalam menyelesaikan karya tulis ini.

8. Keluarga besar Ermansyah Said selaku paman dan Desniarti Said selaku Bude, yang telah banyak membantu selama ini.

9. Teman – teman setambuk 2007, kakak dan abang senior yang telah meluangkan waktu untuk membantu dan memberikan ilmunya selama ini. 10. Teman-teman mahasiswa Fakultas Biologi MIPA Universitas Sumatera Utara,

yang telah banyak membantu dan berbagi ilmu dalam pelaksanaan penelitian ini.

11. Abdul Ghaffar Hamzah, M. Amir, Andi Haris Nasution, Ramayanti, Mirna Ramzie, Reza Havhie F., Pernanda Selpia Su’aidi, Andika Pradana, Ira Nola Lingga, Ayuca Zarry, Mirzal Fuadi, Nisa Lailan S, Nisa Hansety Harahap, dan semua teman- teman yang tidak mungkin disebutkan satu per satu. Terimakasih telah menjadi semangat dan berbagi ilmu selama ini.

12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu disini.

Akhir kata penulis mengucapkan, semoga Allah swt melimpahkan rahmat dan hidayahNya kepada kita semua, dan penulis berharap semoga karya tulis ini dapat diterima dan memberikan sumbangan pemikiran yang berguna bagi semua pihak.

Medan, Desember 2010


(8)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB 1 PENDAHULUAN... 1

1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Rumusan Masalah ... 2

1.3.Tujuan Penelitian ... 2

1.4.Manfaat Penelitian ... 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1.Timbal (Pb) ... 3

2.1.1. Gambaran Umum ... 3

2.1.2. Tingkat Pencemaran ... 5

2.1.3. Keracunan Timbal ... 6

2.1.4 Efek Timbal pada Hepar ... 7

2.2. Hepar ... 8

2.2.1. Anatomi Umum ... 8

2.2.2. Histologi Hepar ... 10

2.2.3. Fungsi Hepar ... 13

2.2.4. Kegagalan Hepatoseluler ... 14

2.3. Nigella sativa ... 14

2.3.1. Gambaran Umum ... 14

2.3.2. Kandungan Nigella sativa ... 16

2.3.3. Khasiat ... 16

BAB 3 KERANGKA KONSEP ... 18

3.1. Kerangka Konsep ... 18

3.2. Variabel dan Definisi Operasional ... 18

3.2.1. Variabel Independen ... 18

3.2.2. Variabel Dependen ... 18

3.2.3. Definisi Operasional ... 18


(9)

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 21

4.1. Jenis Penelitian ... 21

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 21

4.3. Populasi dan Sampel ... 21

4.4. Tehnik Pengumpulan Data ... 22

4.4.1. Penentuan Dosis Plumbum dan Nigella sativa ... 22

4.4.2. Pemeliharaan Hewan Coba ... 23

4.4.3. Persiapan Hewan Coba ... 23

4.4.4. Perlakuan Hewan Coba ... 23

4.4.5. Cara Kerja... 24

4.4.6. Analisis Data ... 25

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26

5.1. Hasil ... 26

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian... 26

5.1.2. Karakteristik Sampel... 26

5.1.3. Derajat Kerusakan Hepar secara Makroskopis ... 26

5.1.4. Derajat Kerusakan Hepar secara Mikroskopis ... 31

5.1.5. Analisis Data ... 34

5.2. Pembahasan ... 35

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 38

6.1. Kesimpulan ... 38

6.2. Saran ... 38

DAFTAR PUSTAKA ... 40


(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 2.1. Prediksi Output Total Pb dari berbagai sector kegiatan di Jawa barat Tahun 2001

5

Tabel 2.2. Komposisi Asam Amino Biji Jintan Hitam 16

Tabel 5.1. Karakteristik Sampel 28

Tabel 5.2. Makroskopis Hepar pada Kelompok Kontrol 27 Tabel 5.3. Makroskopis Hepar pada Kelompok Perlakuan 1 27 Tabel 5.4. Makroskopis Hepar pada Kelompok Perlakuan 2 28 Tabel 5.5. Mikroskopis Hepar pada Kelompok Kontrol 31 Tabel 5.6. Mikroskopis Hepar pada Kelompok Perlakuan 1 31 Tabel 5.7 Mikroskopis Hepar pada Kelompok Perlakuan 2 342


(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 2.1. Anatomi Hepar 9

Gambar 2.2. Gambaran Hati Primata 10

Gambar 2.3. Lobulus Hati 11

Gambar 2.4. Serat Retikuler dalam Lobulus Hati 13

Gambar 2.5. Biji Jintan Hitam 15

Gambar 2.6. Bunga Jintan Hitam 15

Gambar 2.7. Tanaman Jintan Hitam 15

Gambar 3.1. Kerangka Konsep tentang Perlakuan terhadap Kelompok Eksperimen

18 Gambar 5.1. Hepar pada Kelompok Kontrol 28 Gambar 5.2. Hepar pada Kelompok Perlakuan 1 29 Gambar 5.3. Hepar pada Kelompok Perlakuan 1 29 Gambar 5.4. Hepar pada Kelompok Perlakuan 2 30 Gambar 5.5. Hepar pada Kelompok Perlakuan 2 30 Gambar 5.6 Mikroskopis Hepar Kelompok Kontrol 32 Gambar 5.7. Mikroskopis Hepar Kelompok Perlakuan 1 33 Gambar 5.8. Mikroskopis Hepar Kelompok Perlakuan 2 33 Gambar 5.9. Mikroskopis Hepar Kelompok Perlakuan 2 34


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Gambaran Makroskopis dan Mikroskopis Lampiran 2 Daftar Riwayat Hidup

Lampiran 3 Out Put data SPSS


(13)

ABSTRAK

Pendahuluan : Perkembangan ekonomi di Indonesia menitik beratkan pada pembangunan sektor industri, ini dikarenakan sektor industri sangat berperan dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat. Namun, penggunaan bahan baku dalam sektor industri seperti Pb banyak memiliki dampak negatif, misalnya Pb yang diperoleh dari bahan baku berbagai peralatan rumah tangga dan Pb yang meningkat kadar nya di udara akibat emisi kendaraan bermotor. Pemaparan Pb kedalam tubuh manusia dapat melalui saluran pernafasan, pencernaan, dan permukaan kulit. Pemaparan yang berulang-ulang ini akan meningkatkan konsentrasinya dalam tubuh dan menimbulkan kerusakan. Kemudian disisi lain karena adanya peningkatan sumber daya manusia, menyebabkan munculnya berbagai macam bahan yang menguntungkan untuk semakin meningkatkan kesehatan masyarakat. Salah satu nya, mulai banyak dikenal berbagai antioksidan yang baik untuk tubuh seperti Habbatussauda (Nigella sativa). Habbatussauda dikenal memiliki khasiat sebagai antioksidan dan sebagai obat untuk beberapa penyakit Hepar. Pada penelitian ini, penulis bertujuan untuk mengetahui gambaran Makroskopis dan Mikroskopis hepar mencit akibat pemberian timbal dan habbatussauda (Nigella sativa).

Metode : Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen pada 14 ekor mencit (Mus musculus) jantan yang dibagi menjadi 2 ekor pada kelompok kontrol, 6 ekor pada kelompok P1 (Pb asetat 100mg/kgBB/hari), dan 6 ekor pada kelompok P2 (Pb asetat 100 mg/kgBB/hari dan 0,09 ml minyak habbatussauda (Nigella sativa). Pemberian perlakuan dilakukan selama 8 minggu. Hasil yang didapat kemudian akan diuji dengan Anova.

Hasil : Hasil penelitian menunjukkan, derajat kerusakan makroskopis (+) sebanyak 83,33% pada P1 dan 50% pada P2. Kemudian secara mikroskopis, derajat kerusakan (+) sebanyak 100% pada P1 dan 16,67% pada P2.

Kesimpulan : Secara statistik tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada gambaran makroskopis (p>0,05) dan terdapat perbedaan yang signifikan pada gambaran mikroskopis(p<0,05).


(14)

ABSTRACT

Introduction : Economic development in Indonesia focuses on the development of industrial sector, this is because the industrial sector roles in improving the welfare of society. However, the use of raw materials in many industrial sectors such as Pb has a negative impact, for example Pb derived from various raw materials of the household equipment and the increased levels of Pb in the air due to motor vehicle emissions. The exposure of Pb into the human body can be through the respiratory tract, gastrointestinal, and skin surface. Repeated exposure will increase its concentration in the body and cause damage. Then on the other hand because there is an increase in human resources, it led to the emergence of a variety of beneficial materials to further improve the public health. One of which, starting to widely known the variety of antioxidants that are good for the body such as the Habbatussauda (Nigella sativa). Habbatussauda is known to have efficacy as an antioxidant and as a remedy for some liver diseases.

Methode : In this study, the authors aimed to determine the macroscopic and microscopic picture of the liver of mice due to administration of lead and Habbatussauda (Nigella sativa). This study is an experimental study on 14 mice (Mus musculus), male, divided into 2 mice in the control group, 6 mice in group P1 (lead acetate 100mg/kg weight/day), and 6 mice in group P2 (lead acetate 100 mg / kg weight / day and 0.09 ml Habbatussauda oil (Nigella sativa)).

