Pemanfaatan data penginderaan jauh untuk pemantauan dan analisis sebaran titik panas (studi kasus : Provinsi Kalimantan Tengah)

(1)

PEMANFAATAN DATA

PENGINDERAAN JAUH UNTUK PEMANTAUAN

DAN ANALISIS SEBARAN TITIK PANAS

(STUDI KASUS: PROVINSI KALIMANTAN TENGAH)

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Komputer

Oleh : Reny Eko Afniati

103093029685

PROGRAM STUDI SISTEM INFORMASI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

PEMANFAATAN DATA

PENGINDERAAN JAUH UNTUK PEMANTAUAN

DAN ANALISIS SEBARAN TITIK PANAS

(STUDI KASUS: PROVINSI KALIMANTAN TENGAH)

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Komputer Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

oleh : Reny Eko Afniati

103093029685

PROGRAM STUDI SISTEM INFORMASI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(3)

PEMANFAATAN DATA

PENGINDERAAN JAUH UNTUK PEMANTAUAN

DAN ANALISIS SEBARAN TITIK PANAS

(STUDI KASUS: PROVINSI KALIMANTAN TENGAH)

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Komputer Pada Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta oleh :

Reny Eko Afniati 103093029685

Menyetujui, Pembimbing I

Nur Aeni Hidayah, MMSI NIP. 19750818 200501 2 008

Pembimbing II

Ir. Mahdi Kartasasmita M.S, Ph.D NIP. 19460404 197611 1 001 Mengetahui,

Ketua Program Studi Sistem Informasi

A’ang Subiyakto, M. Kom NIP. 150 411 252


(4)

PENGESAHAN UJIAN

Skripsi yang berjudul “Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan dan Analisis Sebaran Titik Panas (Studi Kasus: Provinsi Kalimantan Tengah)” yang ditulis oleh Reny Eko Afniati, NIM : 103093029685 telah diuji dan dinyatakan Lulus dalam sidang Munaqosyah Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari Rabu, tanggal 05 Mei 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) Program Studi Sistem Informasi.

Jakarta, Mei 2010 Tim Penguji,

Penguji I Penguji II

Zainul Arham, M. Si NIP. 150 411 259

Ir. Bakri La Katjong, MT NIP. 470 035 764 Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Nur Aeni Hidayah, MMSI NIP. 19750818 200501 2 008

Ir. Mahdi Kartasasmita M.S, Ph.D NIP. 19460404 197611 1 001 Mengetahui,

Dekan Fakultas Sains dan Teknologi

DR. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis NIP. 19680117 200112 1 001

Ketua Program Studi Sistem Informasi

A’ang Subiyakto, M. Kom NIP. 150 411 252


(5)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI

BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM

PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA

ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA

MANAPUN.

Jakarta, Maret 2010

Reny Eko Afniati 103093029685


(6)

ABSTRAK

RENY EKO AFNIATI, Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan Dan Analisis Sebaran Titik Panas (Studi Kasus: Provinsi Kalimantan Tengah), di bawah bimbingan Ibu NUR AENI HIDAYAH dan Bapak MAHDI KARTASASMITA.

Provinsi Kalimantan Tengah merupakan urutan frekuensi kebakaran tertinggi pada Pulau Kalimantan. Pemanfaatan sarana penginderaan jauh adalah cara yang efisien dalam memantau dan mendeteksi kebakaran hutan atau lahan untuk skala wilayah yang luas, oleh karena itu digunakanlah satelit Terra dengan sensornya MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) yang merupakan citra satelit hiperspektral generasi baru di gunakan untuk pengamatan daratan dan perairan. Parameter yang digunakan untuk memantau kebakaran hutan dan lahan dari satelit adalah titik panas yang merupakan indikasi terjadinya kebakaran.

Untuk mendapatkan sebaran titik panas di Provinsi Kalimantan Tengah diperlukan data satelit Terra yang terdiri dari 4 (empat) file dalam format HDF (Hierarchical Data Format) yaitu: (1) MOD02QKM = Quarter Kilometer yang berarti memiliki resolusi spasial 250 meter, (2) MOD02HKM = Half Kilometer yang berarti memiliki resolusi spasial 500 meter, (3) MOD021KM = 1 Kilometer yang berarti memiliki resolusi spasial 1000 meter, dan (4) MOD03 = geolocation hotspot. Kemudian digunakan program imapp2bin yang berfungsi menyaring band yang diperlukan dari 4 file HDF (Hierarchical Data Format), sedangkan program mod2rect berfungsi untuk memetakan kembali band ke area yang terpilih, sehingga menghasilkan file dalam format ers. Algoritma mod14 digunakan untuk pendeteksian titik panas secara global, dalam pendeteksian titik panas apabila data pada band 22 hilang atau rusak dapat digantikan dengan band 21 yang mempunyai saluran jangkauan tinggi untuk deteksi kebakaran aktif.

Hasil dari Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh untuk Pemantauan dan Analisis Sebaran Titik Panas (Studi Kasus: Provinsi Kalimantan Tengah) terbagi menjadi 2 (dua) yaitu peta lokasi dan keberadaan sebaran titik panas dalam bentuk vektor dan peta citra satelit dalam bentuk raster. Dengan begitu informasi tersebut bagi para pengguna dapat dimanfaatkan untuk membantu dalam proses pengambilan keputusan seperti bila diketahui titik panas pada area tertentu masih kecil maka dapat mempermudah pemadamannya. Selain itu dapat bermanfaat untuk melakukan perencanaan terhadap kerusakan-kerusakan hutan akibat kebakaran hutan atau lahan dan pencegahan adanya penyebaran asap.

Kata Kunci: Penginderaan Jauh, Titik Panas, MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer), algoritma mod14, band 21, serta band 22


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul “PEMANFAATAN DATA PENGINDERAAN JAUH UNTUK PEMANTAUAN DAN ANALISIS SEBARAN TITIK PANAS (STUDI KASUS: PROVINSI KALIMANTAN TENGAH)”. Shalawat serta salam teruntuk Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan syafa’atnya kepada kita semua.

Dalam penulisan skripsi ini tidak akan berhasil tanpa bantuan dari rekan-rekan kerja. Terima kasih penulis ucapkan kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam terselesaikannya skripsi ini yaitu kepada:

1. Bapak DR. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis, selaku dekan Fakultas Sains dan Teknologi.

2. Ibu Nur Aeni Hidayah, MMSI, selaku pembimbing I yang telah memberikan dorongan agar cepat selesai.

3. Bapak Ir. Mahdi Kartasasmita M.S, Ph.D, selaku pembimbing II atau pembimbing lapangan dari LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional) yang telah memberikan bimbingan, saran, serta waktunya.

4. Alm. Bapak Muji Haryadi, S. Hut, MT, yang pernah membimbing penulis. 5. Bapak A’ang Subiyakto, M. Kom, selaku Ketua Program Studi Sistem


(8)

6. Orang Tuaku yang senantiasa memberikan doa, serta suamiku. My Baby “Adi” sebagai pelipur lara dari hati yamg gundah.

7. Bapak Kustio yang telah mengajarkan mengenai pengolahan titik panas. 8. Bu Dianovita yang sebagai perantara Pak Mahdi atau asistennya yang telah

banyak membantu penulis. Terima kasih juga kepada staf lainnya seperti Mbak Iken, Mbak Aida, Pak Wiji, serta rekan-rekan kerja sekalian yang tidak disebutkan satu persatu.

9. Terima kasih pula kepada temanku Farrah, Yati, Dede, dan Uut yang telah memberikan saran dan bantuan kepada penulis.

10.Serta teman-teman sekalian SI angkatan 2003 dan semua pihak yang telah membantu dan mendukung selesainya penulisan skripsi ini.

Akhir kata, saya berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya untuk penulis maupun mahasiswa lain pada umumnya.

Jakarta, Maret 2010


(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN ... iv

PERNYATAAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

ABSTRAK ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

DAFTAR ISTILAH ... xvi

TABEL KARAKTERISTIK DATA CITRA SATELIT TERRA DENGAN SENSORNYA MODIS (MODERATE RESOLUTION IMAGING SPECTRORADIOMETER) ... xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1LATAR BELAKANG ... 1.2PERUMUSAN MASALAH ... 1.3BATASAN MASALAH ... 1.4TUJUAN DAN MANFAAT ... 1.4.1Tujuan ... 1.4.2Manfaat ... 1.5SISTEMATIKA PENULISAN ...………….

1 3 4 4 4 5 5


(10)

BAB II LANDASAN TEORI ...……… 2.1PROVINSI KALIMANTAN TENGAH ...

2.1.1Keadaan Geografis ... 2.1.2Titik Panas di Provinsi Kalimantan Tengah ... 2.2SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS ...

2.2.1Konsep Dasar Sistem ... 2.2.2Konsep Dasar Sistem Informasi ... 2.2.3Konsep Dasar SIG (Sistem Informasi Geografis) ... 2.2.4Model Data Spasial di Dalam SIG (Sistem Informasi

Geografis) ... 2.2.4.1Model Data Raster ... 2.2.4.2Model Data Vektor ... 2.3 PENGINDERAAN JAUH ... 2.3.1Konsep Dasar Penginderaan Jauh ... 2.3.2Komponen Sistem Penginderaan Jauh ... 2.4 KARAKTERISTIK CITRA ... 2.5 KARAKTERISTIK CITRA SATELIT SECARA UMUM ... 2.5.1Resolusi Spasial ... 2.5.2Resolusi Spektral ... 2.5.3Resolusi Temporal ... 2.5.4Resolusi Radiometrik ... 2.6 KARAKTERISTIK CITRA SATELIT TERRA-MODIS ...

2.6.1Resolusi Spasial ... 2.6.2Resolusi Spektral ... 2.6.3Resolusi Temporal ... 2.6.4Resolusi Radiometrik ... 2.7 KARAKTERISTIK TITIK PANAS ... 2.8 KLASIFIKASI PENUTUPAN LAHAN ... 2.9 PERANGKAT LUNAK (SOFTWARE) ... 2.9.1Penggunaan Software MODIS ... 2.9.2Algoritma Mod14 ...

7 7 7 9 9 9 10 10 12 12 12 13 13 14 19 20 20 21 24 24 24 27 27 31 32 33 37 39 39 40


(11)

2.9.3HDFView 2.3 ... 2.9.4ER Mapper 7.0 ... 2.9.5Microsoft Excel 2003 ... 2.9.6ArcView 3.2 ... 2.10 TELAAH PENELITIAN SEBELUMNYA ...

40 41 41 41 42 BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...

3.1ALAT DAN BAHAN ………..…………

3.1.1 Alat ... 3.1.2 Bahan ... 3.2WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN ... 3.3PENGUMPULAN DATA ... 3.4PENGOLAHAN DATA ... 3.4.1 Data Satelit Terra Dengan Sensornya MODIS ... 3.4.2 Quicklook Serta Nilai Yang Diolah ... 3.4.3 Menghasilkan Titik Panas Dengan Algoritma Mod14 ... 3.4.4 Input Nilai Pada Program Imapp2bin dan Mod2rect ... 3.4.5 Pemotongan Citra (Cropping) ... 3.4.6 Pembuatan Layout ...

48 50 50 50 51 51 52 52 54 55 61 63 66 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...

4.1HASIL ... 4.2 PEMBAHASAN ...

68 68 69 BAB V PENUTUP ...

