Proses Pembangunan Pelabuhan Ajibata

Ukuran Solu yang tidak terlalu besar memiliki kendala dalam hal kuantitas penumpang yang bisa diangkut.Selain dari segi ukuran, solu juga memakan waktu yang cukup lama karena masih bersifat tradisional yang mengandalkan dayung pengayuh dan kekuatan angin untuk sampai ke tempat tujuan.Solu juga belum berkembang jika ditinjau dari segi teknologi dan mesin. Seiring perkembangan zaman, untuk menggantikan kinerja solu ada perahu layar yang merupakan alat transportasi laut jenis perahu yang mempunyai layar.Perahuini digerakkan dengan memanfaatkan tenaga angin.Layar ini berfungsi untuk menangkap tiupan angin pada perahu.Pada perahu layar tradisional, agar dapat berlayar sangat mengandalkan dorongan angin yang ditangkap oleh layar berbentuk segitiga.Bentuk dari layar ini bisa segitiga atau segiempat, namun pada perahu tradisional umumnya berbentuk segitiga.Layar ini biasanya di pasang di berbagai macam-macam perahu.Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan perahu layar pada masa lampau umumnya adalah menggunakan kayu dan bambu.

3.2 Proses Pembangunan Pelabuhan Ajibata

Pelabuhan merupakan tempat pertumpuan para penumpang yang memiliki tujuan penyeberangan ke Tomok, Nainggolan, dan Balige. Pada tahun 1972 pembangunan pelabuhan mulai dikerjakan dengan swadaya masyarakat Universitas Sumatera Utara sekitarnya. Oleh karena keterbatasan alat, bahan bangunan dan transportasi pada saat itu maka pembangunan pelabuhan ini berjalan lambat dan memakan waktu yang cukup lama.Pelabuhan ini dibangun pada tahun 1972 dan sudah menjadi pelabuhan transportasi air yang dikenal oleh masyarakat setempat. Sebelum pembangunan pelabuhan Ajibata ini, ada satu pelabuhan yang bernama pelabuhan Tigaraja-Tomok yang terletak di desa Tiga Raja Kabupaten Simalungun.Kedua pelabuhan ini memang terletak di kabupaten yang berbeda, tetapi jarak tempuh keduanya tidak begitu jauh.Sebelum tahun 1972 masyarakat Ajibata tidak bisa terhubung langsung dengan Tomok dan Tomok Parsaoran karena harus melalui Kelurahan Tiga Raja. Pelabuhan yang menghubungkan Tiga Raja dengan Tomok tersebut bersebalahan langsung dengan pusat pasar Kecamatan Girsang Sipangan Bolon.Pada masa itu, karena belum ada pasar di Ajibata dan di Tomok, masyarakat sekitar Ajibata dan Tomok sekitarnya berbelanja di Pasar Tiga Raja khusunya sembako. Jika dilihat dari segi pemerintahan, Tiga Raja termasuk wilayah Pemerintahan Kabupaten Simalungun, sedangkan Ajibata dan Tomok pada saat itu masih termasuk wilayah pemerintahan Kabupaten Tapanuli Utara. Jadi melihat keadaan ini di bukalah pasar di Desa Parsaoran Ajibata pada tahun 1973. Akan tetapi demikian pasar tersebut hanya di gunakan oleh masyarakat Ajibata sekitarnya, karena masyarakat Tomok lebih memilih Tiga Raja yang bersebelahan dengan Pelabuhan Tiga Raja dibandingkan harus Universitas Sumatera Utara menempuh jarak 2 Km lagi ke Ajibata. Oleh karena itu, untuk menghubungkan Ajibata langsung dengan Tomok dibukalah Pelabuhan Ajibata – Tomok. Lahan yang digunakan untuk pembangunan pelabuhan Ajibata merupakan sumbangan seorang warga bermarga Sirait sekitar tahun 1970-an. Pada zamannya pemilik tanah terbesar di sekitar pinggiran Danau Toba dimiliki oleh marga Sirait secara turun temurun. Menurut informan yang didapatkan mengatakan bahwa Pemerintah Tapanuli Utara sudah berulang kali tawar-menawar soal penjualan tanah untuk dijadikan lahan pemerintah tujuan pariwisata. Mirisnya permintaan dan tawar-menawar itu selalu menuai penolakan dari pihak pemilik tanah dengan alasan ada keraguan tersendiri. Keraguan akan ketidakseriusan pemerintah mengelola tanah tersebut untuk kepentingan masyarakat, wisatawan melainkan menjadi keuntungan tersendiri bagi pihak-pihak tertentu pemerintah. Penolakan yang diterima dari pemilik tanah tidak membuat Bupati Tapanuli Utara berhenti meminta tanah untuk pembangunan dan pengembangan wilayah. Pihak Sirait berubah pikiran dan akhirnya pada tahun 1972, bapak Sirait pun memberikan sebidang tanah dengan gratis kepada Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara. Setelah O.Sirait memberikan tanahnya secara cuma-cuma kepada Pemerintah Taput, maka pemerintah Taput pun tidak ingin menyia-nyiakan pemberian dari pada bapak O.Sirait, dimana pemerintah langsung membangun pasar supaya masyarakat setempat tidak lagi pergi jauh ke pasar Tiga Raja. Selain itu dibangunlah akses jalan meskipun pada saat itu belum langsung jalan aspal Universitas Sumatera Utara tetapi pemerintah mengusahakan supaya pelosok-pelosok bisa di jangkau dengan mudah. 