Result : The treatment was done for 8 weeks. The results showed, the degree of macroscopic damage (+) is 83.33% in P1 and 50% in P2. Then microscopically, the degree of damage (+) is 100% in P1 and 16.67% in P2.

Discussion : Statisticcaly there is no significant difference on macroscopic appearance (p<0,05) while mcroscopically, a significant difference was found (p>0,05).


(15)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan ekonomi di Indonesia menitik beratkan pada pembangunan sektor industri. Efek negatif dari efek industri yang nyata dan dirasakan menyamai efeknya dalam peningkatan kualitas hidup manusia dengan meningkatkan pendapatan manusia. Dalam hal ini, efek yang dirasakan merugikan dapat berupa penurunan kesehatan masyarakat oleh karena pencemaran yang berasal dari limbah industri dan rumah tangga. (Widowati, dkk., 2008).

Masyarakat di kota besar dan berdiam dipinggir jalan dengan transportasi kendaraan bermotor yang padat serta dilingkungan industri adalah kelompok yang rentan terhadap pencemaran logam, terutama timah hitam (Plumbum atau Pb). (Darmono, 2008). Pemaparan yang terjadi dapat melalui makanan, minuman, inhalasi , dan melalui permukaan kulit. (Venugopal 1978 dalam Anggraini 2008).

Disatu pihak, kita terancam dengan adanya peningkatan polusi dan efek toksik karena timbal, disisi lain kita banyak diperkenalkan oleh berbagai bahan yang bersifat herbal dan berfungsi sebagai antioksidan seperti pada Nigella sativa. Biji Nigella sativa mengandung thymoquinone, monotropens, nigellidine, nigellimine dan saponin. Beberapa efek terapi Nigella sativa termasuk dalam saluran pencernaan dan anti asma telah dipaparkan dalam Ancient Iranian Medical Books. Nigella sativa atau jintan hitam adalah salah satu genus Nigella dari keluarga Ranunculuceae, yang tampak mengkilat dengan bunga biru sampai kehijauan dan memiliki biji berwarna hitam. (Boskabaddy, dkk., 2004).

Dengan keadaan ini penulis tertarik untuk melihat akibat dari paparan timbal terhadap organ tubuh yang sangat berperan dalam proses homeostasis. Hepar adalah organ metabolik terbesar yang tidak hanya berfungsi pada pengolahan dan penyimpanan nutrien, namun hepar juga memiliki fungsi sebagai detoksifikasi atau degradasi zat – zat sisa dan senyawa asing lainnya. Timbal berpotensi untuk merusak sel – sel hepatosit pada hepar. Seperti penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Anggraini (2008) yang memperlihatkan


(16)

adanya efek timbal untuk merusak sel hepatosit pada hepar. Penulis tertarik untuk mengetahui manfaat habbatussauda (Nigella Sativa) sebagai antioksidan yang sedang ramai dikonsumsi masyarakat pada kerusakan sel hepatosit ini. Dalam hal ini penulis lebih memfokuskan melihat gambaran makroskopis dan mikroskopis akibat pemberian plumbum dan habbatussauda (Nigella sativa).

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalahnya adalah ; Bagaimana gambaran makroskopis dan mikroskopis hepar mencit akibat pemberian timbal dan habbatussauda (Nigella sativa) secara bersamaan?

1.3. Tujuan Penelitian Tujuan umum:

Mengetahui gambaran makroskopis dan mikroskopis hepar mencit akibat pemberian timbal dan habbatussauda (Nigella sativa).

Tujuan Khusus:

1. Melihat gambaran makroskopis dan mikroskopis hepar mencit setelah pemberian Pb asetat 100mg/kg BB/oral/hari.

2. Melihat gambaran makroskopis dan mikroskopis ginjal mencit setelah pemberian Pb asetat 100mg/kgBB/oral/hari dan minyak habbatussauda (Nigella sativa) 0,09 ml/hari/oral.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dimaksudkan dapat bermanfaat sebagai :

1. Pengetahuan atau informasi tentang sejauh mana perubahan secara maksroskopis dan mikroskopis yang terjadi pada hepar mencit setelah pemberian Pb asetat dengan minyak habbatussauda (Nigella sativa).

2. Masukan dan tambahan rujukan untuk instansi dan mahasiswa yang akan melakukan penelitian lainnya.


(17)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Timbal (Pb)

2.1.1 Gambaran Umum

Timbal atau dalam keseharian dikenal dengan nama timah hitam, dalam bahasa ilmiahnya dinamakan Plumbum dan disimbolkan dengan Pb. Secara harfiah Pb adalah logam berwarna abu – abu kebiruan mengkilat serta mudah dimurnikan dari pertambangan. Unsur timbal dalam sistem periodik terletak pada golongan IV-A, memiliki nomor atom 82 dan nomor massa 207,2. Konfigurasi elektron dari Pb adalah [Xe] 4f14 5d10 6s2 6p2. Timbal merupakan logam yang berwarna abu-abu, mempunyai titik didih 174° C dan titik leleh 328° C. (Widowati, dkk., 2008).

Timbal lebih tersebar luas dibanding kebanyakan logam toksik lainnya. Kadarnya dalam lingkungan meningkat karena penambangan, peleburan, pembersihan, dan berbagai penggunaannya dalam industri. Timbal banyak digunakan untuk bahan produksi baterai dan kendaraan bermotor. Produksi logam lainnya yang mengandung Pb seperti amunisi, kabel dan solder. Logam Pb digunakan juga dalam industri percetakan (tinta), dalam industri kimia berbentuk tetra etil Pb yang biasanya dicampur dengan bahan bakar minyak untuk melindungi mesin supaya lebih awet, sebagai campuran pembuatan cat seperti Pb (OH)2, 2Pb CO3 dan Pb3O4. Kemudian konsentrasi Pb dalam produk cat sudah sangat menurun sampai batas maksimum 0,06 %, tetapi walaupun begitu bangunan tua yang masih ada cat lamanya memiliki kandungan Pb yang masih cukup tinggi. (Darmono, 2008)

Kemudian pada masyarakat di kota besar dan berdiam dipinggir jalan dengan transportasi kendaraan bermotor yang padat serta dilingkungan industri adalah kelompok yang rentan terhadap pencemaran timah hitam (Pb).(Darmono, 2008).


(18)

Timbal bersirkulasi dalam darah setelah diabsorpsi dari usus, kemudian didistribusikan ke dalam jaringan lunak seperti tubulus ginjal dan sel hati, tetapi berinkoporasi dalam tulang, rambut, dan sebagian kecil tersimpan dalam otak. (Darmono, 2008).

Pajanan timbal pada masyarakat dapat menimbulkan berbagai efek negatif pada kesehatan, yaitu pada saraf pusat dan saraf tepi, sistem kardiovaskuler, sistem hematopoetik, ginjal, pencernaan, sistem reproduksi, dan bersifat karsinogenik. Salah satu gangguan yang diakibatkan oleh keracunan yang diakibatkan oleh keracunan Pb dan persenyawaan anorganiknya adalah gangguan pada sistem hematopoetik, hal ini berdampak akan terhambatnya aktifitas enzim - aminolevulinic acid dehydrogenase (ALAD) dalam eritroblas sumsum tulang dan eritrosit pada sintesis heme. Hal ini akan mengakibatkan penurunan kadar -ALAD dengan darah dalam peningkatan kadar amino levulinate acid (ALA) dalam serum dan urin ( Darmono, 2008)

Penelitian epidemiologi toksisitas Pb telah banyak dilaporkan terutama toksisitas Pb secara kronis. Penelitian banyak dilaporkan mengenai gejala klinis toksisitas Pb kronis pada anak dan orang dewasa dan juga kadar Pb dalam darah, rambut, dan kuku. Penelitian lebih banyak dilakukan pada orang yang hidup diperkotaan dan daerah industri serta pertambangan. (Darmono, 2008)

Banyak faktor yang mempengaruhi toksisitas plmbum terhadap hewan, seperti yang dirangkum oleh Jones, dkk., (1997) dalam Darmono (2008), antara lain adalah:

a. Umur ; lebih peka pada usia muda.

b. Spesies ; adanya variasi individu dalam kepekaan dan jumlah plumbum yang diekskresikan.

c. Keadaan reproduksi

d. Kadar plumbum yang masuk ke dalam tubuh ; pada kasus keracunan akut, kadar plumbum yang masuk dalam kadar cukup besar akan menimbulkan kematian mendadak.


