65
C. Candi Hati Kudus Tuhan Yesus
Candi Hati Kudus Tuhan Yesus merupakan puncak karya inkulturasi keluarga Schmutzer. Candi tersebut bisa dianggap sebagai puncak karya
inkulturasi karena pada candi inilah kita bisa melihat terobosan paling berani dalam menggunakan simbol-simbol sakral lokal yang kemudian diberikan warna
dan nafas Kristen. Keluarga Schmutzer yang berani mendobrak sekaligus menjawab tantangan dari konverensi ke-2 seHindia-Belanda yang diadakan di
Batavia tahun 1925. Menurut sesepuh lokal dikatakan bahwa, saat ditangani oleh Ferdinand
Barends yang tidak lain adalah kakak tiri dari Josef dan Julius Schmutzer mengalami krisis serius. Pabrik gula Gondang Lipoera selama 25 tahun
mengalami gagal panen dan kesukaran finansial. Begitu juga masa awal setelah Josef dan Julius Schmutzer membeli pabrik gula Gondang Lipoera. Keluarga
Schmutzer yang tidak pernah putus asa dan selalu percaya pada Allah kemudian diberikan keberhasilan dalam mengurus pabrik gula tersebut. Keberhasilan yang
mereka raih terkait dengan keberhasilan mereka dalam menemukan bibit gula yang bagus serta beberapa faktor lain dikaitkan dengan kuasa campur tangan
Allah dalam kehidupan mereka. Sebagai ungkapan terima kasihnya kepada Allah, mereka ingin membangun sebuah monumen. Monumen tersebut selain ungkapan
rasa terima kasih kepada Tuhan juga dimaksudkan untuk menghormati Hati Kudus Yesus.
22
22
Van Rijkevorsel, L, SJ., 1928, Eerste Steenligging Van Een H. Hart Monument Op Java, dalam majalah St. Claverbond, hal. 130-137.
66
Gb. 29. Candi HKTY tahun 1930 Gb. 30. Candi Penataran di Jawa Timur
Sumber: St. Claverbond, Perpustakaan Kolsani Sumber: www.google.com
Candi dibangun selama dua tahun lebih, mengambil disain dari Candi Penataran di Jawa Timur. Candi ini diperkirakan dibangun pada masa Raja
Srengga dari Kerajaan Kediri sekitar tahun 1200 Masehi. Dalam Kitab Nagarakertagama yang ditulis tahun 1365, bagi Raja Hayam Wuruk candi
tersebut dianggap sebagai bangunan suci “Palah”. Dalam Kitab itu pula, Candi Panataran merupakan tempat percandian atau pemakaman bagi Ken Arok, cikal
bakal Kerajaan Singasari. Candi Panataran yang megah menginspirasi Schmutzer untuk mengaplikasikannya pada monumen yang hendak dibangunnya. Pada
tanggal 11 Februari 1930 Mgr. van Velsen memberkati candi berikut arca Kristus Rajanya dan mempersembahkan seluruh Jawa kepada Kristus. Setelah upacara
pemberkatan yang berupa Misa Agung dan prosesi, diadakan pesta besar di halaman rumah keluarga Schmutzer. Upacara pemberkatan dan pesta dihadiri oleh
para pemimpin Katolik dan umat dari seluruh Jawa.
23
Pesta besar itu selain
23
Ibid.
67 sebagai ungkapan syukur, juga menjadi acara pelepasan Josef Schmutzer yang
akan kembali ke Belanda.
Gb. 31. Prosesi dan perjamuan yang diselenggarakan oleh keluarga Schmutzer di pelataran Candi Hati Kudus Tuhan Yesus
Sumber, St. Claverbond, Perpustakaan Kolsani
Pada upacara peletakan batu pertama itu diberkati sebuah arca Kristus Raja yang memperlihatkan hati Kudus-Nya yang bernyala-nyala. Arca berukuran
setinggi 75 cm dan menggambarkan Kristus dalam pakaian raja Jawa tradisional duduk di atas sebuah tahta. Arca ini merupakan miniatur dari arca besar yang akan
diletakkan di dalam candi. Arca Kristus Raja dimasukkan dalam ruangan di dasar candi pripih dengan disertai sepucuk surat persembahan yang berisi riwayat
pendirian candi serta riwayat Gondang Lipoera yang dipahat pada lempeng kuningan. Pripih tersebut kemudian disegel dengan aspal agar tidak kemasukan
air. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
Gb.32. Pemberkatan Arca Hati Kudus Tuhan Yesus di pelataran candi Sumber: St. Claverbond, Perpustakaan Kolsani
Gb. 33. Peletakkan batu pertama oleh Keluarga Schmutzer beserta staff pabrik gula Gondang Lipoera dan guru yang mengajar di Standaardschool yang dibangunnya.
