Perkembangan Produk Domestik Bruto di Indonesia

harus dihadapi Indonesia . Gejolak eksternal kenaikan harga minyak dunia dan siklus pengetatan moneter global sangat berpengaruh pada kestabilan makro ekonomi Indonesia. Sedangkan belanja negara diperkirakan mencapai Rp. 458 triliun. Sebelumnya pemerintah memperkirakan defisit APBN 2007 akan naik 1,6 dari PDB dari sebelumnya 1,1 dari PDB atau naik dari Rp. 40,5 triliun menjadi Rp. 62 triliun. Akibatnya Pemerintah harus merevisi target pertumbuhan ekonominya menjadi lebih rendah. Stimulus yang diberikan melalui kebijakan pemerintah dan otoritas moneter untuk menciptakan stabilitas makro ekonomi juga disokong oleh daya tahan perekonomian Indonesia yang lebih baik. Di sisi moneter, respon kebijakan dilakukan secara hati-hati dan konsisten pada upaya pengendalian inflasi pada tingkat yang semakin rendah dalam jangka menengah panjang.

4.2.2 Perkembangan Produk Domestik Bruto di Indonesia

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan proses yang berkelanjutan merupakan keinginan dari setiap negara yang sedang berkembang. Pertambahan jumlah penduduk yang mengakibatkan kebutuhan ekonomi juga ikut meningkat. Maka dibutuhkan penambahan pendapatan setiap tahunnya yang diperoleh dari peningkatan output agregat atau PDB. Kemajuan ekonomi yang ditunjukan dengan peningkatan PDB harga berlaku belum menunjukan perubahan nyata. Oleh karena itu, maka digunakan PDB dengan harga konstan di mana pengaruh inflasi telah dihilangkan dengan tingkat harga pada suatu tahun dasar yang telah ditetapkan. Penggunaan tahun dasar untuk penyajian PDB harga konstan telah Universitas Sumatera Utara mengalami lima kali perubahan yaitu pada tahun 1960, 1973, 1983, 1993 dan 2000. Selama pelita I 1969-1974 dan pelita II 1974-1979 rata-rata pertumbuhan ekonomi mencapai lebih dari 7 per tahun. Kemudian pada pelita III 1979-1984 rata-rata pertumbuhan ekonomi menurun menjadi 6,24 per tahun. Padahal laju pertumbuhan ekonomi tahun 1979, 1980, 1981 masih cukup tinggi yakni masing-masing sebesar 4,9, 9,6 dan 7. Hal ini disebabkan karena ketika dunia masuk ke dalam resesi global, laju pertumbuhan ekonomi menurun mencapai 2,2 pada tahun 1982, inflasi membumbung tinggi mencapai dua digit pada tahun 1982 dan 1983 yang tercatat sebesar 11,79 dan 10,46 secara berturut-turut. Kontribusi defisit neraca berjalan melebar pada saat resesi dan ekspor menyusut dengan cepat dari 18 dan 9 pada awal 1980-an. Sehingga pendapatan ekspor menurun dan volume hutang meningkat karena tingkat bunga dunia yang lebih tinggi. Selain itu, pengeluaran pemerintah pada proyek investasi padat modal yang besar juga dikurangi sebagai tanggapan terhadap penurunan pendapatan minyak sumber utama dari hasil ekonomi. Dengan demikian dapat dikatakan penyebab resesi tahun 1980-1982 diperkirakan bukan karena kenaikan harga minyak dunia seperti tahun 1973-1975. Tetapi karena adanya keketatan moneter, jatuhnya investasi, kegiatan perusahaan dan industri sangat tertekan dan terjepit. Selama pelita IV 1984-1989, harga minyak dunia terus menurun terutama dalam tahun 1986 dan ternyata OPEC gagal mengendalikan harga minyak. Sehingga pemerintah meluncurkan kebijakan ekonomi melalui deregulasi ekspor impor agar dapat mempertahankan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Universitas Sumatera Utara Pertumbuhan PDB tahun 1984 digunakan harga dasar tahun 1983 sebagai pengganti harga dasar tahun 1973. Dalam tahun 1984 pertumbuhan ekonomi yang di ukur dengan PDB atas dasar harga konstan tahun 1983 menunjukan perkembangan yang menggembirakan yaitu meningkat 6,9 dibanding tahun sebelumnya 4,1. Pada tahun 1987, laju pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan dari 5,87 menjadi 4,93 pertahun. Karena pada tahun 1986, Indonesia mengalami devaluasi ketiga dimana pemerintah membiarkan nilai rupiah jatuh lebih cepat dibanding sebelumnya dan laju pertumbuhan penawaran uang meningkat. Kebijakan ini, menimbulkan laju inflasi lebih rendah dibanding periode sebelumnya yang dijelaskan oleh kebangkitan ekspor non-migas, mendorong devaluasi nilai tukar, suatu kemunduran relatif kecil dalam pengeluaran fiskal. Dan kunci pengendalian harga yang dikenakan oleh pemerintah di beberapa komoditas dan jasa. Pada pelita V 1989-1994, investasi dipacu lebih cepat dan pola industri diarahkan ke pasar luar negeri dengan cara mendorong tingkat efisiensi sektor swasta. Hasilnya pertumbuhan ekonomi rata-rata masih tumbuh sekitar 6. Dari tahun 1987-1997, PDB nyata tahunan tumbuh rata-rata mendekati 7. Sehingga para ekonom