(19)

2.1.2 Tingkat Pencemaran

Emisi Pb bentuk gas, terutama berasal dari buangan gas kendaraan bermotor, merupakan hasil sampingan dari pembakaran mesin–mesin kendaraan dari senyawa tetrametil-Pb dan tetraetil-Pb dalam bahan bakar kendaraan bermotor. Percepatan pertumbuhan sektor transportasi, kepadatan arus lalu lintas, serta tingginya jumlah kendaraan bermotor dan menimbulkan kemacetan. Dampak kemacetan ini yang akan menyebabkan tingginya tingkat polusi udara di perkotaan. (Darmono, 2008)

Konsumsi premium untuk transportasi pada tahun 1999 adalah sebesar 11.515.401 kiloliter. Dikawasan tertentu, seperti terminal bus dan daerah padat lalu lintas, kadar Pb mencapai 2-8µg/m3. Didaerah pemukiman di Jakarta, kadar Pb melampaui baku kualitas udara. (BAPEDAL DKI, 1998)

Tabel 2.1 Prediksi Output Total Pb dari Berbagai Sektor Kegiatan di Jawa Barat Tahun 2001 ( BPLHD Jabar, 2002 )

No. Emisi Pb untuk setiap sector Urutkan berdasarkan kode sektor Urutan berdasarkan total Pb Nama Sektor Total Pb ( Ton ) Total Pb case ( Ton )

1 Manufaktur 0,646 0,710

2 Bangunan 0,379 0,417

3 Transportasi dan

Komunikasi 0,351 0,387

4 Jasa lainnya 0,255 0,281

5 Listrik, Gas dan Air 0,252 0,277

6 Perdagangan, Restoran

dan, Hotel 0,095 0,104

Sumber : Widowati, 2008.

Sumber utama pencemaran Pb berasal dari emisi gas buang kendaraan bermotor yang menempati 90% dari total emisi Pb di atmosfer. Sekitar 10% Pb mengendap langsung di tanah dalam jarak 100 meter dari jalan; 45% mengendap dalam jarak 20 Km ; 10% mengendap dalam jarak 20-200 km; dan 35% terbawa ke atmosfer. (Rubianto , 2000 dalam Anggraini, 2008)


(20)

2.1.3 Keracunan Timbal

Timbal bersifat toksik yang kumulatif sehingga mekanisme toksisitasnya dibedakan menurut beberapa organ yang dpengaruhinya yaitu sebagai berikut: (Darmono, 2008)

a. Sistem hematopoetik, Pb menghambat sistem pembentukan hemoglobin sehingga menyebabkan anemia.

b. Sistem saraf pusat dan tepi, dapat menyebabkan gangguan ensefalopati dan gejala gangguan saraf perifer.

c. Sistem ginjal, dapat menyebabkan amniasiduria, fosfaturia, glukosuria, nefropati, fibrosis, dan atrofi glomerular.

d. Sistem gastrointestinal, menyebabkan kolik dan konstipasi.

e. Sistem kardiovaskular, menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler pembuluh darah.

f. Sistem reproduksi, dapat menyebabkan kematian janin waktu melahirkan pada wanita serta hipospermi dan teratospermi pada pria.

g. Sistem endokrin, mengakibatkan gangguan fungsi tiroid dan fungsi adrenal. Timbal dalam tubuh terutama terikat dalam gugus –SH dalam molekul protein dan hal ini menyebabkan hambatan pada aktivitas kerja sistem enzim. Timbal mengganggu sistem sintesis Hb dengan jalan menghambat konversi delta-aminolevulinik-asid (delta-ALA) menjadi fibrilinogen dan juga menghambat korporasi dari Fe ke dalam protoporfirin IX untuk membentuk Hb, dengan jalan menghambat enzim (delta-ALAD) dan ferokelratase.

Hal ini mengakibatkan meningkatnya ekskresi koproporfirin dalam urin dan delta-ALA serta menghambat sintesis Hb. (Darmono, 2008). Timbal bersirkulasi dalam darah setelah diabsorpsi dari usus, terutama hubungannya dengan sel darah merah (eritrosit) pertama didistribusikan ke dalam jaringan lunak seperti tubulus ginjal dan sel hati, tetapi berinkorporasi dalam tulang, rambut, dan gigi untuk dideposit (storage), dimana 90% deposit terjadi dalam tulang dan hanya sebagian kecil tersimpan dalam otak. (Darmono, 2008).

Paparan Pb dosis tinggi mengakibatkan kadar Pb darah mencapai 80 g pada orang dewasa dan 70 g pada anak–anak sehingga terjadi ensefalopati,


(21)

kerusakan arteriol dan kapiler, edema otak, meningkatnya tekanan cairan serebrospinal, degenerasi neuron, serta perkembangbiakan sel glia yang disertai dengan munculnya ataksia, koma, dan kejang – kejang. Pada anak, kadar Pb darah 40 – 50 g/dL bias mengakibatkan hiperaktivitas. Kandungan sebesar 45 g/dL pada anak, harus mendapatkan perawatan segera, kandunan lebih dari 70 g/dL menyebabkan kondisi gawat secara medis (medical emergency), sedangkan kandungan Pb di atas 120 g/dL bersifat sangat toksik dan dapat menyebabkan kematian pada anak (Ettinger, 1995 ; Setyorini, 2004; dalam Widowati, 2008).

2.1.4 Efek Timbal pada Hepar

Diduga plumbum berikatan secara kovalen dengan preparat besi (III) pada asam nukleat dan protein, menghambat penggabungan besi menjadi heme, mengganggu sintesa globin, menghambat asam delta–aminolevulat dehidratase dalam sel darah merah serta mempengaruhi sintesa DNA in vitro (Robin dan Kumar, 1995).

Plumbum dapat merangsang sinyal interseluler antara sel kupffer dan sel heaptosit yang akan meningkat secara signifikan ditandai dengan rendahnya kadar lipopolisakarida dan aktivitas proteolitik yang meningkat (Milosevic dan maaier, 2000; dalam Anggraini, 2008). Secara umum, efek dari plumbum pada sistem hepatobilier adalah mengkatalisa peroksidasi dari asam lemak tak jenuh (Yin dan Lin, 1995., dalam Anggraini, 2008) mereduksi nitrogen-oxide (Krocova, dkk., dalam Anggraini, 2008) dan meningkatkan radikal hydroxyl (Ding, dkk., 2000 ; dalam Anggraini 2008)


(22)

2.2 Hepar

2.2.1 Anatomi Umum

Hepar merupakan kelenjar yang terbesar dalam tubuh manusia. Hepar pada manusia terletak pada bagian atas cavum abdominis, di bawah diafragma, di kedua sisi kuadran atas, yang sebagian besar terdapat pada sebelah kanan. Beratnya 1200 – 1800 gram, dengan permukaan atas terletak bersentuhan di bawah diafragma, permukaan bawah terletak bersentuhan di atas organ-organ abdomen. Batas atas hati berada sejajar dengan ruang interkosta V kanan dan batas bawah menyerong ke atas dari iga IX kanan ke iga VIII kiri . (Amirudin, 2007).

Permukaan anterior yang cembung pada hepar dibagi menjadi 2 lobus oleh adanya perlekatan ligament falsiform yaitu lobus kiri dan lobus kanan yang berukuran kira – kira 2 kali lobus kiri. Pada daerah antara ligamentum falsiform dengan kandung empedu di lobus kanan kadang – kadang dapat ditemukan lobus kaudatus yang biasanya tertutup oleh vena kava inferior dan ligamentum venosum pada permukaan posterior. (Amirudin, 2007).

Hepar difiksasi secara erat oleh tekanan intraabdominal dan dibungkus oleh peritoneum kecuali di daerah posterior-superior yang berdekatan dengan vena cava inferior dan mengadakan kontak langsung dengan diafragma. Bagian yang tidak diliput i oleh peritoneum disebut bare area. Terdapat refleksi peritoneum dari dinding abdomen anterior, diafragma dan organ-organ abdomen ke hepar berupa ligamen. (Tortora, 2006).


(23)

Gambar 2.1. : Anatomi Hepar Sumber : Netter, 2006


(24)

2.2.2 Histologi Hepar

Hepar secara mikroskopis terdiri atas bermacam–macam sel, hepatosit meliputi 60% sel hati, sedangkan sisanya terdiri atas sel–sel epitelial sistem empedu dalam jumlah yang bermakna dan sel–sel non–parenkimal yang termasuk di dalamnya endotelium, sel kupffer, dan sel steallata yang berbentuk seperti bintang. (Amirudin, 2007).

Gambar 2.2 : Gambaran hati Primata Sumber : Junquiera, 2007.

Pembungkus hepar atau yang disebut stroma terdiri atas simpai yg tebal, berasal dari serabut kolagen dan jaringan elastis yg disebut Kapsul Glisson. Kapsul glisson ini menebal di hilus, tempat vena porta dan arteri hepatika memasuki hati dan keluarnya duktus hepatika kiri dan kanan serta pembuluh limfe dari hati. (Junquiera, 2007).

Komponen utama struktural hati adalah sel–sel hati, atau hepatosit. Sel-sel epitelnya berkelompok membentuk lempeng–lempeng yang saling berhubungan, dan tampak struktur lobulus hati dengan menggunakan mikroskop cahaya.


(25)

Lobulus hati dibentuk oleh masa poligonal jaringan, dan pada daerah perifer masing–masing lobulus dipisahkan oleh jaringan ikat yang mengandung duktus biliaris, pembuluh limfe, saraf, dan pembuluh darah. Daerah ini disebut celah portal yang dijumpai pada sudut–sudut lobulus hati. Hepar manusia memiliki 3–6 celah portal per lobulus, dengan masing–masing terdiri dari venula, arteriol, sebuah duktus (bagian dari sistem duktus biliaris), dan pembuluh limfe. (Junquiera, 2007).

