Pemilihan Pelarut KESIMPULAN DAN SARAN

yang dipakai untuk hal ini berkisar antara 10 sampai 36 monoethanolamina, 45 sampai 85 dietilena glikol dan selebihnya air. Salah satu metode komersial yang paling baru untuk memanis-maniskan gas ialah dengan menggunakan membran. Kegiatan pemisahan ini bekerja menurut asas bahwa laju permeasi perembesan gas melalui membran berbeda- beda sesuai dengan jenis gasnya. Sebagaimana bahan membran digunakan polisulfon, polistrena, teflon, dan berbagai jenis karet. Proses pemisahan jenis ini mempunyai banyak keunggulan dibandingkan dengan proses pemisahan jenis lain, antara lain kondisi operasinya sedang, konsumsi energi lebih rendah, biaya investasi rendah, dan dapat beroperasi secara ekonomis pada laju aliran rendah atau tinggi. Gas bumi yang mempunyai kandungan nitrogen tinggi dapat ditingkatkan mutunya melalui proses kriogenik yang meningkatkan gas umpan pada 4,9 Mpa dan mendinginkannya hingga 180 K. Gas bumi itu diuapkan dan gas ini maupun nitrogen maupun yang telah terpisah keluar dari sistem melalui pertukaran kalor dengan gas yang masuk Austin, 1984.

2.3. Pemilihan Pelarut

Pemilihan solven umumnya dilakukan sesuai dengan tujuan absorpsi, antara lain: 1. Jika tujuan utama adalah untuk menghasilkan larutan yang spesifik, maka solven ditentukan berdasarkan sifat dari produk. 2. Jika tujuan utama adalah untuk menghilangkan kandungan tertentu dari gas, maka ada banyak pilihan yang mungkin. Misalnya air, dimana Universitas Sumatera Utara merupakan pelarut yang paling murah dan sangat kuat untuk senyawa polar. Terdapat beberapa hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan pelarut, yaitu: 1. Kelarutan Gas Kelarutan gas harus tinggi sehingga meningkatkan laju absorpsi dan menurunkan kuantitas pelarut yang diperlukan. Umumnya pelarut yang memiliki sifat yang sama dengan bahan terlarut akan lebih mudah dilarutkan. Jika gas larut dengan baik di dalam fraksi mol yang sama pada beberapa jenis pelarut, maka dipilih pelarut yang memiliki berat molekul paling kecil agar didapatkan fraksi mol gas terlarut yang lebih besar. Jika terjadi reaksi kimia dalam operasi absorpsi maka umumnya kelarutan akan sangat besar. Namun bila pelarut akan di-recovery maka reaksi tersebut harus reversible. Sebagai contoh, etanol amina dapat digunakan untuk mengabsorpsi hidrogen sulfida dari campuran gas karena sulfida tersebut sangat mudah diserap pada suhu rendah dan dapat dengan mudah didilepas pada suhu tinggi. Sebaliknya, soda kostik tidak digunakan dalam kasus ini karena walaupun sangat mudah menyerap sulfida tapi tidak dapat didilepasi dengan operasi stripping. 2. Volatilitas Pelarut harus memiliki tekanan uap yang rendah, karena jika gas yang meninggalkan kolom absorpsi jenuh terhadap pelarut maka akan ada banyak pelarut yang terbuang. Jika diperlukan dapat digunakan cairan pelarut kedua yang volatilitasnya lebih rendah untuk menangkap porsi gas yang teruapkan. Aplikasi Universitas Sumatera Utara ini umumnya digunakan pada kilang minyak dimana terdapat menara absorpsi hidrokarbon yang menggunakan pelarut hidrokarbon yang cukup volatil dan di bagian atas digunakan minyak nonvolatil untuk me-recovery pelarut utama. Demikian juga halnya dengan hidrogen sulfida yang diabsorpsi dengan natrium fenolat lalu pelarutnya di-recovery dengan air. 3. Korosivitas Solven yang korosif dapat merusak kolom. 4. Harga Penggunaan solven yang mahal dan tidak mudah di-recovery akan meningkatkan biaya operasi kolom. 5. Ketersediaan Ketersediaan pelarut di dalam negeri akan sangat mempengaruhi stabilitas harga pelarut dan biaya operasi secara keseluruhan. 6. Viskositas Viskositas pelarut yang rendah amat disukai karena akan terjadi laju absorpsi yang tinggi, meningkatkan karakter flooding dalam kolom, jatuh-tekan yang kecil dan sifat perpindahan panas yang baik. 7. Lain-lain Sebaiknya pelarut tidak memiliki sifat racun, mudah terbakar, stabil secara kimiawi dan memiliki titik beku yang rendah. Yusuf, 2011. Universitas Sumatera Utara

2.4. Penyediaan Bahan Baku Industri Petrokimia Di Indonesia