Perkembangan Pengeluaran Pemerintah Perkembangan Perekonomian Indonesia .1 Perkembangan Kondisi Makro Ekonomi Indonesia

berhasil menembus angka di atas 6 persen. Berbagai tekanan dari sisi eksternal seperti tingginya harga minyak dan harga beberapa komoditi dunia serta melambatnya pertumbuhan ekonomi global telah mampu dilewati dengan baik dan stabilitas perekonomian nasional masih tetap terjaga.

4.2.3 Perkembangan Pengeluaran Pemerintah

Ketika krisis mulai melanda Indonesia pada pertengahan 1997, kondisi keuangan negara sebenarnya tidak terlalu buruk. Realisasi APBN 1997 sampai dengan semester I juga baik. Surplus anggaran setengah tahun itu adalah 1.8 dari PDB dan utang pemerintah tidak banyak berubah. Krisis telah mengubah itu semua. Defisit anggaran membengkak dan hutang pemerintah meningkat tajam bila dibandingkan pada tahun 1996 yang hutang pemerintah dari luar negeri hanya sebesar USD 55.3 miliar atau sekitar 24 dari PDB sedangkan utang dalam negeri tidak ada. Sedangkan pada akhir Juni 1997 total hutang luar negeri meningkat menjadi USD140 miliar sekitar 100 dari PDB. Pembayaran cicilan dan bunga hutangnya mendekati sepertiga dari ekspor barang dan jasa. Dalam krisis mata uang tahun 1997, rupiah terdepresiasi tajam sampai tingkat dimana sulit untuk dijelaskan hanya dengan perubahan fundamental ekonomi, sehingga menyebabkan memburuknya keadaan semua perusahaan dan institusi finansial. Darsono, 2005. Pada tahun 1998 adalah tahun yang paling kelabu dalam krisis, Indonesia mengalami kombinasi dua penyakit ekonomi yang paling fatal yaitu sektor riil yang macet dan hiperinflasi. Tahun tersebut PDB telah anjlok sampai 13, inflasi mencapai sekitar 78 dengan harga makanan meningkat lebih dari dua kali lipat, Universitas Sumatera Utara kurs fluktuatif tak menentu serta anggaran negara berubah dari surplus menjadi defisit 1,7 dari PDB. Indonesia selama ini menempatkan hutang sebagai salah satu tiang penyangga pembangunan. Kebijakan anggaran belanja berimbang pemerintah Indonesia menempatkan hutang luar negeri sebagai komponen penutup kekurangan. Saat Indonesia mendapat rejeki berlimpah dari oil boom, hutang luar negeri tetap saja menjadi komponen utama pemasukan di dalam angaran belanja pemerintah. Sehingga sejak tahun 1999 Indonesia tidak lagi menggunakan prinsip anggaran berimbang yang telah digunakan selama lebih dari tiga puluh tahun dalam menyusun APBN. APBN disusun berdasarkan prinsip anggaran defisit. Bahkan saat Indonesia telah mulai menganut sistem anggaran defisitsurplus, komponen pembiayaan hutang luar negeri cukup besar. Gambar 4.3 Perkembangan Realisasi Pengeluaran Pemerintah tahun 1999-2004 50 100 150 200 250 300 350 1999 2000 2001 2002 2003 2004 Pengeluaran pemerintah Pusat Pengeluaran rutin Pengeluaran pembangunan Pembiayaan rupiah Pembiayaan proyek Pengeluaran untuk daerah Sumber : Badan Pusat Statistik, 2006 Selama lebih dari 10 tahun terakhir telah terjadi transformasi yang luar biasa pada pengelolaan dan pengalokasian berbagai sumber daya publik. Terdapat tiga momen penting yang perlu diperhatikan: Universitas Sumatera Utara 1. 1997-1998 – Masa krisis ekonomi. Ekonomi lesu, pengeluaran publik turun. Hutang dan subsidi meningkat, sementara itu pengeluaran pembangunan menurun tajam. 2. 2001 – Desentralisasi. Sepertiga pengeluaran pemerintah pusat dialihkan ke daerah. 3. 