Dibagian tepi di antara lobuli-lobuli terhadap tumpukan jaringan ikat yang disebut traktus portalis/triad yaitu traktus portalis yang mengandung cabang-cabang vena porta, arteri hepatika, duktus biliaris. Cabang dari vena porta dan arteri hepatika akan mengeluarkan isinya langsung ke dalam sinusoid setelah banyak percabangan. Sistem bilier dimulai dari kanalikuli biliaris yang halus yg terletak di antara sel-sel hepar dan bahkan turut membentuk dinding sel. Kanalikuli akan mengeluarkan isinya ke dalam intralobularis, dibawa ke dalam empedu yang lebih besar , air keluar dari saluran empedu menuju kandung empedu.

Gambar 2.3. : Lobulus hati Sumber : Eroschenko, 2003.


(26)

Hepatosit tersusun secara radier, seperti susunan batu bata pada dinding yang tersusun dari perifer lobulus ke pusatnya, dan beranastomosis secara bebas dengan membentuk struktur yang menyerupai labirin dan busa. Setiap hepatosit dipisahkan oleh celah sinusoid yang tersusun melingkar. Kapiler sinusoid adalah pembuluh darah yang lebar yang tidak teratur, dan hanya terdiri atas lapisan tidak utuh dari endotel berfenestra. Terdapat celah Disse sebagai celah tempat berkontaknya masing–masing permukaan hepatosit dan kapiler sinusoid. Pada saat berkontak dengan sesama hepatosit, akan terbentuk suatu celah tubular di antara kedua sel yang disebut kanalikulus biliaris.(Junquiera, 2007).

Hepatosit memiliki satu atau dua inti bulat dengan suatu atau dua anak inti. Sebagian intinya polipoid, yaitu mengandung perkalian genap dari jumlah kromosom haploid. Hepatosit memiliki banyak retikulum endoplasma baik yang halus maupun kasar. Retikulum endoplasma yang kasar membentuk agregrat yang tersebar dalam sitoplasma, dan agregrat ini disebut badan basofilik. Retikulum endoplasma halus merupakan sistem labil yang segera bereaksi terhadap molekul yang diterima hepatosit. (Junquiera, 2007).

Selain sel–sel endotel, sinusoid juga mengandung sel kupffer. Sel – sel ini ditemukan pada permukaan laminal sel–sel endotel. Fungsi utamanya adalah memetabolisme eritrosit tua, mencerna hemoglobin, mensekresi protein yang berhubungan dengan proses imunologis, dan menghancurkan bakteri yang berhasil masuk ke darah portal melalui usus besar. Sel – sel kupffer mencakup 15% dari populasi sel hati, dan banyak terdapat di daerah periportal di lobulus hati, tempat berlangsungnya fagositosis yang sangat aktif. (Junqueira, 2007).


(27)

Gambar 2.4. : Serat Retikular dalam lobulus hati Sumber : Eroschenko, 2003.

2.2.3 Fungsi Hepar

Hati selain salah satu organ terbesar, juga sebagai organ yang memiliki fungsi yang terbanyak. Mulai dari fungsi keseluruhan,dan fungsi masing – masing sel penyusunnya. (Hadi, 2002).

Fungsi hati sebagai organ keseluruhan diantaranya, adalah :

a. Ikut mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit, karena semua cairan dan garam akan melewai hati sebelum ke jaringan ekstraseluler lainnya.

b. Hati bersifat sebagai spons akan ikut mengatur volume darah, misalnya pada dekompensasi kordis kanan maka hati akan membesar.

c. Sebagai alat saringan, semua makanan dan berbagai macam substansia yang telah diserap oleh intestine akan dialirkan ke organ melalui sistem portal.


(28)

Fungsi dari sel–sel hati dapat dibagi :

a. Fungsi dari sel epitel, sebagai pusat metabolisme hidrat arang, protein, lemak, dan empedu. Tempat penyimpanan bagi vitamin dan sebagai tempat berlangsungnya detoksifikasi.

b. Sel kupffer, berfungsi sebagai pengurai Hb menjadi bilirubin, membentuk a-globulin, dan sebagai alat fagositosis terhadap bakteri serta elemen korpuskuler atau makromolekuler.

Dalam proses metabolisme bilirubin, hati menjalankan 3 tahap yaitu hepatic uptake, konjugasi, dan ekskresi. Bilirubin sendiri merupakan hasil akhir dari pemcehan heme yang berasal dari hemoglobin dan mioglobin dari enzim – enzim respirasi. Namun sumber yang paling banyak diperoleh dari pemecahan eritrosit. (Hadi, 2002).

2.2.4 Kegagalan Hepatoseluler

Pada penderita penyakit hati, faal sel hati dapat terganggu atau tidak sempurna. Berbagai penyebab yang dapat mengakibatkan kerusakan sel hati, seperti virus, keracunan bahan–bahan kimia, sirosis, eklampsi, sirkulasi yang terganggu, dan kholestatis kronis. (Hadi, 2002)

Gambaran dari kegagalan hepatoseluer dapat berupa ikterus, perubahan sirkulasi, kenaikan suhu badan, asites, terganggunya koagulasi darah, hingga koma hepatikum atau gangguan neurologis. (Hadi, 2002)

2.3 Habbatussauda (Nigella sativa) 2.3.1 Gambaran Umum

Klasifikasi Habbatussauda (Nigella sativa) sebagai berikut : Kingdom : Plantarum

Divisio : Spermatophyta Sub Divisio : Angiospermae Klas : Dicotyledonae Sub Klas : Dialypetalae Ordo : Ranunculales


(29)

Familia : Ranunculaceae Genus : Nigella

Species : Nigella sativa

Pohon habbatussauda (Nigella sativa) atau di Indonesia dikenal dengan jintan hitam mempunyai daun tunggal kadang juga dijumpai berdaun majemuk dengan posisi tersebar atau berhadapan. Bentuk daunnya bulat telur berujung lancip pada permukaannya terdapat bulu halus memiliki panjangnya 5-10 cm. Jintan hitam dihasilkan dari bijinya. Pohonnya menghasilkan bunga berwarna ungu muda atau putih. Tumbuhan jintan ini umumnya memiliki tinggi 50 sentimeter berbatang tegak, berkayu dan berbentuk bulat menusuk. Buahnya berbentuk kapsul yang mengandung banyak biji-biji kecil berwarna putih dan berbentuk trigonal. Setelah matang kapsulnya terbuka dan biji-biji ini akan berubah menjadi hitam setelah terpapar di udara. (Yasni, 2008).

Tanaman penghasil jintan hitam merupakan tanaman yang tumbuh liar sampai pada ketinggian 1100 m dari permukaan laut. Biasanya jintan hitam ditanam di daerah pegunungan ataupun sengaja ditanam di halaman atau ladang sebagai tanaman rempah-rempah. (Yasni, 2008).

Gambar 2.5. : Biji jintan hitam Sumber : Yasni, 2008.

Gambar 2.6. : Bunga jintan hitam Sumber : Yasni, 2008

Gambar 2.7. : Tanaman Jintan Hitam Sumber : Yasni, 2008


(30)

2.3.2 Kandungan Nigella sativa

Berdasarkan pada kandungan asam amino dan asam lemaknya, dapat dikatakan kandungan zat gizi habbatussauda (Nigella sativa) cukup tinggi. Habbatussauda (Nigella sativa) mengandung 8 jenis dari 10 asam amino esensial, 7 jenis dari 10 asam amino non- esensial.

Penelitian yang ada bermaksud untuk mengetahui adanya efek pencegahan dari Nigella sativa pada hati dan ginjal tikus. Penelitian yang dilakukan oleh Farrag AR, Mahdy KA, Abdel Rahman GH,dan Osfor MM dari Assiut University, Egypt. Penelitian ini dilakukan pada 6 tikus pada setiap kelompok percobaan, terdiri dari kelompok kontrol, kelompok yang diberikan Pb saja, dan kelompok Pb asetat dan Nigella sativa selama 6 minggu. Dari pemeriksaan ini memberikan hasil bahwa Nigella sativa memberikan efek protektif yang kuat pada hepar dan ginjal.

Tabel 2. 2. Komposisi asam amino biji jintan hitam

Asam amino Persentase Asam amino Persentase Alanin Valin Glisin Isoleusin Leusin Prolin Treonin 3.77 3.06 4.17 4.03 10.88 5.34 1.23 Serin Asam aspartat Metionin Fenilalanin Asam glutamat Tirosin Lisin Arginin 1.98 5.02 6.16 7.93 13.21 6.08 7.62 19.52 (Sumber : Babayan et. al., (1978) dalam Yasni (2008))

2.3.3 Khasiat Nigella sativa

Jintan hitam memilik nama botanik dengan Nigella sativa yang berasal dari family Ranunculaceae ini, di Persia dikenal dengan nama cyah dane yang dalam waktu yang cukup lama memiliki peranan penting dalam pengobatan islam dahulu nya. Banyak penelitian yang telah ada mengenai Nigella sativa ini untuk mengetahun efek terapetiknya, seperti antikangker, diuresis, hipotensi, antihistamn, antihipertensi, hipoglikemi, anti inflamasi, analgesik, antifungal, dan antibakteri. Minyak Nigella sativa digunakan pada penyakit yang disebabkan


(31)

radikal bebas, seperti anoksia, iskemik otak, adanya arteriosklerosis pada jantung, reumatik, dan kangker. Penelitian yang dilakukan terhadap efek Nigella sativa terhadap anak–anak yang mengalami epilepsi, ternyata dijumpai antikonvulsan dan berperan dalam menurunkan peningkatan serotonin serta penurunan dopamine di korteks serebral, kaudatus nukleus, dan penurunan norepinefrin di serebral korteks. (Monit, 2007).