Sumber: St. Claverbond, Perpustakaan Kolsani
Sehubungan dengan arca Kristus Raja kecil yang diletakan di dasar candi, Julius Schmutzer mengatakan, “Jika terjadi peperangan dan segala sesuatu yang
dihancurkan, dan bahkan candi yang indah itu dihancurkan, Yesus akan selalu PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69 hadir di Ganjuran, aman di dasar candi.”
24
Sedangkan menurut beberapa pastor Belanda yang pernah tinggal di Ganjuran, penanaman sebuah arca pada tempat
yang sangat penting sangatlah wajar. Dikatakan bahwa di Belanda, orang- orang yang memiliki tanah garapan biasanya ditaruh sebuah patung Yesus, atau
Bunda Maria, atau patung santo-santa pelindung lainnya
25
. Peletakan patung tersebut diharapkan akan selalu memberikan berkah pada tanah yang ditanaminya
agar lebih subur. Begitu juga yang diharapkan Schmutzer, ia ingin menjadikan Ganjuran sebagai tanah garapan yang subur dan berkembang bagi iman Katolik di
tanah Jawa.
Gb. 34. Candi Hati Kudus Tuhan Yesus Sumber: Adi Santosa, Transformation Of The Ganjuran Church Complex: A Typological Study
Candi dibangun menghadap ke Selatan, tepat berhadap-hadapan dengan rumah Schmutzer. Bagi penduduk setempat ini diartikan sebagai penghargaan
terhadap mitologi Jawa tentang Kanjeng Ratu Kidul. Sama seperti peletakan arca Hati Kudus Yesus dan Ibu Maria di dalam bangunan gereja, keduanya masih
berasal dari mitologi yang sama. Bangunan candi dan patung Hati Kudus Yesus
24
Video dokumenter, loc.cit.
25
Ibid.
70 juga bahkan terbuat dari batu andesit, batu yang berasal dari gunung Merapi.
Penggunaan batu andesit dari Gunung Merapi lebih melambangkan Allah yang Mahakuasa bercitrakan sebagai bapak. Bagi masyarakat Daerah Istimewa
Yogyakarta, Gunung Merapi dianggap sebagai bapak yang mahakuasa dengan segala bentuk mulai dari letusannya yang merusak hingga dampak dari letusan
tersebut yang dapat memberikan kemakmuran bagi anak-anaknya penduduk Daerah Istimewa Yogyakarta. Figur arca Yesus sebagai raja juga merupakan
suatu bentuk pencitraan Allah sebagai Bapak yang Mahakuasa. Candi Hati Kudus Yesus memiliki tinggi 9 meter. Bangunan utama candi
ruang tempat arca diletakkan berdiri di atas landasan pelataran selebar 14 x 5 meter. Dari landasan menuju tempat arca dihubungkan oleh tangga sebanyak 9
buah anak tangga. Arca yang diletakkan di candi sama dengan arca yang ada di dalam ruang gereja.
26
Yesus bersandangkan klasik seorang raja Jawa lengkap dengan segala atributnya. Tinggi arca 1,5 meter dan di kakinya terdapat tulisan
Sampeyan Dalem Maha Prabu Jesus Kristus Pangeraning Para Bangsa. Artinya kira-kira: Sri Baginda Yesus Kristus Raja Pelindung Para Bangsa.
Candi Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran merupakan monumen sebagai ucapan syukur keluarga Schmutzer. Dari sini jelas bahwa Schmutzer ingin
memperingati Allah sebagai Allah yang berbelaskasih, Allah yang Maharahim yang selalu bersedia menolong umat-Nya, yang dilambangkan dari hati yang
menyala pada arca. Selain itu mereka juga ingin mengenang Allah sebagai Raja Mahakuasa, yang telah membimbing mereka melalui masa-masa tersulit dalam
26
Ibid.
