Analisis Regresi Linier Berganda

dengan � 2 , maka akan terjadi heterokedastisitas. Dan akan terjadi autokorelasi jika elemen-elemen selain elemen diagonal utama tidak bernilai nol. c. Tidak ada multikolinearitas yaitu tidak terdapat hubungan linier yang tepat diantara variabel bebas X. Dapat juga dikatakan bahwa tidak adanya sekelompok angka dari � 1, � 2, , … , � , yang semuanya tidak bernilai nol secara bersamaan. Dikatakan terdapat hubungan linier yang tepat jika kondisi berikut terpenuhi: � 1 1 + � 2 2 + + � = 0 dalam notasi matriks dapat direpresentasikan: � = dimana � adalah sebuah vektor baris 1 × dan X adalah sebuah vektor kolom × 1. Jika asumsi ini tidak dipenuhi maka koefisien regresi dari variabel-variabel X tidak dapat ditentukan dan standar erornya tidak terhingga. Secara garis besar, metode kuadrat terkecil OLS dalam regresi berganda sama dengan OLS pada regresi sederhana. Untuk menentukan penaksir OLS, harus diketahui model PRS dalam bentuk stokhastik terlebih dahulu, yaitu: = + 1 1 + + + 3.2.5 = − − 1 1 − − 3.2.6 Dalam notasi matriks, persamaan 3.2.6 dapat ditulis: � = − � 3.2.7 Konsep pada regresi berganda, sama dengan pada regresi sederhana yaitu residual, yang merupakan penaksir dari � . Penaksir kuadrat terkecil diperoleh dengan meminimumkan: 2 = − − 1 1 − − 2 3.2.8 Jika menggunakan notasi matriks, meminimumkan jumlah residual kuadrat sama dengan meminimumkan � �, karena: � � = 1 2 1 2 = 1 2 + 2 2 + + 2 = 2 3.2.9 Dari persamaan 3.2.6, maka 2 dapat ditulis menjadi: � = − � 2 = � � = − � − � = − � − � = − � − � + � � = − � + � � 3.2.10 Sesuai dengan sifat-sifat transpose matriks, � = � , dan karena � merupakan matriks simetri dan matriks skalar berordo 1 × 1, dengan penjabaran sebagai berikut: � 1× +1 +1× ×1 = � 1× +1 +1×1 = � 1×1 maka bentuk � sama dengan transposenya, yaitu � . Menggunakan kondisi Karush-Kuhn-Tucker untuk mencari � yang meminimumkan � �, langkah pertamanya adalah dengan mendiferensialkan � � secara parsial lalu menyamakan dengan nol, sehingga � � � � = � − � + � � � = � � − � � � + �� � � = 0 Penjabaran � − � + � � � sangat panjang, sehingga dalam menghitung hasil � � � � dilakukan secara bertahap, yaitu sebagai berikut: = 1 2 1 2 = 1 1 + 2 2 + + = 1 2 + 2 2 + + 2 maka � � = � 1 2 + 2 2 + + 2 � = 3.2.11 � = 1 2 1 11 12 1 1 1 21 31 22 32 2 3 … … 1 1 2 1 2 3 = 1 2 1 + 2 + 3 + + 11 1 + 21 2 + 31 3 + + 1 12 1 + 22 2 + 32 3 + + 2 … … … … … … … … … … … … … 1 1 + 2 2 + 3 3 + + = 1 + 2 + 3 + + + 1 11 1 + 21 2 + 31 3 + + 1 + 2 12 1 + 22 2 + 32 3 + + 2 + + 1 1 + 2 2 + 3 3 + + Sehingga � � � = � 1 + 2 + 3 + + + 1 11 1 + 21 2 + 31 3 + + 1 + 2 12 1 + 22 2 + 32 3 + + 2 + + 1 1 + 2 2 + 3 3 + + � = 1 + 2 + 3 + + 3.2.12 � � � 1 = � 1 + 2 + 3 + + + 1 11 1 + 21 2 + 31 3 + + 1 + 2 12 1 + 22 2 + 32 3 + + 2 + + 1 1 + 2 2 + 3 3 + + � 1 = 11 1 + 21 2 + 31 3 + + 1 3.2.13 � � � 2 = � 1 + 2 + 3 + + + 1 11 1 + 21 2 + 31 3 + + 1 + 2 12 1 + 22 2 + 32 3 + + 2 + + 1 1 + 2 2 + 3 3 + + � 2 = 12 1 + 22 2 + 32 3 + + 2 3.2.14 � � � = � 1 + 2 + 3 + + + 1 11 1 + 21 2 + 31 3 + + 1 + 2 12 1 + 22 2 + 32 3 + + 2 + + 1 1 + 2 2 + 3 3 + + � = 1 1 + 2 2 + 3 3 + + 3.2.15 Jadi, sesuai dengan hasil turunan pertama � terhadap yaitu pada persamaan 3.2.12, 3.2.13, 3.2.14, dan 3.2.15 maka: � � � = � � � � � � 1 � � � 2 � � � = 1 + 2 + 3 + + 11 1 + 21 2 + 31 3 + + 1 12 1 + 22 2 + 32 3 + + 2 1 1 + 2 2 + 3 3 + + = 1 11 12 1 1 1 21 31 22 32 2 3 … … 1 1 2 1 2 3 = 3.2.16 Penjabaran bagian � � adalah sebagai berikut: � � = 1 2 1 11 12 1 1 1 21 31 22 32 2 3 … … 1 1 2 1 1 1 1 11 12 21 22 31 32 1 2 … … 1 2 3 1 2 = + 1 11 + 2 12 … + 1 + 1 21 + 2 22 … + 2 + 1 31 + 2 32 … + 3 …. + 1 1 + 2 2 … + × + 1 11 + 2 12 + + 1 + 1 21 + 2 22 + + 2 + 1 31 + 2 32 + … + 3 … … … … … … … … … … … … … … … … + 1 1 + 2 2 + … + = + 1 11 + 2 12 + + 1 + 1 11 + 2 12 + + 1 + + 1 21 + 2 22 + + 2 + 1 21 + 2 22 + + 2 + + 1 31 + 2 32 + + 3 + 1 31 + 2 32 + … + 3 + … + + 1 1 + 2 2 + + + 1 1 + 2 2 + … + 3.2.17 Hasil perkalian bagian pertama dari persamaan 3.2.17 adalah: + 1 11 + 2 12 + + 1 + 1 11 + 2 12 + + 1 = + 1 11 + 2 12 + + 1 + 1 11 + 1 11 + 2 12 + + 1 + 2 12 + 1 11 + 2 12 + + 1 + + 1 + 1 11 + 2 12 + + 1 = 2 + 1 11 + 2 12 + + 1 + 1 11 + 1 2 11 2 + 1 11 2 12 + + 1 11 1 + 2 12 + 2 12 1 11 + 2 2 12 2 + + 2 12 1 + + 1 + 1 1 11 + 1 2 12 + + 2 1 2 3.2.18 Hasil perkalian bagian ke dua dari persamaan 3.2.17 adalah: + 1 21 + 2 22 + + 2 + 1 21 + 2 22 + + 2 = 2 + 1 21 + 2 22 + + 2 + 1 21 + 1 2 21 2 + 1 21 2 22 + + 1 21 2 + 2 22 + 2 22 1 21 + 2 2 22 2 + + 2 22 2 + + 2 + 2 1 21 + 2 2 22 + + 2 2 2 3.2.19 Hasil perkalian bagian ke tiga dari persamaan 3.2.17 adalah: + 1 31 + 2 32 + … + 3 + 1 31 + 2 32 + … + 3 = 2 + 1 31 + 2 32 + + 3 + 1 31 + 1 2 31 2 + 1 31 2 22 + + 1 31 3 + 2 32 + 2 32 1 31 + 2 2 32 2 + + 2 32 3 + + 3 + 3 1 31 + 3 2 32 + + 2 3 2 3.2.20 Hasil perkalian bagian ke + 1 dari persamaan 3.2.17 adalah: + 1 1 + 2 2 + … + + 1 1 + 2 2 + … + = 2 + 1 1 + 2 2 + + + 1 1 + 1 2 1 2 + 1 1 2 2 + + 1 1 + 2 2 + 2 2 1 1 + 2 2 2 2 + + 2 2 + + + 1 1 + 2 2 + + 2 2 3.2.21 Sehingga menurut persamaan 3.2.18, 3.2.19, 3.2.20, dan 3.2.21, maka hasil dari � � adalah sebagai berikut: � � = 2 + 1 11 + 2 12 + + 1 + 1 11 + 1 2 11 2 + 1 11 2 12 + + 1 11 1 + 2 12 + 2 12 1 11 + 2 2 12 2 + + 2 12 1 + + 1 + 1 1 11 + 1 2 12 + + 2 1 2 + 2 + 1 21 + 2 22 + + 2 + 1 21 + 1 2 21 2 + 1 21 2 22 + + 1 21 2 + 2 22 + 2 22 1 21 + 2 2 22 2 + + 2 22 2 + + 2 + 2 1 21 + 2 2 22 + + 2 2 2 + 2 + 1 31 + 2 32 + + 3 + 1 31 + 1 2 31 2 + 1 31 2 22 + + 1 31 3 + 2 32 + 2 32 1 31 + 2 2 32 2 + + 2 32 3 + + 3 + 3 1 31 + 3 2 32 + + 2 3 2 … … + 2 + 1 1 + 2 2 + + + 1 1 + 1 2 1 2 + 1 1 2 2 + + 1 1 + 2 2 + 2 2 1 1 + 2 2 2 2 + + 2 2 + + + 1 1 + 2 2 + + 2 2 Kemudian � � didiferensialkan terhadap � menjadi sebagai berikut: �� � �� = �� � � �� � � 1 �� � � 2 �� � � �� � � = 2 + 2 1 11 + 2 2 12 + + 2 1 + 