BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Ukuran, Morfologi dan Efisiensi Enkapsulasi Mikrokapsul
Enkapsulasi probiotik menggunakan campuran alginat, susu skim, dan inulin dengan teknik ekstrusi menghasilkan mikrokapsul dengan diameter rata-rata
1,91±0,27 mm dan memiliki struktur yang kompak berbentuk bola spherical Gambar 4.1. Ukuran mikrokapsul yang dihasilkan pada penelitian ini diduga
cukup baik untuk diaplikasikan pada ikan secara oral karena ukurannya yang relatif kecil. Beberapa penelitian mengaplikasikan mikrokapsul secara oral pada
ikan, diantaranya Rosas-ledesma et al. 2012 mengenkapsulasi
Shewanellaputrefaciens diaplikasikan pada ikan S. senegalensis secara oral menghasilkan kapsul dengan ukuran 2,5-3,18 mm. Hasilnya menunjukkan bahwa
enkapsulasi Shewanella putrefaciens yang diberikan secara oral pada ikan menunjukkan ketahanan yang tinggi pada saluran pencernaan dibandingkan
dengan pemberian probiotik dalam bentuk sel bebas yang dicampurkan pada pelet ikan.
Gambar 4.1. Mikrokapsul sinbiotik isolat BAL PG7 hasil enkapsulasi metode ekstrusi dengan mikroskop stereo a pencahayaan bawah b
pencahayaan atas Pada penelitian ini, diperoleh efisiensi enkapsulasi sebesar 92,69 yang
menunjukkan bahwa mikrokapsul memiliki efektivitas yang tinggi dalam menjerat sel. Tingginya tingkat efisiensi pada mikrokapsul ini dipengaruhi oleh konsentrasi
bahan pengkapsul. Penelitian Castilla et al. 2010 menemukan bahwa efisiensi
a b
Universitas Sumatera Utara
enkapsulasi meningkat secara signifikan dengan meningkatnya konsentrasi biopolimer. Krasaekoopt et al. 2003, melaporkan bahwa efisiensi enkapsulasi
probiotik dengan metoda ekstrusi dan emulsi dalam menjerat sel adalah sebesar 80
−95 .
4.2 Viabilitas dan Kadar Air Mikrokapsul Setelah Pengeringan
Mikrokapsul yang dihasilkan dari proses enkapsulasi selanjutnya dikeringkan menggunakan oven bersuhu 40 °C. Pengeringan ini bertujuan untuk mendapatkan
sel terenkapsulasi dalam bentuk kering. Grafik pengaruh pengeringan terhadap viabilitas sel terenkapsulasi dapat dilihat pada Gambar 4.2.
Gambar 4.2. Grafik pengaruh lama pengeringan terhadap viabilitas BAL isolat PG7 terenkapsulasi
Dari hasil yang didapatkan menunjukkan adanya penurunan jumlah bakteri terenkapsulasi seiring dengan lamanya waktu pengeringan. Jumlah sel bakteri
cenderung stabil hingga jam ke-5, dan mulai mengalami penurunan yang signifikan pada jam ke-6. Selama pengeringan terjadi penurunan 1,1 log CFU g
-1
pada jam ke-7, dengan jumlah populasi bakteri sebesar 8,29 log CFU g
-1
dan kadar air 94,44. Pada jam ke-8 hingga jam ke-9 jumlah populasi berturut-turut
sebesar 8,07 dan 7,22 log CFU g
-1
dengan kadar air92,96 dan 92,16. Hingga jam ke-10, populasi bakteri terenkapsulasi menurun 2,63 log CFU g
-1
dengan kadar air mikrokapsul sebesar 88,91. Penurunan jumlah sel bakteri ini
disebabkan karena kadar air mikrokapsul yang semakin berkurang, akan tetapi penurunan populasi bakteri dinilai lambat karena penurunan yang terjadi kurang
dari 1 log per jam nya.
2 4
6 8
10
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
Jum la
h S
el B akt
er i
l og
C F
U g
− 1
Lama Pengeringan jam
Universitas Sumatera Utara
Ketahanan mikrokapsul selama pengeringan juga dipengaruhi oleh bahan pengisi yang digunakan, yaitu susu skim. Ketersediaan laktosa dan protein susu
pada susu skim akan berinteraksi dengan membran sel bakteri untuk mencegah kerusakan membran selama proses penghilangan air Hsio et al. 2011. Penelitian
Adrianto 2011 menunjukkan bahwa, setelah pengeringan selama 6 jam viabilitas bakteri terenkapsulasi dengan bahan alginat-skim lebih tinggi 2,1 x 10
5
CFU g
-1
dibandingkan dengan bahan alginat saja 10
2
CFU g
-1
. Pada penelitian ini, waktu pengeringan yang digunakan untuk mengeringkan mikrokapsul pada suhu
40 °C adalah selama 8 jam dengan jumlah populasi sebesar 8,07 log CFU g
-1
yang merupakan jumlah produk probiotik yang masih layak untuk digunakan.
4.3 Viabilitas Mikrokapsul Selama Penyimpanan