Pada penelitian lainnya, membuktikan bahwa habbatussauda (Nigella sativa) memberikan efek bronkodilator pada pasien yang menderita asma. Hal ini dilihat dengan memberikan ekstrak Nigella sativa 50 dan 100 mg/kg pada 15 orang pasien asma. Kemudian pada pasien ini dilakukan pemeriksaan fungsi paru. Pemeriksaan ini termasuk, FEV 1, PEF, MEF, MMEF dan menggunankan p<0,05 – p< 0, 0001. Pada hasilnya, dijumpai peningkatan pada nilai FEV 1, MMEF dan MEF pada penderita asma. (Boskabady, dkk., 2010).


(32)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 KERANGKA KONSEP

Gambar 3.1. : Kerangka Konsep tentang Perlakuan Terhadap Kelompok Eksperimen.

3.2 VARIABEL DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.2.1 Variabel Independen

a. Pemberian Pb Asetat

b. Pemberian Pb dan minyak habbatussauda (Nigella sativa)

3.2.2 Variabel Dependen a. Gambaran makroskopis hepar b. Gambaran mikroskopis hepar

3.2.3 Definisi Operasional

a. Pemberian Pb asetat : Pb asetat yang akan diberikan pada mencit dengan dosis 100mg/kgBB/hari. Kelompok Kontrol Kelompok Eksperimen Kelompok Eksperimen

Paparan Terhadap Pb

asetat dosis 100mg/kgBB/hari.

Gam

Paparan Pb asetat dosis 100 mg/kgBB/hari dan Minyak habbatussauda (Nigella sativa) 0,09 Pemberian air putih

Gambaran Makroskopis dan

Mikroskopis Hepar


(33)

b. Pemberian Pb asetat dan minyak habbatussauda (Nigella sativa) : Pb asetat 100 mg/kgBB/hari yang diberikan bersamaan dengan minyak habbatussauda (Nigella sativa) 0.09/ml/hari.

c. Gambaran Makroskopis Hepar : Gambaran makroskopis yang diamati meliputi warna, permukaan, dan konsistensi hepar. Hepar yang normal berwarna merah kecoklatan, permukaannya licin dan konsistensinya kenyal (Anggraini, 2008) Kadar Normal bila tidak ditemukan :

1. Perubahan Warna.

2. Perubahan struktur warna. 3. Perubahan konsistensi Derajat Kerusakan Hepar : 0 = tidak terjadi perubahan.

+ = bila ditemukan 1 kriteria diatas. ++ = bila ditemukan 2 kriteria diatas. +++ = bila ditemukan 3 kriteria diatas.

d. Gambaran Mikroskopis Hepar : Gambaran mikrokopis hepar yang diamati meliputi perubahan pada inti sel, sitoplasma, susunan sel, vena sentralis, dan sinusoid. (Anggraini, 2008)

Kriteria normal bila tidak ditemuka : 1. Degenerasi lemak

2. Halo pada inti sel

3. Vena sentralis dan sinusoid tidak utuh

Penilaian terhadap preparat histopatologi akan dibantu oleh dr. Alya Amila Fitrie, M.Kes untuk melihat derajat kerusakan hepar.


(34)

Derajat kerusakan jaringan Hepar dikuantitatifkan mengikuti metode Budiono dan Herwiyanti (2000):

0 = tidak terjadi kerusakan jaringan hepar.

+ = bila ditemukan salah satu kriteria, degenerasi lemak atau halo disekitar inti sel atau vena dan sinusoid tidak utuh.

++ = bila ditemukan adanya halo disekitar inti sel hepar dan degenerasi lemak.

+++ = bila ditemukan adanya halo disekitar inti sel, degenerasi lemak, serta vena sentralis.

3.3. Hipotesis

Tidak ada perbedaan gambaran makroskopis dan mikroskopis hepar pada kelompok pemberian Pb dengan kelompok pemberian Pb dan minyak habbatussauda(Nigella sativa).


(35)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian eksperimental murni dengan desain Postest Only Control Group Design. (Imron, 2010). Rancangan penelitian ini dilakukan pada tiga kelompok hewan percobaan mencit putih (Mus musculus). Hasil yang didapat kemudian akan dilakukan analisis duntuk melihat adanya perbedaan. Satu kelompok kontrol dan dua kelompok yang diberikan intervensi. Tidak dilakukan pretest pada seluruh kelompok eksperimen, kelompok eksperimen I langsung diberi paparan Pb (timbal) asetat, dan pada kelompok eksperimen II bersamaan diberikan Pb asetat dan minyak habbatussauda (Nigella sativa) .

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu yang diperlukan dalam penelitian ini adalah selama 8 minggu, yang mencit akan diberi paparan dengan masing-masing perlakuan. Lokasi yang dipilih dalam perawatan mencit adalah laboratorium Fakultas Biologi Universitas Sumatera Utara. Pengolahan dan pembuatan preparat mencit dilakukan di laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera.

4.3 Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini adalah mencit jantan umur 6-8 minggu dengan berat badan 30-50gr dan sehat yang ditandai dengan gerakan yang aktif, diperoleh dari Laboratorium Biologi Fakultas MIPA USU.


(36)

Besar sampel yang digunakan pada peelitian ini berdasarkan rumus Federer , 1963 dalam Anggraini (2008). :

Dengan; t = kelompok perlakuan ( 3 kelompok ) n = jumlah sampel tiap kelompok

Banyak sampel yang dibtuhkan dalam penelitian ini adalah : (t – 1) (n – 1) ≥ 15

2n – 2 ≥ 15 n ≥ 9

Jumlah sampel yang digunakan pada penelitian ini menurut perhitungan di atas adalah 27 mencit dengan masing–masing kelompok perlakuan dengan 9 ekor mencit. Tapi penulis menimbang aspek biaya dan perawatan mencit yang terlalu besar, memutuskan untuk mengggunakan 14 ekor mencit dengan perincian sebagai berikut :

1. K = kelompok kontrol yang diberikan air putih sebanyak 2 ekor mencit selama 8 minggu.

2. P1= kelompok perlakuan Pb asetat 100mg/kgBB/hari sebanyak 6 ekor mencit selama 8 minggu.

3. P2= kelompok perlakuan Pb asetat 100mg/kgBB/hari dan minyak Habbatussauda (Nigella sativa) 0,09 ml/hari sebanyak 6 ekor selama 8 minggu.

4.4 Teknik Pengumpulan Data

4.4.1. Penentuan Dosis Plumbum dan Dosis Nigella sativa

Dosis penelitian ini dosis Pb asetat yang diberikan adalah 100 mg/ kg BB / hari (Anggraini, 2008). Pb asetat yang digunakan dalam bentuk serbuk kemudian dilarutkan dengan aquades kemudian dimasukkan langsung ke lambung mencit dengan menggunakan jarum gavage peroral.


(37)

Dosis minyak habbatussauda (Nigella sativa) yang diberikan 0,09 ml/hari, merujuk pada penelitian sebelumnya oleh Umami 2009.

4.4.2. Pemeliharaan Hewan Coba

Mencit jantan berumur 6–8 minggu, sehat dengan berat badan 30–50 gr. Kandang percobaan dibersihkan setiap hari untuk mencegah infeksi yang dapat terjadi akibat kotoran mencit tersebut. Kandang ditempatkan dalam suhu kamar dan cahaya menggunakan sinar matahari tidak langsung. Makanan hewan percobaaan diberikan berupa pellet. Makanan dan minuman diberikan secukupnya dalam wadah terpisah dan diganti setiap hari. (Anggraini, 2008).