71 kehidupan mereka. Bagi masyarakat Jawa, candi berfungsi sebagai tempat
pertemuan antara para pemuja dengan raja yang sudah wafat ataupun dewa mereka. Candi Hati Kudus Tuhan Yesus juga dimaksudkan untuk menjadi tempat
bertemunya umat dengan rajanya, yaitu Kristus. Menurut Romo Utomo dalam homilinya saat Prosesi Agung Gereja HKTY
Ganjuran tahun 2015 dijelaskan bahwa candi ini bercitra ibu sekaligus bapak. Sifat kerahiman Allah tampak dalam bentuk candi itu sendiri. Bagi masyarakat
Jawa, candi merupakan tempat yang gelap dan suci yang melambangkan rahim seorang ibu. Rahim selalu dihubungkan dengan kelahiran kehidupan baru dan
sangat erat hubungan dengan ibu. Allah yang Maharahim adalah Allah yang bercitra ibu yang berbelas-kasih yang mau menderita demi melahirkan manusia
baru.
27
Allah bercitra ibu Allah yang Maharahim juga tampak semakin jelas dengan dihadapkannya candi ke arah selatan, ke Laut Selatan di mana Kanjeng
Ratu Kidul bersemayam. Tidak hanya arah serta bahan pembuat candi saja yang mengambil
mitologi yang dianut oleh masyarakat Jawa. Mitologi lain yang masyarakat Jawa anut dan diungkapkan dalam pembangunan candi yakni angka suci yang menjadi
bagiannya. Angka suci yang dimaksud ialah angka 3 dan 9. Angka 3 diungkapkan dalam jumlah susunan tingkat pada candi, serta jumlah tangga pertama. Angka 3
melambangkan tingkatan atau tahapan manusia untuk bertemu dengan Allah sang Pencipta. Hal itu sudah dijelaskan pada bagian tingkatan yang ada di altar gereja.
Angka 9 menghiasi seluruh bagian Candi Hati Kudus Tuhan Yesus. Tinggi candi
27
Homili dari Romo Utomo Pr. saat Prosesi Agung HKTY Ganjuran 2015, tanggal 28 Juni 2015.
72 Ganjuran adalah 9 meter dan tangga untuk naik ke candi dari pelatarannya terdiri
dari 9 tangga. Dalam tradisi kebatinan Jawa angka 9 dianggap angka suci karena tubuh manusia memiliki 9 lubang. Untuk dapat menghadap Tuhan orang harus
“nutupi babahan sanga” atau menutupi kesembilan lubang yang dimiliki tubuh.
28
Dengan kata lain untuk dapat bertemu dengan Tuhan orang harus mengingkari diri atau bermatiraga. Kesembilan lubang yang dipunyai bagi orang Jawa
merupakan sumber nafsu. Hanya dengan mengekang nafsulah orang dapat bertemu dengan Tuhan. Dengan mengingkari diri dilambangkan dengan menaiki
kesembilan anak tangga barulah kita dapat bertemu dengan Yesus. Lambang 9 juga nampak di bagian luar candi, terdapat 9 buah candi kecil
yang merupakan kran air. Air yang keluar tersebut berasal dari sungai bawah tanah di bawah Candi Hati Kudus Tuhan Yesus. Sumber air ditemukan,
pemakaian air pertama kali dilakukan oleh Bapak Perwita yang tengah menderita sakit tahun 1998.
29
Sama halnya dengan tempat-tempat ziarah lainnya, air yang berasal dari tempat suci juga dipercaya memberikan berkat bagi penggunanya
serta sebagai ujud perantara kebaikan Tuhan. Sumber air yang mengalir di bawah candi kemudian dinamakan “Tirta Perwitasari”. Pemberian nama tersebut juga
berasal dari Serat Bima Suci di mana Bima salah satu tokoh dari Pandawa Lima hendak mencari tirta perwitasari. Tirta perwitasari ini digambarkan sebagai
sebuah sumber air sari kehidupan yang dapat menyelamatkan sekaligus menyempurnakan kehidupan Bima. Tirta adalah air, Sari merupakan sebuah inti.
28
Ibid.
29
Panitia Pembangunan Gereja Ganjuran Pasca Gempa, op.cit., hlm. 28.
