Pengelolaan Sumber Daya HASIL DAN PEMBAHASAN

13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yaitu waktu kerja dalam sehari adalah 7 tujuh jam. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan apoteker sebagian besar telah memenuhi ketentuan yang berlaku.

B. Pengelolaan Sumber Daya

1. Sumber daya manusia Dalam Permenkes Nomor 1027MENKESSKIX2004, sesuai dengan ketentuan yang berlaku apotek harus dikelola oleh seorang apoteker yang profesional. Dalam mengelola apotek, Apoteker senantiasa harus memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan yang tepat, kemampuan berkomunikasi antar profesi, menempatkan diri sebagai pimpinan dalam situasi multidisipliner, kemampuan mengelola SDM secara efektif, selalu belajar sepanjang karier, dan membantu memberi pendidikan dan memberi peluang untuk meningkatkan pengetahuan. WHO sebagai badan kesehatan dunia menyatakan dalam seven stars pharmacist, yaitu Apoteker atau farmasis sebagai leader. Apoteker diharapkan memiliki kemampuan untuk menjadi pemimpin. Kepemimpinan yang diharapkan meliputi keberanian mengambil keputusan yang empati dan efektif, serta kemampuan mengkomunikasikan dan mengelola hasil keputusan. Permenkes Nomor 922 tahun 1993 pasal 20 menyebutkan bahwa Apoteker Pengelola Apotek bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh Apoteker Pendamping, Apoteker Pengganti di dalam pengelolaan apotek. Apoteker Pengelola Apotek bertanggung jawab penuh PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI dalam menjalankan tugasnya di apotek serta mengawasi kinerja asisten apoteker dan karyawan lain Hartini dan Sulasmono, 2006. Tabel V. Pengambilan keputusan di apotek berdasarkan persetujuan APA No Pengambilan keputusan berdasarkan persetujuan APA Jumlah Persentase n = 35 1 Ya 29 83 2 Tidak 5 17 Total 35 100 Hasil penelitian diketahui bahwa sebanyak 83 pengambilan keputusan di apotek selalu berdasarkan persetujuan APA dan tujuh belas persen tidak selalu berdasarkan keputusan APA. Keputusan yang diambil berdasarkan persetujuan APA dalam penelitian ini mencakup perencanaan, pengadaan dan penyimpanan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya. Hasil tersebut menunjukkan bahwa Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian sumber daya manusia telah dilaksanakan dengan baik karena memiliki persentase lebih dari 50 , yaitu sebanyak 83 . 2. Sarana dan prasarana a. Papan petunjuk apotek Kepmenkes Nomor 1027MENKESSKIX2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian menyebutkan bahwa “Apotek berlokasi pada daerah yang dengan mudah dikenali oleh masyarakat. Pada halaman terdapat papan petunjuk yang dengan jelas tertulis kata apotek.” Dalam lampiran Form Apt-3 Kepmenkes No. 1332 tahun 2002 disebutkan papan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI nama berukuran minimal panjang 60 cm, lebar 40 cm dengan tulisan hitam di atas dasar putih; tinggi huruf minimal 5 cm, tebal 5 cm. Pada pasal 6 ayat 3 Kepmenkes No. 278 tahun 1981 tentang persyaratan apotek disebutkan bahwa “Papan nama harus memuat : Nama apotek, nama Apoteker Pengelola Apoteker, Nomor Surat Izin Apotek, Alamat apotek dan nomor telepon, kalau ada.” Tabel VI. Ketersediaan papan yang tertulis kata apotek pada muka apotek No Ketersediaan papan apotek Jumlah Persentase n = 35 1 Ya 35 100 2 Tidak Total 35 100 Hasil penelitian dapat dilihat bahwa 100 apotek yang terdapat di Kabupaten Bantul sudah terpasang papan bertuliskan apotek yang sesuai dengan ketentuan pada Kepmenkes No. 1332 tahun 2002 dan Kepmenkes No. 278 tahun 1981. Data tersebut menunjukkan bahwa lokasi apotek dapat dengan mudah diakses oleh masyarakat. b. Tempat yang terpisah antara produk kefarmasian dengan produk lainnya Permenkes No. 922 tahun 1993 pasal 6 tentang “Persyaratan Apotek” : ayat 2 “Sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan kegiatan pelayanan komoditi lainnya di luar sediaan farmasi” dan ayat 3 “Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi lainnya di PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI luar sediaan farmasi”. Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 diberi batasan antara produk kefarmasian dengan produk lainya dengan menyebutkan bahwa pelayanan produk kefarmasian diberikan pada tempat yang terpisah dari aktivitas pelayanan dan penjualan produk lainnya, hal ini berguna untuk menunjukkan integritas dan kualitas produk serta mengurangi resiko kesalahan penyerahan. Tabel VII. Pemisahan produk kefarmasian dengan produk lainnya No Tempat yang terpisah dari produk lain Jumlah Persentase n = 35 1 Ya 24 69 2 Tidak 11 31 Total 35 100 Hasil penelitian diatas, dapat dilihat bahwa 69 responden melakukan pemisahkan produk kefarmasian dengan produk lainnya sesuai dengan Kepmenkes No. 1027 tahun 2004, sedangkan 31 responden tidak melakukan pemisahkan produk kefarmasian dengan produk lainnya. Produk lain yang dimaksud antara lain pembalut wanita, alat kontrasepsi, peralatan bayi, dan lain-lain. c. Ruang tunggu bagi pasien Kepmenkes Nomor 1027MENKESSKIX2004 menyebutkan bahwa apotek harus memiliki ruang tunggu yang nyaman bagi pasien, yaitu yang bersih dan bebas dari hewan pengerat, seranggapest. Hal ini juga diatur dalam Kepmenkes Nomor 278 tahun 1981 pasal 4 ayat 2 yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI pada salah satu syaratnya menyebutkan bahwa apotek harus memiliki ruang tunggu. Tabel VIII. Ketersediaan ruang tunggu bagi pasien No Ketersediaan ruang tunggu bagi pasien Jumlah Persentase n = 35 1 Ya 35 100 2 Tidak Total 35 100 Hasil penelitian dapat dilihat bahwa semua apotek telah memiliki ruang tunggu. Hal ini telah sesuai dengan yang tertera dalam Kepmenkes No. 1027 tahun 2004. d. Tempat untuk mendisplai informasi kesehatan Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 menyebutkan bahwa apotek harus memiliki tempat untuk mendisplai informasi bagi pasien, termasuk penempatan brosurmateri informasi. Informasi disini mungkin obat-obatan baru atau isu-isu kesehatan yang beredar di masyarakat. Tabel IX. Ketersediaan brosurinformasi mengenai kesehatan No Ketersediaan brosur informasi mengenai kesehatan Jumlah Persentase n = 35 1 Ya 34 97 2 Tidak 1 3 Total 35 100 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Hasil penelitian menunjukkan bahwa 97 responden menyediakan brosurinformasi bagi pasien dan tiga persen tidak menyediakan informasi bagi pasien. Tabel X. Ketersediaan tempat khusus untuk mendisplai informasi No Ketersediaan tempat khusus untuk mendisplai informasi Jumlah Persentase n = 35 1 Ya 32 91 2 Tidak 3 9 Total 35 100 Hasil penelitian dapat dilihat bahwa 91 apotek mempunyai tempat khusus untuk mendisplai brosurinformasi bagi pasien dan sembilan persen apotek tidak mempunyai tempat khusus untuk mendisplai brosurinformasi bagi pasien. e. Ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien Masyarakat harus diberi akses secara langsung dan mudah oleh apoteker untuk memperoleh informasi dan konseling. Kepmenkes Nomor 1027MENKESSKIX2004 menyebutkan ruang tertutup untuk konseling bagi pasien dilengkapi dengan meja dan kursi untuk menyimpan catatan medikasi pasien. Konseling yang dilakukan dapat mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan salah sediaan farmasi atau perbekalan kesehatan lainnya Hartini dan Sulasmono, 2006. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Tabel XI. Ketersediaan ruang tertutup untuk konseling No Ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien Jumlah Persentase n = 35 1 Ya 6 17 2 Tidak 29 83 Total 35 100 Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya tujuh belas persen apotek yang mempunyai ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien, sedangkan 83 apotek tidak mempunyai ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien dikarenakan keterbatasan bangunan yang dipakai untuk apotek, sehingga tidak memungkinkan membuat ruang khusus untuk konseling. Selain itu ada juga Apoteker yang belum mengetahui adanya peraturan mengenai ketersediaan ruang tertutup untuk konseling. Hal ini jelas tidak sesuai dengan Kode Etik Apoteker Indonesia pasal 8 yang menyatakan bahwa seorang Apoteker harus aktif mengikuti perkembangan peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan pada umumnya dan di bidang farmasi pada khususnya. f. Ruang racikan Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 menyebutkan bahwa apotek harus memiliki ruang racikan. Hal ini juga diatur pada Kepmenkes Nomor 278 tahun 1981 pasal 4 dan pada lampiran Form Apt-3 Kepmenkes Nomor 1332 tahun 2002 yang menyebutkan bahwa apotek harus memiliki ruang peracikan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Tabel XII. Ketersediaan ruang racikan di apotek No Ruang racikan Jumlah Persentase n = 35 1 Kering dan basah 21 60 2 Kering saja 10 29 3 Tidak ada ruang racikan 4 11 Total 35 100 Hasil penelitian dapat dilihat bahwa 60 apotek memiliki ruang racikan kering dan basah; 29 hanya memiliki ruang racikan kering; dan sebanyak 11 tidak mempunyai ruang racikan. Alasannya dikarenakan keterbatasan bangunan sehingga ruang racikan kering dan basah dijadikan satu dalam suatu ruangan. g. Keranjang sampah untuk staf maupun pasien Kepmenkes Nomor 1027MENKESSKIX2004 menyebutkan bahwa lingkungan apotek harus dijaga kebersihannya dan apotek harus bebas dari hewan pengerat, serangga pest. Sehingga apotek harus memiliki keranjang sampah yang tersedia untuk staf maupun pasien. Pada lampiran Form Apt-3 Kepmenkes Nomor 1332 tahun 2002 disebutkan bahwa bangunan apotek sekurang-kurangnya harus memiliki sanitasi yang baik serta memenuhi persyaratan hygiene lainnya. Keranjang sampah merupakan salah satu fasilitas untuk menjaga sanitasi di apotek agar dapat terjaga dengan baik. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Tabel XIII. Ketersediaan keranjang sampah untuk staf dan pasien No Keranjang sampah Jumlah Persentase n = 35 1 staf dan pasien 30 86 2 staf saja 5 14 Total 35 100 Hasil penelitian menunjukkan bahwa apotek yang memiliki keranjang sampah untuk staf dan pasien sebanyak 86. Sedangkan sebanyak empat belas persen apotek hanya memiliki keranjang sampah untuk staf, karena dianggap waktu yang diperlukan untuk antri atau menunggu pelayanan obat hanya sebentar sehingga keranjang sampah untuk pasien dianggap kurang perlu. h. Rangkuman hasil pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian sarana dan prasarana 100 100 60 86 17 91 69 50 100 Papan petunjuk apotek Tempat yang terpisah antara produk kefarmasian dengan produk lainnya Ruang tunggu bagi pasien Tempat untuk mendisplai informasi kesehatan Ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien Ruang racikan Keranjang sampah untuk staf maupun pasien Gambar 4. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bidang sarana dan prasarana PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Berdasarkan keterangan di atas, sarana dan prasarana yang telah ada atau dilaksanakan, yaitu dengan persentase pelaksanaan di atas 50, meliputi ketersediaan papan petunjuk apotek 100, tempat yang terpisah antara produk kefarmasian dengan produk lainnya 69, tersedianya ruang tunggu bagi pasien 100, tersedianya tempat untuk mendisplai informasi kesehatan 91, tersedianya ruang racikan 60 dan tersedianya keranjang sampah untuk staf dan pasien 86. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian pengelolaan sarana dan prasarana sebagian besar telah dilaksanakan dengan baik kecuali ketersediaan ruangan tertutup untuk konseling 17. Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian perlu ditingkatkan lagi terutama dalam penyediaan ruangan tertutup untuk konseling. 3. Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 menyebutkan bahwa pengelolaan persediaan farmasi dan perbekalan kesehatan, yang meliputi perencanaan, pengadaan, penyimpanan dan pelayanan. a. Perencanaan Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 menyebutkan bahwa perencanaan pengadaan sediaan farmasi perlu memperhatikan pola penyakit, tingkat perekonomian masyarakat dan budaya masyarakat. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 1 Pola penyakit Perlu memperhatikan dan mencermati pola penyakit yang timbul di masyarakat sehingga apotek dapat memenuhi kebutuhan masyarakat tentang obat-obat untuk penyakit tertentu. 2 Kemampuan masyarakat Tingkat ekonomi masyarakat di sekitar apotek juga akan mempengaruhi daya beli terhadap obat-obatan. Jika masyarakat sekitar memiliki tingkat perekonomian menengah ke bawah, maka apotek perlu menyediakan obat-obat yang harganya terjangkau seperti obat generic berlogo. Demikian pula sebaliknya, jika masyarakat sekitar memiliki tingkat perekonomian menengah ke atas yang cenderung memilih obat paten, maka apotek juga harus menyediakan obat-obat paten yang sering diresepkan. 3 Budaya masyarakat Pandangan masyarakat terhadap obat, pabrik obat, bahkan iklan obat dapat mempengaruhi dalam hal pemilihan obat-obatan khususnya obat-obat tanpa resep. Demikian juga dengan budaya masyarakat uang lebih senang berobat ke dokter, maka apotek perlu memperhatikan obat-obat yang sering diresepkan oleh dokter tersebut. Hartini dan Sulasmono, 2006 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Tabel XIV. Latar Belakang Perencanaan Pengadaan Sediaan Farmasi di Apotek No Perencanaan pengadaan sediaan farmasi Jumlah Persentase n = 35 1 Pola penyakit, kemampuan masyarakat dan budaya masyarakat 29 83 2 Pola penyakit dan kemampuan masyarakat 5 14 3 Kemampuan dan budaya masyarakat 1 3 Total 35 100 Hasil penelitian menunjukkan bahwa perencanaan pengadaan sediaan farmasi sebanyak 83 responden telah memperhatikan pola penyakit, kemampuan masyarakat dan budaya masyarakat; empat belas persen hanya memperhatikan pola penyakit dan kemampuan masyarakat; sedangkan tiga persen hanya memperhatikan kemampuan dan budaya masyarakat. Selain itu ada juga metode yang sering digunakan dalam perencanaan pengadaan sediaan farmasi yaitu metode epidemiologi, metode konsumsi, metode kombinasi dan metode just in time. 1 Metode epidemiologi Perencanaan dengan metode ini dibuat berdasarkan pola penyebaran penyakit dan pola pengobatan penyakit yang terjadi daloam masyarakat. 2 Metode konsumsi Perencanaan dengan metode ini dibuat berdasarkan data pengeluaran barang periode lalu. Selanjutnya data tersebut dapat dikelompokkan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI dalam kelompok fast moving cepat beredar maupun yang slow moving lambat beredar. 3 Metode kombinasi Metode ini merupakan gabungan dari metode epidemiologi dan metode konsumsi . Perencanaan pengadaan barang dibuat berdasarkan pola penyebaran penyakit dan melihat kebutuhan sediaan farmasi periode sebelumnya 4 Metode just in time Perencanaan dilakukan saat obat dibutuhkan dan obat yang ada di apotek dalam jumlah terbatas. Perencanaan ini untuk obat-obat yang jarang dipakai atau diresepkan dan harganya mahal serta memiliki waktu kadaluwarsa yang pendek. b. Pengadaan Permenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 menyebutkan bahwa untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian maka pengadaan sediaan farmasi harus melalui jalur resmi. Pengadaan barang berdasarkan perencanaan yang telah di buat dan disesuaikan dengan anggaran keuangan yang ada. Pengadaan barang meliputi proses pemesanan, pembelian, dan penerimaan barang. Ada 3 macam pengadaan yang biasa dilakukan di apotek, yaitu pengadaan pengadaan dalam jumlah terbatas, pengadaan secara berencana, dan pengadaan spekulatif. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 1 Pengadaan dalam jumlah terbatas Pengadaan dalam jumlah yang terbatas dimaksudkan apabila persediaan barang dalam hal ini adalah obat-obatan sudah menipis. Barang-barang yang dibeli hanyalah obat-obatan yang dibutuhkan saja, dalam waktu satu sampai dua minggu.Hal tersebut dilakukan untuk mengurangi stok obat dalam jumlah besardan pertimbangan masalah biaya yang minimal. Namun perlu pula adanya pertimbangan pengadaan obat dalam jumlah terbatas ini dilakukan apabila PBF tersebut ada di dalam kota dan selalu siap mengirimkan obat dalam waktu cepat. 2 Pengadaan secara berencana Pengadaan secara berencana adalah perencanaan pembelian obat berdasarkan penjualan perminggu atau perbulan. Sistem ini dilakukan pendataan obat-obat mana yang laku banyak dan tergantung pula pada kondisi cuaca, misalnya saat pergantian musim banyak orang yang menderita penyakit batuk dan pilek. Hasil pendataan tersebut diharapkan dapat memaksimalkan prioritas pengadaan obat. Cara ini biasa dilakukan apabila supplier atau PBF berada di luar kota. 3 Pengadaan secara spekulatif Cara ini dilakukan apabila akan ada kenaikan harga serta bonus yang ditawarkan jika mengingat kebutuhan, namun resiko ini terkadang tidak sesuai dengan rencana, karena obat dapat rusak, apabila stok obat di gudang melapaui kebutuhan. Di sisi lain obat- PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI obatan yang mempunyai ED akan menyebabkan kerugian yang besar, namun apabila spekulasinya benar dapat mendatangkan keuntungan yang besar. Menurut Hartini dan Sulasmono 2006, pengadaan sediaan farmasi apotek termasuk di dalamnya golongan obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras, psikotropika dan narkotika dapat berasal langsung dari pabrik farmasi, Pedagang Besar Farmasi pasal 3 Permenkes 918 Nomor 918 tahun 1993 tentang Pedagang Besar Farmasi maupun ke apotek lain. Sediaan farmasi berupa golongan obat bebas dapat pula dibeli dari toko obat berijinpedagang eceran obat. Semua pembelian harus dengan faktur pembelian resmi. Bagan jalur distribusi obat dapat dilihat pada lampiran 6. Tabel XV. Sumber Perolehan Obat di Apotek No Sumber perolehan obat Jumlah Persentase n = 35 1 PBF, pabrik, apotek lain, toko obat, swalayan 2 6 2 PBF, pabrik, apotek lain, toko obat 3 9 3 PBF, pabrik, toko obat 1 3 4 PBF, pabrik 2 6 5 PBF, apotek lain, toko obat, swalayan 6 16 6 PBF, apotek lain, toko obat 9 26 7 PBF, apotek lain, swalayan 2 6 8 PBF, apotek lain 8 22 9 PBF saja 2 6 Total 35 100 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Hasil penelitian didapatkan bahwa responden memperoleh obat- obatan melalui jalur resmi sesuai Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 sebesar 72, sedangkan responden yang lain memperoleh obat-obatan dari jalur resmi dan jalur tidak resmi, misalnya swalayan. c. Penyimpanan Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 menyebutkan bahwa obatbahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Tabel XVI. Pemindahan isi obat ke wadah lain No Pemindahan isi obat ke wadah lain Jumlah Persentase n = 35 1 Ya 20 57 2 Tidak 15 4 Total 35 100 Hasil penelitian didapatkan bahwa 43 responden selalu menyimpan obat dalam wadah asli dari pabrik, sedangkan 57 responden pernah memindahkan isi obat ke wadah lain. Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 menyebutkan bahwa dalam hal pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah baru, wadah sekurang–kurangnya memuat nomor batch dan tanggal kadaluwarsa. Pemindahan obat dari PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI wadah aslinya bertujuan untuk meningkatkan waktu pelayanan sehingga lebih efisien. Gambaran mengenai informasi yang disertakan apoteker pada wadah baru dapat dilihat pada Tabel XVII berikut. Tabel XVII. Informasi yang disertakan pada wadah baru No Informasi yang disertakan Jumlah Persentase n = 20 1 Produsen, nomor batch, tanggal kadaluwarsa, aturan pakai, cara penyimpanan 5 25 2 Produsen, nomor batch, tanggal kadaluwarsa, aturan pakai 2 10 3 Produsen, nomor batch, tanggal kadaluwarsa 4 20 4 Nomor batch, tanggal kadaluwarsa 2 10 5 Tanggal kadaluwarsa, aturan pakai, cara penyimpanan 2 10 6 Tanggal kadaluwarsa 1 5 7 Aturan pakai, cara penyimpanan 2 10 8 Tidak ada informasi 2 10 Total 20 100 Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, informasi yang harus dicantumkan pada wadah baru sekurang-kurangnya memuat nomor batch dan tanggal kadaluwarsa. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa responden yang mencantumkan nomor batch dan tanggal kadaluwarsa sesuai yang tertera dalam Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 sebesar 55, sedangkan 45 responden tidak mencantumkan nomor batch dan tanggal kadaluwarsa seperti yang telah ditentukan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 juga menyebutkan bahwa semua bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai, layak dan menjamin kestabilan bahan. Kepmenkes Nomor 278 tahun 1981 pasal 4 menyebutkan bahwa apotek harus mempunyai ruang penyimpan obat. Tabel XVIII. Ketersediaan tempat penyimpanan khusus No Ketersediaan tempat penyimpanan khusus Jumlah Persentase n = 35 1 Ya 34 97 2 Tidak 1 3 Total 35 100 Hasil penelitian didapatkan bahwa 97 apotek mempunyai tempat penyimpanan khusus untuk obat-obat tertentu. Dalam Kepmenkes Nomor 278 tahun 1981 pasal 7, tempat penyimpanan khusus yang dimaksud dalam penelitian ini contohnya adalah tempat penyimpanan khusus untuk narkotika dan pasal 9, lemari pendingin yang digunakan untuk menyimpan obat-obat tertentu yang mudah rusak atau meleleh pada suhu kamar seperti serum dan vaksin. Adanya tempat penyimpanan khusus di apotek tersebut secara tidak langsung dapat menggambarkan kesesuaian dan kelayakan tempat dengan kestabilan obat pada saat penyimpanan. Menurut Kepmenkes Nomor 1332 tahun 2002 pasal 25, izin apotek dicabut apabila Apoteker tidak memenuhi kewajiban seperti yang dimaksud pasal 12 ayat 1 : “Apoteker berkewajiban menyediakan, menyimpan dan menyerahkan sediaan farmasi yang bermutu baik dan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI yang keabsahannya terjamin” dan pasal 12 ayat 2 : ”Sediaan farmasi yang karena sesuatu hal tidak dapat dipergunakan lagi atau dilarang dipergunakan, harus dimusnahkan dengan cara dibakar atau ditanam, atau dengan cara lain yang ditetapkan oleh menteri”. d. Rangkuman hasil pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya 83 72 43 97 50 100 Perencanaan, meliputi : pola penyakit, tingkat perekonomian masyarakat dan budaya masyarakat Pengadaan melalui jalur resmi Penyimpanan dalam wadah asli dari pabrik Informasi yang disertakan pada wadah baru, meliputi : nomor batch dan tanggal kadaluwarsa Gambar 5. Standar Pelayanan Kefarmasian bagian pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya Berdasarkan keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya sebagian telah dilaksanakan dengan baik. Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya yang telah PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI dilaksanakan, yaitu yang memiliki persentase pelaksanaan di atas 50, meliputi perencanaan sebesar 83, pengadaan melalui jalur resmi sebesar 72 dan penyertaan informasi pada wadah baru sebesar 97. Namun demikian masih terdapat pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya yang belum dilaksanakan, yaitu yang memiliki persentase pelaksanaan di bawah 50, meliputi penyimpanan dalam wadah asli pabrik sebesar 43 sehingga perlu ditingkatkan lagi pelaksanaannya. 