terdapat gangguan yang menyebabkan faktor tersebut jauh dari nilai yang diperbolehkan maka dapat mengakibatkan kolom tidak dapat bekerja dengan
optimal atau bahkan kerusakan alat. Pada pengoperasian umumnya kolom absorpsi didampingi oleh kolom regenerasi yang berfungsi memisahkan zat yang
telah diabsorpsi oleh larutan sehingga larutan dapat digunakan kembali untuk penyerapan.
2.6. Zat yang akan diserap
1. Karbondioksida CO
2
Karbondioksida merupakan gas yang tahan api. Gas ini memiliki sifat tidak berbau, tidak berwarna. Disamping tidak mudah terbakar, CO
2
juga dapat larut dalam air membentuk asam karbonat H
2
CO
3
, hidrokarbon dan sebagian besar cairan organik. Karbondioksida sering digunakan pada bahan bakar aerosol,
pengujian pada suhu rendah, pemadam kebakaran udara inert, pengolahan air diperkotaan, obat-obatan, gas pelindung pengelasan dan lain-lain
2. Gas Hidrogen sulfide H
2
S Gas H
2
S merupakan gas yang sangat berbau dan beracun, karena pada kadar tertentu gas ini dapat menyebabkan kematian pada makhluk hidup. Gas ini
terkandung dalam bumi, harus dipisahkan terlebih dahulu untuk memudahkan proses pengerjaan selanjutnya. Pemisahan gas ini bertujuan untuk menghasilkan
sulfur yang berupa serbuk padat yang berwarna kuning dan memiliki bau khas. Sulfur ini dapat digunakan untuk obat-obatan, bahan kosmetik dan lain-lain
Athur, K. 1970.
Universitas Sumatera Utara
2.7. Larutan Benfield
Larutan benfield merupakan suatu bentuk sistem yang berupa larutan yang digunakan untuk menyerap dan memisahkan gas-gas impurities seperti H
2
S dan CO
2
. Larutan ini terdiri dari larutan karbonat dan larutan dietanolamin yang mana dapat menyerap kandungan gas-gas impurities tersebut hingga 98. Larutan
karbonat bewarna gelap sedangkan larutan dietanolamin bewarna bening kekuningan. Dalam larutan benfield inilah terjadi proses penyerapan gas.
Kandungan dalam larutan benfield ini dapat dihitung kadarnya melalui suatu titrasi yang dilakukan. Nilai-nilai dari parameter yang dihitung dalam larutan
benfield ini sangat dipengaruhi oleh temperatur dan Specific gravity SG Anonynous, 1996.
2.7.1. Analisa Benfield
Unit 30 menerima feed gas dari condensate recovery unit 20. Gas ini mengandung hidrokarbon berat, karbondioksida, sejumlah kecil hydrogen sulfide
dan mercury. Unit 30 didesain untuk memisahkan elemen-elemen diatas sampai batas-batas yang telah ditentukan. Hal ini berguna untuk mencegah korosi dan
pembekuan pada unit-unit kilang. Gas yang telah dibersihkan dari merkuri dengan menggunakan karbon aktif yang mengandung banyak sulfur langsung menuju ke
karbonat absorber, sejumlah CO
2
dan H
2
S dipisahkan pada bagian ini. Hal ini dilakukan dengan mencuci gas dengan larutan potassium karbonat panas dengan
penambahan dietanolamin sebagai zat yang membantu proses penyerapan didalam karbonat absorber.
Universitas Sumatera Utara
Konsentrasi dari karbonat dan yang dikonversi menjadi bikarbonat ditetapkan secara titrasi asidimetri, karena dalam kandungan ini masih
mengandung senyawa-senyawa lain, maka diperlukan penetapan terpisah dari dietanolamin DEA dan vanadium sebagai faktor koreksi pada perhitungan nanti.
K
2
CO
3
yang ada dalam larutan akan bereaksi dengan HCl dan membentuk KHCO
3
pada Ph 8.1 titik akhir phenolphthalein.