5.1 KESIMPULAN ... 5.2 SARAN ...

93 93 94 DAFTAR PUSTAKA


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Sistem penginderaan jauh …………...………...……..……... Gambar 2.2 Energi elektromagnetik ……….……….... Gambar 2.3 Spektrum elektromagnetik ………..………... Gambar 2.4 Inframerah ……….……….…... Gambar 2.5 Citra Landsat komposit ……….. ……... Gambar 2.6 Panjang gelombang yang cocok untuk mendeteksi kebakaran Gambar 2.7 Pola pikir pengolahan ...…...………... Gambar 3.1 Gambaran pola pikir penelitian ...…...……….. Gambar 3.2 Quicklook ...…………... Gambar 3.3 Algoritma mod14 ...………... Gambar 3.4 Tampilan HDF ...…... Gambar 3.5 Tampilan excel ...……..………..……... Gambar 3.6 Open table dbf ...………... Gambar 3.7 Add event theme ...……..………..………... Gambar 3.8 Titik panas setelah dikonversi dari dbf ...……..…... Gambar 3.9 Program imapp2bin dan mod2rect ...……... Gambar 3.10 Tampilan tipe data ers ...………... Gambar 3.11 Window algorithm ...…………... Gambar 3.12 Raster region ………... Gambar 3.13 Hasil cropping ...………... Gambar 3.14 Layout ...………... Gambar 4.1 Peta lokasi dan keberadaan sebaran titik panas ...……. Gambar 4.2 Peta citra satelit ... Gambar 4.3 Sebaran titik panas pada bulan September tahun 2007 …….... Gambar 4.4 Grafik sebaran titik panas berdasarkan batas administrasi ... Gambar 4.5 Query builder untuk mencari nilai confidence tertinggi ... Gambar 4.6 Query builder untuk mencari nilai confidence terendah ...

14 14 18 18 19 30 35 49 55 57 58 58 59 60 60 61 63 64 65 66 67 68 69 76 78 80 81


(13)

Gambar 4.7 Grafik sebaran titik panas berdasarkan kelas penutupan lahan .. Gambar 4.8 Kombinasi band 721 ………..………... Gambar 4.9 Peta citra satelit Provinsi Kalimantan Tengah ... Gambar 4.10 Panjang gelombang yang cocok untuk mendeteksi kebakaran

86 87 88 89


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Karakteristik sensor AVHRR dan fungsi masing-masing band pada NOAA ………... Tabel 2.2 MODIS mempunyai 36 saluran spektral untuk memotret darat,

laut, dan atmosfer dari jarak jauh ... Tabel 2.3 Saluran MODIS dapat digunakan untuk mendeteksi kebakaran

aktif ………... Tabel 2.4 Standard klasifikasi penutupan lahan hasil penafsiran citra

satelit Landsat untuk kepentingan kehutanan ... Tabel 4.1 Hasil pengolahan titik panas berdasarkan peta tutupan lahan

selama 1 (satu) bulan pada bulan September tahun 2007 ... Tabel 4.2 Hasil pengolahan titik panas berdasarkan batas administrasi

selama 1 (satu) bulan pada bulan September tahun 2007 ... Tabel 4.3 Perbandingan hasil pengolahan titik panas antara data NOAA

dengan data Terra-MODIS pada tanggal 20 September tahun 2007 ...…………... Tabel 4.4 Hasil pengolahan titik panas pada bulan September tahun 2007 Tabel 4.5 Hasil sebaran titik panas berdasarkan batas

administrasi pada bulan September tahun 2007 ... Tabel 4.6 Hasil pengolahan titik panas berdasarkan peta tutupan lahan

pada bulan September tahun 2007 ………... Tabel 4.7 Hasil sebaran titik panas berdasarkan kelas penutupan lahan

pada bulan September tahun 2007 ... Tabel 4.8 Luas kelas penutupan lahan di Provinsi Kalimantan Tengah Tabel 4.9 Saluran MODIS dapat digunakan untuk mendeteksi kebakaran

aktif ………... 21 28 29 37 71 72 74 76 77 83 84 85 90


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Hasil pengolahan sebaran titik panas harian berdasarkan peta tutupan lahan dan berdasarkan peta citra satelit

2. Perbandingkan antara tabel data NOAA 18 (National Oceanic and Atmospheric Administration) yang diperoleh dari LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional) dengan hasil pengolahan yang telah dilakukan dari data yang diperoleh melalui satelit Terra dengan sensornya MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer)

3. Definisi level pengolahan data MODIS (Moderate Resolution Imaging spectroradiometer)

4. Spatial Resolution

5. Kode-kode program projectl1b.csh (yang menjalankan program imapp2bin v4.4 dan program mod2rect v1.10)


(16)

DAFTAR ISTILAH

Band atau saluran adalah informasi dari range panjang gelombang yang berdekatan dikumpulkan menjadi satu dan disimpan dalam band.

Citra penginderaan jauh adalah gambaran suatu obyek dari pantulan atau pancaran radiasi elektromagnetik obyek, yang direkam dengan cara optik, elektro optik, optik mekanik, atau elektronik.

Koreksi geometrik adalah proses perbaikan kesalahan geometrik dan transformasi citra penginderaan jauh agar memberikan hasil citra yang mempunyai skala tertentu dan mengikuti proyeksi peta tertentu.

Koreksi radiometrik merupakan perbaikan akibat cacat atau kesalahan radiometrik, yaitu kesalahan pada sistem optik, kesalahan karena gangguan energi radiasi elektromagnetik pada atmosfer, dan kesalahan karena pengaruh sudut elevasi matahari.

Level 1B merupakan data L 1A (dengan Geolocation) dikalibrasi, sehingga diperoleh data terkalibrasi baik radiometrik maupun geometriknya.


(17)

MODIS (Moderate Resolution Imaging spectroradiometer) adalah sensor utama pada satelit Terra dan satelit Aqua yang mengorbit bumi secara polar (arah utara selatan) pada ketinggian 705 Kilometer dan melewati garis khatulistiwa pada jam 10:30 dan pada jam 22:30 waktu lokal (Justice, 2006). Lebar cakupan lahan pada permukaan bumi setiap putarannya sekitar 2330 Kilometer.

Resolusi radiometrik ditunjukkan oleh jumlah nilai data yang dimungkinkan pada setiap band.

Resolusi spasial adalah ukuran obyek terkecil yang masih dapat disajikan, dibedakan, dan dikenali pada citra.

Resolusi spektral merupakan daya pisah obyek berdasarkan besarnya spektrum elektromagnetik yang digunakan untuk perekaman data.

Resolusi temporal ditunjukkan dengan seringnya citra merekam suatu daerah yang sama.

Sensor dipergunakan untuk menangkap energi dan mengubahnya dalam bentuk sinyal dan menyajikannya ke dalam bentuk yang sesuai dengan informasi yang ingin disadap (Colwell, 1983).


(18)

TABEL KARAKTERISTIK DATA CITRA SATELIT TERRA DENGAN SENSORNYA MODIS (MODERATE

RESOLUTION IMAGING SPECTRORADIOMETER)

Platform Visible Bands (μm) Near IR Bands (μm) Thermal IR Bands (μm) Image Size Pankromatik Sensor Satelit

MODIS Band 1 (0,620 – 0,670) Band 3 (0,459 – 0,479) Band 4 (0,545 – 0,565) Band 8 (0,405 – 0,420) Band 9 (0,438 – 0,448) Band 10 (0,483 – 0,493) Band 11 (0,526 – 0,536) Band 12 (0,546 – 0,556) Band 13 (0,662 – 0,672) Band 14 (0,673 – 0,683)

Band 2 (0,841 – 0,876) Band 5 (1,230 – 1,250) Band 6 (1,628 – 1,652) Band 7 (2,105 – 2,155) Band 15 (0,743 – 0,753) Band 16 (0,862 – 0,877) Band 17 (0,890 – 0,920) Band 18 (0,931 – 0,941) Band 19 (0,915 – 0,965) Band 26 (1,360 – 1,390)

Band 20 (3,660 – 3,840) Band 21 (3,929 – 3,989) Band 22 (3,929 – 3,989) Band 23 (4,020 – 4,080) Band 24 (4,433 – 4,498) Band 25 (4,482 – 4,549) Band 27 (6,535 – 6,895) Band 28 (7,175 – 7,475) Band 29 (8,400 – 8,700) Band 30 (9,580 – 9,880) Band 31 (10,780 – 11,280) Band 32 (11,770 – 12,270) Band 33 (13,185 – 13,485) Band 34 (13,485 – 13,785) Band 35 (13,785 – 14,085) Band 36 (14,085 – 14,385)

1000 meter MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer)


(19)

(20)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Kebakaran hutan merupakan salah satu bentuk gangguan yang makin sering terjadi. Dampak negatif yang ditimbulkan oleh kebakaran hutan cukup besar mencakup kerusakan ekologis, menurunnya keanekaragaman hayati, menurunnya populasi satwa, merosotnya nilai ekonomi hutan dan produktivitas tanah, perubahan iklim mikro maupun global, dan asapnya mengganggu kesehatan masyarakat serta mengganggu transportasi baik darat, sungai, danau, laut dan udara. Hutan yang terbakar berat akan sulit dipulihkan, karena struktur tanahnya mengalami kerusakan. Hilangnya tumbuh-tumbuhan menyebabkan lahan terbuka, sehingga mudah tererosi, dan tidak dapat lagi menahan banjir. Karena itu setelah hutan terbakar, sering muncul bencana banjir pada musim hujan di berbagai daerah yang hutannya terbakar.

Titik panas merupakan indikasi terjadinya kebakaran hutan atau lahan. Titik panas menunjukkan bahwa daerah tersebut mengeluarkan panas melebihi ambang batas yang sudah ditentukan sehingga tertangkap sensor panas satelit. Parameter ini sudah digunakan secara meluas di berbagai negara untuk memantau kebakaran hutan dan lahan dari satelit. Berbeda dengan daerah-daerah di Sumatera, wilayah Kalimantan memiliki daerah-daerah yang termasuk rawan kebakaran hutan dan lahan dengan puncak jumlah titik panas yang hampir sama,


(21)

yaitu bulan Agustus sampai September. Jumlah titik panas akan benar- benar berkurang mulai Oktober, karena mulai bulan tersebut curah hujan meningkat.

Provinsi Kalimantan Tengah merupakan urutan frekuensi kebakaran tertinggi pada Pulau Kalimantan dengan jumlah titik panas sebanyak 223 titik panas yang dilanjutkan dengan Provinsi Kalimantan Timur sebanyak 152 titik panas, Provinsi Kalimantan Barat sebanyak 45 jumlah titik panas, serta yang terakhir Provinsi Kalimantan Selatan sejumlah 34 titik panas dari hasil pantauan pada bulan September 2001 dengan menggunakan satelit NOAA-AVHRR (National Oceanic and Atmospheric Administration - Advanced Very High Resolution Radiometer) (Dewanti, 2001; hal 26). Sedangkan berdasarkan penyebarannya dalam periode Juli sampai November pada tahun 2006, jumlah titik panas yang tercatat menurut data satelit NOAA 12 (National Oceanic and Atmospheric Administration) masih dipimpin oleh Provinsi Kalimantan Tengah sebanyak 46.285 titik panas, diikuti oleh Kalimantan Barat 28.061 titik panas, Sumatera Selatan 21.030 titik panas, dan Riau sebanyak 10.784 titik panas (Fire Bulletin, 2007; hal 1).

Pemanfaatan sarana penginderaan jauh adalah cara yang efisien dalam memantau dan mendeteksi kebakaran hutan atau lahan untuk skala wilayah yang luas. Dalam Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh untuk Pemantauan dan Analisis Sebaran Titik Panas (Studi Kasus: Provinsi Kalimantan Tengah) ini memanfaatkan teknologi penginderaan jauh dengan menggunakan data dari satelit Terra dengan sensornya MODIS (Moderate Resolution Imaging spectroradiometer) yang merupakan citra satelit hiperspektral generasi baru di


(22)

gunakan untuk pengamatan daratan dan perairan. Selain itu dalam Pemanfaataan Data Penginderaan Jauh untuk Pemantauan dan Analisis Sebaran Ttik Panas (Studi Kasus: Provinsi Kalimantan Tengah) sekaligus melakukan proses pengolahan sehingga menghasilkan titik panas, untuk mengetahui jenis penggunaan lahan yang terbakar digunakan peta digital klasifikasi tutupan lahan yang bersumber dari Departemen Kehutanan dan untuk mengetahui informasi lokasi keberadaan titik panas digunakan peta digital batas administrasi berdasarkan Kabupaten yang berasal dari Bakosurtanal (Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional).

