Zat yang akan diserap Pembahasan

terdapat gangguan yang menyebabkan faktor tersebut jauh dari nilai yang diperbolehkan maka dapat mengakibatkan kolom tidak dapat bekerja dengan optimal atau bahkan kerusakan alat. Pada pengoperasian umumnya kolom absorpsi didampingi oleh kolom regenerasi yang berfungsi memisahkan zat yang telah diabsorpsi oleh larutan sehingga larutan dapat digunakan kembali untuk penyerapan.

2.6. Zat yang akan diserap

1. Karbondioksida CO 2 Karbondioksida merupakan gas yang tahan api. Gas ini memiliki sifat tidak berbau, tidak berwarna. Disamping tidak mudah terbakar, CO 2 juga dapat larut dalam air membentuk asam karbonat H 2 CO 3 , hidrokarbon dan sebagian besar cairan organik. Karbondioksida sering digunakan pada bahan bakar aerosol, pengujian pada suhu rendah, pemadam kebakaran udara inert, pengolahan air diperkotaan, obat-obatan, gas pelindung pengelasan dan lain-lain 2. Gas Hidrogen sulfide H 2 S Gas H 2 S merupakan gas yang sangat berbau dan beracun, karena pada kadar tertentu gas ini dapat menyebabkan kematian pada makhluk hidup. Gas ini terkandung dalam bumi, harus dipisahkan terlebih dahulu untuk memudahkan proses pengerjaan selanjutnya. Pemisahan gas ini bertujuan untuk menghasilkan sulfur yang berupa serbuk padat yang berwarna kuning dan memiliki bau khas. Sulfur ini dapat digunakan untuk obat-obatan, bahan kosmetik dan lain-lain Athur, K. 1970. Universitas Sumatera Utara

2.7. Larutan Benfield

Larutan benfield merupakan suatu bentuk sistem yang berupa larutan yang digunakan untuk menyerap dan memisahkan gas-gas impurities seperti H 2 S dan CO 2 . Larutan ini terdiri dari larutan karbonat dan larutan dietanolamin yang mana dapat menyerap kandungan gas-gas impurities tersebut hingga 98. Larutan karbonat bewarna gelap sedangkan larutan dietanolamin bewarna bening kekuningan. Dalam larutan benfield inilah terjadi proses penyerapan gas. Kandungan dalam larutan benfield ini dapat dihitung kadarnya melalui suatu titrasi yang dilakukan. Nilai-nilai dari parameter yang dihitung dalam larutan benfield ini sangat dipengaruhi oleh temperatur dan Specific gravity SG Anonynous, 1996.