2 + 2 1 21 + 2 2 22 + + 2 2 + 2 + 2 1 31 + 2 2 32 + + 2 3 + + 2 + 2 1 1 + 2 2 2 + + 2 = 2 + 1 11 + 2 12 + + 1 + + 1 21 + 2 22 + + 2 + + 1 31 + 2 32 + + 3 + + + 1 1 + 2 2 + + 3.2.22 � � � � 1 = 2 0 11 + 2 1 11 2 + 2 2 11 12 + + 2 1 11 + 2 0 21 + 2 1 21 2 + 2 2 21 22 + + 2 2 21 + 2 0 31 + 2 1 31 2 + 2 2 31 32 + + 2 3 31 + + 2 1 + 2 1 1 2 + 2 2 1 2 + + 2 1 = 2 11 + 1 11 + 2 12 + + 1 + 21 + 1 21 + 2 22 + + 2 + 31 + 1 31 + 2 32 + + 3 + … + 1 + 1 1 + 2 2 + + 3.2.23 � � � � 2 = 2 0 12 + 2 1 11 12 + 2 2 12 2 + + 2 12 1 + 2 0 22 + 2 1 21 22 + 2 2 22 2 + + 2 22 2 + 2 0 32 + 2 1 31 32 + 2 2 32 2 + + 2 32 3 + + 2 2 + 2 1 1 2 + 2 2 2 2 + + 2 2 = 2 12 + 1 11 + 2 12 + + 1 + 22 + 1 21 + 2 22 + + 2 + 32 + 1 31 + 2 32 + + 3 + … + 2 + 1 1 + 2 2 + + 3.2.24 �� � � = 2 0 1 + 2 1 11 1 + 2 2 12 1 + + 2 1 2 + 2 0 2 + 2 1 21 2 + +2 2 22 2 + + 2 2 2 + 2 0 3 + 2 1 31 3 + 2 2 32 3 + + 2 3 2 + + 2 + 2 1 1 + 2 2 2 + + 2 2 2 = 2 1 + 1 11 + 2 12 + + 1 + 2 + 1 21 + 2 22 + + 2 + 3 + 1 31 + 2 32 + + 3 + … + + 1 1 + 2 2 + + 3.2.25 Sehingga menurut persamaan 3.2.22, 3.2.23, 3.2.24, dan 3.2.25, hasil dari �� � �� adalah : �� � �� = 2 + 1 11 + 2 12 + + 1 + + 1 21 + 2 22 + + 2 + + 1 31 + 2 32 + + 3 + + + 1 1 + 2 2 + + 11 + 1 11 + 2 12 + + 1 + 21 + 1 21 + 2 22 + + 2 + 31 + 1 31 + 2 32 + + 3 + + 1 + 1 1 + 2 2 + + 12 + 1 11 + 2 12 + + 1 + 22 + 1 21 + 2 22 + + 2 + 32 + 1 31 + 2 32 + + 3 + + 2 + 1 1 + 2 2 + + 1 + 1 11 + 2 12 + + 1 + 2 + 1 21 + 2 22 + + 2 + 3 + 1 31 + 2 32 + + 3 + + + 1 1 + 2 2 + + = 2 1 11 12 1 1 1 21 31 22 32 2 3 … … 1 1 2 + 1 11 + 2 12 + + 1 + 1 21 + 2 22 + + 2 + 1 31 + 2 32 + … + 3 … … … … … … … … … … … … … … … … + 1 1 + 2 2 + … + = 1 11 12 1 1 1 21 31 22 32 2 3 … … 1 1 2 1 1 1 1 11 12 21 22 31 32 1 2 … … 1 2 3 1 2 = � 3.2.26 Dari hasil persamaan 3.2.11, 3.2.17, dan 3.2.26 dapat disimpulkan bahwa: � � � �� = − + � = − + � = � = � 3.2.27 Kemudian peersamaan 3.2.27 di depan dikalikan dengan − pada kedua ruas, dengan syarat matriks merupakan matriks yang non singular, menghasilkan: − = − � I � = − Karena −1 = � merupakan matriks identitas berordo + 1 × + 1, maka persamaan 3.2.27 dapat ditulis menjadi: � = − 3.2.28 Seperti dalam analisis regresi sederhana, vektor penaksir � juga mempunyai sifat- sifat: 1. Linier � = − karena persamaan 3.2.4, yaitu = � + � maka � = − � + � = − � + − � karena − = �, maka � = � + − � 3.2.29 Persamaan 3.2.29 menyatakan bahwa � adalah fungsi linier dari � dan �. 2. Tidak bias Dari persamaan 3.2.29 maka, � = � + − � = � + − � = � + − � karena sesuai asumsi 1 � = 0 � = � 3.2.30 Terbukti bahwa � merupakan penaksir kuadrat terkecil yang tidak bias. 3. Varian minimum Sebelum dibuktikan varian � minimum, akan ditentukan varian dari penaksir � terlebih dahulu, yaitu: diketahui bahwa �� � = � − � 2 �� � = � − � � − � Sesuai dengan persamaan 3.2.29 yang dapat ditulis � − � = − �, maka − � disubstitusikan pada � − �, sehingga: �� � = − � − � menggunakan