1.2 PERUMUSAN MASALAH

Masalah yang dibahas dalam Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh untuk Pemantauan dan Analisis Sebaran Titik Panas (Studi Kasus: Provinsi Kalimantan Tengah) adalah:

1. Bagaimana mendeteksi titik panas dan lokasinya dari data satelit? 2. Bagaimana penyebaran titik panas pada tiap kabupaten selama 1

bulan?


(23)

1.3 BATASAN MASALAH

Batasan masalah di dalam Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh untuk Pemantauan dan Analisis Sebaran Titik Panas (Studi Kasus: Provinsi Kalimantan Tengah) adalah:

1. Batasan daerah yang diteliti hanya pada Provinsi Kalimantan Tengah.

2. Waktu yang diteliti selama 1 bulan di bulan September 2007.

3. Sumber data utama yang digunakan yaitu data satelit Terra dengan sensornya MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer).

1.4 TUJUAN DAN MANFAAT 1.4.1 Tujuan

Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh untuk Pemantauan dan Analisis Sebaran Titik Panas (Studi Kasus: Provinsi Kalimantan Tengah) bertujuan untuk mengetahui terdeteksinya titik panas dan lokasinya dari data satelit sehingga dapat diperoleh informasi spasial penyebaran titik panas.


(24)

1.4.2 Manfaat

Manfaat-manfaat yang diperoleh dari Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh untuk Pemantauan dan Analisis Sebaran Titik Panas (Studi Kasus: Provinsi Kalimantan Tengah) adalah:

1. Memudahkan mendeteksi titik panas secara penginderaan jauh dengan satelit khususnya untuk daerah yang luas seperti Kalimantan Tengah.

2. Hal ini akan mempermudah pemadamannya bila diketahui titik panas pada area tertentu masih kecil.

3. Dapat dilakukan perencanaan terhadap kerusakan-kerusakan hutan akibat kebakaran hutan atau lahan dan pencegahan adanya penyebaran asap.

1.5 SISTEMATIKA PENULISAN

Secara garis besar, penulisan skripsi ini terbagi menjadi 5 (lima) bab, yaitu:

BAB I: PENDAHULUAN

Bab ini mengemukakan mengenai latar belakang yaitu alasan mengapa topik atau masalah ini dipilih, serta terdapat perumusan masalah yang memaparkan secara ringkas dan jelas tentang permasalahan utama penelitian, batasan masalah yaitu aspek-aspek apa saja yang dikaji dalam penelitian ini, tujuan yaitu menjelaskan hasil yang hendak dicapai setelah penelitian selesai, manfaat yaitu kontribusi yang


(25)

diberikan atas hasil penelitian, dan sistematika penulisan yaitu sistematika yang direncanakan untuk penulisan skripsi.

BAB II: LANDASAN TEORI

Bab ini menguraikan tentang teori-teori yang digunakan sebagai landasan atau dasar dari penulisan skripsi.

BAB III: METODOLOGI PENELITIAN

Dalam bab ini menjelaskan alur pola pikir penelitian, alat dan bahan yang digunakan, waktu dan tempat penelitian, pengumpulan data, pengolahan data yang mencakup beberapa proses didalamnya seperti menghasilkan titik panas dengan algoritma mod14, input nilai pada program imapp2bin dan mod2rect, pemotongan citra (cropping), kemudian lakukan pembuatan layout.

BAB IV: HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini menguraikan hasil dan pembahasan dari Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh untuk Pemantauan dan Analisis Sebaran Titik Panas (Studi Kasus: Provinsi Kalimantan Tengah).

BAB V: PENUTUP

Bab ini menguraikan kesimpulan dan saran dari Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh untuk Pemantauan dan Analisis Sebaran Titik Panas (Studi Kasus: Provinsi Kalimantan Tengah).


(26)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 PROVINSI KALIMANTAN TENGAH 2.1.1 Keadaan Geografis

Provinsi Kalimantan Tengah secara geografis terletak di daerah

khatulistiwa, yaitu 00 45’ LU sampai 30 30’ LS, 1110 BT sampai 1160 BT (Portal Nasional REPUBLIK INDONESIA, 2006). Provinsi Kalimantan

Tengah merupakan Provinsi terluas nomor 4 (empat) setelah Provinsi Irian

Jaya Barat, Provinsi Papua, dan Provinsi Kalimantan Timur. Provinsi ini

dihuni oleh 1.958.428 jiwa dengan tingkat kepadatan penduduk sebesar 12

jiwa/Km2 (Kalimantan Tengah, 2006). Luas wilayah Provinsi Kalimantan

Tengah 157.983 Km2 mencakup 13 Kabupaten dan 1 Kota dengan 85 Kecamatan terdiri dari 1.340 Desa dan 101 Kelurahan. Jumlah Kecamatan

akan meningkat seiring dengan pemekaran Kabupaten tersebut (Portal

Nasional REPUBLIK INDONESIA, 2006).

Semula, daerah Kalimantan Tengah terdiri dari tiga Kabupaten

Otonom berasal dari eks Daerah Dayak Besar dan Swapraja Kotawaringin

yang termasuk dalam wilayah Keresidenan Kalimantan Selatan. Ketiga

Kabupaten otonom itu adalah Kabupaten Barito, Kabupaten Kapuas dan


(27)

Pemekaran daerah otonom Kabupaten dan Kota terjadi dalam masa

Provinsi Kalimantan Tengah menjadi daerah otonom (Portal Nasional

REPUBLIK INDONESIA, 2006). Kabupaten Barito dimekarkan menjadi

Kabupaten Barito Utara dan Barito Selatan, sedangkan Kabupaten

Kotawaringin dimekarkan menjadi Kabupaten Kotawaringin Barat dan

Kabupaten Kotawaringin Timur. Sementara itu, daerah otonom Kota

diberikan kepada Palangka Raya sebagai ibukota Provinsi Kalimantan

Tengah.

Sejak tahun 2002 lalu, dengan diterbitkannya Undang-undang

Nomor 5 Tahun 2002, telah berlangsung pemekaran wilayah, ditambah 8

(delapan) Kabupaten baru, sehingga jumlahnya saat ini menjadi 13

Kabupaten dan 1 (satu) Kota, yaitu (Portal Nasional REPUBLIK

INDONESIA, 2006): (1))Kabupaten Kapuas, (2) Kabupaten Kotawaringin

Timur, (3) Kabupaten Kotawaringin Barat, (4) Kota Palangka Raya, (5)

Kabupaten Katingan dengan ibukotanya Kasongan, (6) Kabupaten Barito

Selatan, (7) Kabupaten Pulang Pisau dengan ibukotanya Pulang Pisau, (8)

Kabupaten Seruyan dengan ibukotanya Kuala Pembuang, (9) Kabupaten

Barito Utara, (10) Kabupaten Barito Timur dengan ibukotanya Tamiyang

Layang, (11) Kabupaten Murung Raya dengan ibukotanya Puruk Cahu, (12)

Kabupaten Gunung Mas dengan ibukotanya Kuala Kurun, (13) Kabupaten

Lamandau dengan ibukotanya Nanga Bulik, dan (14) Kabupaten Sukamara


(28)

2.1.2 Titik Panas di Provinsi Kalimantan Tengah

Provinsi Kalimantan Tengah merupakan urutan frekuensi

kebakaran tertinggi pada Pulau Kalimantan dengan jumlah titik panas

sebanyak 223 titik panas yang dilanjutkan dengan Provinsi Kalimantan

Timur sebanyak 152 titik panas, Provinsi Kalimantan Barat sebanyak 45

jumlah titik panas, serta yang terakhir Provinsi Kalimantan Selatan sejumlah

34 titik panas dari hasil pantauan pada bulan September 2001 dengan

menggunakan satelit NOAA-AVHRR (National Oceanic and Atmospheric Administration - Advanced Very High Resolution Radiometer) (Dewanti, 2001; hal 26).

Sedangkan berdasarkan penyebarannya dalam periode Juli sampai

November pada tahun 2006, jumlah titik panas yang tercatat menurut data

satelit NOAA 12 (National Oceanic and Atmospheric Administration) masih dipimpin oleh Provinsi Kalimantan Tengah sebanyak 46.285 titik panas,

diikuti oleh Kalimantan Barat 28.061 titik panas, Sumatera Selatan 21.030

titik panas, dan Riau sebanyak 10.784 titik panas (Fire Bulletin, 2007; hal

1).

2.2 SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS 2.2.1 Konsep Dasar Sistem

Penggunaan kata sistem sering dimaksudkan untuk menyatakan

kelengkapan sesuatu yang kompleks, bahwa semua bagian yang ada adalah


(29)

dalam kaitan dengan SIG (Sistem Informasi Geografis) adalah keterkaitan

antara berbagai komponen seperti komputer dengan berbagai bagiannya

yang bervariasi, perangkat lunak yang rancangannya juga berbeda-beda, dan

informasi serta proses-proses analisis yang secara implisit tercakup

didalamnya (Barus dan Wiradisastra, 2000; hal 3). Sistem merupakan

integrasi pemakai dengan sarana atau alat untuk menghasilkan informasi,

untuk mendukung operasi, manajemen, analisis dan pengambil keputusan

dalam suatu organisasi (Meijerink et.al., 1994). 2.2.2 Konsep Dasar Sistem Informasi

Sistem informasi adalah suatu jaringan perangkat keras dan lunak

yang dapat menjalankan operasi perencanaan pengamatan dan pengumpulan

data, penyimpanan, dan analisis data, termasuk penggunaan informasi dalam

proses pengambilan keputusan (Barus dan Wiradisastra, 2000; hal 3). Fungsi

sistem informasi adalah sebagai sarana untuk meningkatkan kemampuan

seseorang dalam mengambil keputusan. Oleh karena itu peta merupakan

bagian dari sistem informasi spasial. Peta baru dianggap sebagai sistem

apabila sudah terjadi interaksi antara pemakai dengan peta itu sendiri.

2.2.3 Konsep Dasar SIG (Sistem Informasi Geografis)

SIG (Sistem Informasi Geografis) adalah suatu sistem informasi

yang dirancang untuk bekerja dengan data yang berreferensi spasial atau

berkoordinat geografi (Barus dan Wiradisastra, 2000; hal 3). Pendapat lain

mengenai SIG (Sistem Informasi Geografis) yaitu dapat diasosiasikan


(30)

menyimpan data non spasial (Star dan Estes, 1990). Disebutkan juga SIG (Sistem Informasi Geografis) telah terbukti kehandalannya untuk

mengumpulkan, menyimpan, mengelola, menganalisa, dan menampilkan

data spasial baik biofisik maupun sosial ekonomi. Star dan Estes

mengemukakan bahwa secara umum SIG (Sistem Informasi Geografis)

menyediakan fasilitas-fasilitas untuk mengambil, mengelola, memanipulasi

dan menganalisa data serta menyediakan hasil baik dalam bentuk grafik

maupun dalam bentuk tabel, namun demikian fungsi utamanya adalah untuk

mengelola data spasial

Keuntungan SIG (Sistem Informasi Geografis) adalah kemampuan

untuk menyertakan data dari sumber berbeda untuk aplikasi deteksi

perubahan. Walaupun, penggabungan sumber data dengan perbedaan

akurasi sering mempengaruhi hasil deteksi perubahan. Pendekatan SIG

(Sistem Informasi Geografis) untuk menghitung dampak pengembangan

kota baru di Hong Kong, melalui integrasi data multi temporal foto udara

pada land use dan menemukan bahwa overlay citra dengan teknik masking biner bermanfaat dalam menyatakan secara kuantitatif dinamika perubahan pada masing-masing kategori landuse (Lo dan Shipman, 1990).