Berikut adalah reaksi yang terjadi : K
2
CO
3
+ HCl KHCO
3
+ KCl Jika peniteran dilanjutkan sampai Ph 3.8 titk akhir bromocresol green akan
membentuk H
2
CO
3
KHCO
3
+ HCl H
2
CO
3
+ KCl Pembersihan dengan karbonat
Gas yang telah dibersihkan dari merkuri langsung menuju karbonat absorber, sejumlah CO
2
dan H
2
S dipisahkan pada sistem. Hal ini dilakukan dengan mencuci gas yang masuk dengan larutan potassium karbonat panas dengan
penambahan DEA dan ammonium metavanadate. DEA dalam larutan membantu untuk mempercepat reaksi penyerapan atau
bertindak sebagai katalisator, sedangkan ammonium metavadate berfungsi membentuk lapisan pelindung pada pipa baja untuk mencegah korosi.
Pada saat gas melewati karbonat absorber, kandungan CO
2
dikurangi dari 22 menjadi 1 , sebab syarat kemurnian akhir yang diharapkan adalah kurang
dari 100 ppm CO
2
dan H
2
S ini disebut Benfield Hi-pure sistem.
Universitas Sumatera Utara
Penyerapan dan pemisahan CO
2
ditentukan oleh beberapa faktor yang harus diperhatikan setiap saat, yaitu kadar larutan karbonat, temperatur, tekanan
uap dan tekanan parsial, luas permukaan kontak dan vessel dan penggunaan promotor-promotor. Dalam sistem Benfield, kadar potassium karbonat dalam
range konsentrasi antara 30 - 33 dari persen berat yang akan memberikan hasil terbaik dalam proses penyerapan.
Dengan meningkatkannya kadar larutan, laju reaksi akan sedikit berkurang, tetapi ini meningkatkan kapasitas penyerapan, dengan demikian
diperlukan suatu keseimbangan. Untuk memberikan hasil yang terbaik diperlukan juga larutan DEA dengan range 3 – 4 didalam larutan karbonat sebagai
promotor pembantu dalam proses penyerapan. Analisa laboratorium secara rutin yang menjadi acuan pabrik adalah sangat
penting untuk pengendalian operasi penyerapan yang baik. Hal-hal yang perlu diperhatikan sebagia berikut :
1. Berat jenis merupakan penuntun yang penting untuk kandungan potassium karbonat. Pada konsentrasi antara 30 - 33 berat jenis yang dikoreksi
harus 1.255 – 1.288 pada 100
o
C. 2. K
2
CO
3
dan KHCO
3
, nilai ini diperoleh dari analisa volumetric titrasi. Nilai tersebut penting untuk memperoleh nilai lain yaitu EQ
K
2
CO
3
dan faktor koreksi fc. 3. EQ K
2
CO
3
, ini penting untuk mengontrol keseimbangan jumlah air didalam sistem. EQ ini harus dikontrol pada konsentrasi 30 - 33
K
2
CO
3
. Hal ini penting agar memberikan cukup karbonat dan sirkulasi untuk memaksimalkan penyerapan CO
2
.
Universitas Sumatera Utara
4. Fraksi konversi fc, ini berarti fraksi dari pengisian pertama K
2
CO
3
yang telah dikonversikan menjadi KHCO
3
melalui reaksi dengan CO
2
. Umumnya lean solution akan membarikan sekitar 40 yang terkonversi,
jadi mempunyai fc sebesar 0.4. Semakin rendah fc maka semakin baik dan semakin tinggi kemampuan larutan itu untuk menyerap CO
2
, sebaliknya semakin tinggi larutan maka semakin tinggi fc larutan maka semakin rendah daya serap
CO
2
nya, ini disebut dengan larutan “ Rich Carbonate” atau larutan yang telah banyak mengandung CO
2
dan ini harus diregenerasi Muslim, A. 1996.
2.7.2. Prinsip Dasar Perolehan Kadar Dalam Larutan Benfield
Prinsip yang digunakan adalah titrasi asam-basa serta penyerapan air sebagai pelarutnya. Didalam larutan Benfield terkandung karbonat, dimana
karbonat merupakan suatu basa, maka zat peniter digunakan adalah larutan yang bersifat asam.
Dalam memilih suatu asam untuk digunakan dalam larutan standart, hendaknya diperhatikan faktor-faktor berikut :
1. Asam itu harus asam kuat, artinya sangat terdisosiasi 2. Asam itu tidak boleh atsiri mudah menguap
3. Larutan asam itu harus stabil 4. Garam dari asam itu harus dapat larut
5. Asam itu tidak boleh merupakan pengoksidasi kuat sehingga dapat merusak senyawa organik yang digunakan sebagai indikator Anonymous,
1979.