4.4.3. Persiapan Hewan Percobaan

Masing–masing kelompok percobaan disiapkan dalam kandang yang terpisah. Mencit dipilih dan dipisahkan secara random dalam keadaan baik, disiapkan untuk beradaptasi selama 2 minggu sebelum dilakukan penelitian. Sebelum perlakuan, terhadap setiap mencit ditimbang berat badannya dan diamati kesehatannya secara fisik (gerakannya, berat badan, makan, dan minum). Jika ada mencit yang sakit pada saat adaptasi ini, maka diganti dengan mencit yang baru dengan kriteria sama dan diambil secara acak. (Anggraini, 2008)

4.4.4. Perlakuan Hewan Percobaan

Setelah persiapan selesai maka binatang percobaan kelompok K, P1, dan P2 diberikan perlakuan sebagai berikut :

1. Pada minggu ke-8 mencit terlebih dahulu dikorbankan dengan cara dekapitasi kapitis.

2. Organ hati hewan percobaan diamati, ditimbang beratnya kemudian diambil untuk pembuatan sediaan histotologi.


(38)

4.4.5. Cara Kerja

Pembuatan sediaan histopatologi (Mukawi, 1989) Pemeriksaan Histopatologi

Sampel jaringan

Fiksasi (memakai formalin 10%)

Dehidrasi (memakai alkohol 70% ke 100%)

Penjernihan (memakai xylol)

Impegnasi (masuk ke paraffin cair)

Embedding / Block Paraffin (penanaman sampel jaringan)

Sectioning dengan mikrotom (ketebalan 8 µ m)

Pencairan parafin yang melekat di sampel jaringan

Preparat diletakkan di kaca objek

Penjernihan (memakai xylol)

Rehidrasi (memakai alkohol 96 % ke 70 %)

Pewarnaan jaringan adhesi dengan Hematoxylin – Eosin

Dehidrasi (memakai alkohol 70 % ke 96 %)


(39)

4.4.6. Analisis Data

Hasil yang didapati dari pengamatan makroskopis dan mikroskopis hepar akan dianalisa dengan SPSS nomor 16. Dari uji SPSS akan dilihat normalitas distribusi sampel, yang kemudian dilanjutkan dengan uji ANOVA jika sampel berdistribusi normal, dan uji Kruskal Wallis jika sampel tidak berdistribusi normal.


(40)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Fakultas Biologi MIPA Universitas Sumatera Utara dan Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran Unversitas Sumatera Utara.

5.1.2. Karakteristik Sampel

Populasi penelitian ini adalah mencit (Mus musculus) jantan umur 6-8 minggu dengan berat badan 30–50 gr dan sehat yang ditandai dengan gerakan yang aktif, diperoleh dari Laboratorium Biologi Fakultas MIPA USU. Kemudian jumlah mencit yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 14 ekor. Berikut daftar berat badan mencit dan hepar pada akhir penelitian.

Tabel 5.1. Karakteristik Sampel

5.1.3. Derajat Kerusakan Hepar secara Makroskopis

Gambaran makroskopis hepar mencit jantan (Mus msculus) setelah pemberian Pb asetat dan Pb asetat dengan habbatussauda (Nigella sativa) selama 8 minggu .

Kelompok BeratMencit (gr) Berat Hepar (gr)

Kontrol 35,99 2.41

Kontrol 39,48 2.50

Perlakuan 1 36,42 2.36

Perlakuan 1 31,56 1.64

Perlakuan 1 41,14 2.33

Perlakuan 1 40,56 2.13

Perlakuan 1 39,92 2.17

Perlakuan 1 46,11 3.67

Perlakuan 2 39,54 1.86

Perlakuan 2 24,90 1.93

Perlakuan 2 28,13 1.13

Perlakuan 2 25,06 1.29

Perlakuan 2 34,33 1.89


(41)

Tabel 5.2. Makroskopis Hepar pada Kelompok Kontrol

Kelompok Perlakuan Derajat Kerusakan Jaringan Secara Makroskopis (%)

0 + ++ +++

Kontrol Aquades 50 Kontrol Aquades 50

Total 100 100

Untuk kelompok kontrol, secara makroskopis hepar terlihat berwarna merah kecoklatan dengan konsistensi kenyal dan permukaan licin. Hal ini didapat pada kedua ekor mencit dengan pemberian aquades.

Tabel 5.3. Makroskopis Hepar pada Kelompok Perlakuan 1

Kelompok Perlakuan Derajat Kerusakan Jaringan Secara Makroskopis (%)

0 + ++ +++

Perlakuan 1 Plumbum 16,67

Perlakuan 1 Plumbum 16,67

Perlakuan 1 Plumbum 16,67

Perlakuan 1 Plumbum 16,67

Perlakuan 1 Plumbum 16,67

Perlakuan 1 Plumbum 16,67

Total 16,67 83,33 100

Untuk kelompok perlakuan 1, secara makroskopis hepar mencit yang diberi Pb asetat 100 mg/kgbb selama 8 minggu terjadi beberapa variasi. Sebanyak 16,67% atau 1 organ hepar memperlihatkan derajat kerusakan 0, dan sebanyak 83,33% atau 5 organ hepar memperlihatkan derajat kerusakan (+). Pada derajat (+) yang ditemukan terdapat warna pucat pada hepar dan konsistensi kenyal serta permukaan licin.


(42)

Tabel 5.4. Makroskopis Hepar pada Kelompok Perlakuan 2

Kelompok Perlakuan Derajat Kerusakan Jaringan Secara Makroskopis (%)

0 + ++ +++

Perlakuan 2 Pb dan Hbs*

16,67

Perlakuan 2 Pb dan Hbs 16,67 Perlakuan 2 Pb dan Hbs 16,67 Perlakuan 2 Pb dan Hbs 16,67

Perlakuan 2 Pb dan Hbs 16,67

Perlakuan 2 Pb dan Hbs 16,67

Total 50 50 100

Keterangan * : Pemberian Pb asetat da minyak Habbatussauda.

Untuk kelompok perlakuan 2, secara makroskopis hepar mencit yang diberi Pb asetat 100 mg/kgBB/hari dan minyak habbatussauda (Nigella sativa) memperlihtkan 50% atau 3 organ hepar mengalami derajat kerusakan 0 dan 50 % atau 3 organ hepar memperlihatkan derajat kerusakan (+). Pada hepar yang memperlihatkan derajat kerusakan (+), tampak hepar lebih pucat dan konsistensi kenyal serta permukaan yang licin.

Gambar 5.1. Hepar pada kelompok kontrol terlihat merah kecoklatan dengan konsistensi kenyal dan permukaan licin.


(43)

Gambar 5.2. Hepar pada kelompok perlakuan 1 terlihat merah pucat dengan konsistensi kenyal dan permukaan licin

Gambar 5.3. Hepar pada kelompok perlakuan 1 terlihat merah kecoklatan dengan konsistensi kenyal dan permukaan licin


(44)

Gambar 5.4. Hepar pada kelompok perlakuan 2 terlihat merah kecoklatan dengan konsistensi kenyal dan permukaan licin

Gambar 5.5. Hepar pada kelompok perlakuan 2 terlihat pucat dengan konsistensi kenyal dan permukaan licin


(45)

5.1.4. Derajat Kerusakan Hepar secara Mikroskopis

Gambaran mikroskopis hepar mencit jantan (Mus msculus) setelah pemberian Pb asetat dan Pb asetat dengan habbatussauda (Nigella sativa) selama 8 minggu.

Tabel 5.5. Mikroskopis Hepar pada Kelompok Kontrol

Kelompok Perlakuan Derajat Kerusakan Jaringan Secara Makroskopis (%)

0 + ++ +++

Kontrol Aquades 50 Kontrol Aquades 50

Total 100 100

Untuk kelompok kontrol, gambaran mikroskopis yang dijumpai pada saat pemeriksaan dibawah mikroskop adalah kerusakan derajat 0. Ini bermakna bahwa tidak dijumpai satu pun kriteria kerusakan hepar setelah 8 minggu.

5.6. Tabel Mikroskopis Hepar pada Kelompok Perlakuan 1

Kelompok Perlakuan Derajat Kerusakan Jaringan Secara Makroskopis (%)

0 + ++ +++

Perlakuan 1 Plumbum 16,67 Perlakuan 1 Plumbum 16,67 Perlakuan 1 Plumbum 16,67 Perlakuan 1 Plumbum 16,67 Perlakuan 1 Plumbum 16,67 Perlakuan 1 Plumbum 16,67

Total 100 100

Untuk kelompok perlakuan 1 atau pemberian Pb asetat sebanyak 100mg/kgBB/hari secara oral diperlihatkan gambaran kerusakan derajat (+) sebanyak 100% pada saat pemeriksaan mikroskopis. Ini bermakna terdapat bahwa terdapat kerusakan berupa pelebaran sinusoid pada seluruh hepar di kelompok perlakuan 2.


(46)

Tabel 5.7. Tabel Mikroskopis Hepar pada Kelompok Perlakuan 2

Kelompok Perlakuan Derajat Kerusakan Jaringan Secara Makroskopis (%)

0 + ++ +++

Perlakuan 2 Pb dan Hbs*

16,67 Perlakuan 2 Pb dan Hbs 16,67 Perlakuan 2 Pb dan Hbs 16,67 Perlakuan 2 Pb dan Hbs 16,67

Perlakuan 2 Pb dan Hbs 16,67 Perlakuan 2 Pb dan Hbs 16,67

Total 83,33 16,67 100

Untuk kelompok perlakuan 2 atau pemberian Pb asetat sebanyak 100mg/kgBB/hari secara oral dan minyak habbatussauda (Nigella sativa) sebanyak 0,09 ml. Pada pemeriksaan mikroskopis memperlihatkan gambaran kerusakan derajat (+) sebanyak 16,67% dan 83,33% dengan derajat kerusakan 0. Ini bermakna terdapat kerusakan berupa pelebaran sinusoid pada satu organ hepar di kelompok perlakuan 2

.