Banyak pendekatan aplikasi SIG (Sistem informasi Geografis)

terdahulu untuk deteksi perubahan yang difokuskan pada daerah urban. Ini

mungkin karena metoda deteksi perubahan tradisional sering menghasilkan

deteksi perubahan yang tidak benar karena kompleksitas landscape urban dan model tradisional tidak bisa digunakan secara efektif menganalisa data


(31)

multi sumber. Sehingga, kekuatan fungsi SIG (Sistem Informasi Geografis)

memberikan alat untuk pengolahan data multi sumber dan efektif dalam

menangani analisa deteksi perubahan yang menggunakan data multi sumber.

Banyak penelitian difokuskan pada integrasi SIG (Sistem Informasi

Geografis) dan teknik penginderaan jauh yang diperlukan untuk analisis

deteksi perubahan yang lebih akurat.

2.2.4 Model Data Spasial di Dalam SIG (Sistem Informasi Geografis) 2.2.4.1 Model Data Raster

Model data raster menampilkan, menempatkan, dan

menyimpan data spasial dengan menggunakan struktur matriks atau

piksel-piksel yang membentuk grid (Prahasta, 2001; hal 146). Setiap

piksel atau sel ini memiliki atribut tersendiri, termasuk koordinatnya

yang unik. Akurasi model data ini sangat bergantung pada resolusi

atau ukuran pikselnya (sel grid) di permukaan bumi. Entity spasial raster disimpan di dalam layers yang secara fungsionalitas direlasikan dengan unsur-unsur petanya. Contoh sumber-sumber

entity spasial raster adalah citra satelit (misalnya NOAA, SPOT, Landsat, Ikonos).

2.2.4.2 Model Data Vektor

Model data vektor menampilkan, menempatkan, dan

menyimpan data spasial dengan menggunakan titik, garis, atau

poligon beserta atributnya (Prahasta, 2001; hal 158). Bentuk-bentuk


(32)

didefinisikan oleh sistem koordinat kartesian dua dimensi (x, y). Di

dalam model data spasial vektor, garis merupakan sekumpulan

titik-titik terurut yang dihubungkan. Sedangkan area atau poligon juga

disimpan sebagai sekumpulan list titik-titik, tetapi dengan catatan bahwa titik awal dan titik akhir poligon memiliki nilai koordinat

yang sama (poligon tertutup sempurna).

2.3 PENGINDERAAN JAUH

2.3.1 Konsep Dasar Penginderaan Jauh

Penginderaan jauh (remote sensing) adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek, daerah, atau fenomena melalui

analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan

obyek, daerah, atau fenomena yang dikaji (Lillesand dan Kiefer, 1994 dalam

Purwadhi, 2001; hal 2).

Prinsip dasar penginderaan jauh (inderaja) adalah sumber energi

seperti yang terlihat pada gambar 2.1 dijelaskan bahwa dalam hal ini energi

matahari memancarkan gelombang elektromagnetik, apabila gelombang

tersebut mengenai permukaan bumi akan terjadi penyerapan dan pemantulan

gelombang (Sutanto, 1994; hal 54). Dan ada pula energi yang diserap

dipancarkan dalam bentuk panas, dimana semua gelombang elektromagnetik

tersebut kemudian direkam oleh sensor. Setiap objek di bumi memiliki daya

pantul yang bervariasi, sehingga berdasarkan tinggi rendahnya gelombang


(33)

Gambar 2.1 Sistem penginderaan jauh

2.3.2 Komponen Sistem Penginderaan Jauh

Energi elektromagnetik adalah sebuah komponen utama dari

kebanyakan sistem penginderaan jauh untuk lingkungan hidup yaitu sebagai

medium untuk pengiriman informasi dari target kepada sensor (Yaslinus,

2002). Energi elektromagnetik merambat dalam gelombang dengan

beberapa karakter yang bisa diukur yaitu: panjang gelombang atau

wavelength, frekuensi, amplitudo, dan kecepatan. Amplitudo adalah tinggi

gelombang, sedangkan panjang gelombang adalah jarak antara dua puncak

(Yaslinus, 2002).


(34)

Energi elektromagnetik dipancarkan atau dilepaskan oleh semua

masa di alam semesta pada level yang berbeda-beda. Semakin tinggi level

energi dalam suatu sumber energi, semakin rendah panjang gelombang dari

energi yang dihasilkan, dan semakin tinggi frekuensinya. Perbedaan

karakteristik energi gelombang digunakan untuk mengelompokkan energi

elektromagnetik.

Susunan semua bentuk gelombang elektromagnetik berdasarkan

panjang gelombang dan frekuensinya disebut spektrum elektromagnetik

(Yaslinus, 2002). Spektrum elektromagnetik merupakan berkas dari tenaga

elektromagnetik, yang meliputi spektra kosmis, Gamma, X, ultraviolet,

tampak, inframerah, gelombang mikro, dan gelombang radio (Purwadhi,

2001; hal 3). Gambar spektrum elektromagnetik di bawah pada gambar 2.3

disusun berdasarkan panjang gelombang (diukur dalam satuan m)

mencakup kisaran energi yang sangat rendah, dengan panjang gelombang

tinggi dan frekuensi rendah, seperti gelombang radio sampai ke energi yang

sangat tinggi, dengan panjang gelombang rendah dan frekuensi tinggi seperti

radiasi X-ray dan Gamma Ray. Beberapa contoh kelompok energi pada

spektrum elektromagnetik yaitu:

1. Radio merupakan energi yang termasuk dalam bentuk level

energi elektromagnetik terendah dengan kisaran panjang

gelombang dari ribuan Kilometer sampai kurang dari satu

Meter. Penggunaan paling banyak adalah komunikasi, untuk


(35)

mempelajari pola cuaca, badai, membuat peta 3D permukaan

bumi, mengukur curah hujan, pergerakan es di daerah kutub

dan memonitor lingkungan. Panjang gelombang radar

berkisar antara 0,8 Centimeter sampai 100 Centimeter.

2. Microwave: panjang gelombang radiasi microwave berkisar

antara 0,3 Centimeter sampai 300 Centimeter.

Penggunaannya terutama dalam bidang komunikasi dan

pengiriman informasi melalui ruang terbuka, memasak, dan

sistem penginderaan jauh aktif. Pada sistem penginderaan

jauh aktif, pulsa microwave ditembakkan kepada sebuah

target dan refleksinya diukur untuk mempelajari karakteristik

target. Sebagai contoh aplikasi adalah TRMM (Tropical

Rainfall Measuring Mission’s) TMI (Microwave Imager),

yang mengukur radiasi microwave yang dipancarkan dari

spektrum elektromagnetik energi elektromagnetik atmosfer

bumi untuk mengukur penguapan, kandungan air di awan dan

intensitas hujan.

3. Inframerah atau infrared: radiasi inframerah atau infrared bisa

dipancarkan dari sebuah obyek ataupun dipantulkan dari

sebuah permukaan. Pancaran inframerah atau infrared

dideteksi sebagai energi panas dan disebut thermal infrared.

Energi yang dipantulkan hampir sama dengan energi sinar


(36)

posisinya pada spektrum elektromagnetik berada di dekat

sinar nampak. Panjang gelombang near IR atau reflected IR

berkisar antara 0,7 m sampai 3 m, sedangkan panjang

gelombang thermal IR berkisar antara 3 m sampai 15 m.

Untuk aplikasi penginderaan jauh lingkungan hidup

menggunakan citra Landsat, Reflected IR pada band 4 (near

IR), band 5,7 (Mid IR) dan thermal IR pada band 6,

merupakan karakteristik utama untuk interpretasi citra.

Sebagai contoh, gambar 2.4 menunjukkan suhu permukaan

laut global (dengan thermal IR) dan sebaran vegetasi (dengan

near IR).

4. Visible: posisi sinar nampak pada spektrum elektromagnetik

adalah di tengah. Tipe energi ini bisa dideteksi oleh mata

manusia, film dan detektor elektronik. Panjang gelombang

berkisar antara 0,4 m sampai 0,7 m. Perbedaan panjang

gelombang dalam kisaran ini dideteksi oleh mata manusia

dan oleh otak diterjemahkan menjadi warna. Gambar 2.5

adalah contoh komposit dari citra Landsat 7.

5. Radiasi ultraviolet, X-Ray, Gamma Ray berada dalam urutan

paling kiri pada spektrum elektromagnetik. Tipe radiasinya

berasosiasi dengan energi tinggi, seperti pembentukan

bintang, reaksi nuklir, ledakan bintang. Panjang gelombang


(37)

Radiasi UV bisa dideteksi oleh film dan detektor elektronik,

sedangkan X-ray dan Gamma-ray diserap sepenuhnya oleh

atmosfer, sehingga tidak bisa diukur dengan penginderaan

jauh.

Gambar 2.3 Spektrum elektromagnetik


(38)

Gambar 2.5 Citra Landsat komposit

2.4 KARAKTERISTIK CITRA

Dalam penginderaan jauh, citra berkaitan dengan representasi pictorial

tanpa peduli media apa yang digunakan untuk mendeteksi dan merekam energi

elektromagnetik (Samsuri, 2004; hal 3). Pendapat lain mengemukakan bahwa

secara definitif citra penginderaan jauh adalah gambaran suatu obyek dari

pantulan atau pancaran radiasi elektromagnetik obyek, yang direkam dengan cara

optik, elektro optik, optik mekanik, atau elektronik (Purwadhi, 2001; hal 22).

Normalnya foto dapat direkam diluar dari range panjang gelombang 0,3 m

sampai 0,9 m. Semua foto dapat dikategorikan sebagai citra tetapi tidak semua

citra dapat dikatakan foto.

Sebuah citra terbentuk dalam format digital yang tersusun dari beberapa

unsur gambar atau disebut piksel (Samsuri, 2004; hal 3). Tingkat kecerahan piksel

ini direpresentasikan oleh nilai numerik atau DN (Digital Number) pada masing-masing piksel. Sensor secara elektronik merekam energi elektromagnetik sebagai


(39)

2.5 KARAKTERISTIK CITRA SATELIT SECARA UMUM

Untuk informasi yang detail (skala besar) dapat menggunakan citra

satelit Quickbird, Ikonos, dan SPOT. Untuk informasi regional (skala menengah)

dapat menggunakan citra satelit SPOT, Aster, dan Landsat. Untuk informasi

global (skala kecil) dapat menggunakan citra satelit NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration) dan MODIS (Moderate Resolution Imaging spectroradiometer). Salah satu satelit yang sangat terkenal adalah satelit NOAA-AVHRR (National Oceanic and Atmospheric Administration – Advanced Very High Resolution radiometer) yang dikembangkan oleh lembaga antariksa Amerika NASA sejak tahun 1978 untuk pemantauan iklim dan kelautan global

(Anonim, 2007).

2.5.1 Resolusi Spasial

Resolusi spasial adalah ukuran obyek terkecil yang masih dapat

disajikan, dibedakan, dan dikenali pada citra (Purwadhi, 2001, hal 18).

Semakin kecil ukuran obyek yang dapat direkam, semakin baik kualitas

sensornya. Contoh: bila sebuah sensor memiliki resolusi spasial 20 meter,

maka citra yang dihasilkannya ditampilkan dengan resolusi penuh, maka

setiap piksel mewakili luasan area 20 x 20 meter di lapangan. Semakin

tinggi resolusinya, maka semakin kecil area yang dapat dicakupnya. Contoh

lain seperti satelit NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration) yang merupakan satelit yang berfungsi mengamati lingkungan dan cuaca dengan ketinggian 850 Kilometer. Luas liputan


(40)

3000 Kilometer permukaan bumi. Kelebihan lainnya, sensor AVHRR

(Advanced Very High Resolution radiometer) dapat dimanfaatkan dalam pemantauan kondisi lingkungan suatu areal pengamatan secara kontinyu

dalam suatu periode.