2006 – Dana sebesar US15 milyar untuk dialokasikan kembali. Pengurangan subdisi bahan bakar minyak BBM memberikan peluang untuk dialokasikan kembali. Jumlah hutang menurun sampai di bawah 40 dari PDB, pengeluaran agregat meningkat sampai dengan 20 , dan transfer dana ke pemerintah daerah meningkat menjadi sebesar 32. Tabel 4.1. Perkembangan Realisasi Pengeluaran Pemerintah tahun 1999-2004 Anggaran 1999 2000 2001 2002 2003 2004 Pengeluaran pemerintah pusat 202 188.3 260.5 224 256.2 306.1 - Pengeluaran rutin 156.8 162.5 218.9 186.7 187 237.7 - Pengeluaran pembangunan 45.2 25.8 41.6 37.3 69.2 68.4 - Pembiayaan rupiah 20.8 8.8 21.4 25.6 50.3 50.9 - Pembiayaan proyek 24.4 17 20.2 11.7 18.9 17.4 Pengeluaran untuk daerah 29.9 33.1 81.1 98.2 120.3 129.6 - Dana Perimbangan 29.9 33.1 81.1 94.7 111.1 122.8 - Dana Bagi Hasil 4 4.3 20 24.9 31.4 36.6 - Dana Alokasi Umum 25.9 28.8 60.4 69.2 77 82.1 - Dana Alokasi Khusus - - 0.7 0.6 2.7 4.1 - Dana otonomi khusus dan penyeimbang - - - 3.5 9.2 6.8 Total 231.9 221.4 341.6 322.2 376.5 435.7 Sumber : Badan Pusat Statistik, 2000 Realisasi pengeluaran pemerintah pusat dan daerah adalah seluruh pengeluaran negara yang dianggarkan pada APBN dan telah direalisasikan. Realisasi pengeluaran ini digunakan untuk belanja rutin, pengeluaran pembangunan dan pengeluaran untuk daerah yang jumlahnya dapat berbeda dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara APBN. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa pada tahun 2000 total realisasi pengeluaran pemerintah mengalami penurunan menjadi Rp. 221,4 triliun dibandingkan pada tahun sebelumnya yaitu sebesar Rp. 231,9 triliun. Hal ini disebabkan karena kondisi internal dimana masih tingginya resiko dan ketidakpastian dan berlanjutnya berbagai permasalahan dalam negeri yang terkait dengan restrukturisasi hutang. Sehingga mengakibatkan menurunnya kepercayaan dunia usaha untuk melakukan kegiatan produksi dan investasi. Maka pemerintah menurunkan pengeluaran pembangunan sebesar Rp. 19,4 triliun dibanding tahun sebelumnya. Walaupun demikian, pada tahun 2001 realisasi pengeluaran total pemerintah kembali meningkat menjadi Rp. 341,6 triliun sekitar 12,27 bila dibandingkan dengan tahun lalu. Pada tahun 2002, realisasi pengeluaran pemerintah menunjukan penurunan menjadi Rp. 322,2 triliun. Rasio pengeluaran pemerintah yang disumbangkan terhadap PDB pada tahun 2001 sebesar 23,6. Sedangkan pada tahun 2002, rasio yang disumbangkan terhadap PDB mengalami sedikit penurunan menjadi 21,39 bila dibandingkan dengan tahun lalu. Penurunan ini terjadi karena pada tahun 2001 merupakan masa dimulainya penerapan desentralisasi atau otonomi daerah. Sehingga pemerintah mengalokasikan sumber daya dalam jumlah besar pada daerah-daerah yang lebih miskin sebagai upaya untuk menyeimbangkan disparitas di negeri ini. Pada saat itu terjadi kenaikan alokasi pengeluaran untuk daerah menjadi Rp. 98,2 triliun setelah terjadi otonomi daerah. Realisasi dalam pengeluaran rutin menjadi menurun dari Rp. 218,9 menjadi Rp. 186,7 triliun dan pengeluaran pembangunan menurun dari Rp. 41,6 triliun menjadi Rp. 37,3 triliun. Universitas Sumatera Utara Perkembangan belanja negara secara nominal juga terus mengalami peningkatan dari Rp. 322.2 triliun pada tahun 2002 menjadi Rp. 376.5 triliun pada tahun 2003. Peningkatan ini terutama dalam upaya perbaikan kesejahteraan aparatur pemerintah dan peningkatan pelayanan kepada masyarakat, pemberian stimulus fiskal secara terbatas pada perekonomian dan peningkatan alokasi anggaran ke daerah sejalan dengan