Universitas Sumatera Utara
2.7.3. Penyerapan proses
Setelah melewati karbonat absorber, sisa kandungan gas asam hanya 0.4 – 0.5 saja. Hasil dari kapasitas penyerapan ini dapat dianalisa dari larutan
kekuatan yang dapat dioperasikan tentunya disesuaikan dengan feed gas rate. Jika spesifikasi yang diminta tidak tercapai, selidiki hal-hal dibawah ini :
1. Kualitas selama operasi 2. Kualitas larutan
3. Potensi untuk peralatan 4. Kondisi untuk operasi
Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi hasil absorpsi adalah kualitas larutan. Dalam operasi, larutan ini terdiri dari: lean carbonate, rich carbonate,
larutan promotor, impuritieskontaminan dan bahan yang tidak diinginkan. Kualitas larutan sangat dipengaruhi oleh susunan komposisi zat-zat diatas,
ini dapat dianalisa dari komposisi larutan karbonat, fraction convert, DEA dalam larutan karbonat, pengaruh kontaminasi dan water balance.
2.7.4. Analisa larutan karbonat merinci :
1. berat K
2
CO
3
dan KHCO
3
a. Penentuan berat K
2
CO
3
dan KHCO
3
dianalisa dilaboratorium melalui titrasi dengan menggunakan asam dan indikator.
b. Kedua analisa ini dipakai sebagai landasan pertama untuk selanjutnya mencari eqivalen K
2
CO
3
dan fraction convert fc. Jadi analisa ini secara tidak langsung menunjukkan komposisi yang ada dalam lean
carbonate yang dioperasikan.
Universitas Sumatera Utara
Spesifikasi : berat K
2
CO
3
adalah 18.0 – 21.4 Rendah – perlu regenerasi
Tinggi - absorpsi semakin baik berat KHCO
3
adalah 15.2 – 19.1 Tinggi - regenerasi kurang baik
2. Specific gravity SG SG merupakan petunjuk penting tentang kandungan K
2
CO
3
, jadi dengan adanya analisa SG ini, secara langsung dapat dimanfaatkan untuk :
a. Mengkoreksi konsentrasi larutan. b. Pengaturan suhu operasi.
c. Mempertahankan efisiensi kerja pompa karbonat. Spesifikasi 100
o
C – 0
o
C 1.235 – 1.300 Perubahan SG berbanding lurus dengan perubahan Eq K
2
CO
3
. 3. Ekivalen K
2
CO
3
Analisa ini menunjukkan seberapa K
2
CO
3
yang baik yang dikonversikan dari KHCO
3
maupun yang merupakan K
2
CO
3
. Gunanya untuk memperoleh data :
a. Penyerapan gas asam yang maksimalkan b. Tindakan yang dilakukan untuk mencegah larutan yang kemungkinan :
Salting out, penyumbatan, erosi terhadap lapisan vadasi c. Mengatur keseimbangan H
2
O dalam sistem. 4. Fraction convert Fc
Fc adalah berapa K
2
CO
3
yang berubah menjadi KHCO
3
didalam jumlah keseluruhan larutan lean carbonate yang dipakai untuk absorpsi.
Perhitungan :
Universitas Sumatera Utara
Penggunaan fc Lean carbonate yang dipompakan untuk absorpsi diasumsikan sebagai
K
2
CO
3
. Tetapi dalam proses, larutan tersebut telah diregenerasi tidak semurni K
2
CO
3
. Jika masih banyak kandungan KHCO
3
, maka praktis komponen tersebut tidak berfungsi untuk menyerap lagi. Karena itu diharapkan lean carbonate
mempunyai nilai fc yang kecil, artinya kandungan KHCO
3
yang sedikit dalam lean carbonate. Jadi fc dapat dijadikan standart untuk menentukan mutu dari
regenerasi larutan dalam operasi. Spesifikasi : 2.5 – 4.0 2.5 hati hati salting uot larutan, 4.0 absorpsi jelek,
tingkatan regenerasi. 5. DEA dalam karbonat
Walaupun DEA dapat meningkatkan laju penyerapan CO
2
, penambahan DEA lebih tinggi dari di desain, belum tentu berbanding lurus dengan kenaikan
laju penyerapan. Jadi DEA dalam larutan karbonat, diharapkan seoptimum mungkin sesuai dengan indikasi performance dari proses unit yang sedang
berlangsung. Spesifikasi : 2.5 – 4.0 2.5 absorpsi jelek, 4.0 tidak ada pengaruh,
sebaliknya pemborosan. Pengaruh kontaminasi pada proses penyerapan
Adanya kontaminan-kontaminan didalam larutan seperti karat, hidrogen cair, kotoran, pelumas dan lain- lain akan mengganggu proses absorpsi asam gas
oleh larutan. Salah satu akibat yang dapat timbul adalah foaming. Kontaminan menurun surface tension dari larutan yang dimaksud dengan
turunnya surface tension adalah berkurangnya daya molekul larutan untuk
Universitas Sumatera Utara
menarik molekul gas disekelilingnya disebabkan konsentrasi molekul larutan lebih tinggi dibanding konsentrasi molekul gas.