2.5.2 Resolusi Spektral

Resolusi spektral merupakan daya pisah obyek berdasarkan

besarnya spektrum elektromagnetik yang digunakan untuk perekaman data

(Purwadhi, 2001; hal 19). Semakin sempit panjang gelombang, resolusi

spektral akan menjadi semakin tinggi, sebagai contoh dapat dilihat tabel 2.1.

Tabel 2.1 Karakteristik sensor AVHRR dan fungsi masing-masing band

pada NOAA

Band Spektrum Radiasi Panjang Gelombang

( m)

Pemanfaatan

1 Visibel 0,58 – 0,68 Berpotensi dalam perhitungan albedo permukaan bumi dan puncak awan, mendeteksi kondisi permukaan darat dan laut, memantau kondisi vegetasi, mendeteksi lapisan salju dan es di muka bumi dan mendeteksi jenis awan tertentu


(41)

Tabel 2.1 (lanjutan)

Band Spektrum Radiasi Panjang

Gelombang

( m)

Pemanfaatan

2 Inframerah dekat 0,728 – 1,10 Berpotensi dalam

pemantauan kondisi vegetasi,

deteksi es dan salju di muka

bumi, dan komputasi albedo

permukaan bumi atau puncak

awan

3B Inframerah sedang 3,550 – 3,930 Digunakan dalam estimasi

temperatur permukaan laut

atau darat, mendeteksi

distribusi awan pada

pengamatan malam hari,

mendeteksi daerah hutan

yang rawan kebakaran dan


(42)

Tabel 2.1 (lanjutan)

Band Spektrum Radiasi Panjang

Gelombang

( m)

Pemanfaatan

4 Inframerah jauh 10,30 – 11,30 Berpotensi dalam ekstraksi

parameter temperatur

permukaan bumi atau laut,

mendeteksi awan,

mengestimasi temperatur

puncak awan dan

pemantauan bencana alam

seperti letusan gunung

berapi

5 Inframerah jauh 11,50 – 12,50 Berpotensi dalam ekstraksi

parameter temperatur

permukaan bumi atau laut,

mendeteksi awan,

mengestimasi temperatur

puncak awan dan

pemantauan bencana alam

seperti letusan gunung


(43)

2.5.3 Resolusi Temporal

Resolusi temporal ditunjukkan dengan seringnya citra merekam

suatu daerah yang sama (Samsuri, 2004; hal 4). Contoh : jika citra Landsat

TM melewati suatu daerah yang sama sebanyak 16 hari sekali, sedangkan

NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration) dapat 2 kali sehari melewati daerah yang sama di permukaan bumi. Oleh kerena itu

resolusi temporal NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration) lebih tinggi daripada Landsat TM.

2.5.4 Resolusi Radiometrik

Resolusi radiometrik ditunjukkan oleh jumlah nilai data yang

dimungkinkan pada setiap band (Samsuri, 2004; hal 4). Hal ini ditunjukkan

dengan jumlah bit perekaman. Contoh pada Landsat TM mencakup 8 bit,

sehingga jumlah nilai data pada spektral untuk setiap piksel adalah 0 sampai

255. Untuk satelit NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration) mencakup 10 bit, sehingga jumlah nilai data pada spektral untuk setiap piksel adalah 0 sampai 1.023. Resolusi ini lebih tinggi

dibanding dengan Landsat TM.

2.6 KARAKTERISTIK CITRA SATELIT TERRA-MODIS

Pada tahun 1999, NASA (National Aeronautics and Space Administration) meluncurkan satelit Terra dan Aqua yang membawa sensor MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectro-radiometer). Kedua satelit


(44)

tersebut melengkapi sistem pemantauan titik panas menggunakan satelit, sehingga

dapat diperoleh informasi pada jam-jam yang berbeda.

MODIS (Moderate Resolution Imaging spectroradiometer) adalah sensor utama pada satelit Terra dan satelit Aqua yang mengorbit bumi secara

polar (arah utara selatan) pada ketinggian 705 Kilometer dan melewati garis

khatulistiwa pada jam 10:30 dan pada jam 22:30 waktu lokal (Justice, 2006; hal

1). Lebar cakupan lahan pada permukaan bumi setiap putarannya sekitar 2330

Kilometer. Pantulan gelombang elektromagnetik yang diterima sensor MODIS

(Moderate Resolution Imaging spectroradiometer) sebanyak 36 band (36 interval panjang gelombang), mulai dari 0,620 m sampai 14,385 m (1 m = 1/1.000.000

meter).

MODIS (Moderate Resolution Imaging spectroradiometer) merupakan citra satelit hiperspektral generasi baru di gunakan untuk pengamatan daratan dan

perairan. Citra satelit MODIS (Moderate Resolution Imaging spectroradiometer) merupakan salah satu sensor yang dimiliki oleh EOS (Earth Observing System) dan dibawa oleh dua wahana yaitu Terra yang diluncurkan pada 18 Desember

1999 dan Aqua pada tanggal 4 Mei 2002 (Darmawan, 2006). Sensor MODIS

(Moderate Resolution Imaging spectroradiometer) merupakan turunan dari sensor AVHRR (Advanced Very High Resolution Radiometer), SeaWIFS (Sea Viewing Wide Field of view sensor), dan HIRS (High Resolution Imaging Spectrometer) yang dimiliki EOS yang sebelumnya telah mengorbit (Darmawan, 2006).

Layaknya sebuah kamera, satelit-satelit tersebut menangkap citra atau


(45)

memotret bumi dengan gelombang infra merah dan termal infra merah, karena itu

suhu permukaan bumilah yang terpantau oleh sensor tersebut. Dengan berbagai

formula yang diterapkan di berbagai stasiun pemantau, jumlah titik panas yang

terpantau juga cenderung berbeda-beda. Sebagai contoh data titik panas NOAA

(National Oceanic and Atmospheric Administration) menerapkan ambang batas 3180 Kelvin (0Kelvin = 0Celcius + 273) atau setara dengan 450 Celcius (Anonim, 2007). Artinya adalah jika suatu daerah yang dipantau oleh satelit memiliki suhu

diatas ambang batas tersebut, maka areal tersebut terdeteksi sebagai titik panas.

Sementara itu MODIS (Moderate Resolution Imaging spectroradiometer) menerapkan ambang batas suhu yang lebih tinggi yaitu sebesar 3200 Kelvin atau sekitar 470 Celcius (Anonim, 2007). Sehingga secara teori, jumlah titik panas NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration) yang cenderung lebih banyak dibandingkan data titik panas MODIS (Moderate Resolution Imaging spectroradiometer), jika waktu pemantauannya sama. Namun demikian pemantauan kebakaran melalui satelit juga memiliki beberapa kelemahan. Sensor

optik satelit-satelit tersebut tidak mampu menembus awan, sehingga kebakaran

yang terjadi di bawahnya tidak dapat terdeteksi.

Adapun kelebihan dari MODIS (Moderate Resolution Imaging spectroradiometer) berupa kalibrasi radiometrik, spasial dan spektral dilakukan waktu mengorbit, peningkatan akurasi atau presisi radiometrik dan peningkatan

akurasi posisi geografis. Dikarenakan resolusi spasial citra satelit MODIS

(Moderate Resolution Imaging spectroradiometer) hanya mampu menghasilkan informasi dengan skala global (1:500.000 s.d. 1:1.000.000). MODIS (Moderate


(46)

Resolution Imaging spectroradiometer) memiliki beberapa kelebihan dibanding NOAA-AVHRR (National Oceanic and Atmospheric Administration – Advanced Very High Resolution radiometer). Diantara kelebihannya adalah lebih banyaknya spektral panjang gelombang (resolusi radiometrik) dan lebih telitinya cakupan

lahan (resolusi spasial) (Mustafa, 2004). Sensor MODIS (Moderate Resolution Imaging spectroradiometer) dapat digunakan dalam riset untuk pendeteksian kebakaran hutan, pendeteksian perubahan tutupan lahan dan pengukuran suhu

permukaan bumi.

2.6.1 Resolusi Spasial

Kelebihan dari sensor MODIS (Moderate Resolution Imaging spectroradiometer) dibandingkan dengan sensor global lainnya adalah dalam hal resolusi spasial 250 meter, 500 meter dan 1 Kilometer (Steber,

2007; hal 6). Resolusi spasial citra satelit MODIS (Moderate Resolution Imaging spectroradiometer) hanya mampu menghasilkan informasi dengan skala global (1:500.000 sampai dengan 1:1.000.000) (Darmawan, 2006).

2.6.2 Resolusi Spektral

MODIS (Moderate Resolution Imaging spectroradiometer) mempunyai 36 band atau saluran spektral dapat dilihat pada tabel 2.2, yang

terbagi menjadi 2 (dua) gelombang yaitu gelombang reflektif dan

gelombang emisif. Gelombang Reflektif cocok untuk mengamati daratan

yang membutuhkan transmisi atmosfer tinggi, sedangkan gelombang emisif

cocok untuk mengamati daratan yang membutuhkan penyerapan atmosfer


(47)

(Moderate Resolution Imaging spectroradiometer) yang dapat digunakan untuk mendeteksi kebakaran aktif terdapat pada tabel 2.3.

Tabel 2.2 MODIS mempunyai 36 saluran spektral untuk memotret darat, laut, dan atmosfer dari jarak jauh (Steber, 2007)

Gelombang Reflektif

Band

Panjang Gelombang

(µm) Penggunaan 1, 2 0.645, 0.865 Vegetasi darat atau batas awan

3, 4 0.470, 0.555 Darat atau properti awan 5 - 7 1.24, 1.64, 2.13 Darat atau properti awan 8 - 10 0.415, 0.443, 0.490 Warna laut atau klorofil 11 - 13 0.531, 0.565, 0.653 Warna laut atau klorofil 14 - 16 0.681, 0.75, 0.865 Warna laut atau klorofil 17 - 19 0.905, 0.936, 0.940 Penguapan air atmosfer 26 1.375 Awan cirrus

Gelombang Emisif

Band

Panjang Gelombang

(µm) Penggunaan 20 – 23 3.750, 3.959(2), 4.050 Suhu permukaan atau awan

24, 25 4.465, 4.515 Suhu atmosfer 27, 28 6.715, 7.325 Uap air

29 8.550 Suhu permukaan atau awan

30 9.730 Ozon

31, 32 11.030, 12.020 Suhu permukaan atau awan 33 – 34 13.335, 13.635 Properti puncak awan 35 – 36 13.935, 14.235 Properti puncak awan


(48)

Tabel 2.3 Saluran MODIS dapat digunakan untuk mendeteksi kebakaran aktif (Steber, 2007)

Band Panjang Gelombang

(µm)

Kegunaan Saluran

1 0,620 – 0,670 Menolak sunglint, menolak tanda kebakaran palsu dan balutan awan

2 0,841 – 0,876 Menolak sunglint, menolak tanda kebakaran palsu dan balutan awan

7 2,105 – 2,155 Menolak sunglint dan menolak tanda kebakaran palsu

20 3,660 – 3,840 Saluran jangkauan untuk deteksi kebakaran aktif (3300 Kelvin)

21 3,929 – 3,989 Saluran jangkauan tinggi untuk deteksi kebakaran aktif (5000 Kelvin)

22 3,929 – 3,989 Saluran jangkauan rendah untuk deteksi kebakaran aktif (3310 Kelvin)

31 10,780 – 11,280 Latar belakang suhu untuk deteksi kebakaran tertentu dan balutan awan (3400 Kelvin) 32 11,770 – 12,270 Balutan awan (3880 Kelvin)

Kurva pada gambar 2.6 menunjukkan adanya pergeseran puncak

distribusi radiasi benda hitam ke arah panjang gelombang yang semakin

pendek apabila suhunya naik (Lillesand dan Kiefer, 1997; hal 7). Dapat

diketahui bahwa panjang gelombang dengan pancaran maksimum

berbanding terbalik terhadap suhu absolut benda pemancarnya. Contohnya

apabila sebuah logam seperti sepotong besi dipanasi, ketika besi tersebut


(49)

secara berurutan ke arah panjang gelombang yang pendek, yaitu dari warna

merah bata ke arah oranye, kuning, dan kadang-kadang ke arah warna putih.