73 Secara kebetulan, orang pertama yang mengaku telah dikabulkan doanya setelah
meminum air tersebut bernama Bapak Perwito.
Gb. 35. Kran air Trita Perwitasari yang bejumlah 9, masing-masing terdapat 3 di setiap sisi Candi HKTY
Sumber: Adi Santosa, Transformation Of The Ganjuran Church Complex: A Typological Study
Beberapa tahun setelah penemuan dan pembuatan kran dari Tirta Perwitasari tersebut, dibangunlah tempat lain di sisi barat candi sebagai pengganti
kran air yang telah ada. Hal itu disebabkan oleh berbagai faktor. Faktor pertama yaitu semakin banyaknya peziarah yang mengambil air dari kran di pinggir candi
menyebabkan saluran utama yang tepat di bawah candi tidak mampu lagi menghasilkan air. Faktor kedua, karena bila banyak orang yang mengambil air di
pinggir candi, suara percikkan air yang disebabkan dari kran tersebut menggangu kekhusyukan doa para peziarah. Baru di tahun 2005 tepat setahun sebelum gempa
Yogyakarta tahun 2006 terjadi kran dari Tirta Perwitasari tersebut dipindahkan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
Gb. 36. Kran air Tirta Perwitasari yang sudah dipindah tahun 2005 Sumber: Dokumen Pribadi
Untuk melengkapi ornamen dalam gereja, dilengkapi pula rangkaian peristiwa jalan salib yang digambarkan dengan inkulturasi kejawaan dengan
agama Katolik. Schmutzer dan Iko yang sebelumnya telah membuat sebuah relief jalan salib pemberhentian pertama dengan corak Hindu-Jawa yang melekat pada
pakaian Yesus dilarang oleh Vatikan, namun usahanya untuk melengkapi ornamen gereja tetap dilakukan. Pada tahun 1930, gambar rangkaian peristiwa
Jalan Salib masih berupa kain kanvas yang dibatik menjadi cerita dan difigura serta diletakkan di atas jendela gereja.
30
Pada tahun 1997, panel-panel Jalan Salib dibuat dengan relief yang diukir pada batu berwarna putih. Jumlah panel
pemberhentian tersebut ada 15 dimana pemberhentian ke-15, Yesus bangkit dari mati sebagai lambang umat Tyas Dalem yang diutus menjadi berkat bagi
30
Wawancara dengan Bapak Siwi, tanggal 7 November 2015, jam 9.30.
75 sesama
31
. Untuk memulai Jalan Salib diawali dengan berdoa di patung Ibu Maria seperti yang ada di dalam bangunan gereja, namun patung ini terbuat dari batu
andesit hitam.
Gb. 37. Arca Bunda Maria untuk memulai doa Jalan Salib di Ganjuran. Sumber: Dokumen Pribadi
Gb. 37. Relief Jalan Salib di pelataran Candi Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran. Sumber: Dokumen Pribadi
31
Panitia Pembangunan Gereja Ganjuran Pasca Gempa, loc.cit.
76 Dari beberapa Romo yang memimpin Gereja Ganjuran, banyak diantara
mereka yang membangun bangunan di luar bangunan gereja, seperti pastoran, parkiran serta tempat berjualan bagi masyarakat sekitar. Pada tahun 2000 saat
Romo G. Utomo, Pr. menjadi romo paroki Ganjuran, ia memprakarsai pemasangan jendela pada dinding-dinding sayap gereja agar dapat dibuka pada
hari raya, mengingat perluasan gereja hampir tidak mungkin dilakukan lagi. Setelah ditetapkannya Ganjuran sebagai tempat peziarahan tahun 1997, di tahun
2003 dibangun dua buah bangunan tambahan di sisi utara dan selatan gereja. Bangunan tersebut berbentuk pendapa dengan atap kampung dan berfungsi
sebagai tempat berkumpul beberapa paguyuban yang ditangani oleh Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran dan paguyuban lainnya, serta digunakan sebagai
tempat umat beribadah saat hari raya besar.
Gb. 38. Nampak pendapa dengan atap rumah kampung yang ada di sisi Utara dan Selatan gereja Sumber: www.google.com
77
BAB IV KEJAWAAN GEREJA GANJURAN