6. Foam height Dengan metode memberikan gelembung gas melalui contoh larutan selama
2 menit, akan timbul “pembusaanfoam”. Tinggi busafoam height diukur dalam satuan cm, pada temperatur 90 – 100
o
C. Jika dalam percobaan tinggi busa cukup rendah, kemungkinan terjadinya foaming
relative kecil. Foam height ini diharapkan tidak lebih dari 6 cm90
o
C. Spesifikasi max 6 cm. Lebih kecil = tidak menjadi masalah
Lebih besar = regenerasi jelek 7. Collapse time
Pembusaan yang terjadi dalam analisa foam height diatas, kemudian dihitung berapa lama waktu penyusutan busa tersebut sampai hilang, dipakai
satuan waktu dalam detik pada temperatur 90
o
C. jika waktu yang dipakai lama, kemudian untuk terjai foaming, lebih besar spesifikasi analisa waktu maksimum
10 detik. Lebih kecil = tidak berpengaruh, kalau lebih besar = hati-hati foaming.
8. Partikulate Matter Analisa ini menyatakan berapa banyak kandungan partikel-partikel padat
yang terkandung dalam larutan. Hal ini dapat timbul karena: a. Kotoran yang terkontaminasi dalam larutan
b. Kemungkinan terjadi Kristal, sebab makin tinggi konsentrasi larutan, cenderung menaikkan pembentukan Kristal pada suhu proses yang normal.
Universitas Sumatera Utara
c. Filtrasi sudah tidak bekerja secara sempurna, maka perlu penggantian filter elemen yang baru. Seandainya filter masih baik P rendah, flow mencukupi
normal. Tetapi
partikulate matter naik, menandakan akan
terjadinya foamingerosi dalam unit pabrik Fauzi, F. 1983.
2.7.5. Peralatan Utama yang digunakan pada proses absorpsi gas H
2
S dan CO
2
Peralatan utama yang digunakan pada proses absorpsi gas ini impurities ini antara lain:
1. Carbonate absorber colomn C-3 x 01 Carbonate absorber colomn merupakan suatu kolom yang dilengkapi
dengan packed beds yang berfungsi untuk memisahkan CO
2
, H
2
S dan feed gas melalui penyerapan dengan larutan potassium karbonat.
2. Carbonate regenerator colomn C-3 x 02 Merupakan suatu kolom yang dilengkapi dengan packed beds yang
berfungsi untuk memisahkan CO
2
dan H
2
S yang telah diserap dari larutan rich potassium carbonate.
3. DEA absorber colomn Yaitu suatu kolom yang dilengkapi dengan packed beds yang berfungsi
untuk pemisahan CO
2
dan H
2
S. 4. DEA regenerator colomn C-4 x 04
Adalah suatu kolom yang dilengkapi dengan packed beds yang berfungsi untuk memisahkan CO
2
dan H
2
S yang terserap dari larutan rich DEA. 5. Feed Gas Knock Out Drum D-3 x 01
Universitas Sumatera Utara
Merupakan suatu drum yang berfungsi untuk memisahkan hidrokarbon cair dan air bebas dari proses feed gas.
6. Carbon beds absorber D-3 x 07 AB Yaitu suatu drum yang berfungsi untuk memisahakan merkuri Hg yang
terdapat dalam jumlah kecil dari feed gas Anonymous, 1979.
