Berat Volume Butiran Padat Soil Volume Weight Berat Jenis Specific Gravity Batas-batas Atterberg Atterberg Limit

12 2.11 Dimana: : berat volume kering grcm 3 : berat butiran tanah gr : volume total tanah cm 3

2.1.2.7 Berat Volume Butiran Padat Soil Volume Weight

Berat Volume Butiran Padat adalah perbandingan antara berat butiran tanah dengan volume butiran tanah padat . Berat Volume Butiran Padat dapat dinyatakan dalam persamaan : 2.12 Dimana: : berat volume padat grcm 3 : berat butiran tanah gr : volume total padat cm 3

2.1.2.8 Berat Jenis Specific Gravity

Berat Jenis atau Specific Gravity Gs didefinisikan sebagai perbandingan antara berat volume butiran tanah dengan berat volume air dengan isi yang sama pada temperatur tertentu. Berat Jenis dapat dinyatakan dalam persamaan: 2.13 Universitas Sumatera Utara 13 Dimana: : berat volume padat grcm 3 : berat volume airgrcm 3 : berat jenis tanah Batas-batas besaran Berat Jenis tanah dapat dilihat pada Tabel 2.2. Tabel 2.2 Berat Jenis Tanah Macam Tanah Berat Jenis Kerikil 2,65 - 2,68 Pasir 2,65 - 2,68 Lanau tak organik 2,62 - 2,68 Lempung organik 2,58 - 2,65 Lempung tak organik 2,68 - 2,75 Humus 1,37 Gambut 1,25 - 1,80 Sumber : Hardiyatmo, 1992 Hasil-hasil penentuan Berat Jenis dari sebagian besar tanah menunjukan bahwa nilai-nilai dari 2,6 sampai 2,75 merupakan nilai yang paling banyak terdapat. Nilai-nilai Porositas, Angka Pori dan Berat Volume pada keadaan asli di alam dari berbagai jenis tanah diberikan oleh Terzaghi seperti terlihat pada Tabel 2.3 berikut. Universitas Sumatera Utara 14 Tabel 2.3 Nilai n, e, w,  d dan  b Untuk Tanah Keadaan Asli Lapangan. Macam Tanah n E w  d grcm 3  b grcm 3 Pasir seragam, tidak padat Pasir seragam, padat Pasir berbutir campuran, tidak padat Pasir berbutir campuran, padat Lempung lunak sedikit organis Lempung lunak sangat organis 46 34 40 30 66 75 0,85 0,51 0,67 0,43 1,90 3,0 32 19 25 16 70 110 1,43 1,75 1,59 1,86 − − 1,89 2,09 1,99 2,16 1,58 1,43 Sumber : Das,1991

2.1.2.9 Batas-batas Atterberg Atterberg Limit

Atterberg adalah seorang peneliti tanah berkebangsaan Swedia yang telah menemukan batas-batas Atterberg pada tahun 1911. Atterberg mengusulkan ada lima keadaan konsistensi tanah. Batas-batas konsistensi tanah ini didasarkan pada kadar air, yaitu Batas Cair Liquid Limit, Batas Plastis Plastic Limit, Batas Susut Shrinkage Limit, Batas Lengket Sticky Limit dan Batas Kohesi Cohesion Limit. Tetapi pada umumnya Batas Lengket dan Batas Kohesi tidak digunakan Bowles, 1991. Batas-batas konsistensi dapat dilihat pada Gambar 2.2. Gambar 2.2 Batas-batas Atterberg Soedarmo, 1997 Universitas Sumatera Utara 15

2.1.2.9.1 Batas Cair Liquid Limit

Batas Cair Liquid Limit adalah kadar air tanah ketika tanah berada diantara keadaan cair dan keadaan plastis, yaitu pada batas atas dari daerah plastis. Batas Cair ditentukan dari pengujian Cassagrande 1948, yakni dengan meletakkan tanah ke cawan dan dibentuk sedemikian rupa, kemudian tanah tersebut dibelah oleh Grooving Tool dan dilakukan pemukulan dengan cara engkol dinaikkan dan sampai mangkuk menyentuh dasar, dilakukan juga perhitungan ketukan sampai tanah yang dibelah tadi berhimpit. Untuk lebih jelasnya, alat uji batas cair berupa cawan Cassagrande dan Grooving Tool dapat dilihat pada Gambar 2.3 Gambar 2.3 Cawan Cassagrande dan Grooving Tool Hardiyatmo, 1992 Universitas Sumatera Utara 16 Gambar 2.4 Kurva Pada Penentuan Batas Cair Tanah Lempung Soedarmo, 1997

