Sistem Kepenjaraan dan Sistem Pemasyarakatan 1. Sistem Kepenjaraan
Pelaksanaan hak yang pertama sampai dengan yang keempat dilaksanakan dengan memperhatikan status yang bersangkutan sebagai narapidana, dengan
demikian pelaksanaannya dalam batas-batas yang diizinkan. Kewajiban yang harus dilaksanakan oleh warga binaan yaitu bahwa setiap
narapida wajib mengikuti program pendidikan dan bimbingan agama sesuai dengan agama dan kepercayaannya. Kewajiban warga binaan ditetapkan pada
Undang-undang tentang Pemasyarakatan Pasal 15 yaitu: 1. Narapidana wajib mengikuti secara tertib program
pembinaan dan kegiatan tertentu 2. Ketentuan mengenai program pembinaan sebagaimana
dimaksud dalam ayat 1 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
D. Sistem Kepenjaraan dan Sistem Pemasyarakatan D.1. Sistem Kepenjaraan
a. Zaman Kompeni Belanda Pada zaman ini para narapidana dimasukkan kedalam bui dan diperlakukan
tidak manusiawi seperti: 1. mencap dengan besi panas
2. memukul dengan rotan 3. kerja paksa dalam pekerjaan umum sambil dirantai
b. Zaman pemerintahan Belanda Para narapidana masih diperlakukan sama seperti zaman sebelumnya dan
masih disiksa dengan kerja paksa dan porsi makan yang sangat sedikit.
Universitas Sumatera Utara
c. Zaman pemerintahan Jepang Pada zaman pemerintahan Jepang, para narapidana cenderung dijadikan
budak kerja dan hasil yang diperoleh diperuntukkan kepada Jepang. d. Masa perang kemerdekaan
Pada masa ini penjara sudah berada pada kekuasaan pemerintahan Republik Indonesia dan dipimpin pertama sekali oleh Prof. Noto Suranto,SH. Dan
peraturan pemerintah No.21945 berlaku dengan peraturan penjara Stb.7081077 yang sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945. Pada masa ini para narapidana
tidak mendapat penyiksaan lagi dan diperlakukan lebih manusiawi dan sudah mulai beralih pada sistem pemasyarakatan.
D.2. Sistem Pemasyarakatan
Sistem pemasyarakatan yang berlaku dewasa ini secara konseptual dan historis sangat berbeda dengan apa yang berlaku dalam sistem kepenjaraan.
Pembinaan narapidana menurut sistem kepenjaraan terkesan sebagai lembaga pembalasan atas kejahatan yang dilakukan oleh sipelaku, sedangkan dalam sistem
pemasyarakatan asas yang dianut menempatkan narapidana sebagai subjek yang dipandang sebagai pribadi dan warga negara serta dihadapi bukan dengan latar
belakang pembalasan melainkan dengan pembinaan yang terarah. Dalam Undang-Undang No. 12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan
ditegaskan bahwa sistem pemasyarakatan berfungsi menyiapkan warga binaan pemasyarakatan agar dapat berintegrasi secara sehat dengan masyarakat, sehingga
dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab. Hal ini menunjukkan bahwa sistem pemasyarakatan sebagai pelembagaan
Universitas Sumatera Utara
respons masyarakat terhadap perlakuan pelanggar hukum pada hakekatnya merupakan pola pembinaan yang berorientasi pada masyarakat, yaitu pembinaan
yang dilakukan secara terpadu antara pembina, yang dibina, dan masyarakat. Peran serta masyarakat harus dipandang sebagai suatu aspek integral dari kegiatan
pembinaan, sehingga dapat diperlukan dalam mencapai tujuan yang diinginkan. Sahardjo Merupakan tokoh yang pertama kali melontarkan perlunya
perbaikan perlakuan bagi narapidana yang hidup dibalik tembok penjara, yaitu:
“orang yang telah tersesat diayomi dengan memberikan kepadanya bekal hidup sebagai warga negara, dari pengayoman itu nyata bahwa
menjatuhkan pidana bukanlah tindakan balas dendam dari negara, tobat tidak akan dicapai dengan penyiksaan, melainkan dengan
pembinaan, terpidana juga tidak dijatuhi pidana siksaan, melainkan terpidana kehilangan kemerdekaan, negara telah mengambil
kemerdekaan dan pada waktunya akan mengembalikan orang itu kedalam masyarakat”
Harsono, 1995:1
Dalam Konperensi Dinas Pemasyarakatan yang pertama kali di Lembang pada tanggal 27 April 1964 pokok-pokok pikiran Sahardjo tersebut pada akhirnya
dijabarkan dan dirumuskan sebagai sistem pembinaan narapidana sebagai berikut: 1. Orang yang tersesat diayomi juga, dengan memberikan padanya bekal
hidup sebagai warga negara yang baik dan berguna pada masyarakat.Bekal hidup tersebut tidak hanya berupa finansial dan material, tetapi yang juga
lebih adalah mental, fisik, keahlian, keterampilan, hingga orang mempunyai kemauan dan kemampuan yang potensial dan efektif untuk
menjadi warga negara yang baik, tidak melanggar hukum dan berguna dalam pembangunan negara.