Universitas Sumatera Utara
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. ALAT DAN BAHAN
3.1.1. Alat
1. Beaker Glass 2. Pipet Tetes
3. Magnet stirer 4. Neraca Analitis
5. Seperangkat Alat Titrasi 835 TITRANDO 6. Cawan Porselen
7. Oven 8. Furnace
9. Desikator 10. Hot Plate
11. Labu Erlenmeyer 12. Pipet Volume
13. Hydrometer 14. Thermometer
15. Stopwacth 16. Seperangkat Alat Ukur Foam Test
17. Saringan Vakum 18. Alat Air Cadet
Universitas Sumatera Utara
19. Filter Paper Milipore 0,8 µm 20. Gelas Ukur
3.1.2. Bahan
1. Aquabidest 2. Sampel Karbonat
3. Sampel DEA 4. Indikator Phenolphthalein
5. HCL 0,2 N 6. Larutan K
2
CO
3
30 7. Larutan H
2
SO
4
15 8. Larutan Periodik Acid H
5
IO
6
2,4 9. Larutan Natrium Hidrogen Karbonat Jenuh
10. Larutan NaAsO
3
0,2024 N 11. Indikator Amilum
12. Larutan I
2
0,1 N 3.2.
Prosedur Kerja 3.2.1. Penentuan Kadar karbonat dan Diethanolamine
- Dimasukkan 100 ml Aquabidest kedalam beaker glass
- Ditambahkan 1 tetes indikator pp
- Dipipet sampel lalu bersihkan dengan kertas tissue bagian luar pipet
- Ditimbang dengan neraca analtis, terlebih dahulu dibuat neraca analitis
pada posisi 0 gram -
Dimasukkan sampel kedalam beaker glass sebanyak 7 tetes
Universitas Sumatera Utara
- Ditimbang kembali pipet tersebut dan catat berat sampel pada neraca
analitis -
Dimasukkan magnet stirer kedalam beaker glass tersebut -
Dititrasi dengan larutan HCL 0,2 N dengan menggunakan alat titrasi TITRANDO
3.2.2. Penentuan Karbonat Dalam Diethanolamin
- Dicuci cawan porselen sampai bersih
- Dipanaskan cawan porselen hingga kadar air nya hilang pada suhu 120
C dalam oven
- Dimasukkan kedalam furnace pada suhu 750
C -
Didinginkan dalam desikator hingga uap airnya hilang -
Ditimbang berat cawan porselen kosong dalam neraca analitis dan dicatat beratnya
- Ditimbang cawan porselen dan sampel DEA dengan berat 3 gram
- Dipanaskan diatas hot plate sampai sampel kering
- Dimasukkan kedalam furnace pada suhu 750
C selama 2 jam -
Didinginkan kembali dengan desikator -
Ditimbang beratnya dan dicatat
3.2.3. Penentuan Diethanolamin Dalam Karbonat
- Dimasukkan larutan K
2
CO
3
30 sebanyak 1 ml khusus untuk Blanko kedalam erlenmeyer
- Ditimbang sampel Karbonat sebanyak 0,9 gram
- Dimasukkan kedalam Erlenmeyer
- Ditambahkan H
2
SO
4
15 sebanyak 10 ml
Universitas Sumatera Utara
- Dipanaskan diatas hotplate sampai mendidih
- Didinginkan pada suhu kamar
- Ditambahkan 7 ml periodic acid 2,4 kemudian diamkan selama 10
menit -
Ditambahkan 125 ml natrium hydrogen karbonat jenuh -
Ditambahkan larutan NaAsO
3
0,2024 N sebanyak 10 ml, dikocok dan didiamkan selama 5 menit
- Ditambahkan indiator amilum
- Dititrasi dengan larutan I
2
0,2 N sampai warnanya berubah menjadi biru -
Dicatat volume yang diperoleh
3.2.4. Penentuan Specific Gravity
- Sampel dimasukkan sekitar ¾ gelas ukur
- Dimasukkan Hydrometer kedalam gelas ukur dan lihat angka yang
ditunjukkan oleh alat Hydrometer -
Dimasukkan Thermometer kedalam gelas ukur dan lihat berapa suhu sampel tersebut
- Dicatat hasilnya
3.2.5. Penentuan Foaming
- Dimasukkan sampel kedalam beaker glass sekitar 200 ml
- Dipanaskan di atas hot plate sampai mencapai suhu 90
C -
Dibawa sampel ke uji test foaming -
Diatur laju alir udara pada 470 -
Diukur ketinggian busa dan dicatat waktu yang dibutuhkan untuk busa tersebut turun dengan menggunakan stopwatch