pelaksanaan kebijakan desentralisasi fiskal. Namun demikian, rasio belanja rutin negara terhadap PDB dalam periode tersebut justru menunjukan penurunan yaitu dari 12 pada tahun 2002 menjadi 11 pada tahun 2003. Penurunan ini terutama disebabkan oleh penurunan beban pembayaran bunga utang dari 5,4 terhadap PDB pada tahun 2002 menjadi 3,3 terhadap PDB pada tahun 2003. Pada tahun 2004, rasio belanja rutin kembali meningkat menjadi 14,13 tetapi rasio pengeluaran pembangunan terhadap PDB mengalami sedikit penurunan defisit ฀dibanding tahun-tahun sebelumnya yaitu menjadi 4,12 pada tahun 2004 dan 4, 38 pada tahun 2003. Pada tahun 2005, arah kebijakan fiskal secara umum bersifat ekspansif seperti tercermin dari perkembangan defisit anggaran yang mengalami peningkatan. Pada tahun 2001- 2005 arah kebijakan defisit anggaran pemerintah dilakukan melalui konsolidasi fiskal yang ditunjukkan oleh defisit dari sebesar 2,4 terhadap PDB pada 2001 menjadi 0,5 pada 2005. Sedangkan pada tahun 2006 dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi arah kebijakan defisit mengalami perubahan orientasi menjadi stimulus melalui peningkatan target defisit yaitu sebesar 0,9 terhadap PDB. Kebijakan defisit APBN yang cenderung terus meningkat berlanjut pada tahun 2007 menjadi sebesar 1,3 PDB. Universitas Sumatera Utara Gambar 4.4 Perkembangan Realisasi Pengeluaran Pemerintah tahun 2005-2008 100000 200000 300000 400000 500000 600000 2005 2006 2007 2008 Pengeluaran pemerintah pusat belanja pegawai belanja barang belanja modal pembayaran bunga utang subsidi belanja sosial belanja lain Pengeluaran untuk daerah Sumber : Badan Pusat Statistik, 2006 Ada empat perkembangan penting atau perubahan cukup mendasar, yang membedakan pelaksanaan anggaran belanja Pemerintah Pusat dalam periode 2005—2008 , dengan pelaksanaan anggaran belanja negara pada tahun-tahun sebelumnya. Suminto, 2004 Pertama , anggaran belanja Pemerintah Pusat dalam periode 2005 – 2008, disusun, dilaksanakan, dan dipertanggungjawabkan dalam kerangka pelaksanaan pembaharuan reformasi keuangan negara, sebagaimana diamanatkan dalam tiga Undang-Undang UU di bidang keuangan negara. Ketiga UU di bidang keuangan negara, sebagai tonggak pembaharuan fiskal fiscal reform, yang mengamanatkan berbagai perubahan cukup mendasar dalam pengelolaan keuangan negara tersebut, adalah: 1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003; 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara; dan 3 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Kedua , penyusunan dan pelaksanaan anggaran belanja pemerintah pusat selama periode 2005–2008 dilakukan dengan mengikuti perubahan struktur dan Universitas Sumatera Utara format belanja negara baru, sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Pasal 11 ayat 5 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003. Sebelum diberlakukannya UU No. 172003, Indonesia menggunakan struktur APBN dengan dual-budgeting system yaitu anggaran belanja pemerintah pusat dibedakan atas pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. Namun pada tahun 2005 setelah diberlakukannya UU No. 172003, Indonesia menggunakan struktur APBN dengan unified budget system yaitu tidak lagi ada pembedaan antara pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. Berdasarkan pada ketentuan tersebut, alokasi anggaran belanja negara, termasuk anggaran belanja Pemerintah Pusat dirinci menurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja. Rincian belanja negara menurut organisasi dalam setiap tahun anggaran, disesuaikan dengan susunan kementerian negaralembaga Pemerintah Pusat, yang dibentuk untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi tertentu dari pemerintah berdasarkan Undang Undang Dasar 1945 dan peraturan perundangan yang berlaku. Sementara itu, rincian belanja Pemerintah Pusat menurut jenis, dalam format yang baru diperluas dari 6 jenis menjadi 8 jenis. Kedelapan jenis belanja dalam penganggaran belanja Pemerintah Pusat tersebut, terdiri dari: 1 belanja pegawai; 2 belanja barang; 3 belanja modal; 4 pembayaran bunga utang; 5 subsidi; 6 belanja hibah; 7 bantuan sosial; dan 8 belanja lain-lain. Selanjutnya, rincian belanja negara juga berubah dari pendekatan sektor, subsektor, program dan kegiatanproyek menjadi pendekatan berdasarkan fungsi, subfungsi, program dan kegiatan. Ketiga , anggaran belanja pemerintah pusat, dalam kerangka pembaharuan sistem demokrasi, ditempatkan sebagai ujung tombak dari bentuk kerangka Universitas Sumatera Utara intervensi anggaran secara langsung oleh pemerintah dalam membiayai berbagai program pembangunan yang mencerminkan kebijakan Presiden yang terpilih dari hasil pemilihan Presiden yang dilakukan secara langsung, umum, bebas dan rahasia. Keempat , adanya perubahan orientasi kebijakan alokasi anggaran belanja Pemerintah Pusat dalam periode 2005 — 2008 yang lebih diarahkan untuk mendukung langkah-langkah stimulasi terhadap perekonomian dari sisi fiskal pro-growth, dalam rangka memperluas penciptaan lapangan kerja produktif pro-job, dan mengentaskan kemiskinan pro-poor. Berbagai pembaharuan dalam sistem penganggaran, serta perubahan orientasi kebijakan alokasi anggaran belanja negara, dan kebijakan fiskal terkait lainnya, yang ditempuh pemerintah dalam kurun waktu 2005 — 2008, membawa konsekuensi pada perkembangan kinerja belanja pemerintah pusat dalam periode tersebut. Di samping itu, perkembangan pelaksanaan anggaran belanja Pemerintah Pusat dalam kurun waktu 4 tahun terakhir, juga sangat dipengaruhi oleh perkembangan berbagai indikator ekonomi makro, baik internal maupun eksternal, yang dalam periode tersebut bergerak sangat dinamis. Dengan perkembangan berbagai faktor internal maupun eksternal, langkah-langkah pembaharuan sistem penganggaran, dan perubahan dalam orientasi kebijakan belanja dan kebijakan fiskal lainnya yang terkait, maka sejalan dengan bertambah besarnya kebutuhan anggaran bagi penyelenggaraan kegiatan operasional pemerintahan, pemberian pelayanan publik, pemberian stimulus fiskal dalam upaya peningkatan kesejahteraan rakyat, penyediaan subsidi dalam upaya pengendalian dan stabilisasi harga barang-barang kebutuhan pokok, serta Universitas Sumatera Utara pemenuhan kewajiban pembayaran bunga hutang. Dalam kurun waktu 2005 – 2008 realisasi anggaran belanja pemerintah pusat dan daerah mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Untuk lebih jelasnya perkembangan pengeluaran pemerintah dapat dilihat dari tabel berikut ini. Tabel 4.2 Perkembangan Realisasi Pengeluaran Pemerintah tahun 2005-2008 Anggaran 2005 2006 2007 2008 Pengeluaran Pemerintah Pusat 358903 478249 498172 573431 - Belanja pegawai 55589 79075 97983 128169 - Belanja barang 33060 55992 61824 52397 - Belanja modal 36854 69780 69216 101539 - Pembayaran bunga utang 57651 82495 83555 91366 - Utang Dalam negeri 43496 58155 58803 62716 - Utang Luar negeri 14155 24340 24752 28650 - Subsidi 