2. Menjatuhi pidana bukan tindakan balas dendam dari negara. Terhadap narapidana tidak boleh ada penyiksaan baik berupa tindakan, ucapan, cara
Universitas Sumatera Utara
perawatan dan penempatan. Satu-satunya derita hanya dihilangkannya kemerdekaan.
3. Tobat tidak dapat dicapai dengan penyiksaan, melainkan dengan bimbingan. Kepada narapidana harus ditanamkan pengertian mengenai
norma-norma hidup dan kehidupan, serta diberi kesempatan untuk merenungkan perbuatannya yang lampau. Narapidana dapat diikutsertakan
dalam kegiatan sosial untuk menumbuhkan rasa hidup kemasyarakatan. 4. Negara tidak berhak membuat seseorang lebih buruklebih jahat dari pada
sebelum ia masuk lembaga. Karena itu harus diadakan pemisahan antara: a. Yang residivis dan yang bukan
b. Yang telah melakukan tindak pidana yang berat dan ringan c. Macam tindak pidana yang dibuat
d. Dewasa, dewasa muda dan anak nakal e. Orang terpidana dan orang tahanan.
5. Selama kehilangan kemerdekaan bergerak, narapidana harus diperkenalkan pada masyarakat dan tidak boleh diasingkan daripadanya.
Menurut sistem pemasyarakatan mereka tidak boleh diasingkan dari masyarakat dalam arti secara “kultural”. Secara bertahap mereka akan
dibimbing ditengah-tengah masyarakat yang merupakan kebutuhan dalam proses pemasyarakatan.
6. Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana tidak boleh bersifat mengisi waktu, atau hanya diperuntukkan kepentingan jawatan atau kepentingan
negara sewaktu saja. Pekerjaan harus suatu pekerjaan di masyarakat yang
Universitas Sumatera Utara
ditujukan kepada pembangunan nasional, karena harus ada integrasi pekerjaan narapidana dengan pembangunan.
7. Didikan dan bimbingan harus berdasar pada Pancasila. Pendidikan dan bimbingan harus berisikan asas-asas yang tercantum dalam Pancasila,
kepada narapidana harus diberikan kesempatan dan bimbingan untuk melaksanakan ibadahnya, ditanamkan jiwa kegotong-royongan, jiwa
toleransi, jiwa kekeluargaan, jiwa bermusyawarah untuk bermufakat positif.