mengakui Indonesia sebagai negara ekonomi industri dan pasar utama yang berkembang. Namun pada saat pelita VI 1994-1999 yaitu pada tahun 1997, Indonesia di hantam oleh krisis ekonomi yang sangat parah. Akibatnya pada tahun 1998, pertumbuhan ekonomi menurun drastis yaitu sebesar -13,13. Universitas Sumatera Utara Untuk lebih jelasnya perkembangan laju pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dari grafik dibawah ini. Grafik 4.1 Perkembangan Laju Pertumbuhan Ekonomi Sebelum dan Pada Saat Krisis -15 -10 -5 5 10 15 19 70 19 72 19 74 19 76 19 78 19 80 19 82 19 84 19 86 19 88 19 90 19 92 19 94 19 96 19 98 Sumber : Badan Pusat Statistik, 1999 Bank Indonesia berusaha menekan laju inflasi dengan menekan jumlah uang beredar melalui kenaikan tingkat suku bunga SBI. Sehingga pada tahun berikutnya, dampak dari krisis ekonomi dapat dikendalikan. Hal ini dibuktikan dengan laju pertumbuhan ekonomi yang meningkat menjadi 0,8 pada tahun 1999. Kemudian pada tahun 2000, pertumbuhan ekonomi masih menunjukan peningkatan sebesar 4,92. Peningkatan laju pertumbuhan ini memberikan harapan bagi Indonesia untuk keluar dari keterpurukan akibat krisis ekonomi walaupun masih berada dibawah target yang diinginkan. Hal ini memperlihatkan pemulihan perekonomian yang telah berjalan ke arah yang diharapkan dengan tingkat inflasi satu digit. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan grafik dibawah ini, dapat dilihat bahwa pertumbuhan ekonomi di Indonesia berangsur-angsur pulih dari tahun ke tahun walaupun secara perlahan. Grafik 4.2 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Setelah Krisis Ekonomi 1 2 3 4 5 6 7 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Sumber : Badan Pusat Statistik, 2007 Pada tahun 2000, Indonesia sudah mulai bangkit dari krisis ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tersebut didukung dan dicapai dengan syarat stabilitas ekonomi makro terjaga. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mulai tahun 2000 sampai dengan tahun 2008 terus mengalami peningkatan. Dari tahun 2000- 2004, laju pertumbuhan ekonomi tumbuh rata-rata 4,6 per tahun. Setelah mengalami penurunan 13,13 pada tahun 1998 akibat krisis ekonomi. Namun, pada tahun 2001 pertumbuhan ekonomi mengalami sedikit penurunan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hal ini tidak terlepas dari kondisi internal dimana masih tingginya resiko dan ketidakpastian dan berlanjutnya berbagai permasalahan dalam negeri yang terkait dengan restrukturisasi utang. Hal ini mengakibatkan menurunnya kepercayaan dunia Universitas Sumatera Utara usaha untuk melakukan kegiatan produksi dan investasi, yang pada akhirnya menghambat pertumbuhan ekonomi yang tercermin dari pertumbuhan ekonomi yang turun menjadi 3,8 dari 4,9 pada tahun 2000. Sedangkan bila dilihat dari nilai PDB menurut harga konstan pada tahun 2002 sebesar Rp. 1.506.124,4 miliar dengan laju pertumbuhan mencapai 4,54 meningkat dibanding tahun sebelumnya sebesar Rp. 1.442.984,6 miliar dengan laju pertumbuhan mencapai 3,8. Perkembangan ini menandakan perekonomian belum sepenuhnya pulih dari krisis. Pada tahun 2003, pertumbuhan ekonomi mengalami sedikit penurunan menjadi 4,47 dengan nilai PDB menurut harga konstan sebesar Rp. 1.579.558,9 miliar dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Namun, pada tahun 2004-2008, laju pertumbuhan ekonomi terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun dengan rata-rata 5,74 per tahun. Karena dalam periode 2004-2008 merupakan periode akselerasi pertumbuhan ekonomi yang sedang dilakukan oleh pemerintah. Pada tahun 2005 bangsa Indonesia dihadapkan pada persoalan kenaikan harga minyak dunia yang memaksa pemerintah untuk mengambil keputusan yang amat berat dengan menaikkan harga bahan bakar minyak BBM sebanyak dua kali. Akibatnya pertumbuhan ekonomi sempat melambat sampai dengan paruh pertama tahun 2006. Dampak kenaikan BBM ini telah mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, tetapi secara keseluruhan perekonomian masih tetap tumbuh tinggi yaitu 5,4 pada tahun 2005 dan 5,5 pada tahun 2006. Walupun demikian, laju pertumbuhan ekonomi tetap menunjukan pencapaian peningkatan yang semakin baik. terutama tahun 2007 dan 2008 yang Universitas Sumatera Utara berhasil menembus angka di atas 6 persen. Berbagai tekanan dari sisi eksternal seperti tingginya harga minyak dan harga beberapa komoditi dunia serta melambatnya pertumbuhan ekonomi global telah mampu dilewati dengan baik dan stabilitas perekonomian nasional masih tetap terjaga.

4.2.3 Perkembangan Pengeluaran Pemerintah