sifat transpose matriks = , maka �� � = − �� − Berdasarkan sifat-sifat matriks di mana − = −1 , maka �� � = [ − � � −1 ] = − �� − = − � �� − Sesuai dengan asumsi �. � = � 2 � , maka �� � = − � 2 � − = � 2 � − − Berdasarkan sifat infers matriks, − = �, sehingga �� � = � 2 � − � dapat juga ditulis �� � = � 2 − 3.2.31 Langkah-langkah dalam membuktikan penaksir � mempunyai varian minimum sama dengan langkah-langkah membuktkan varian minimum penaksir pada analisis regresi sederhana. Maka � perlu dibandingkan dengan penaksir lain yang yang diasumsikan linier dan tidak bias, misalnya � ∗ . � ∗ didefinisikan � ∗ = − + , dimana B merupakan matriks berordo + 1 × yang diketahui. Selanjutnya adalah diperlihatkan terlebih dahulu bahwa � ∗ merupakan penaksir yang linier dan tidak bias. Dengan mensupstitusikan persamaan 3.2.4, = � + � maka � ∗ akan menjadi: � ∗ = − + = � + � = − � + � + � + � sehingga terlihat bahwa � ∗ merupakan penaksir yang linier. Lalu akan diperlihatkan � ∗ merupakan penaksir yang tidak bias, yaitu � � ∗ = � − � + � + � + � = � − � + − � + � + � sesuai asumsi pertama bahwa � � = , maka � � ∗ = � + � Karena � ∗ diasumsikan suatu penaksir yang tidak bias bagi � maka � � ∗ harus sama dengan � atau � harus merupakan matriks nol. Dapat dikatakan = 0 jika � ∗ = − + adalah penaksir yang tidak bias. Selanjutnya akan ditentukan � � ∗ . �� � ∗ = � ∗ − � � ∗ − � dengan mensuptitusikan � ∗ = − + , maka persamaan menjadi �� � ∗ = − + − � − + − � sesuai dengan persamaan 3.2.4, maka �� � ∗ = − + � + � − � − + � + � − � = [ − � + − � + � + � − � { − � + − � + � + � − �} ] karena � = , dan − = � maka �� � ∗ = [ � + − � + + � − � {� + − � + + � − �} ] = − � + � − � + � Menggunakan sifat transpose matriks = dan + = + , maka �� � ∗ = − � + � � − + � karena perkalian matriks bersifat distributif, maka �� � ∗ = − + �� − + = − + �� − + Sesuai dengan asumsi �� = � � maka �� � ∗ = � 2 � − + − + = � − − + − + − + karena − = �, dan = maka, �� � ∗ = � � − + − + − + karena = , maka �� � ∗ = � − + = � − + � 3.2.32 �� � ∗ lebih besar daripada �� � , dengan kelebihan sebesar � . � bernilai positif karena � merupakan bilangan skalar yang bernilai positif, dan = yang juga bernilai positif. Sehingga membuktikan bahwa � � merupakan varian minimum. dimana � 2 merupakan varians dari gangguan � . Dalam regresi linier sederhana, r 2 digunakan untuk mengukur kebaikan garis dari persamaan regresi; dimana nilai tersebut menyatakan presentase dari total variasi variabel dependen Y yang dapat dijelaskan oleh variabel penjelas X. Dalam model regresi berganda, koefisien determinasi R 2 secara konseptual hampir sama dengan koefisien determinasi pada regresi linier sederhana yaitu digunakan untuk mengetahui proporsi dari total variasi Y yang dapat dijelaskan oleh variabel-variabel penjelas 1 , 2 , … , secara bersama-sama. R 2 dapat ditentukan sebagai berikut: dari persamaan 