8. Tiap orang adalah manusia dan diperlakukan sebagai manusia, meskipun telah tersesat. Ia harus selalu merasa bahwa ia dipandang dan diperlakukan
sebagai manusia. Sehubungan dengan itu petugas pemasyarakatan tidak boleh bersikap maupun memakai kata-kata yang dapat menyinggung
perasaannya. 9. Narapidana hanya dijatuhi pidana hilang kemerdekaan. Perlu diusahakan
agar narapidana mendapat mata pencaharian untuk keluarga dengan jalan menyediakanmemberikan pekerjaan upah
10. Perlu didirikan lembaga-lembaga pemasyarakatan yang baru yang sesuai dengan kebutuhahan pelaksanaan program pembinaan dan memindahkan
lembaga-lembaga yang berada ditengah-tengah kota ketempat-tempat yang sesuai dengan kebutuhan proses pemasyarakatan.
Sistem yang baru ini kemudian dikenal dengan nama “Sistem Pemasyarakatan” yang juga merupakan tujuan dari pidana penjara. Didalam
pelaksanaannya jauh berbeda dengan sistem kepenjaraan karena dalam sistem
Universitas Sumatera Utara
pemasyarakatan narapidana hanya dibatasi kemerdekaan bergeraknya saja sedangkan hak-hak kemanusiaannya tetap dihargai.
D.3. Pola Pembinaan Dalam Sistem Pemasyarakatan
Pembinaan narapidana merupakan suatu cara perlakuan terhadap narapidana yang dikehendaki oleh sistem pemasyarakatan dalam usaha mencapai
tujuan, yaitu agar sekembalinya narapidana dapat berperilaku sebagai anggota masyarakat yang baik dan berguna bagi dirinya, masyarakat serta negara.
Menurut Suparlan 1983:95 dalam kamus istilah Kesejahteraan Sosial mengartikan bahwa: “pembinaan adalah segala usaha dan kegiatan mengenai
perencanaan, pengorganisasian, pembiayaan, penyusunan program, koordinasi pelaksanaan dan pengawasan sesuatu pekerjaan secara efektif dan efisien untuk
mencapai tujuan dengan hasil yang semaksimal mungkin”. Sedangkan menurut Mangunhardjuna 1986:12 pembinaan adalah: “suatu
proses belajar dengan melepaskan hal-hal yang dimiliki dan mempelajari hal-hal baru yang belum dimiliki dengan tujuan membantu orang-orang yang
menjalaninya untuk membetulkan dan mengembangkan pengetahuan dan kecakapan yang baru untuk mencapai tujuan hidup dan kerja yang sedang dijalani
secara lebih efektif”. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pembinaan narapidana juga
mempunyai arti memperlakukan seseorang yang berstatus narapidana untuk dibangun agar bangkit menjadi seseorang yang baik.
Maka yang perlu dibina adalah pribadi dan budi pekerti narapidana agar membangkitkan kembali rasa percaya dirinya dan dapat mengembangkan fungsi
Universitas Sumatera Utara
sosialnya dengan rasa tanggung jawab untuk menyesuaikan diri dalam masyarakat. Jadi pembinaan sangat memerlukan dukungan dan keikutsertaan dari
masyarakat. Bantuan tersebut dapat dilihat dari sikap positif masyarakat untuk menerima mereka kembali di masyarakat.
Berdasarkan UU No.12 tahun 1995 pembinaan narapidana dilaksanakan dengan sistem:
1. Pengayoman Pengayoman adalah perlakuan terhadap narapidana dalam rangka
melindungi masyarakat dari kemungkinan diulanginya tindak pidana oleh narapidana, juga memberikan bekal hidup kepada narapidana agar menjadi
warga yang berguna dalam masyarakat. 2. Persamaan Perlakuan dan Pelayanan
Persamaan Perlakuan dan Pelayanan adalah pemberian perlakuan dan pelayanan yang sama kepada narapidana tanpa membeda-bedakan orang.
3. Pendidikan dan Pembimbingan Pendidikan dan Pembimbingan adalah bahwa penyelenggaraan pendidikan
dan pembimbingan dilaksanakan berdasarkan Pancasila, antara lain penanaman jiwa kekeluargaan, ketrampilan, pendidikan kerohanian dan
kesempatan untuk menunaikan ibadah. 4. Penghormatan Harkat dan Martabat Manusia
Penghormatan Harkat dan Martabat Manusia adalah sebagai orang yang tersesat, narapidana harus tetap diperlakukan sebagai manusia.