2.7.1. Analisa Benfield

Unit 30 menerima feed gas dari condensate recovery unit 20. Gas ini mengandung hidrokarbon berat, karbondioksida, sejumlah kecil hydrogen sulfide dan mercury. Unit 30 didesain untuk memisahkan elemen-elemen diatas sampai batas-batas yang telah ditentukan. Hal ini berguna untuk mencegah korosi dan pembekuan pada unit-unit kilang. Gas yang telah dibersihkan dari merkuri dengan menggunakan karbon aktif yang mengandung banyak sulfur langsung menuju ke karbonat absorber, sejumlah CO 2 dan H 2 S dipisahkan pada bagian ini. Hal ini dilakukan dengan mencuci gas dengan larutan potassium karbonat panas dengan penambahan dietanolamin sebagai zat yang membantu proses penyerapan didalam karbonat absorber. Universitas Sumatera Utara Konsentrasi dari karbonat dan yang dikonversi menjadi bikarbonat ditetapkan secara titrasi asidimetri, karena dalam kandungan ini masih mengandung senyawa-senyawa lain, maka diperlukan penetapan terpisah dari dietanolamin DEA dan vanadium sebagai faktor koreksi pada perhitungan nanti. K 2 CO 3 yang ada dalam larutan akan bereaksi dengan HCl dan membentuk KHCO 3 pada Ph 8.1 titik akhir phenolphthalein. Berikut adalah reaksi yang terjadi : K 2 CO 3 + HCl KHCO 3 + KCl Jika peniteran dilanjutkan sampai Ph 3.8 titk akhir bromocresol green akan membentuk H 2 CO 3 KHCO 3 + HCl H 2 CO 3 + KCl Pembersihan dengan karbonat Gas yang telah dibersihkan dari merkuri langsung menuju karbonat absorber, sejumlah CO 2 dan H 2 S dipisahkan pada sistem. Hal ini dilakukan dengan mencuci gas yang masuk dengan larutan potassium karbonat panas dengan penambahan DEA dan ammonium metavanadate. DEA dalam larutan membantu untuk mempercepat reaksi penyerapan atau bertindak sebagai katalisator, sedangkan ammonium metavadate berfungsi membentuk lapisan pelindung pada pipa baja untuk mencegah korosi. Pada saat gas melewati karbonat absorber, kandungan CO 2 dikurangi dari 22 menjadi 1 , sebab syarat kemurnian akhir yang diharapkan adalah kurang dari 100 ppm CO 2 dan H 2 S ini disebut Benfield Hi-pure sistem. Universitas Sumatera Utara Penyerapan dan pemisahan CO 2 ditentukan oleh beberapa faktor yang harus diperhatikan setiap saat, yaitu kadar larutan karbonat, temperatur, tekanan uap dan tekanan parsial, luas permukaan kontak dan vessel dan penggunaan promotor-promotor. Dalam sistem Benfield, kadar potassium karbonat dalam range konsentrasi antara 30 - 33 dari persen berat yang akan memberikan hasil terbaik dalam proses penyerapan. Dengan meningkatkannya kadar larutan, laju reaksi akan sedikit berkurang, tetapi ini meningkatkan kapasitas penyerapan, dengan demikian diperlukan suatu keseimbangan. Untuk memberikan hasil yang terbaik diperlukan juga larutan DEA dengan range 3 – 4 didalam larutan karbonat sebagai promotor pembantu dalam proses penyerapan. Analisa laboratorium secara rutin yang menjadi acuan pabrik adalah sangat penting untuk pengendalian operasi penyerapan yang baik. Hal-hal yang perlu diperhatikan sebagia berikut : 1. Berat jenis merupakan penuntun yang penting untuk kandungan potassium karbonat. Pada konsentrasi antara 30 - 33 berat jenis yang dikoreksi harus 1.255 – 1.288 pada 100 o C. 2. K 2 CO 3 dan KHCO 3 , nilai ini diperoleh dari analisa volumetric titrasi. Nilai tersebut penting untuk memperoleh nilai lain yaitu EQ K 2 CO 3 dan faktor koreksi fc. 3. EQ K 2 CO 3 , ini penting untuk mengontrol keseimbangan jumlah air didalam sistem. EQ ini harus dikontrol pada konsentrasi 30 - 33 K 2 CO 3 . Hal ini penting agar memberikan cukup karbonat dan sirkulasi untuk memaksimalkan penyerapan CO 2 . Universitas Sumatera Utara 4. Fraksi konversi fc, ini berarti fraksi dari pengisian pertama K 2 CO 3 yang telah dikonversikan menjadi KHCO 3 melalui reaksi dengan CO 2 . Umumnya lean solution akan membarikan sekitar 40 yang terkonversi, jadi mempunyai fc sebesar 0.4. Semakin rendah fc maka semakin baik dan semakin tinggi kemampuan larutan itu untuk menyerap CO 2 , sebaliknya semakin tinggi larutan maka semakin tinggi fc larutan maka semakin rendah daya serap CO 2 nya, ini disebut dengan larutan “ Rich Carbonate” atau larutan yang telah banyak mengandung CO 2 dan ini harus diregenerasi Muslim, A. 1996.

2.7.2. Prinsip Dasar Perolehan Kadar Dalam Larutan Benfield

Prinsip yang digunakan adalah titrasi asam-basa serta penyerapan air sebagai pelarutnya. Didalam larutan Benfield terkandung karbonat, dimana karbonat merupakan suatu basa, maka zat peniter digunakan adalah larutan yang bersifat asam. Dalam memilih suatu asam untuk digunakan dalam larutan standart, hendaknya diperhatikan faktor-faktor berikut : 1. Asam itu harus asam kuat, artinya sangat terdisosiasi 2. Asam itu tidak boleh atsiri mudah menguap 3. Larutan asam itu harus stabil 4. Garam dari asam itu harus dapat larut 5. Asam itu tidak boleh merupakan pengoksidasi kuat sehingga dapat merusak senyawa organik yang digunakan sebagai indikator Anonymous, 1979. Universitas Sumatera Utara