Gambar 2.6 Panjang gelombang yang cocok untuk mendeteksi kebakaran Matahari memancarkan dengan cara yang sama seperti sebuah

radiator benda hitam, kurva pancaran matahari dengan suhu 60000 Kelvin mencapai radiasi maksimum pada panjang gelombang 0,5 m (Lillesand dan

Kiefer, 1997; hal 9). Oleh karena itu penginderaan jauh yang menggunakan

matahari sebagai sumber tenaganya pada umumnya menggunakan spektrum

tampak di sekitar panjang gelombang 0,5 m dan perluasannya. Sebaliknya

bagi suhu permukaan bumi (yaitu suhu permukaan obyek seperti tanah, air,

dan vegetasi) yang suhu rata-ratanya 3000 Kelvin, pancaran maksimum tercapai pada panjang gelombang 9,7 m. Oleh karena ini berkaitan dengan


(50)

panas obyek di bumi, maka disebut tenaga inframerah termal (Lillesand dan

Kiefer, 1997; hal 9).

Suhu kobaran api pada kebakaran liar biasanya sekitar 10000 Kelvin, namun karena satelit hanya mengukur area dengan luas 1 Km2 dan ada pula penyerapan atmosfer, maka rata-rata suhunya sekitar 3000 Kelvin sampai 5000 Kelvin. Dari gambar 2.6 diatas, dapat dilihat bahwa pancaran maksimum pada suhu tersebut terjadi pada gelombang 4 mikrometer,

Gelombang ini terdapat pada sensor MODIS (Moderate Resolution Imaging spectroradiometer) dan AVHRR (Advanced Very High Resolution radiometer) yang dapat digunakan untuk mendeteksi kebakaran. Pancaran radiasi darat, awan dan permukaan air pada panjang gelombang 4

mikrometer adalah antara 0,8 sampai 0,9 artinya bahwa bagian matahari

yang tidak memancar pada panjang gelombang ini akan direfleksikan dan

mempengaruhi sensor dan dapat menyebabkan deteksi kebakaran palsu.

Kesalahan seperti ini tidak terjadi pada malam hari. Algoritma otomatis

dapat menghitung semua faktor tersebut.

2.6.3 Resolusi Temporal

MODIS (Moderate Resolution Imaging spectroradiometer) mampu mendatangi lokasi yang sama sebanyak 1 sampai 2 kali setiap

harinya dipermukaan bumi (Anonim, 2007). Untuk sebuah satelit pemantau

global, hal ini merupakan tingkat kunjungan dengan frekuensi tinggi atau

dikenal dengan resolusi temporal yang tinggi. Karena itu kita bisa


(51)

inilah yang menjadi salah satu alasan penting digunakannya citra satelit

dengan resoulsi temporal harian di dalam pemantauan kebakaran secara

global.

2.6.4 Resolusi Radiometrik

Data yang terkirim dari satelit Terra adalah dengan kecepatan 11

Mega bytes setiap detik dengan resolusi radiometrik 12 bit (Mustafa, 2004).

Artinya obyek dapat dideteksi dan dibedakan sampai 212 (4.096) derajat keabuan (grey levels).

Peluang pemanfaatan data satelit generasi EOS (Earth Observing System) (LAPAN, 2005):

1. Data satelit EOS (Earth Observing System) bersifat publik dan ditransmisikan tanpa bayar ke semua stasiun di dunia.

2. Software akusisi dan pengolahan datanya bersifat “open source” dan tersedia di berbagai website. Pengembangan modul aplikasinya di

sesuaikan dengan minat : institusi, universitas atau kelompok peneliti

di berbagai negara.

3. Sebagian algoritma dan software pengolahannya belum tervalidasi. Sehingga update terus berlangsung (baik karena revisi algoritma,

validasi software maupun karena standarisasi format).

4. Modul pengolahan data dengan algoritma yang telah di validasi dan

bersifat “standalone” di publikasi melalui “Direct Broadcast”, dan

untuk yang dalam proses pengembangan atau validasi, softwarenya di publikasi melalui “Institutional Algorithm”.


(52)

5. Hingga level tertentu, cukup ideal mengikuti perkembangan yang

ada melalui proses integrasi dan adaptasi yang disesuaikan dengan

kebutuhan.

Produk level 1B MODIS (Moderate Resolution Imaging spectroradiometer) memiliki informasi geolokasi yang ditempatkan pada file terpisah, sehingga tampilan citra akan ”tidak benar” bila menggunakan modul

penampil yang tidak mampu mengintegrasikan data citra dan informasi geometrik

secara bersamaan (LAPAN, 2005).

2.7 KARAKTERISTIK TITIK PANAS

Titik panas merupakan indikasi terjadinya kebakaran (WWF Indonesia,

2007). Titik panas menunjukkan bahwa daerah tersebut mengeluarkan panas

melebihi ambang batas yang sudah ditentukan sehingga tertangkap sensor panas

satelit.

Titik panas mempunyai nilai confidence yang dimaksudkan untuk membantu para pemakai mengukur mutu masing-masing nilai piksel api (Giglio,

2007). Nilai confidence yang terkandung dalam MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) merupakan tingkatan-tingkatan rendah, sedang, dan tinggi suatu nilai piksel api (Giglio, 2007). Nilai confidence ini mencakup antara 0 sampai dengan 100, dimana tingkatan rendah bernilai 0 sampai 30, tingkatan


(53)

Tbk = __ _ βk____

ln Lk (i, j)-αk

Dapat digambarkan pola pikir pengolahan titik panas dengan

menggunakan beberapa persamaan seperti yang terlihat pada gambar 2.7 berikut.

Karena data yang dipancarkan satelit dalam bentuk digital yang disebut

radiometer count (DNk ), maka konversi radiansi (Lk) dari radiometer count (DNk)

dapat dilakukan melalui persamaan linier sebagai berikut: Lk (i, j) = Gk DNk (i, j) +

Ik. Sedangkan persamaan untuk konversi temperatur kecerahan dari radiansi

adalah sebagai berikut: .Dimana nilai koefisien Gain,


(54)

(55)

Keterangan:

k = kanal atau band

DNk (i, j) = radiometer count (latitude, longitude)

Lk (i, j) = radiansi (latitude, longitude)

Gk = koefisien Gain

Ik = Intercept

Tbk = suhu kecerahan (brightness temprorary)

αk dan βk = konstanta

Setelah didapat nilai suhu kecerahan (Tbk), selanjutnya adalah

menentukan lokasi dan distribusi titik panas harian menggunakan data MODIS

(Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) dengan memanfaatkan data suhu kenampakan band 21 atau band 22 (T4) dan band 31 (T11). Adapun kriteria

penentuan titik panas yang digunakan adalah sebagai berikut:

• Bukan titik panas, apabila:

– T4 < 315° Kelvin (305° Kelvin pada malam hari) atau

– Δ T41 < 5° Kelvin (3° Kelvin pada malam hari)

• Titik panas, apabila satu dari lima kombinasi berikut dipenuhi:

– { [(T 4 > T4b + 4 δ T4b) atau T4 > 320° Kelvin (315° Kelvin pada malam

hari ) ] dan [( Δ T41> Δ T41b + 4δΔT4 1 b) atau ΔT41> 20° Kelvin (10°

Kelvin pada malam hari)] } atau


(56)

Dimana:

Δ T 41 = T 4 – T 11

T 4b = suhu kenampakan latar belakang (background temperature) band 4 µm,

...yaitu suhu kenampakan dari piksel-piksel sekitarnya (21 x 21 piksel) δ T 4b = standard deviasi suhu kenampakan latar belakang band 4 µ m

Δ T 41b = T 4b – T 11b

2.8 KLASIFIKASI PENUTUPAN LAHAN

Penggunaan lahan adalah semua bentuk pemanfaatan lahan yang ada

secara alami maupun yang dibuat manusia yang ditujukan untuk memenuhi

kebutuhannya atas suatu bentang alam yang kompleks yang disebut lahan (Vink

dan Bahri, 1998). Sebagai contoh: semak belukar, tegalan atau ladang,

perkebunan, hutan, sawah, permukiman, rawa, dan lahan terbuka, penjelasannya

dapat dilihat pada tabel 2.4.

Tabel 2.4 Standard klasifikasi penutupan lahan hasil penafsiran citra satelit

Landsat untuk kepentingan kehutanan

Kodefikasi Kelas Penutupan Lahan Keterangan

2001 Hutan Seluruh kenampakan hutan alamiah atau hasil tanaman manusia baik yang berada didaratan maupun yang berada di sekitar pantai

2007 Semak belukar Seluruh kenampakan bekas hutan yang telah tumbuh kembali namun tidak optimal


(57)

Tabel 2.4 (lanjutan)

Kodefikasi Kelas Penutupan Lahan Keterangan

2010 Perkebunan Seluruh kenampakan hamparan kebun (perkebunan) yang sudah ditanami 2012 Permukiman Seluruh kenampakan permukiman,

baik perkotaan, perdesaan, industri, dan fasilitas umum

2014 Lahan terbuka Pada umumnya merupakan daerah tidak bervegetasi seperti lahan terbuka bekas pembersihan lahan (land clearing)

2500 Awan Seluruh kenampakan awan dan bayangan awan

3000 Savanna (padang rumput)

Seluruh kenampakan hamparan non hutan alami berupa padang rumput

5001 Tubuh air Seluruh kenampakan perairan, termasuk laut, sungai, danau, waduk,

dan terumbu karang

20091 Pertanian Lahan pertanian yang bersifat alam maupun buatan manusia

20094 Tambak Seluruh kenampakan aktivitas perikanan darat (ikan atau udang) atau penggaraman yang dicirikan dengan pola pematang (umumnya), serta biasanya tergenang dan berada di sekitar pantai

20121 Bandara Seluruh kenampakan bandara yang berukuran besar dan memungkinkan untuk didelineasi tersendiri


(58)

Tabel 2.4 (lanjutan)

Kodefikasi Kelas Penutupan Lahan Keterangan

20122 Transmigrasi Seluruh kenampakan areal permukiman perdesaan (transmigrasi) beserta pekarangan di sekitarnya

20141 Pertambangan Seluruh kenampakan lahan terbuka yang digunakan untuk aktivitas pertambangan terbuka (open pit) seperti batubara, timah, dan tembaga. Serta lahan pertambangan tertutup skala besar yang dapat diidentifikasi kenampakan obyeknya seperti tailing ground (penimbunan limbah penambangan)

50011 Rawa Seluruh kenampakan lahan rawa yang sudah tidak berhutan (tidak ada vegetasi pohon)

2.9 PERANGKAT LUNAK (SOFTWARE) 2.9.1 Penggunaan Software MODIS

Cygwin mempunyai tugas untuk menjalankan program

imapp2bin dan mod2rect (Steber, 2007; hal 64). Dimana program imapp2bin

ini berfungsi menyaring band yang diperlukan dari 4 file HDF (Hierarchical Data Format), sedangkan program mod2rect berfungsi untuk memetakan kembali band ke area yang terpilih.


(59)

2.9.2 Algoritma Mod14

Algoritma mod14 digunakan untuk pendeteksian titik panas

secara global (Steber, 2007; hal 31). Pengujian masing-masing piksel ini di

kelaskan sebagai berikut: data hilang, awan, air, bukan api, api, atau tak

dikenal. Apabila data pada band 22 hilang atau rusak dapat digantikan

dengan band 21 yang mempunyai saluran jangkauan tinggi untuk deteksi

kebakaran aktif. Waktu yang diperlukan saat menjalankan algoritma ini

yaitu sekitar 10 menit atau 20 menit.

Untuk mendeteksi titik api palsu (awan, sinar matahari, dan

permukaan berbayangan tinggi) dengan menggunakan mod14 dan anomali

panas lain untuk MODIS (Giglio, 2005), yaitu dengan band 21 dan band 22

yang dapat mengeluarkan pancaran radiasi kuat dari inframerah sedang.