3.2.10 diperoleh � � = − � + � � karena = � , maka � � = − � + � � = − � + � � � = − � � = − � � diketahui bahwa = − , maka 2 = 2 − 2 + 2 = 2 − 2 1 + 1 2 = 2 − 2 2 + 1 2 2 = 2 − 1 2 2 dalam bentuk matriks adalah , maka 2 = − 1 2 persamaan di atas merupakan variasi kuadrat total TSS jumlah kuadrat yang bisa dijelaskan ESS adalah: = 2 − 2 = − 1 2 − � � = − � � − 1 2 = � − 1 2 Oleh karena R 2 = ESS : TSS, maka 2 = � − 1 2 − 1 2 = � − 2 − 2 3.2.33

C. Inferensi Analisis Regresi Linier

Pada subbab sebelumnya telah dibahas mengenai cara menentukan penaksir menggunakan OLS. Tetapi penaksiran merupakan penaksiran titik yang hanya salah satu aspek inferensi statistik, sedangkan aspek inferensi lain adalah pengujian hipotesis. Untuk melakukan uji hipotesis, perlu menetapkan spesifikasi distribusi probabilitas gangguan � , tetapi dalam OLS tidak dibuat asumsi mengenai sifat probabilistik dari � . Maka agar dapat dilakukan uji hiopotesis, diasumsikan bahwa setiap � didistribusikan secara normal dengan: � = 0 dan �. � = � 2 � Dalam matriks dapat dinotasikan sebagai berikut: � ~ � , � 2 � 3.3.1 dimana � dan 0 merupakan vektor kolom × 1, serta I merupakan matriks identitas berordo × , dengan 0 menjadi vektor nol. Sesuai asumsi normalitas, diketahui bahwa dalam model regresi k variabel, estimator juga terdistribusi secara normal karena seperti yang telah didefinisikan sebelumnya merupakan fungsi linier dari � , yang sesuai asumsi bersifat random. Maka distribusi sampling atau probabilitas dari penaksir OLS akan tergantung pada asumsi yang dibuat mengenai distribusi probabilitas � . Dalam notasi matriks dapat dituliskan: � ~ � �,� − 3.3.2 yang berarti bahwa setap elemen � terdistribusi normal dengan rerata yang sama terhadap elemen dari � yang sebenarnya, hal ini sesuai dengan persamaan 3.2.29 yaitu � = � . Serta varians � = � 2 − , berdasarkan persamaan 3.2.30. Dalam bahasa statistik, hipotesis yang dinyatakan dikenal sebagai hipotesis nol dan dinyatakan dalam lambang � . Hipotesis nol biasanya diuji terhadap hipotesis alternatif, dinyatakan dengan � 1 . Hipotesis alternatif bisa sederhana atau gabungan. Saat melakukan pengujian hipotesis dalam regresi linier, terdapat asumsi yang harus diperhatikan antara lain: 1. Pengujian hipotesis mengenai koefisien regresi individual Jika asumsi ~ � , � 2 � dimasukkan, maka uji t dapat dilakukan untuk menguji hipotesis mengenai setiap koefisien regresi parsial individual. Uji t digunakan untuk mengetahui apakah variabel-variabel independen secara parsial berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel dependen. Untuk uji dua arah, misalnya ditetapkan bahwa: � : = 0 dan � 1 : ≠ 0 3.3.3 Hipotesis nol menyatakan bahwa, dengan menjaga variabel lain konstan variabel selain , dan tidak memiliki pengaruh linier terhadap Y. Untuk menguji hipotresis nol, digunakan uji t, t = − 3.3.4 Jika nilai t hitung melebihi nilai