2.7.3. Penyerapan proses

Setelah melewati karbonat absorber, sisa kandungan gas asam hanya 0.4 – 0.5 saja. Hasil dari kapasitas penyerapan ini dapat dianalisa dari larutan kekuatan yang dapat dioperasikan tentunya disesuaikan dengan feed gas rate. Jika spesifikasi yang diminta tidak tercapai, selidiki hal-hal dibawah ini : 1. Kualitas selama operasi 2. Kualitas larutan 3. Potensi untuk peralatan 4. Kondisi untuk operasi Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi hasil absorpsi adalah kualitas larutan. Dalam operasi, larutan ini terdiri dari: lean carbonate, rich carbonate, larutan promotor, impuritieskontaminan dan bahan yang tidak diinginkan. Kualitas larutan sangat dipengaruhi oleh susunan komposisi zat-zat diatas, ini dapat dianalisa dari komposisi larutan karbonat, fraction convert, DEA dalam larutan karbonat, pengaruh kontaminasi dan water balance.

2.7.4. Analisa larutan karbonat merinci :

1. berat K 2 CO 3 dan KHCO 3 a. Penentuan berat K 2 CO 3 dan KHCO 3 dianalisa dilaboratorium melalui titrasi dengan menggunakan asam dan indikator. b. Kedua analisa ini dipakai sebagai landasan pertama untuk selanjutnya mencari eqivalen K 2 CO 3 dan fraction convert fc. Jadi analisa ini secara tidak langsung menunjukkan komposisi yang ada dalam lean carbonate yang dioperasikan. Universitas Sumatera Utara Spesifikasi : berat K 2 CO 3 adalah 18.0 – 21.4 Rendah – perlu regenerasi Tinggi - absorpsi semakin baik berat KHCO 3 adalah 15.2 – 19.1 Tinggi - regenerasi kurang baik 2. Specific gravity SG SG merupakan petunjuk penting tentang kandungan K 2 CO 3 , jadi dengan adanya analisa SG ini, secara langsung dapat dimanfaatkan untuk : a. Mengkoreksi konsentrasi larutan. b. Pengaturan suhu operasi. c. Mempertahankan efisiensi kerja pompa karbonat. Spesifikasi 100 o C – 0 o C 1.235 – 1.300 Perubahan SG berbanding lurus dengan perubahan Eq K 2 CO 3 . 3. Ekivalen K 2 CO 3 Analisa ini menunjukkan seberapa K 2 CO 3 yang baik yang dikonversikan dari KHCO 3 maupun yang merupakan K 2 CO 3 . Gunanya untuk memperoleh data : a. Penyerapan gas asam yang maksimalkan b. Tindakan yang dilakukan untuk mencegah larutan yang kemungkinan : Salting out, penyumbatan, erosi terhadap lapisan vadasi c. Mengatur keseimbangan H 2 O dalam sistem. 4. Fraction convert Fc Fc adalah berapa K 2 CO 3 yang berubah menjadi KHCO 3 didalam jumlah keseluruhan larutan lean carbonate yang dipakai untuk absorpsi. Perhitungan : Universitas Sumatera Utara Penggunaan fc Lean carbonate yang dipompakan untuk absorpsi diasumsikan sebagai K 2 CO 3 . Tetapi dalam proses, larutan tersebut telah diregenerasi tidak semurni K 2 CO 3 . Jika masih banyak kandungan KHCO 3 , maka praktis komponen tersebut tidak berfungsi untuk menyerap lagi. Karena itu diharapkan lean carbonate mempunyai nilai fc yang kecil, artinya kandungan KHCO 3 yang sedikit dalam lean carbonate. Jadi fc dapat dijadikan standart untuk menentukan mutu dari regenerasi larutan dalam operasi. Spesifikasi : 2.5 – 4.0 2.5 hati hati salting uot larutan, 4.0 absorpsi jelek, tingkatan regenerasi. 5. DEA dalam karbonat Walaupun DEA dapat meningkatkan laju penyerapan CO 2 , penambahan DEA lebih tinggi dari di desain, belum tentu berbanding lurus dengan kenaikan laju penyerapan. Jadi DEA dalam larutan karbonat, diharapkan seoptimum mungkin sesuai dengan indikasi performance dari proses unit yang sedang berlangsung. Spesifikasi : 2.5 – 4.0 2.5 absorpsi jelek, 4.0 tidak ada pengaruh, sebaliknya pemborosan. Pengaruh kontaminasi pada proses penyerapan Adanya kontaminan-kontaminan didalam larutan seperti karat, hidrogen cair, kotoran, pelumas dan lain- lain akan mengganggu proses absorpsi asam gas oleh larutan. Salah satu akibat yang dapat timbul adalah foaming. Kontaminan menurun surface tension dari larutan yang dimaksud dengan turunnya surface tension adalah berkurangnya daya molekul larutan untuk Universitas Sumatera Utara menarik molekul gas disekelilingnya disebabkan konsentrasi molekul larutan lebih tinggi dibanding konsentrasi molekul gas. 6. Foam height Dengan metode memberikan gelembung gas melalui contoh larutan selama 2 menit, akan timbul “pembusaanfoam”. Tinggi busafoam height diukur dalam satuan cm, pada temperatur 90 – 100 o C. Jika dalam percobaan tinggi busa cukup rendah, kemungkinan terjadinya foaming relative kecil. Foam height ini diharapkan tidak lebih dari 6 cm90 o C. Spesifikasi max 6 cm. Lebih kecil = tidak menjadi masalah Lebih besar = regenerasi jelek 7. Collapse time Pembusaan yang terjadi dalam analisa foam height diatas, kemudian dihitung berapa lama waktu penyusutan busa tersebut sampai hilang, dipakai satuan waktu dalam detik pada temperatur 90 o C. jika waktu yang dipakai lama, kemudian untuk terjai foaming, lebih besar spesifikasi analisa waktu maksimum 10 detik. Lebih kecil = tidak berpengaruh, kalau lebih besar = hati-hati foaming. 8. Partikulate Matter Analisa ini menyatakan berapa banyak kandungan partikel-partikel padat yang terkandung dalam larutan. Hal ini dapat timbul karena: a. Kotoran yang terkontaminasi dalam larutan b. Kemungkinan terjadi Kristal, sebab makin tinggi konsentrasi larutan, cenderung menaikkan pembentukan Kristal pada suhu proses yang normal. Universitas Sumatera Utara c. Filtrasi sudah tidak bekerja secara sempurna, maka perlu penggantian filter elemen yang baru. Seandainya filter masih baik P rendah, flow mencukupi normal. Tetapi partikulate matter naik, menandakan akan terjadinya foamingerosi dalam unit pabrik Fauzi, F. 1983.