Universitas Sumatera Utara
3.2.6. Penentuan Particullate Matter
- Dipanaskan terlebih dahulu aquabidest sebanyak 500 ml didalam beaker
glass sampai suhu sekitar 50 C
- Dimasukkan sampel KarbonatDEA masing – masing 100 ml kedalam
beaker glass -
Ditimbang filter paper milipore 0,8 µm dan catat beratnya masing- masing dengan neraca analitis
- Dianalisa dengan alat air cadet dan alat vacum lainnya
- Diletakkan kertas milipore pada corong vacuum dan kemudian basahi
terlebih dahulu dengan aquabidest -
Dituangkan sampel KarbonatDEA dan bilas dengn air hangat sampai diperkirakan bersih dari KarbonatDEA
- Ditambahkan indikator pp pada Erlenmeyer, jika warna merah rose nya
sudah hilang berarti sudah bersih -
Dibilas lagi kertas milipore hingga tidak ada warna merah rose lagi -
Dikeringkan kertas milipore tadi dan ditimbang beratnya.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
4.2 Pembahasan
Adapun analisa yang diberikan kepada larutan Karbonat dan DEA adalah sebagai berikut:
1. Specific Gravity SG Pada analisa SG dengan Menggunakan alat hydrometer, hasil yang
diperoleh dari analisa Karbonat dan Dietanolamin masing-masing telah memenuhi spesifikasi. Masalah yang muncul adalah pada saat pembacaan
skala pada alat hydrometer sangat dipengaruhi oleh suhu larutan yang terbaca oleh thermometer yang secara bersamaan dicelupkan dalam sampel. Suhu
pada saat pembacaan harus sekitar 40 - 50 C, hal ini dikarenakan pada saat
pembacaan pada suhu 90 - 100 C penurunan suhu lebih cepat sehingga pada
waktu pembacaan kurang efisien dan pada suhu 10 - 30 C tidak bisa dianalisa
karena syarat analisa harus diatas pada suhu kamar. 2.
K
2
CO
3
, KHCO
3
, EQ K
2
CO
3
dan Fc Dari data yang diperoleh nilai dari K
2
CO
3
, KHCO
3
, EQ K
2
CO
3
dan Fc maka pada EQ K
2
CO
3
tidak memenuhi spesifikasi, tetapi ini tidak bermasalah dikarenakan pabrik sekarang tidak beroperasi secara penuh karena cadangan
feed gas semakin sedikit. Jadi hasil analisa sekarang sudah sesuai dengan kondisi opearasional pabrik sekarang.
3. Dietanolamin dalam Karbonat Berdasarkan dari hasil analisa persentase jumlah Dietanolamin berkisar
antara 0.20 – 0.25. Hal ini sudah dapat memurnikan gas dengan optimal dikarenakan operasional pabrik yang sudah tidak maksimal karena cadangan
feed gas semakin sedikit.
Universitas Sumatera Utara
4.
Foaming Height dan Collapse Time Berdasarkan analisa diperoleh foaming 1 cm dengan waktu 1,9 detik.
Dalam hal ini analisa masih dalam batas spesifikasi yang dianjurkan. Hal ini menunjukkan bahwa proses penyerapan nya masih bagus.
5. Partikulate Matter Particullate matter ini menyebabkan terjadinya foaming dalam proses
penyerapan. Dari data yang diperoleh telah memenuhi spesifikasi, hal ini menunjukkan bahwa dalam larutan tersebut hanya sedikit terdapat zat
pengotor. 6. Karbonat Dalam Dietanolamin
Karbonat dapat merusak komposisi dari pada Dietanolamin itu sendiri, Karena adanya karbonat dalam Dietanolamin dapat merusak sistem kerja
Dietanolamin sehingga carry over. Karbonat kedalam sistem Dietanolamin maksimum 3 .
7. Dietanolamin Dari hasil yang diperoleh tidak memenuhi spesifikasi, tetapi hasil ini
sudah bisa memurnikan gas secara maksimal dikarenakan operasional pabrik yang tidak maksimal lagi karena cadangan feed gas semakin sedikit.
Universitas Sumatera Utara
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan