BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia sebagai mahluk sosial zoon politocon, selalu memerlukan penghargaan. Gerakan humanis berpendapat “Bahwa manusia ingin dianggap
berguna dan penting serta dihargai martabatnya sebagai perseorangan.”A.S. Munandar, 1981:15
Kebutuhan akan penghargaan selalu diaktualisasikannya melalui potensi yang dimiliki. Manusia memiliki potensi yang dapat dikembangkan dan
dimanfaatkan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan yang produktif, dan sebagai konsekuensinya mulailah dilaksanakan pengembangan sumber daya manusia.
Narapidana juga merupakan sumber daya manusia yang senantiasa membutuhkan penghargaan. Sebab, mereka juga mahluk sosial yang suatu saat
akan kembali ketengah-tengah masyarakat tempat dimana ia dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan yang bersifat material maupun spiritual.
Akan tetapi bekas narapidana sulit diterima kembali ketengah-tengah masyarakat. Mereka dibatasi karena status yang terpatri yaitu sebagai “bekas
orang hukuman”. Walaupun sebenarnya mereka selalu berusaha menyesuaikan diri, tetapi masyarakat cenderung memandang negatif terhadap mereka. Keadaan
ini dapat meruntuhkan mental mereka, sehingga menumbuhkan sikap apatis dan kurang percaya diri dalam mempertahankan kehidupannya. Tidak jarang hal
tersebut membuat mereka kembali menghuni Lembaga Pemasyarakatan Rumah Tahanan Negara.
Universitas Sumatera Utara
Drs. Sanusi dalam bukunya “Dasar Penologi” mengatakan “Seseorang pelanggar hukum apabila pertama kali menginjakkan kaki ke dalam tembok
penjara pada umumnya akan terjadi suatu moment kritis dan akan menonjol sikap kegagalan, rasa rendah diri dan perasaan menolak.”
Narapidana yang dinyatakan bersalah, merupakan suatu kegagalan dalam arti yuridis, biologis, ataupun sosial psikologis, dan sudah tentu mempunyai
pengaruh yang tidak kecil terhadap kondisi mental yang bersangkutan. Kondisi mental yang lemah tersebut sangat berpengaruh terhadap semangat hidup atau
motivasi narapidana untuk mengembangkan potensi dirinya. Padahal mereka juga merupakan sumber daya yang dapat diproduktifkan.
Melihat keadaan ini, pemerintah melalui petugas pemasyarakatan, mencoba merangsang kembali semangat hidup para narapidana melalui berbagai
wujud pembinaan, yang kesemuanya mengarah pada upaya pengembalian narapidana ke jalan yang benar dan mampu menjalankan fungsi sosialnya dengan
baik sesuai tujuan pembinaan di Lembaga PemasyarakatanRumah Tahanan Negara, yaitu membangun kembali integritas hidup, kehidupan dan penghidupan
narapidana yang selama ini dikekang, ditekan, dibatasi, sehingga sulit untuk berkreativitas, maka narapidana merupakan bagian dari sumber daya manusia
yang dapat dioptimalkan. Bila narapidana telah kembali kemasyarakat, ia akan memiliki kesempatan yang lebih baik untuk meningkatkan kualitas dirinya bila ia
telah dibekali dasar-dasar pengembangan diri sendiri. Dalam menghadapi lingkungan yang penuh tantangan, salah satu
diantaranya yakni persaingan untuk mendapatkan pekerjaan yang semakin ketat serta lapangan kerja yang sempit. Maka diharapkan narapidana yang telah kembali
Universitas Sumatera Utara
kemasyarakat, harus memiliki keyakinan diri yang besar, mampu mandiri, berdiri di atas kaki sendiri, dan berprakarsa, bersikap mencari kesibukan, kegiatan yang
poduktif, sehingga ia tidak gentar dan bingung kalau tidak mendapat pekerjaan, karena ia mampu dan akan berusaha terus menerus untuk menciptakan pekerjaan
sendiri. Tujuan pemidanaan adalah pemasyarakatan dimana para narapidana bukan
lagi dibuat jera, tetapi untuk kemudian dimasyarakatkan agar nantinya setelah kembali kemasyarakat, menyadari kesalahannya, memperbaiki diri, dan tidak
mengulangi tindak pidana. Pada hakekatnya kejahatan merupakan masalah kemanusiaan yang tidak dapat diatasi semata-mata dengan hukum pidana. Hal ini
selaras dengan tujuan pemidanaan didalam sistem pemasyarakatan yaitu pembinaan dan bimbingan, dengan tahap-tahap admisiorientasi, pembinaan dan
asimilasi. Bagi bangsa Indonesia yang berdasarkan Pancasila, pemikiran-pemikiran
mengenai fungsi pemidanaan tidak lagi sekedar untuk penjeraan tetapi juga usaha untuk rehabilitasi dan reintegrasi narapidana. Sistem pemasyarakatan yang
bertujuan untuk meningkatkan kesadaran narapidana akan eksistensinya sebagai manusia melahirkan “Pola Pembinaan”. Untuk mencapai keberhasilan pembinaan
ini, sangatlah dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti fasilitas, sarana dan prasarana yang memadai serta partisipasi dari berbagai pihak.
Dengan kata lain, pola pembinaan yang diberikan kepada narapidana diharapkan sebagai bekal mereka untuk mempertahankan hidup serta sebagai
tanggung jawabnya dalam pembangunan nasional, apabila mereka kelak selesai menjalani masa pidananya.
Universitas Sumatera Utara
Meskipun berbagai pembinaan dan bimbingan diterapkan pada mereka, tetapi bila tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat setelah mereka keluar, akan
membuat mereka merasa tidak dibutuhkan. Kenyataan itulah yang mendorong pemerintah melalui petugas pemasyarakatan tahap demi tahap mengembangkan
potensi diri narapidana, serta berorientasi ke masa depan narapidana. Koentjaraningrat mengatakan, berdasarkan kerangka nilai dari Kluckhon,
bahwa “Suatu bangsa yang hendak mengintensifkan usaha untuk pembangunan, harus berusaha agar banyak dari warganya lebih menilai tinggi orientasi kemasa
depan, menilai tinggi mentalitas, berusaha atas kemampuan sendiri, percaya kepada diri sendiriberdisiplin murni dan berani bertanggung jawab sendiri.”A.S.
Munandar,1981:29 Maka dapat ditegaskan, bahwa upaya meningkatkan kualitas sumber daya
manusia berlaku pada semua anggota masyarakat, juga para narapidana. Narapidana yang telah dipandang gagal dalam kehidupannya dan merasa tidak
dibutuhkan, perlu mendapat pembinaan dan dioptimalkan sesuai dengan minat dan bakat yang dimilikinya, agar kegagalan yang dialami dapat ditebus dengan
keberhasilan setelah ia bebas dan kembali ketengah-tengah masyarakat untuk memulai hidup baru yang lebih baik demi masa depannya.
Pada kenyataanya narapidana terdiri dari orang-orang dengan latar belakang yang berbeda. Perbedaan ini akan menimbulkan persepsi yang beraneka
ragam pula terhadap suatu objek yang dialaminya. Yaitu pada pembinaan yang melibatkan narapidana terhadap pengetahuan, pemahaman dan tanggapan
mengenai pola pembinaan di Rumah Tahanan Negara Klas II-B Sidikalang.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik memilih judul sebagai
berikut: “Persepsi Narapidana Terhadap Pola Pembinaan di Rumah Tahanan Negara Klas II-B Sidikalang.”
B. Perumusan Masalah