2.7.5. Peralatan Utama yang digunakan pada proses absorpsi gas H

2 S dan CO 2 Peralatan utama yang digunakan pada proses absorpsi gas ini impurities ini antara lain: 1. Carbonate absorber colomn C-3 x 01 Carbonate absorber colomn merupakan suatu kolom yang dilengkapi dengan packed beds yang berfungsi untuk memisahkan CO 2 , H 2 S dan feed gas melalui penyerapan dengan larutan potassium karbonat. 2. Carbonate regenerator colomn C-3 x 02 Merupakan suatu kolom yang dilengkapi dengan packed beds yang berfungsi untuk memisahkan CO 2 dan H 2 S yang telah diserap dari larutan rich potassium carbonate. 3. DEA absorber colomn Yaitu suatu kolom yang dilengkapi dengan packed beds yang berfungsi untuk pemisahan CO 2 dan H 2 S. 4. DEA regenerator colomn C-4 x 04 Adalah suatu kolom yang dilengkapi dengan packed beds yang berfungsi untuk memisahkan CO 2 dan H 2 S yang terserap dari larutan rich DEA. 5. Feed Gas Knock Out Drum D-3 x 01 Universitas Sumatera Utara Merupakan suatu drum yang berfungsi untuk memisahkan hidrokarbon cair dan air bebas dari proses feed gas. 6. Carbon beds absorber D-3 x 07 AB Yaitu suatu drum yang berfungsi untuk memisahakan merkuri Hg yang terdapat dalam jumlah kecil dari feed gas Anonymous, 1979. Universitas Sumatera Utara BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1. ALAT DAN BAHAN