2.9.3 HDFView 2.3

Format standard untuk produk MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) adalah HDF (Hierarchical Data Format) (Steber, 2007; hal 54). Format ini dimaksudkan agar dapat membuat

dokumentasi sendiri, yaitu dengan "metadata" yang diimbuhkan didalam

setiap produk file nya. HDFView adalah suatu alat bantu berbasis Java

untuk file-file NCSA (The National Center for Supercomputing

Applications) HDF4 dan HDF5 (University of Illinois at

Urbana-Champaign, 2005). HDFView ini tersedia file HDF4 dan file HDF5,

disertai dengan file-file hirarki HDF (Hierarchical Data Format) yang menyediakan akses efisien dan interaktif. HDFView merupakan alat


(60)

penghubung yang dirancang untuk memudahkan pemakai untuk

menggunakan data-data yang diperoleh dalam format HDF (Hierarchical Data Format) yang termasuk dalam format level 1B.

2.9.4 ER Mapper 7.0

ER Mapper 7.0 adalah salah satu perangkat lunak (software) pengolah data berbasis raster yang digunakan untuk mengolah data-data

citra atau satelit (geographic image processing product) sekaligus merupakan produk dari Earth Resources Mapping, Australia (Hidayat, 2005; hal 1). Pengolahan data citra merupakan suatu cara memanipulasi data citra

atau mengolah suatu data citra menjadi suatu keluaran (output) yang sesuai dengan yang diharapkan.

2.9.5 Microsoft Excel 2003

Penggunaan Microsoft Excel 2003 ini adalah dengan

memanfaatkan format penyimpanannya sebagai database dengan tipe data

DBF 4 (dBASE IV), yang nantinya dapat dipanggil pada software ArcView

3.2 karena mendukung adanya format data dbf.

2.9.6 ArcView 3.2

Arcview 3.2 adalah salah satu perangkat lunak (software) pengolah data berbasis vektor dan merupakan produk dari ESRI

(Environmental Systems Research Institute). Perangkat lunak (software) ini dapat memberikan visualisasi, query, dan analisa secara spasial (keruangan). Selain itu terdapat pula feature-feature dari arcview ini seperti pembuatan


(61)

layout, model overlay, serta pemanggilan data eksternal tertentu dengan penambahan ekstention pendukungnya.

2.10 TELAAH PENELITIAN SEBELUMNYA

Beberapa penelitian yang sudah dilakukan berkaitan dengan titik panas

ataupun kebakaran hutan dan lahan, yaitu:

1. UPTD Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Samarinda, September 2004 dalam penelitiannya mengenai pengelolaan

kebakaran hutan dan lahan terpadu di Kalimantan Timur.

Penggunaan sarana penginderaan jauh adalah cara yang efisien

dalam memantau dan mendeteksi kebakaran hutan dan lahan untuk

skala wilayah yang luas. Di Kalimantan Timur sudah dibangun

sebuah stasiun penerima satelit NOAA (National Oceanic and

Atmospheric Administration) dengan bantuan Jerman, tepatnya berada di UPTD Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan

Samarinda. Data kiriman dari satelit NOAA-AVHRR (National

Oceanic and Atmospheric Administration-Advanced Very High

Resolution Radiometer) merupakan deteksi pada waktu sebenarnya.

Sebuah titik panas (hotspot) adalah sebuah pixel kebakaran yang mewakili areal 1,1 Km2, ini menunjukkan bahwa ada satu kebakaran atau beberapa kebakaran dalam areal itu, namun itu tidak menjelaskan jumlah, ukuran dan intensitas kebakaran dan areal terbakar. Informasi dari satelit berupa lokasi panas (lokasi hotspot)


(62)

yang diperoleh setiap hari dari satelit NOAA 12 dan 16. Data ini harus dianalisis untuk memperoleh koordinat hotspot dan di-update secara teratur. Sistem peringatan dini yang dipergunakan adalah Fire Danger Rating (Tingkat Bahaya Kebakaran). Satu indeks bahaya kebakaran sederhana telah diadopsi dan dimodifikasi untuk Kalimantan Timur. Sistem ini disebut Keetch-Byram Drought Index (KBDI) atau Indeks Kekeringan Keetch-Byram. Indeks ini hanya memperhitungkan tiga variabel cuaca yaitu temperatur maksimum harian, curah hujan harian dan rata-rata curah hujan tahunan. KBDI mempunyai kisaran nilai 0 sampai dengan 2.000. Untuk kemudahan interpretasi bagi para manager kebakaran, KBDI dibagi dalam empat kelas yang terkait dengan skala sifat bahaya kebakaran yaitu;

- Rendah : 0 sampai dengan 900

- Sedang : 1000 sampai dengan 1499

- Tinggi : 1500 sampai dengan 1749

- Sangat tinggi : 1750 sampai dengan 2000

2. Muslikh Musawijaya, Agus Hidayat, M. Rokhis Khomarudin,

Kustiyo, Maswardi, 2001 dalam penelitiannya mengenai deteksi dan

pemantauan kebakaran hutan atau lahan menggunakan data

penginderaan jauh data satelit NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration) untuk memantau kebakaran hutan atau lahan pada lokasi yang rawan kebakaran yaitu Sumatera dan


(63)

cukup tinggi berpotensi menimbulkan gangguan asap lintas batas

yang rutin terjadi setiap musim kemarau. Berdasarkan hasil

pemantauan yang dilakukan oleh LAPAN-Pekayon dari tahun 1997

sampai dengan tahun 2001, terlihat peristiwa kebakaran hutan atau

lahan menunjukkan hal-hal yang signifikan yaitu terjadi secara

periodik setiap tahun dan intensitas kebakaran hutan atau lahan

paling tinggi terjadi pada puncak musim kemarau antara bulan Juli

sampai dengan bulan September. Metode pemantauan titik panas di

permukaan bumi ditentukan berdasarkan pada metode dari

(MATSON dan DOZIER, 1981) dengan menghitung temperatur

pada band 3 ( =3.8 ) dan band 4 ( =10.8 ). Untuk meningkatkan

kualitas kenampakan titik panas (hotspot), (Lee and Tag, 1990) menyarankan untuk menggunakan kombinasi dari tiga band

inframerah AVHRR (Advanced Very High Resolution radiometer) yaitu band 3 (3.8 m), band 4 (10.8 m), dan band 5 (11.8 m).

Untuk obyek-obyek seperti awan, lahan, dan laut, radiasi yang

diterima oleh band 4 dan band 5 jauh lebih tinggi bila dibandingkan

dengan radiasi yang diterima oleh band 3. Akan tetapi untuk

obyek-obyek yang memiliki suhu tinggi keadaannya menjadi sebaliknya,

dimana respon tertinggi justru pada band 3. Fenomena ini

memungkinkan bagi terdeteksinya titik panas (hotspot) yang lebih kecil dari satu piksel, karena energi yang dikeluarkan oleh titik panas


(64)

temperature) jauh lebih tinggi pada band 3 dibanding pada band 4 dan band 5 (Dozeer, 1981; Matson et.al., 1987 dalam Lee and Tag,

1990). Sedangkan dengan menggunakan band 3 dan 4 mampu

mendeteksi kebakaran kecil seluas 1 hektar (Flannigan and Haar,

1986).

3. Ety Parwati, Muslikh Musawijaya, Kustiyo, 2001 dalam

penelitiannya mengenai analisis kebakaran hutan atau lahan

menggunakan citra Landsat-TM dengan kombinasi band yang

digunakan adalah 542 untuk membantu dalam analisis visual. Citra

yang digunakan adalah citra Landsat-TM Pulau Sumatera dengan

Path/Row (P/R) 131/56 sampai dengan P/R 123/64 dan Pulau

Kalimantan dengan P/R 122/59 sampai dengan 115/59 dikumpulkan,

kemudian dipilih daerah yang memiliki titik-titik panas berdasarkan

hasil pemantauan menggunakan data NOAA-AVHRR (National Oceanic and Atmospheric Administration - Advanced Very High Resolution radiometer). Pada kajian ini acuan titik-titik panas yang digunakan adalah hasil pemantauan selama bulan Juli, Agustus, dan

September 2001. Citra yang digunakan perlu dilakukan koreksi

untuk mengkonversi posisi (baris, kolom) menjadi posisi (lintang,

bujur). Sebagai acuan, titik-titik kontrol yang digunakan adalah

empat titik pada posisi kiri atas, kanan atas, kiri bawah, dan kanan

bawah citra, yang tersedia pada setiap data header. Untuk memudahkan analisis, citra titik panas (hotspot) yang diperoleh


(65)

dikelompokkan menjadi 3 kelas menurut banyaknya titik panas yang

ditemukan. Penentuan kelas tiap kelompok bervariasi setiap

waktunya, disesuaikan dengan kondisi yang ada. Contohnya kelas

titik panas (hotspot) di Pulau Kalimantan pada bulan Juli adalah kelas 1 untuk jumlah titik panas = 1, kelas 2 banyaknya titik panas

antara 2 sampai 3, dan kelas 3 untuk titik panas yang berjumlah

antara 4 sampai dengan 5. Sementara itu pengelompokan untuk citra

bulan Agustus adalah kelas 1 untuk citra titik panas yang berjumlah

1 sampai dengan 7, kelas 2 jumlah titik panas 8 sampai dengan 15,

dan kelas 3 jumlah titik panas berjumlah lebih dari 15 (Musawijaya,

2001).

4. M. Rokhis Khomarudin, Nur Satriani, Heny Suharsono, dan Muslikh

Musawijaya, 2000 dalam penelitiannya mengenai tingkat kerawanan

kebakaran hutan di Kalimantan dengan menggunakan data

penginderaan dan Sistem Informasi Geografis. Faktor-faktor yang

mendorong timbulnya kebakaran hutan adalah bahan bakar, tanah

(yang meliputi kadar air tanah dan jenis tanah), cuaca (angin,

kelembaban nisbi, hujan, intensitas radiasi matahari, suhu, dan

tekanan udara), dan topografi (Hamzah, 1985). Unsur cuaca

merupakan unsur yang sangat penting kaitannya dengan kebakaran

hutan. Unsur ini merupakan pemicu terjadinya kebakaran hutan dan

lahan yaitu suhu udara, kelembaban udara, curah hujan, dan angin


(66)

dengan memetakan kerawanan kebakaran hutan. Ada beberapa

pendekatan atau metode yang harus dipadukan sehingga hasilnya

menjadi suatu sistem informasi kebakaran hutan. Metode yang

digunakan adalah pemanfaatan SIG (Sistem Informasi Geografis)

dengan menggabungkan parameter jumlah hotspot, iklim, IKKB

(Indeks Kekeringan Keetch Byram), GVI (Indeks Vegetasi Global),

dan TGHK (peta tata guna hutan kesepakatan) pada tahun 1997

sampai dengan 2000. Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian

ini adalah bahwa tingkat kerawanan kebakaran hutan di Pulau

Kalimantan terjadi pada bulan Agustus, sedangkan bulan-bulan yang

memiliki tingkat kerawanan tinggi dapat terjadi pada bulan Juli

sampai bulan September. Pada kejadian El Nino tahun 1997 sampai

dengan 1998 membawa pengaruh terhadap tingkat kerawanan

kebakaran hutan dengan luasan kerawanan yang meningkat. Secara

umum data yang dipergunakan dalam penelitian ini sudah dapat


(67)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Metode penelitian merupakan salah satu ciri utama bagi ilmu pengetahuan. Bagi penginderaan jauh sebagai ilmu baru, metode penelitiannya belum banyak diungkap pada pustaka yang ada (Sutanto, 1994; hal 81). Metode penginderaan jauh secara lengkap, yaitu yang dimulai dari perumusan masalah dan tujuan hingga penyelesaiannya. Pada gambar 3.1 adalah gambaran pola pikir penelitian mengenai Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh untuk Pemantauan dan Analisis Sebaran Titik Panas (Studi Kasus: Provinsi Kalimantan Tengah) dijelaskan bahwa data bersumber dari data mentah satelit Terra dengan sensornya yaitu MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) yanng memiliki resolusi spasial 250 meter, 500 meter, 1000 meter, serta dilengkapi dengan geolocation. Level 1B merupakan data L 1A (dengan Geolocation) dikalibrasi, sehingga diperoleh data terkalibrasi baik radiometrik maupun geometriknya (Mulyadi, 2003). Jadi data level 1B diproses menghasilkan Tbk (brightness temprorary)

yang berarti suhu kecerahan untuk menentukan titik panas dan menampilan citra dengan menentukan kombinasi band yang digunakan kemudian dilakukan pemotongan citra (cropping) yang kemudian hasilnya dipadukan dengan peta tutupan lahan serta untuk menambah kelengkapan informasi lokasinya ditambahkan data peta batas administrasi sehingga menghasilkan gambaran visual berupa peta lokasi dan keberadaan sebaran titik panas.