3.2.1 Sejarah Singkat Kapal Ferry Tao Toba I-II Awal keberadaan Kapal Ferry Tao Toba I dan II dimulai dari usaha keras dan proses yang cukup panjang yang dirintis oleh OTB Sitanggang, perintis dan pemilik Pelabuhan khusus Ferry beserta Kapal Tao Toba I dan Tao Toba II. Diawali dari rasa keprihatinan OTB Tahun 1970 yang melihat keterisolasian sekelompok ibu dari Pulau Samosir yang berjualan di Pasar Tigaraja namun mengalami kesulitan untuk kembali ke Pulau Samosir. Ibu-ibu ini tidak dapat kembali ke Pulau Samosir karena kapal yang tersedia di Pelabuhan Tigaraja sangat terbatas, baik jumlah maupun jadwal tetap. Hal ini sering mengakibatkan ibu-ibu tersebut harus menginap di Tigaraja sehingga memerlukan tambahan biaya yang tentu tidak seimbang dengan penghasilan berjualan di Pasar Tigaraja. Situasi dan kondisi ini melahirkan ide bagi pembangunan dermaga pelabuhan yang dapat melayani secara reguler berjadwal antara Ajibata dan Tomok. Tahun 1976, OTB berusaha untuk mendapatkan izin dari Jenderal LB. Moerdani selaku Pemimpin Operasi Pengambilalihan Timor Timur untuk diperbolehkan mengangkut sebuah ferry penyeberangan yang sudah lama menganggur di Dili karena kondisi perang. Namun usaha itu tidak mendapat dukungan untuk mewujudkan ide ferry tersebut. Walau demikian, OTB tetap Universitas Sumatera Utara terobsesi untuk dapat mewujudkan ferry penyeberangan di Samosir. Pada Tahun 1982, OTB terlibat dalam suatu proyek dengan Departemen Perhubungan, dalam kesempatan ini digunakannya untuk melobi para pejabat baik di Provinsi Sumatera Utara maupun Jakarta agar mendukungnya dalam pembangunan ferry penyeberangan Samosir. Dirjen Perhubungan pada awalnya menolak karena proyek pembangunan ferry tersebut dianggap tidak prospektif dan tidak membawa keuntungan. Dengan upaya gigih akhirnya Dirjen memberi izin syarat, izin akan diberikan apabila telah menunjukkan design ferry yang dibuat perusahaan yang berkompeten dan memiliki dana untuk pembangunan ferry. Setelah itu, apabila dalam dua tahun tidak ada tanda-tanda pembangunan, maka tahun ketiga izin ferry tersebut akan dicabut. Dengan jaminan izin dari Departemen Perhubungan, OTB memperoleh izin Pelabuhan dari Bupati Tapanuli Utara serta diberikan sebidang tanah oleh pemerintah kabupaten untuk lokasi bertambatnya ferry yakni Ajibata yang bertetangga dengan Tigaraja, atau hanya berjarak lima kilometer dari kota wisata Parapat. Karena Samosir juga termasuk wilayah Kabupaten Tapanuli Utara, OTB menciptakan strategi agar jalur pelayanan ferry hanya berurusan pada satu wilayah saja, yakni Ajibata – Tomok Samosir. Proyek pembuatan kapal ferry penyeberangan beserta Pelabuhan Ajibata – Tomok diwujudkan secara swadaya menggunakan berbagai rujukan tentang pembuatan ferry. Proyek ini dibangun Universitas Sumatera Utara oleh PT. Kartapura 18 Pembangunan adalah sebuah sebuah proses mencakup berbagai perubahan atas stuktur sosial. Sikap masyarakat dan institusi,disamping tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi penanganan ketimpangan pendapatan,serta pengetasan kemiskinan. Pembangunan juga diartikan sebagai suatu proses perubahan sosial yang luas dan dalam suatu masyarakat yang dimaksudkan untuk mencapai kemajuan sosial dan material termasuk bertambah besarnya keadilan kebebasan dan kualitaslainnya yang dihargai. Untuk mayoritas rakyat melalui kontrol yang lebih besar yang mereka peroleh terhadap lingkungan mereka. Pada . Perusahaan ini cukup berkompeten dalam pembuatan ferry dan bermarkas di Tanjung Priok. Pada pertengahan Tahun 1986, pembuatan kapal ferry pun telah selesai dan OTB memberi namanya “Tao Toba” Artinya Danau Toba.

3.3 Faktor Pendukung dan Penghambat Pembangunan Pelabuhan Ajibata