3.1.1. Alat

1. Beaker Glass 2. Pipet Tetes 3. Magnet stirer 4. Neraca Analitis 5. Seperangkat Alat Titrasi 835 TITRANDO 6. Cawan Porselen 7. Oven 8. Furnace 9. Desikator 10. Hot Plate 11. Labu Erlenmeyer 12. Pipet Volume 13. Hydrometer 14. Thermometer 15. Stopwacth 16. Seperangkat Alat Ukur Foam Test 17. Saringan Vakum 18. Alat Air Cadet Universitas Sumatera Utara 19. Filter Paper Milipore 0,8 µm 20. Gelas Ukur

3.1.2. Bahan

1. Aquabidest 2. Sampel Karbonat 3. Sampel DEA 4. Indikator Phenolphthalein 5. HCL 0,2 N 6. Larutan K 2 CO 3 30 7. Larutan H 2 SO 4 15 8. Larutan Periodik Acid H 5 IO 6 2,4 9. Larutan Natrium Hidrogen Karbonat Jenuh 10. Larutan NaAsO 3 0,2024 N 11. Indikator Amilum 12. Larutan I 2 0,1 N 3.2. Prosedur Kerja 3.2.1. Penentuan Kadar karbonat dan Diethanolamine - Dimasukkan 100 ml Aquabidest kedalam beaker glass - Ditambahkan 1 tetes indikator pp - Dipipet sampel lalu bersihkan dengan kertas tissue bagian luar pipet - Ditimbang dengan neraca analtis, terlebih dahulu dibuat neraca analitis pada posisi 0 gram - Dimasukkan sampel kedalam beaker glass sebanyak 7 tetes Universitas Sumatera Utara - Ditimbang kembali pipet tersebut dan catat berat sampel pada neraca analitis - Dimasukkan magnet stirer kedalam beaker glass tersebut - Dititrasi dengan larutan HCL 0,2 N dengan menggunakan alat titrasi TITRANDO

3.2.2. Penentuan Karbonat Dalam Diethanolamin

- Dicuci cawan porselen sampai bersih - Dipanaskan cawan porselen hingga kadar air nya hilang pada suhu 120 C dalam oven - Dimasukkan kedalam furnace pada suhu 750 C - Didinginkan dalam desikator hingga uap airnya hilang - Ditimbang berat cawan porselen kosong dalam neraca analitis dan dicatat beratnya - Ditimbang cawan porselen dan sampel DEA dengan berat 3 gram - Dipanaskan diatas hot plate sampai sampel kering - Dimasukkan kedalam furnace pada suhu 750 C selama 2 jam - Didinginkan kembali dengan desikator - Ditimbang beratnya dan dicatat

3.2.3. Penentuan Diethanolamin Dalam Karbonat

- Dimasukkan larutan K 2 CO 3 30 sebanyak 1 ml khusus untuk Blanko kedalam erlenmeyer - Ditimbang sampel Karbonat sebanyak 0,9 gram - Dimasukkan kedalam Erlenmeyer - Ditambahkan H 2 SO 4 15 sebanyak 10 ml Universitas Sumatera Utara - Dipanaskan diatas hotplate sampai mendidih - Didinginkan pada suhu kamar - Ditambahkan 7 ml periodic acid 2,4 kemudian diamkan selama 10 menit - Ditambahkan 125 ml natrium hydrogen karbonat jenuh - Ditambahkan larutan NaAsO 3 0,2024 N sebanyak 10 ml, dikocok dan didiamkan selama 5 menit - Ditambahkan indiator amilum - Dititrasi dengan larutan I 2 0,2 N sampai warnanya berubah menjadi biru - Dicatat volume yang diperoleh

3.2.4. Penentuan Specific Gravity

- Sampel dimasukkan sekitar ¾ gelas ukur - Dimasukkan Hydrometer kedalam gelas ukur dan lihat angka yang ditunjukkan oleh alat Hydrometer - Dimasukkan Thermometer kedalam gelas ukur dan lihat berapa suhu sampel tersebut - Dicatat hasilnya