5. Kehilangan Kemerdekaan Merupakan Satu-satunya Penderitaan
Universitas Sumatera Utara
Kehilangan Kemerdekaan Merupakan Satu-satunya Penderitaan adalah narapidana yang harus berada dalam Lembaga Pemasyarakatan ataupun
Rumah Tahanan untuk jangka waktu tertentu sehingga Negara mempunyai kesempatan untuk memperbaikinya.
6. Terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan orang- orang tertentu
Terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan orang- orang tertentu adalah bahwa walaupun narapidana berada dalam Lembaga
Pemasyarakatan maupun Rumah Tahanan Negara, tetapi harus tetap didekatkan dan dikenalkan dengan masyarakat dan tidak boleh diasingkan dari masyarakat,
antara lain berhubungan dengan masyarakat dalam bentuk kunjungan, hiburan kedalam Lembaga Pemasyarakatan atau Rumah Tahanan Negara dari anggota
masyarakat yang bebas dan kesempatan berkumpul bersama sahabat dan keluarga seperti program cuti mengunjungi keluarga.
D.3.1. Wujud Pembinaan
Wujud pembinaan narapidana meliputi: 1. Pendidikan umum
2. Pendidikan keterampilan 3. Pendidikan mental, spiritual dan agama
4. Sosial budaya, kunjungan keluarga, seni musik dan lain-lain 5. Kegiatan rekreasi olah raga, hiburan segar,dan membaca.
Universitas Sumatera Utara
Pembinaan yang dilakukan diluar Lembaga Pemasyarakatan atau Rumah Tahanan Negara disebut asimilasi yaitu proses pembinaan narapidana yang telah
berlangsung selama dua pertiga dari masa pidananya dan memenuhi syarat-syarat tertentu dengan membaurkan mereka kedalam kehidupan masyarakat.
D.3.2. Proses Pembinaan
Empat tahap proses pembinaan dalam sistem pemasyarakatan: 1. Tahap pertama : Pada tahap ini dilakukan penelitian terhadap narapidana
untuk mengetahui hal ikhwal yang bersangkutan. 2. Tahap kedua : Bilamana proses pembinaan telah berjalan selama-
lamanya sepertiga dari masa pidananya dan menurut Dewan pembina Pemasyarakatan sudah terdapat kemajuaninsyaf, disipiln dan patuh
terhadap peraturan tata tertib, maka yang bersangkutan ditempatkan pada lembaga pemasyarakatan dengan sistem keamanan yang mediummedium
security, dengan kebebasan yang lebi banyak. 3. Tahap ketiga : bilamana proses pembinaan terhadap narapidana telah
berlangsung selama setengah dari masa pidananya dan menurut dewan pembina pemasyarakatan telah terdapat cukup kemajuan, baik secara fisik,
mental maupun keterampilannya, maka dapat diadakan asimilasi dengan masyarakat luas.
4. Tahap keempat : bilamana proses pembinaannya telah berlangsung selama dua pertiga dari masa pidananya atau sekurang-kurangnya sembilan bulan,
maka kepada yang bersangkutan dapat diberikan lepas bersyarat, atas usul dari dewan pembina pemasyarakatan.
Universitas Sumatera Utara
Asimilasi adalah proses pembinaan narapidana di dalam kehidupan masyarakat. Untuk memperoleh asimilasi narapidana harus telah menjalani ½
setengah dari masa pidana dikurangi masa tahanan dan remisi, dihitung sejak tanggal putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap. Pembebasan bersyarat
adalah proses pembinaan narapidana di luar lembaga pemasyarakatan. Untuk memperoleh pembebasan bersyarat narapidana harus telah menjalani 23 dua
pertiga dari masa pidananya, setelah dikurangi masa tahanan dan remisi dihitung sejak tanggal putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap.