t kritis pada tingkat signifikansi yang dipilih, hipotesis nol dapat ditolak; dan jika yang terjadi sebaliknya maka hipotesis nol tidak dapat ditolak. Dalam kasus yang menggunakan uji satu arah, dimisalkan hipotesis nol dan hiportesis alternatifnya adalah: � : 2 = 0 dan � 1 : 2 ≥ 0 3.3.5 Jika � dapat ditolak pada uji dua arah maka akan terdapat cukup bukti untuk menolak hasil pengujian satu arah selama sifat statistik searah dengan pengujian. 2. Pengujian signifikansi keseluruhan dari regresi sampel Sebelumnya telah dibahas mengenai uji hipotesis mengenai koefisien regresi individual yang memusatkan perhatian pada pengujian signifikansi dari estimasi koefisien regresi parsial, secara individual. Oleh karena di bawah hipotesis yang terpisah, dimana setiap koefisien regresi parsial populasi yang sebenarnya adalah nol. Misalnya terdapat hipotesis nol sebagai berikut: � : = = 0 3.3.6 Hipotesis nol tersebut merupakan hipotesis nol bersama yang menyatakan bahwa dan secara bersama nilainya adalah sama dengan nol. Pengujian pada hipotesis tersebut dinamakan uji signifikansi keseluruhan dari garis regresi yang diobservasi atau diestimasi, yaitu untuk mengetahui apakah Y secara linier berhubungan baik terhadap dan . Hipotesis bersamaan tersebut tidak dapat diuji menggunakan uji signifikansi secara individual uji t karena pada uji signifikansi individual koefisien regresi parsial yang diobservasi dalam subbab sebelumnya diasumsikan secara implisit bahwa setiap pengujian signifikansi didasarkan pada hipotesis bahwa = 0 , artinya diasumsikan bahwa pengujian dadasarkan pada sampel yang berbeda dari yang diuji dalam pengujian signifikansi hipotesis didasarkan pada hipotesis bahwa = 0 . Tetapi untuk menguji hipotesis gabungan, jika menggunakan data sampel yang sama, maka akan melanggar asumsi yang mendasari prosedur pengujian. Meskipun uji t tidak bisa dilakukan untuk menguji hipotesis gabungan, tetapi hipotesis gabungan dapat diuji menggunakan analisis varians uji F yaitu: = = +1 −1 − +1 3.3.7 dengan k adalah jumlah variabel bebas dan n adalah banyaknya data. Aturan pengambilan keputusan untuk uji F adalah: Jika diketahui model regresi dengan k variabel = + 1 1 + 2 2 + + + � Untuk menguji hipotesis � : 1 = 2 = = = 0 � 1 : tidak semua koefisien kemiringan secara simultan adalah nol. Statistik uji: = = + 1 − 1 − + 1 Jika + 1 − 1, − + 1 , dengan merupakan derajat kepercayaan, maka � ditolak yang artinya semua variabel independen secara simultan berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Terdapat hubungan yang erat antara koefisien determinasi dan uji F yang digunaan dalam uji varians. Diasumsikan bahwa � berdistribusi normal dan hipotetis nol adalah 1 = 2 = = = 0 3.3.8 maka dapat dilihat bahwa: = = +1 −1 − +1 Agar hubungan 2 dan uji F dapat terlihat jelas, maka persamaan 3.3.7 dimanipulasi sedemikian sehingga: = − + 1 + 1 − 1 = − + 1 + 1 − 1 −