Gambar 5.6. Mikroskopis hepar derajat kerusakan 0 pada kelompok kontrol dengan mikroskop cahaya pembesaran 10x10


(47)

Gambar 5.7. Mikroskopis hepar derajat kerusakan (+) pada kelompok perlakuan 1, terlihat vena sinusoid melebar dan vena sentralis tidak intake

dengan mikroskop cahaya pembesaran 10x10

Gambar 5.8. Mikroskopis hepar kelompok perlakuan 2 dengan derajat kerusakan 0 dengan mikroskop cahaya pembesaran 10x10

(HE,100)


(48)

Gambar 5.9. mikroskopis hepar pada kelompok perlakuan 2 dengan derajat kerusakan (+), terlihat sinusoid yang melebar dengan mikroskop cahaya

pembesaran 10x10 5.1.5. Analisa Data

Hasil yang diperoleh pada gambaran makroskopis dan mikroskopis kemudian diuji dalam analisa data menggunakan spss. Uji yang pertama dilakukan adalah uji normalitas untuk melihat distribusi yang dimiliki oleh sampel pada penelitian ini. Uji yang dilakukan adalah uji Kolmogorov_smirnov. Dari uji nromalitas ini didapat p = 0,08. Maka sampel pada penelitian ini berdistribusi normal, karena p yang diperoleh lebih besar dari p= 0,05. Kemudian dilanjutkan dengan uji beda mena Anova untuk melihat lemakaan dari ke dua kelompok. Dan didapat hasil untuk kelompok mikroskopis p = 0,12 maka menurut uji statistik ini secara makroskopis tidak didapat perbedaan yang bermakna (p>0,05). Sedangkan untuk gambaran mikroskopis didapat p = 0,00 maka untuk gambaran mikroskopis secara statistik memiliki perbedaan yang signifikan. (p<0,05).


(49)

5.2. Pembahasan

Pemberian Pb asetat selama 8 minggu pada kelompok perlakuan 2 menurut penelitian Anggraini (2008) memberi tampilan kerusakan yang minimalis, dan baru memberi tampilan derajat kerusakan yang besar setelah pemberian selama 16 minggu. Untuk itu hasil yang penulis dapatkan sada penelitiian ini sejalan, karena lama pemberian yang 8 minggu belum cukup waktu untuk melihat kerusakan lain seperti degenerasi lemak dan kerusakan lanjutan lainnya pada tampilan makroskopis maupun mikroskopis.

Untuk dosis Nigella sativa yang diberikan pada penelitian ini, memberikan perbedaan yang signifikan jika dibandingkan dengan tampilan secara mikroskopik dengan kelompok pemberian Pb. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Yildiz, gambaran secara mikroskopik pada pemeriksaan histopatologi dengan pemberian Nigella sativa, lebih baik jika diberikan secara intraperitoneal dan dosis sebanyak 0,2 ml/100 gr BB. Hal ini dibuktikan dengan tampilan histopatologi hepar kelompok pemberian Nigella sativa lebih baik dari kelompok kontrol.

Sedangkan dosis Pb dan rute pemberian Pb yang dilakukan agar hasil kerusakan dapat lebih jelas terlihat, dapat diberikan secara intraperitoneal dengan dosis 20 ml/kgBB. Hal ini dapat dipertimbangkan, karena sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Syahrizal (2008), yang meberikan hasil perlakuan dengan pemberian Pb secara intraperitoneal memberikan tampilan makroskopis berupa permukaan yang tidak rata dan ditemui adanya bintik-bintik putih. Sedangkan secara mikroskopis, memberikan tampilan adanya hiperplasia jaringan hati.


(50)

Gambaran makroskopis yang didapat pada kelompok perlakuan 1 atau yang diberi Pb asetat sebanyak 100mg/kgBB/hari, menunjukkan 83.33% mengalami derajat kerusakan hepar (+) dan 16,67% mengalami derajat kerusakan 0. Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan Anggraini (2008) setelah pemberian PB selama 8 minggu kepada mencit jantan, pada penelitian ini mencit yang dipapar Pb asetat selama 8 minggu memperlihatkan derajat kerusakan (+). Kerusakan yang didapat sebanyak 83,33% atau sebanyak 5 organ hepar ini, berupa perubahan warna makroskopis hepar menjadi lebih pucat, dan konsitesnsi yang kenyal serta permukaan yang licin.

Sedangkan gambaran makroskopis untuk kelompok perlakuan 2 atau yang diberi Pb asetat sebanyak 100mg/kgBB/hari dan 0,09 ml minyak habbatussauda (Nigella sativa) menunjukkan 50% mengalami derajat kerusakan 0 dan 50% mengalami derajat kerusakan (+). Untuk derajat kerusakan 0 yang dialami oleh 3 organ hepar ini, memberi tampilan wana hepar merah agak kecoklatan, konsistensi kenyal, dan permukaannya licin. Sedangkan derajat kerusakan (+) pada 3 organ hepar memberi tampilan warnya yang agak pucat dan konsistensi kenyal serta permukaannya licin.

Gambaran mikroskopis didapati bahwa kelompok perlakuan 1 yang diberikan Pb asetat sebanyak 100 mg/ kgbb menunjukkan kerusakan pada derajat (+) sebanyak 100%. Hal ini memberi tampilan yaitu pelebaran pada sinusoid hepar atau vena sentralis yang tidak utuh pada 6 mencit dikelompok ini. Hasil yang diperoleh ini sejalan dengan hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh Anggraini (2008) setelah pemberian selama 8 minggu pada hepar menict jantan.

Sedangkan gambaran mikroskopis untuk kelompok perlakuan 2, atau kelompok yang diberi perlakuan pemberian Pb asetat 100mg/kgBB/hari dan 0,09 ml minyak habbatussauda (Nigella sativa) memberi tampilan derajat kerusakan 0 sebanyak 83,33% dan 16,67% untuk derajat kerusakan (+). Hasil yang diperoleh pada 5 organ hepar ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yaddiz (2004), di mana dalam penelitian ini tampilan hepar pada kelompok dengan perlakuan pemberian Nigella sativa secara histopatologi menunjukkan kelainan yang minimal dibandingkan dengan kelompok lain. Bahkan dari hasil penelitian


(51)

ini, gambaran histopatologi yang terdapat pada kelompok Nigella sativa lebih memiliki gambaran yang lebih minimal dari pada kelompok kontrol. Hal ini diperlihatkan pada hepar yang mengalami perbaikan setelah mengalami jejas hipoksia akibat Pb. Sedangkan 16,67% atau sebanyak satu organ hepar memberikan tampilan derajat kerusakan (+), yang bermakna adanya pelebaran pada sinusoid hepar.


(52)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan:

Adapun kesimpulan pada penelitian ini, kelompok kontrol memberi tampilan derajat kerusakan 0 sebanyak 100% pada pemeriksaan makroskopis dan mikroskopis.

Kelompok perlakuan 1 atau pemberian Pb aseat 100mg/kgBB/hari memberi tampilan derajat kerusakan (+) sebanyak 83,33% pada pemeriksaan makroskopis dan memberi tampilan derajat kerusakan (+) sebanyak 100% pada pemeriksaan mikroskopis.

Kelompok perlakuan 2 atau pemberian 100mg/kgBB/hari dan 0,09 ml minyak habbatussauda (Nigella sativa) memberi tampilan derajat kerusakan 0 sebanyak 50% pada pemeriksaan makroskopis, dan memberi tampilan derajat kerusakan 0 sebanyak 83,33% dalam pemeriksaan mikroskopis.

Secara statistik, tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada tampilan makroskopis (p>0,05) dan terdapat perbedaan yang signifikan pada gambaran mikroskopis (p<0,05).


(53)

6.2. Saran

Adapun setelah melakukan penelitian ini, penulis menyampaikan beberapa masukan untuk kedepannya yaitu:

1. Perlu diteliti lebih lanjut lagi mengenai efek Habbatussauda pada organ lain. 2. Perlu diteliti lebih lanjut lagi mengenai efek Plumbum pada organ lain.

3. Perlu dilakukan penelitian lagi dengan menggunakan hewan coba yang lebih banyak dan waktu percobaan lebih lama, sehingga hasil yang didapatkan lebih baik.


(54)

DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, Dwi. 2008. Gambaran Makroskopis dan Mikroskopis Hati dan Ginjal Mencit Akibat Pemberian Plumbum Asetat, Universitas Sumatera Utara. Amirudin, Rifal. 2007. Hepatobilier. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.

Sudoyo, Aru W., dkk. 2007. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmi Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 415 – 419. AR, Farrag., KA, Mahdy., Rahman, Abdel., MM, Osfor. 2001. Protective effect of

Nigella sativa seeds against lead-induced hepatorenal damage in male rats, Assiut University. Diakses dari :

(Abstrak).

Balai Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah Khusus Ibukota. 1998. Laporan Status Lingkungan Hidup DKI. Jakarta..

Boskabady, M.H., dkk. 2010. Antiasthmatic effect of Ngella Sativa in Airways of Asthmatic Patients, Mashhad University. Diakses dari;

(Abstrak )

Boskabady, M.H., dkk. 2004. Possible mechanism(s) for relaxant effect of aqueous and macerated extracts from Nigella sativa on tracheal chains of guinea pig, Mashad University. Diakses dari :

April 2010 ]. ( Abstrak )

Darmono. 2008. Lingkungan Hidup dan Pencemaran. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia.

Eroschenko, Victor P. 2003. Sistem Pencernaan : Hepar, Kandung Empedu, dan Pankreas. Dalam : Atlas Histologi di Fiore dengan Korelasi Fungsional. Anggraini, Dewi., Sikumbang, Tiara M.N. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC : 217 – 222.

Hadi, Sujono. 2002. Hati. Dalam : Gastroenterologi. Bandung : P.T. ALUMNI, 402 – 475.

Hariono, Bambang. 2005. Efek Pemberian Plimbum (Timah Hitam) Aorganik Pada Tikus Putih (Rattus norvegicus), Universitas Gajah Mada.

Imron, Moch., Munif, Amrul,. 2010. Langkah dan Rancangan Penelitian Eksperimen ( Murni ). Dalam: Metodologi Penelitian Bidang Kesehatan . Jakarta : CV Sagung Seto, 125 – 132.


(55)

Janquiera, Luiz Carlos., Carneiro, Jose. 2007. Organ – Organ yang Berhubungan dengan Saluran Cerna. Dalam : Histologi Dasar Teks & Atlas. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC: 318 – 330.

Monit, Med Sci. 2007. The effect of Nigella sativa L. (black cumin seed) on intractable pediatric seizures, Mashhad University. Diakses dari: Murray, Robert K. 2003. Biokimia Harper. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran

EGC.

Robbins, S.L., dan Kumar, V. 1995. Buku Ajar Patologi I. Edisi 4. Alih bahasa, Staf Pengajar Laboratorium Patologi Anatomi, FK Unair. Surabaya : Penerbit Buku Kedokteran EGC : 304 – 305.

S, Coban., F, Yildiz., The effects of Nigella sativa on bile duct ligation induced-liver injury in rats.Gaziantep University. Diakses dari :

Sastroasmoro, Sudigdo., Ismael, Sofyan. Dasar – Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta : CV. Sagung Seto.

Sherwood, Lauralee. 2007. Sistem Pencernaan. Dalam : Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Santoso, Beatricia I. Jakarta : Penerbit Kedokteran EGC : 563 – 570.

Syahrial, Dedi. 2008. Pengaruh Pemberian Vitamin C terhadap Enzim Transaminase dan Gambaran terhadap Hati Mencit yang Dipapar Pb.

Tortora, Gerard J., Derrickson, Bryan. 2006. Principles of Anatomy and Physiology. United States of America : Von Hoffman Press.

Umami, H.M. 2009. Pengaaruh Pemberian Minyak Jintan Hitam (Nigella Sativa ) terhadap Jumlah Spermatozoa Mencit Hiperlipidemia, Universitas Diponegoro.

Widowati, W., dkk,. 2006. Efek Toksik Logam. Yogyakarta : Percetakan ANDI. Yasni, Sedarnawati. 2007. Potensi Pemanfaatan dan Pengenmbangan Jintan

Hitam ( Nigella Sativa L) untuk Kesehatan Tubuh, Universitas Pertanian Bogor. Diakses dari :

[Pada Tanggal : 5 April 2010 ]

Yildiz, F. 2008. Nigella sativa relieves the deleterious effects of ischemia reperfusion injury on liver, Harran University. Diakses dari :


(56)

Lampiran 1

Gambar Hepar pada kelompok kontrol terlihat merah kecoklatan dengan konsistensi kenyal dan permukaan licin

Gambar Hepar pada kelompok Perlakuan 1 terlihat pucat dengan konsistensi kenyal dan permukaan licin

Gambar Hepar pada kelompok Perlakuan 1 terlihat pucat dengan konsistensi kenyal dan permukaan licin


(57)

Gambar Hepar pada kelompok Perlakuan 1 terlihat pucat dengan konsistensi kenyal dan permukaan licin

Gambar Hepar pada kelompok Perlakuan 1 terlihat pucat dengan konsistensi kenyal dan permukaan licin

Gambar Hepar pada kelompok perlakuan 2 terlihat pucat dengan konsistensi kenyal dan permukaan licin


(58)

Gambar Hepar pada kelompok perlakuan 2 terlihat pucat dengan konsistensi kenyal dan permukaan licin

Gambar Hepar pada kelompok perlakuan 2 terlihat pucat dengan konsistensi kenyal dan permukaan licin

Gambar Hepar pada kelompok perlakuan 2 terlihat pucat dengan konsistensi kenyal dan permukaan licin


(59)

Gambar Mikroskopis hepar derajat kerusakan 0 pada kelompok control dengan mikroskop cahaya pembesaran 10x10

Gambar Mikroskopis hepar derajat kerusakan (+) pada kelompok perlakuan 1, terlihat vena sinusoid melebar dan vena sentralis tidak intake

dengan mikroskop cahaya pembesaran 10x10 (HE,100)


(60)

Gambar Mikroskopis hepar derajat kerusakan (+) pada kelompok perlakuan 1, terlihat vena sinusoid melebar dan vena sentralis tidak intake

dengan mikroskop cahaya pembesaran 10x10

Gambar Mikroskopis hepar derajat kerusakan (+) pada kelompok perlakuan 1, terlihat vena sinusoid melebar dan vena sentralis tidak intake

dengan mikroskop cahaya pembesaran 10x10 (HE,100)


(61)

Gambar Mikroskopis hepar derajat kerusakan (+) pada kelompok perlakuan 1, terlihat vena sinusoid melebar dan vena sentralis tidak intake

dengan mikroskop cahaya pembesaran 10x10

Gambar Mikroskopis hepar derajat kerusakan (+) pada kelompok perlakuan 1, terlihat vena sinusoid melebar dan vena sentralis tidak intake

dengan mikroskop cahaya pembesaran 10x10 (HE,100)


(62)

Gambar Mikroskopis hepar kelompok perlakuan 2 dengan derajat kerusakan 0 dengan mikroskop cahaya pembesaran 10x10

Gambar Mikroskopis hepar kelompok perlakuan 2 dengan derajat kerusakan 0 dengan mikroskop cahaya pembesaran 10x10

(HE,100)


(63)

Lampiran 2

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Dini Feduyasih

Tempat/Tanggal Lahir : Pekanbaru, 13 Februari 1989

Agama : Islam

Alamat : Jl. Jermal IV No.44, Medan Denai. Riwayat Pendidikan : 1. SD.N. 035, Pekanbaru

2. SLTP.N. 9, Pekanbaru 3.SMA.N. 10, Pekanbaru


(64)

Lampiran 3

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

kelompok .266 14 .008 .796 14 .005

a. Lilliefors Significance Correction

ANOVA Makros

Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

Between Groups 1.095 2 .548 2.582 .120

Within Groups 2.333 11 .212

Total 3.429 13

ANOVA Mikros

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 2.667 2 1.333 17.600 .000

Within Groups .833 11 .076


(1)

Gambar Mikroskopis hepar derajat kerusakan 0 pada kelompok control dengan mikroskop cahaya pembesaran 10x10

Gambar Mikroskopis hepar derajat kerusakan (+) pada kelompok perlakuan 1, terlihat vena sinusoid melebar dan vena sentralis tidak intake

dengan mikroskop cahaya pembesaran 10x10


(2)

Gambar Mikroskopis hepar derajat kerusakan (+) pada kelompok perlakuan 1, terlihat vena sinusoid melebar dan vena sentralis tidak intake

dengan mikroskop cahaya pembesaran 10x10

Gambar Mikroskopis hepar derajat kerusakan (+) pada kelompok perlakuan 1, terlihat vena sinusoid melebar dan vena sentralis tidak intake

dengan mikroskop cahaya pembesaran 10x10

(HE,100)


(3)

Gambar Mikroskopis hepar derajat kerusakan (+) pada kelompok perlakuan 1, terlihat vena sinusoid melebar dan vena sentralis tidak intake

dengan mikroskop cahaya pembesaran 10x10

Gambar Mikroskopis hepar derajat kerusakan (+) pada kelompok perlakuan 1, terlihat vena sinusoid melebar dan vena sentralis tidak intake

dengan mikroskop cahaya pembesaran 10x10


(4)

Gambar Mikroskopis hepar kelompok perlakuan 2 dengan derajat kerusakan 0 dengan mikroskop cahaya pembesaran 10x10

Gambar Mikroskopis hepar kelompok perlakuan 2 dengan derajat kerusakan 0 dengan mikroskop cahaya pembesaran 10x10

(HE,100)


(5)

Lampiran 2

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Dini Feduyasih

Tempat/Tanggal Lahir : Pekanbaru, 13 Februari 1989

Agama : Islam

Alamat : Jl. Jermal IV No.44, Medan Denai.

Riwayat Pendidikan : 1. SD.N. 035, Pekanbaru 2. SLTP.N. 9, Pekanbaru 3.SMA.N. 10, Pekanbaru


(6)

Lampiran 3

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

kelompok .266 14 .008 .796 14 .005

a. Lilliefors Significance Correction

ANOVA

Makros

Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

Between Groups 1.095 2 .548 2.582 .120

Within Groups 2.333 11 .212

Total 3.429 13

ANOVA

Mikros

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 2.667 2 1.333 17.600 .000

Within Groups .833 11 .076