Cuti menjelang bebas CMB adalah proses pembinaan narapidana luar lembaga pemasyarakatan, bagi terpidanan yang tidak dapat diberikan pelepasan
bersyarat karena masa hukuman atau masa pidananya pendek, untuk dapat diberikan CMB narapidana harus telah menjalani 23 dua pertiga dari masa
pidananya setelah dikurangi masa tahanan dan remisi dihitung sejak tanggal putusan pengadilanberkekuatan hukum tetap dan jangka waktu cuti sama dengan
cuti terakhir paling lam aenam bulan. Remisi adalah pengurangan masa pidana yang diberikan kepada narapidanayang telah memenuhi persyaratan yang telah
ditetapkan dan berkelakuan baik selama menjalani masa pidana.
D.3.3. Tujuan Pembinaan
Secara umum tujuan pembinaan adalah: a. Memantapkan iman ketahanan mental
b. Membina mereka agar segera mampu berintegrasi secara wajar dalam kehidupan berkelompok selama dalam lembaga pemasyarakatan dan
Universitas Sumatera Utara
kehidupan yang lebih luasmasyarakat, setelah selesai menjalani pidana.
Sedangkan secara khusus pembinaan bertujuan untuk: a. Berhasil memantapkan kembali harga diri dan kepercayaan dirinya
serta bersikap optimis akan masa depannya. b. Berhasil memperoleh pengetahuan minimal keterampilan untuk bekal
hidup mandiri dan berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan nasional.
c. Berhasil menjadi manusia yang patuh hukum dengan tidak lagi melakukan perbuatan yang melanggar hukum.
d. Berhasil memiliki jiwa dan semangat pengabdian terhadap bangsa dan negara.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pembinaan narapidana berusaha kearah memasyarakatkan kembali seseorang yang pernah mengalami
konflik sosial, sebagai suatu cara baru untuk menjadi seseorang, merupakan usaha yang dilakukan untuk mencapai sistem pemasyarakatan.
D.4. Sasaran Pemasyarakatan
Sasaran pemasyarakatan: 1. Sasaran khusus
Sasaran pembinaan terhadap individu warga binaan pemasyarakatan adalah meningkatkan kualitas warga binaan pemasyarakatan, yang
meliputi: a. Kualitas keimanan dan ketaqwaan
Universitas Sumatera Utara
b. Kualitas intelektual c. Kualitas sikap dan perilaku
d. Kualitas profesionalismeketerampilan e. Kualitas kesehatan jasmani dan rohani
2. Sasaran umum Sasaran umum ini pada dasarnya juga merupakan indikator-indikator
yang secara umum digunakan untuk mengukur sampai sejauh mana keberhasilan dari pelaksanaan sistem pemasyarakatan. Indikator-
indikator tersebut antara lain: a. Menurunnya secara bertahap dari tahun ke tahun angka dan
gangguan keamanan b. Isi LAPAS lebih rendah dari pada kapasitaspemerataan isi
LAPAS c. Meningkatnya secara bertahap dari tahun ke tahun jumlah
narapidana yang bebas sebelum waktunya melalui prose asimilasi dan integrasi
d. Semakin menurunnya dari tahunke tahun jumlah residivis e. Semakin banyaknya jenis intitusi UPT pemasyarakatan sesuai
dengan kebutuhan berbagai jenisgolongan warga binaan pemasyarakatan.
f. Secara bertahap perbandingan banyaknya napi yang bekerja di bidang industri dan pemeliharaan adalah 70 : 30
Universitas Sumatera Utara
g. Prosentase kematian dan sakit narapidanatahanan lebih sedikit atau sama dengan angka kematian dan sakit dari anggota
masyarakat h. Biaya perawatan narapidana dan tahanan sama dengan kebutuhan
minimal manusia Indonesia pada umumnya i. LAPAS dan RUTAN adalah instansi terbersihdi lingkungannya
masing-masing j. Semakin terwujudnya lingkungan pembinaan yang
menggambarkan proyeksi nilai-nilai masyarakat ke dalam LAPAS dan sebaliknya semakin berkurangnya nilai-nilai sub kultur penjara
dan LAPAS.