3.2.5. Penentuan Foaming

- Dimasukkan sampel kedalam beaker glass sekitar 200 ml - Dipanaskan di atas hot plate sampai mencapai suhu 90 C - Dibawa sampel ke uji test foaming - Diatur laju alir udara pada 470 - Diukur ketinggian busa dan dicatat waktu yang dibutuhkan untuk busa tersebut turun dengan menggunakan stopwatch Universitas Sumatera Utara

3.2.6. Penentuan Particullate Matter

- Dipanaskan terlebih dahulu aquabidest sebanyak 500 ml didalam beaker glass sampai suhu sekitar 50 C - Dimasukkan sampel KarbonatDEA masing – masing 100 ml kedalam beaker glass - Ditimbang filter paper milipore 0,8 µm dan catat beratnya masing- masing dengan neraca analitis - Dianalisa dengan alat air cadet dan alat vacum lainnya - Diletakkan kertas milipore pada corong vacuum dan kemudian basahi terlebih dahulu dengan aquabidest - Dituangkan sampel KarbonatDEA dan bilas dengn air hangat sampai diperkirakan bersih dari KarbonatDEA - Ditambahkan indikator pp pada Erlenmeyer, jika warna merah rose nya sudah hilang berarti sudah bersih - Dibilas lagi kertas milipore hingga tidak ada warna merah rose lagi - Dikeringkan kertas milipore tadi dan ditimbang beratnya. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

4.2 Pembahasan

Adapun analisa yang diberikan kepada larutan Karbonat dan DEA adalah sebagai berikut: 1. Specific Gravity SG Pada analisa SG dengan Menggunakan alat hydrometer, hasil yang diperoleh dari analisa Karbonat dan Dietanolamin masing-masing telah memenuhi spesifikasi. Masalah yang muncul adalah pada saat pembacaan skala pada alat hydrometer sangat dipengaruhi oleh suhu larutan yang terbaca oleh thermometer yang secara bersamaan dicelupkan dalam sampel. Suhu pada saat pembacaan harus sekitar 40 - 50 C, hal ini dikarenakan pada saat pembacaan pada suhu 90 - 100 C penurunan suhu lebih cepat sehingga pada waktu pembacaan kurang efisien dan pada suhu 10 - 30 C tidak bisa dianalisa karena syarat analisa harus diatas pada suhu kamar. 2. K 2 CO 3 , KHCO 3 , EQ K 2 CO 3 dan Fc Dari data yang diperoleh nilai dari K 2 CO 3 , KHCO 3 , EQ K 2 CO 3 dan Fc maka pada EQ K 2 CO 3 tidak memenuhi spesifikasi, tetapi ini tidak bermasalah dikarenakan pabrik sekarang tidak beroperasi secara penuh karena cadangan feed gas semakin sedikit. Jadi hasil analisa sekarang sudah sesuai dengan kondisi opearasional pabrik sekarang. 3. Dietanolamin dalam Karbonat Berdasarkan dari hasil analisa persentase jumlah Dietanolamin berkisar antara 0.20 – 0.25. Hal ini sudah dapat memurnikan gas dengan optimal dikarenakan operasional pabrik yang sudah tidak maksimal karena cadangan feed gas semakin sedikit. Universitas Sumatera Utara 4. Foaming Height dan Collapse Time Berdasarkan analisa diperoleh foaming 1 cm dengan waktu 1,9 detik. Dalam hal ini analisa masih dalam batas spesifikasi yang dianjurkan. Hal ini menunjukkan bahwa proses penyerapan nya masih bagus. 5. Partikulate Matter Particullate matter ini menyebabkan terjadinya foaming dalam proses penyerapan. Dari data yang diperoleh telah memenuhi spesifikasi, hal ini menunjukkan bahwa dalam larutan tersebut hanya sedikit terdapat zat pengotor. 6. Karbonat Dalam Dietanolamin Karbonat dapat merusak komposisi dari pada Dietanolamin itu sendiri, Karena adanya karbonat dalam Dietanolamin dapat merusak sistem kerja Dietanolamin sehingga carry over. Karbonat kedalam sistem Dietanolamin maksimum 3 . 7. Dietanolamin Dari hasil yang diperoleh tidak memenuhi spesifikasi, tetapi hasil ini sudah bisa memurnikan gas secara maksimal dikarenakan operasional pabrik yang tidak maksimal lagi karena cadangan feed gas semakin sedikit. Universitas Sumatera Utara BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan