keseimbangan asam basa dan elektrolit. Bila penderita telah kehilangan banyak cairan dan elektrolit, maka gejala dehidrasi mulai tampak. Dehidrasi merupakan
gejala yang segera terjadi akibat pengeluaran cairan tinja yang berulang-ulang Dell, 1973 dalam Suharyono, 2008.
2.2. Dehidrasi
2.2.1. Definisi Dehidrasi
Dehidrasi dideskripsikan sebagai suatu keadaan keseimbangan cairan yang negatif atau terganggu yang bisa disebabkan oleh berbagai jenis penyakit Huang
et al, 2009. Dehidrasi terjadi karena kehilangan air output lebih banyak daripada pemasukan air input Suraatmaja, 2010. Cairan yang keluar biasanya
disertai dengan elektrolit Latief, dkk., 2005. Pada dehidrasi gejala yang timbul berupa rasa haus, berat badan turun,
kulit bibir dan lidah kering, saliva menjadi kental. Turgor kulit dan tonus berkurang, anak menjadi apatis, gelisah kadang-kadang disertai kejang. Akhirnya
timbul gejala asidosis dan renjatan dengan nadi dan jantung yang berdenyut cepat dan lemah, tekanan darah menurun, kesadaran menurun, dan pernapasan kussmaul
Latief, dkk., 2005.
2.2.2. Klasifikasi Dehidrasi
1. Berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan fisik, dehidrasi dapat dibagi
menjadi dehidrasi ringan, sedang dan berat seperti pada tabel di bawah ini:
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1 Klasifikasi Dehidrasi Berdasarkan Gejala Klinis dan Pemeriksaan Fisik
Gejalatanda ringan 3-5
Sedang 6-9 Berat 10 atau
lebih Tingkat kesadaran
Sadar Letargi
Tidak sadar
Pengisian kembali kapiler
2 detik 2-4 detik
Lebih dari 4 detik
Membrane mukosa Normal
Kering Sangat kering
Denyut jantung Sedikit
meningkat Meningkat
Sangat meningkat
Laju pernapasan Normal
Meningkat Meningat dan
hiperapnea
Tekanan darah Normal
Normal; ortostatik Menurun
Denyut nadi Normal
Cepat dan lemah Sangat lemah
samar atau tidak teraba
Turgor kulit Kembali normal
Kembali lambat Tidak segera
kembali
Fontanella Normal
Agak cekung Cekung
Mata Normal
Cekung Sangat cekung
Keluaran urin
Menurun Oliguria
Anuria Dikutip dari Huang et al, 2005
Universitas Sumatera Utara
2. Berdasarkan gambaran elektrolit serum, dehidrasi dapat dibagi
menjadi : a.
Dehidrasi Hiponatremik atau Hipotonik Dehidrasi hiponatremik merupakan kehilangan natrium yang relatif lebih besar
daripada air, dengan kadar natrium kurang dari 130 mEqL. Apabila terdapat kadar natrium serum kurang dari 120 mEqL, maka akan terjadi edema serebral
dengan segala akibatnya, seperti apatis, anoreksia, nausea, muntah, agitasi, gangguan kesadaran, kejang dan koma Garna, dkk., 2000. Kehilangan natrium
dapat dihitung dengan rumus :
S
Na
bearti konsentrasi natrium serum yang terukur, sedangkan 135 adalah nilai normal rendah natrium serum. Pada dehidrasi hipotonik atau hiponatremik, cairan
ekstraseluler relatif hipotonik terhadap cairan intraseluler, sehingga air bergerak dari kompartemen ekstraseluler ke intraseluler. Kehilangan volume akibat
kehilangan eksternal dalam bentuk dehidrasi ini akan makin diperberat dengan perpindahan cairan ekstraseluler ke kompartemen intraseluler. Hasil akhirnya
adalah penurunan volume ekstraseluler yang dapat mengakibatkan kegagalan sirkulasi Behrman et al, 2000. Dehidrasi hiponatremik dapat disebabkan oleh
penggantian kehilangan cairan dengan cairan rendah solut Graber, 2003.
b. Dehidrasi Isonatremi atau Isotonik
Dehidrasi isonatremik isotonik terjadi ketika hilangnya cairan sama dengan konsentrasi natrium dalam darah. Kehilangan natrium dan air adalah sama
jumlahnyabesarnya dalam kompartemen cairan ekstravaskular maupun intravaskular.
Kadar natrium pada dehidrasi isonatremik 130-150 mEqL Huang et al, 2009. Tidak ada perubahan konsentrasi elektrolit darah pada dehidrasi isonatremik
Latief, dkk., 2005.
Defisit natrium mEq = 135 - S
Na
air tubuh total dalam L 0,6 x berat badan dalam kg
Universitas Sumatera Utara
c. Dehidrasi Hipernatremik atau Hipertonik
Dehidrasi hipernatremik hipertonik terjadi ketika cairan yang hilang mengandung lebih sedikit natrium daripada darah kehilangan cairan hipotonik,
kadar natrium serum 150 mEqL. Kehilangan natrium serum lebih sedikit daripada air, karena natrium serum tinggi, cairan di ekstravaskular pindah ke
intravaskular meminimalisir penurunan volume intravaskular Huang et al, 2009. Dehidrasi hipertonik dapat terjadi karena pemasukan intake elektrolit lebih
banyak daripada air Dell, 1973 dalam Suharyono, 2008. Cairan rehidrasi oral yang pekat, susu formula pekat, larutan gula garam yang tidak tepat takar
merupakan faktor resiko yang cukup kuat terhadap kejadian hipernatremia Segeren, dkk., 2005. Terapi cairan untuk dehidrasi hipernatremik dapat sukar
karena hiperosmolalitas berat dapat mengakibatkan kerusakan serebrum dengan perdarahan dan trombosis serebral luas, serta efusi subdural. Jejas serebri ini dapat
mengakibatkan defisit neurologis menetap.
Seringkali, kejang terjadi selama pengobatan bersamaan dengan kembalinya natrium serum ke kadar normal. Selama masa dehidrasi, kandungan natrium sel-
sel otak meningkat, osmol idiogenik intraselular, terutama taurine, dihasilkan. Dengan penurunan cepat osmolalitas cairan ekstraselular akibat perubahan
natrium serum dan kadang-kadang disertai penurunan konsentrasi subtansi lainnya yang serasa osmotik aktif misalnya glukosa, dapat terjadi perpindahan berlebihan
air ke dalam sel otak selama rehidrasi dan menimbulkan udem serebri. Pada beberapa penderita, udem otak ini dapat ireversibel dan bersifat mematikan. Hal
ini dapat tejadi selama koreksi hipernatremia yang terlalu tergesa-gesa atau dengan penggunaan larutan hidrasi awal yang tidak isotonis. Terapi disesuaikan
untuk mengembalikan kadar natrium serum ke nilai normal tetapi tidak lebih
cepat dari 10 mEqL24 jam Behrman et al, 2000.
Universitas Sumatera Utara
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep
Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah :
Gambar 3.1. : kerangka konsep gambaran profil elektrolit anak dehidrasi yang dilihat dari kejadian diare
3.2. Definisi Operasional
Dehidrasi akibat diare adalah komplikasi yang terjadi pada anak yang mengalami diare yang telah didiagnosis dokter dan tercatat pada rekam medis. Dehidrasi ini