2.1.2.9.2 Batas Plastis Plastic Limit

Batas Plastis Plastic Limit dapat didefinisikan sebagai kadar air pada tanah dimana pada batas bawah daerah plastis atau kadar air minimum. Untuk mengetahui Batas Plastis suatu tanah dilakukan dengan percobaan menggulung tanah berbentuk silinder dengan diameter sekitar 3,2 mm 18 inchi dengan menggunakan telapak tangan di atas kaca datar. Apabila tanah mulai mengalami retak-retak atau pecah ketika digulung, maka kadar air dari sampel tersebut adalah Batas Plastis.

2.1.2.9.3 Batas Susut Shrinkage Limit

Batas Susut Shrinkage Limit adalah kadar air tanah pada kedudukan antara daerah semi padat dan padat, yaitu persentase kadar air di mana pengurangan kadar air selanjutnya tidak mengakibatkan perubahan volume tanahnya. Dapat dikatakan bahwa tanah tersebut tidak akan mengalami penyusutan lagi meskipun dikeringkan secara terus menerus. Universitas Sumatera Utara 17 Percobaan Batas Susut dilakukan dengan cawan porselin diameter 44,4 mm dengan tinggi 12,7 mm. Pada bagian dalam cawan dilapisi oleh pelumas dan diisi dengan tanah jenuh sempurna yang kemudian dikeringkan dalam oven. Volume ditentukan dengan mencelupkannya dalam air raksa. Batas Susut dapat dinyatakan dalam persamaan : { } 2.14 dengan : = berat tanah basah dalam cawan percobaan gr = berat tanah kering oven gr = volume tanah basah dalam cawan = volume tanah kering oven = berat jenis air

2.1.2.9.4 Indeks Plastisitas Plasticity Index

Indeks Plastisitas adalah selisih Batas Cair dan Batas Plastis. Indeks Plastisitas merupakan interval kadar air dimana tanah masih bersifat plastis. Indeks Plastisitas dapat menunjukkan sifat keplastisitasan tanah tersebut. Jika tanah memiliki interval kadar air daerah plastis yang kecil, maka tanah tersebut disebut tanah kurus, sedangkan apabila suatu tanah memiliki interval kadar air daerah plastis yang besar disebut tanah gemuk. Persamaan 2.15 dapat digunakan untuk menghitung besarnya nilai Indeks Plastisitas dari suatu tanah. Tabel 2.4 menunjukkan batasan nilai Indeks Plastisitas dari jenis-jenis tanah. 2.15 Universitas Sumatera Utara 18 Dimana : IP = Indeks Plastisitas LL = Batas Cair PL = Batas Plastis Tabel 2.4 Indeks Plastisitas Tanah PI Sifat Macam Tanah Kohesi Non-Plastis Pasir Non – Kohesif 7 Plastisitas Rendah Lanau Kohesif Sebagian 7-17 Plastisitas Sedang Lempung berlanau Kohesif 17 Plastisitas Tinggi Lempung Kohesif Sumber : Hardiyatmo, 1992 2.1.2.9.5 Indeks Kecairan Liquidity Index Kadar Air tanah asli relatif pada kedudukan plastis dan cair, dapat didefinisikan oleh Indeks Kecairan Liquidity Index. Indeks Kecairan merupakan perbandingan antara selisih Kadar Air asli dengan Batas Plastis terhadap Indeks Plastisitasnya. Berikut persamaannya: 2.16 Dimana : LI = Liquidity Index W N = kadar air asli Universitas Sumatera Utara 19 Gambar 2.5 Hubungan Antara W P , W L dan W N Dalam Menghitung LI atau I L Bowles, 1991 Dapat dilihat bahwa jika W N = LL, maka Indeks Kecairan akan sama dengan 1. Sedangkan, jika W N = PL, Indeks Kecairan akan sama dengan nol. Jadi, untuk lapisan tanah asli yang dalam kedudukan plastis, nilai LL W N PL. Nilai Indeks Kecairan akan bervariasi antara 0 dan 1. Lapisan tanah asli dengan W N LL akan mempunyai LI 1.

2.1.2.10 Klasifikasi Tanah