4. Administrasi Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004 menyebutkan bahwa dalam menjalankan pelayanan kefarmasian di apotek, perlu dilaksanakan kegiatan administrasi yang meliputi administrasi umum dan administrasi pelayanan. a. Administrasi umum Administrasi umum ini meliputi pencacatan, pengarsipan, pelaporan narkotika, psikotropika dan dokumentasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 1 Pencatatan dan pengarsipan transaksi pembelian Kepmenkes Nomor 278 tahun 1981 pasal 13 e menyebutkan bahwa dalam apotek harus tersedia buku pembelian dan penerimaan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Tabel XIX. Penyertaan buktifaktur pembelian dan mencatat setiap obat yang dibeli No Selalu disertai bukti atau faktur pembelian dan dicatat Jumlah Persentase n = 35 1 Ya 35 100 2 Tidak - Total 35 100 Hasil penelitian didapatkan bahwa semua responden 100 selalu menyertakan buktifaktur pembelian untuk setiap obat yang mereka pesanbeli dan selalu dicatat dalam buku penerimaan 2 Pencatatan dan pengarsipan transaksi penjualan Pasal 12 Kepmenkes RI Nomor 280 tahun 1981 menyebutkan bahwa setiap penjualan harus disertai dengan nota penjualan. Pasal 13 d menyebutkan bahwa dalam apotek harus tersedia blangko faktur dan blangko nota penjualan. Tabel XX. Penyertaan FakturNota Penjualan No Dilengkapi fakturnota penjualan Jumlah Persentase n = 35 1 Ya 20 57 2 Tidak 15 43 Total 35 100 Hasil penelitian didapatkan bahwa 57 responden selalu menyertakan faktur atau nota penjualan pada setiap transaksi penjualan yang mereka lakukan, sedangkan 43 responden tidak selalu PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI menyertakan faktur atau nota penjualan pada setiap transaksi penjualan yang mereka lakukan. Tabel XXI. Pencatatan setiap penjualan dalam buku penjualan No Pencatatan dalam buku penjualan Jumlah Persentase n = 35 1 Ya 33 94 2 Tidak 2 6 Total 35 100 Hasil penelitian didapatkan bahwa terdapat 94 responden selalu mencatat setiap transaksi penjualan dalam buku penjualan, sedangkan enam persen responden tidak selalu mencatat setiap transaksi penjualan yang terjadi. 3 Pengeluaran narkotika dan psikotropika Kepmenkes Nomor 278 tahun 1981 pasal 13 g menyebutkan bahwa dalam apotek harus tersedia buku pencatatan obat narkotika dan psikotropika. Pasal 33 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1997 menyebutkan bahwa apotek wajib membuat dan menyimpan catatan mengenai kegiatan yang berhubungan dengan psikotropika dan pada pasal 11 Undang-Undang Nomor 22 tahun 1997 disebutkan bahwa apotek wajib membuat laporan berkala mengenai pengeluaran narkotika. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Tabel XXII. Pencatatan setiap pengeluaran narkotika dan psikotropika No Dicatat dalam buku pencatatan Jumlah Persentase n = 35 1 Ya 33 94 2 Tidak 2 6 Total 35 100 Hasil penelitian didapatkan bahwa 94 responden selalu melakukan pencatatan setiap pengeluaran narkotika dan psikotropika dalam buku pencatatan narkotika dan psikotropika. Sedangkan enam persen responden tidak selalu melakukan pencatatan setiap pengeluaran narkotika dan psikotropika dalam buku pencatatan narkotika dan psikotropika. b. Administrasi pelayanan Administrasi pelayanan ini meliputi pengarsipan resep, pengarsipan cacatan pengobatan pasien dan pengarsipan hasil monitoring penggunaan obat. 1 Pengarsipan resep Kepmenkes Nomor 280 tahun 1981 pasal 7 menyebutkan bahwa Apoteker Pengelola Apotek mengatur resep yang telah dikerjakan menurut urutan tanggal dan nomor urut penerimaan resep dan harus disimpan sekurang-kurangnya selama tiga tahun. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Tabel XXIII. Penyimpanan resep secara berurutan No Selalu menyimpan resep secara berurutan Jumlah Persentase n = 35 1 Ya 35 100 2 Tidak Total 35 100 Hasil penelitian didapatkan bahwa semua responden 100 selalu menyimpan resep menurut urutan tanggal dan nomor resep. 