120708 107627 105073 97875 - subsidi BBM 95661 64212 55604 45807 - subsidi non BBM 25047 43415 49469 52068 - Belanja hibah - - - - - Belanja sosial 24247 41018 49663 67402 - Belanja lainnya 30794 42262 30585 34683 Pengeluaran untuk daerah 150516 220850 254201 281229 - Dana Perimbangan 143301 216798 244608 266780 - Dana Bagi Hasil 49829 595964 62726 66071 - Dana Alokasi Umum 88742 145664 164788 179507 - Dana Alokasi Khusus 4730 11570 17094 21202 - Dana otonomi khusus dan penyeimbang 7215 4052 9593 14449 Total 509419 699099 752373 854660 Sumber : Badan Pusat Statistik, 2008 Berdasarkan tabel diatas, dapat kita lihat, realisasi pengeluaran pemerintah dari tahun 2005-2008 menunjukan peningkatan yang signifikan setiap tahunnya. Realisasi anggaran belanja Pemerintah Pusat mencapai Rp 358,903 triliun 20,5 persen terhadap PDB pada tahun 2005 meningkat menjadi Rp. 478,49 triliun pada tahun 2006. Kemudian pada tahun 2007 realisasi pengeluaran pemerintah pusat meningkat lagi menjadi sebesar Rp. 498,172 triliun dan pada tahun 2008 realisasi anggaran belanja pemerintah pusat tersebut meningkat mencapai sebesar Universitas Sumatera Utara Rp 573,431 triliun 27,5 terhadap PDB, atau secara nominal meningkat dengan rata-rata 26,4 per tahun. Peningkatan realisasi pada pengeluaran pemerintah pusat terdiri dari peningkatan pada belanja pegawai sebesar Rp. 55,589 triliun pada tahun 2005, meningkat menjadi sebesar Rp. 79,075 triliun pada tahun 2006. Kemudian pada tahun 2007 belanja pegawai meningkat menjadi Rp. 97,983 triliun dan pada tahun 2008 menjadi Rp. 128,169 triliun. Selain itu, belanja barang dari tahun 2005-5007 terus mengalami peningkatan yaitu masing-masing sebesar Rp. 33,060 triliun, Rp. 55,992 triliun dan Rp. 61,824 triliun. Namun, pada tahun 2008, belanja barang mengalami sedikit penurunan menjadi sebesar Rp. 52,397 triliun. Untuk belanja modal, belanja sosial dan belanja lainnya dari tahun 2005-2008 menunjukan suatu peningkatan yang signifikan. Pembayaran total bunga hutang pada tahun 2005 yang terdiri dari hutang dalam negeri dan hutang luar negeri sebesar Rp. 57,651 triliun meningkat menjadi Rp. 82,495 triliun pada tahun 2006. Pada tahun 2007, total pembayaran hutang meningkat menjadi Rp. 83,555 triliun dan pada tahun 2008 menjadi Rp. 91,366 triliun. Hal ni dikarenakan peningkatan hutang dalam negeri selalu meningkat dan lebih besar daripada hutang luar negeri. Dari tahun 2005-2008, pemerintah selalu mengurangi pengeluaran untuk subsidi. Pada tahun 2005, total pengeluaran untuk realisasi subsidi sebesar Rp. 120,708 triliun menurun menjadi Rp. 107,627 triliun pada tahun 2006. Kemudian menurun lagi pada tahun 2007 menjadi Rp. 105,073 triliun dan pada tahun 2008 turun menjadi Rp. 97,875 triliun. Penurunan ini terjadi pada pengurangan pengeluaran pemerintah untuk subsidi BBM. Sedangkan untuk subsidi non BBM dari tahun 2005-2008 selalu mengalami peningkatan. Universitas Sumatera Utara Realisasi pengeluaran untuk daerah menunjukan peningkatan yang signifikan dari tahun 2005-2008. Pada tahun 2005 sebesar Rp. 150,516 triliun meningkat menjadi menjadi Rp. 220,850 triliun pada tahun 2006. Sedangkan pada tahun 2007 pengeluaran untuk daerah meningkat lagi menjadi Rp. 254,201 triliun dan Rp. 281,229 triliun pada tahun 2008. Peningkatan ini terdiri dari peningkatan dana perimbangan dana bagi hasil, dana alokasi umum dan dana alokasi khusus dan dana otonomi khusus dan penyeimbang. 4.3 Analisis Data 4.3.1