(68)

(69)

3.1 ALAT DAN BAHAN 3.1.1 Alat

Alat yang digunakan untuk membantu proses pengolahan data dalam penelitian ini adalah dengan bantuan perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software). Untuk perangkat keras (hardware) yang digunakan yaitu seperangkat komputer yang terdiri dari: (1) Alat untuk masukan data (input) seperti keyboard dan mouse; (2) Alat untuk pengolahan seperti CPU (Central Processing Unit) dengan spesifikasi Intel Pentium D, sistem operasi Microsoft Windows XP Professional Version 2002 Service Pack 2, RAM 1.00 GB, harddisk 306.5 GB dan; (3) Alat untuk keluaran (output) seperti monitor dan printer.

Sedangkan untuk perangkat lunak (software) yang digunakan adalah: (1) Cygwin (menjalankan program imapp2bin v4.4 dan program mod2rect v1.10); (2) Algoritma mod14; (3) ER Mapper 7.0; (4) HDFView 2.3; (5) Microsoft Excel 2003 dan; (6) Arc View3.2.

3.1.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data

yang di download dari website

http://ladsweb.nascom.nasa.gov/data/search.html berupa data dari Satelit Terra dengan sensornya yaitu MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) pada bulan September tahun 2007, serta data sekunder berupa peta digital tutupan lahan yang berasal dari Departemen Kehutanan tahun 2003 dan peta digital batas administrasi yang berasal dari


(70)

Bakosurtanal (Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional) tahun 2007.

3.2 WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN

Waktu yang dibutuhkan dalam penelitian ini yaitu dalam kurun waktu 4 bulan, yang dimulai pada tanggal 01 Oktober 2007 sampai dengan tanggal 31 Januari 2008 di Pusat Data Penginderaan Jauh, LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional).

3.3 PENGUMPULAN DATA

Pengumpulan data pada penelitian ini yaitu dengan mengunjugi website http://ladsweb.nascom.nasa.gov/data/search.html untuk mencari daerah yang akan didownload. Setelah itu lakukan pemesanan melalui ftp://ladsweb.nascom.nasa.gov, dan pilih nomor ID sesuai daerah yang ingin diambil untuk penelitian kemudian download data tersebut. Perolehan data tersebut berupa digital number sesuai dengan apa yang telah terekam pada satelit diantariksa disertai quicklook berupa gambar yang direkam satelit, dengan resolusi spasial 250 meter, 500 meter, 1 Kilometer.

Serta menggunakan studi pustaka yang mengacu kepada ketentuan dan referensi-referensi mengenai pemanfaatan penginderaan jauh maupun titik panas.


(1)

@ i++ end

if($need1km) setenv MOD021KM ${1}_MOD021KM.hdf if($needhkm) setenv MOD02HKM ${1}_MOD02HKM.hdf if($needqkm) setenv MOD02QKM ${1}_MOD02QKM.hdf if($IN1KM != "") then

setenv IN1KM $IN1KM

setenv OUT1KM $OUT1KM

endif

if($IN500 != "") then

setenv IN500 $IN500

setenv OUT500 $OUT500

endif

if($IN250 != "") then

setenv IN250 $IN250

setenv OUT250 $OUT250

endif

setenv MOD03 ${1}_MOD03.hdf

setenv LATITUDE lat setenv LONGITUDE lon

setenv LATITUDE lat setenv LONGITUDE lon setenv MAPLINES $6 setenv MAPSAMPLES $7 setenv FILLVALUE -32767

echo extracting

setenv LATMIN `echo $2 | awk '{printf "%f", $1 - 1}'` setenv LATMAX `echo $3 | awk '{printf "%f", $1 + 1}'` setenv LONMIN `echo $4 | awk '{printf "%f", $1 - 1}'` setenv LONMAX `echo $5 | awk '{printf "%f", $1 + 1}'`

imapp2bin switch( $status )

case 0:

breaksw

case 1:

exit breaksw


(2)

default:

echo ":ERROR extracting" exit

endsw

echo remapping setenv LATMIN $2 setenv LATMAX $3 setenv LONMIN $4 setenv LONMAX $5 mod2rect

if($status) then

echo ":ERROR remapping" exit

endif

echo removing temporary files set i = 8

while($i <= $#argv)

rm -f $argv[$i]

@ i++

end

rm -f lat lon

echo creating header files

set xdim = `echo $4 $5 $7 | awk '{printf "%.8f", ($2 - $1)/$3}'` set ydim = `echo $2 $3 $6 | awk '{printf "%.8f", ($2 - $1)/$3}'` set i = 8

while($i <= $#argv)

echo "DatasetHeader Begin" >${1}_$argv[$i]_map.ers

echo " DataSetType = ERStorage" >>${1}_$argv[$i]_map.ers echo " DataType = Raster" >>${1}_$argv[$i]_map.ers

echo " ByteOrder = LSBFirst" >>${1}_$argv[$i]_map.ers echo " CoordinateSpace Begin" >>${1}_$argv[$i]_map.ers echo ' Datum = "WGS84"' >>${1}_$argv[$i]_map.ers

echo ' Projection = "GEODETIC"' >>${1}_$argv[$i]_map.ers echo " CoordinateType = EN" >>${1}_$argv[$i]_map.ers echo " Rotation = 0:0:0.0" >>${1}_$argv[$i]_map.ers echo " CoordinateSpace End" >>${1}_$argv[$i]_map.ers echo " RasterInfo Begin" >>${1}_$argv[$i]_map.ers echo " CellType = Signed16BitInteger"

>>${1}_$argv[$i]_map.ers

echo " NullCellValue = -32767" >>${1}_$argv[$i]_map.ers echo " CellInfo Begin" >>${1}_$argv[$i]_map.ers


(3)

echo " Xdimension = $xdim" >>${1}_$argv[$i]_map.ers echo " Ydimension = $ydim" >>${1}_$argv[$i]_map.ers echo " CellInfo End" >>${1}_$argv[$i]_map.ers

echo " NrOfLines = $6" >>${1}_$argv[$i]_map.ers

echo " NrOfCellsPerLine = $7" >>${1}_$argv[$i]_map.ers echo " RegistrationCoord Begin" >>${1}_$argv[$i]_map.ers echo " Eastings = $4" >>${1}_$argv[$i]_map.ers

echo " Northings = $3" >>${1}_$argv[$i]_map.ers echo " RegistrationCoord End" >>${1}_$argv[$i]_map.ers echo " RegistrationCellX = 0" >>${1}_$argv[$i]_map.ers echo " RegistrationCellY = 0" >>${1}_$argv[$i]_map.ers echo " NrOfBands = 1" >>${1}_$argv[$i]_map.ers echo " RasterInfo End" >>${1}_$argv[$i]_map.ers echo "DatasetHeader End" >>${1}_$argv[$i]_map.ers

@ i++

end


(4)

LAMPIRAN 6 Julian Day Calendar Leap years:

(1988, 1992, 1996, 2000, 2004, 2008, 2012, ...)

Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec 1 1 32 61 92 122 153 183 214 245 275 306 336 2 2 33 62 93 123 154 184 215 246 276 307 337 3 3 34 63 94 124 155 185 216 247 277 308 338 4 4 35 64 95 125 156 186 217 248 278 309 339 5 5 36 65 96 126 157 187 218 249 279 310 340 6 6 37 66 97 127 158 188 219 250 280 311 341 7 7 38 67 98 128 159 189 220 251 281 312 342 8 8 39 68 99 129 160 190 221 252 282 313 343 9 9 40 69 100 130 161 191 222 253 283 314 344 10 10 41 70 101 131 162 192 223 254 284 315 345 11 11 42 71 102 132 163 193 224 255 285 316 346 12 12 43 72 103 133 164 194 225 256 286 317 347 13 13 44 73 104 134 165 195 226 257 287 318 348 14 14 45 74 105 135 166 196 227 258 288 319 349 15 15 46 75 106 136 167 197 228 259 289 320 350 16 16 47 76 107 137 168 198 229 260 290 321 351 17 17 48 77 108 138 169 199 230 261 291 322 352 18 18 49 78 109 139 170 200 231 262 292 323 353 19 19 50 79 110 140 171 201 232 263 293 324 354 20 20 51 80 111 141 172 202 233 264 294 325 355 21 21 52 81 112 142 173 203 234 265 295 326 356 22 22 53 82 113 143 174 204 235 266 296 327 357 23 23 54 83 114 144 175 205 236 267 297 328 358 24 24 55 84 115 145 176 206 237 268 298 329 359 25 25 56 85 116 146 177 207 238 269 299 330 360 26 26 57 86 117 147 178 208 239 270 300 331 361 27 27 58 87 118 148 179 209 240 271 301 332 362 28 28 59 88 119 149 180 210 241 272 302 333 363 29 29 60 89 120 150 181 211 242 273 303 334 364 30 30 90 121 151 182 212 243 274 304 335 365


(5)

Regular years:

(2001, 2002, 2003, 2005, 2006, 2007, 2009, 2010, ...)

Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec 1 1 32 60 91 121 152 182 213 244 274 305 335 2 2 33 61 92 122 153 183 214 245 275 306 336 3 3 34 62 93 123 154 184 215 246 276 307 337 4 4 35 63 94 124 155 185 216 247 277 308 338 5 5 36 64 95 125 156 186 217 248 278 309 339 6 6 37 65 96 126 157 187 218 249 279 310 340 7 7 38 66 97 127 158 188 219 250 280 311 341 8 8 39 67 98 128 159 189 220 251 281 312 342 9 9 40 68 99 129 160 190 221 252 282 313 343 10 10 41 69 100 130 161 191 222 253 283 314 344 11 11 42 70 101 131 162 192 223 254 284 315 345 12 12 43 71 102 132 163 193 224 255 285 316 346 13 13 44 72 103 133 164 194 225 256 286 317 347 14 14 45 73 104 134 165 195 226 257 287 318 348 15 15 46 74 105 135 166 196 227 258 288 319 349 16 16 47 75 106 136 167 197 228 259 289 320 350 17 17 48 76 107 137 168 198 229 260 290 321 351 18 18 49 77 108 138 169 199 230 261 291 322 352 19 19 50 78 109 139 170 200 231 262 292 323 353 20 20 51 79 110 140 171 201 232 263 293 324 354 21 21 52 80 111 141 172 202 233 264 294 325 355 22 22 53 81 112 142 173 203 234 265 295 326 356 23 23 54 82 113 143 174 204 235 266 296 327 357 24 24 55 83 114 144 175 205 236 267 297 328 358 25 25 56 84 115 145 176 206 237 268 298 329 359 26 26 57 85 116 146 177 207 238 269 299 330 360 27 27 58 86 117 147 178 208 239 270 300 331 361 28 28 59 87 118 148 179 209 240 271 301 332 362 29 29 88 119 149 180 210 241 272 302 333 363 30 30 89 120 150 181 211 242 273 303 334 364


(6)