2 Medication record Menurut Kepmenkes RI Nomor 1027MENKESSKIX2004, medication record adalah pengarsipan catatan pengobatan pasien. Medication record berisi tentang data pribadi pasien nama, usia, jenis kelamin, alamat, nomor resep, nama dokter, riwayat obat yang pernah digunakan pasien dan riwayat penyakit pasien. Catatan pengobatan setiap pasien ini bertujuan apabila sewaktu-waktu dibutuhkan informasi mengenai riwayat pengobatannya dan sumber bagi apoteker untuk melaksanakan pelayanan residensial home care Tabel XXIV. Pengisian medication record No Pengisian medication record Jumlah Persentase n = 35 1 Ya 16 46 2 Tidak 19 54 Total 35 100 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Hasil penelitian didapatkan bahwa 46 responden selalu melakukan pengisian medication record dan 54 responden tidak selalu melakukan pengisian medication record. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa pelaksanaan pengisian medication record hanya dilakukan pada pasien tertentu, yaitu pasien yang lansia dan pasien dengan penyakit tertentu seperti cardiovascular, TBC, diabetes, asma dan penyakit kronis lainnya. Selain itu juga dikarenakan keterbatasan waktu dan sumber daya manusia untuk melakukan pencatatan pengobatan setiap pasien. 3 Rangkuman hasil pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian administrasi 100 100 57 94 94 46 50 100 Pencatatan dan pengarsipan pembelian Penyertaan buktifaktur penjualan Pencatatan penjualan Pencatatan narkotika dan psikotropika Pengarsipan resep Pelaksanaan pengisian medication record Gambar 6. Standar Pelayanan Kefarmasian bagian administrasi Berdasarkan keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian administrasi, meliputi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI administrasi umum dan administrasi pelayanan sebagian besar telah dilaksanakan dengan baik. Kegiatan administrasi yang telah dilaksanakan, yaitu yang memiliki persentase pelaksanaan di atas 50, meliputi pencatatan dan pengarsipan pembelian 100, penyertaan buktifaktur penjualan 57, pencatatan penjualan 94, pencatatan narkotika dan psikotropika 94, pengarsipan resep 100, Namun demikian, masih terdapat kegiatan administrasi yang belum sepenuhnya dilaksanakan, yaitu yang memiliki persentase pelaksanaan di bawah 50, meliputi pengisian medication record 46 sehingga perlu ditingkatkan lagi pelaksanaannya.

C. Pelayanan

Dokumen yang terkait

Kajian pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian berdasarkan Kepmenkes RI nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 di apotek-apotek Kabupaten Gunungkidul.

0 1 175

Pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian di apotek berdasarkan Kepmenkes RI nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 di Kabupaten Sleman periode Oktober-Desember 2006.

0 8 127

Pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian di apotek berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 di Kota Yogyakarta.

0 0 133

Kajian pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 di apotek-apotek Kabupaten Kulon Progo.

0 1 133

KMK No. 1027 ttg Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek.

0 0 12

Pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian di apotek berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 di Kota Yogyakarta - USD Repository

0 0 131

Kajian pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 di apotek-apotek Kabupaten Kulon Progo - USD Repository

0 1 131

Pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian di apotek berdasarkan Kepmenkes RI nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 di Kabupaten Sleman periode Oktober-Desember 2006 - USD Repository

0 0 125

Kajian pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian berdasarkan Kepmenkes RI nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 di apotek-apotek Kabupaten Bantul - USD Repository

0 0 157

Kajian pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian berdasarkan Kepmenkes RI nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 di apotek-apotek Kabupaten Gunungkidul - USD Repository

0 0 173