hewan kesayangan bisa meruntuhkan ketahanan kejiwaan yang sudah rapuh dari seorang, yang selanjutnya memicu terjadinya gangguan fisik dan kesehatannya.
Adanya perasaan kosong kemudian diikuti dengan ingin menangis dan kemudian suatu periode depresi.
c. Depresi, pada individu yang mengalami dukacita stress lingkungan sering
menimbulkan depresi dan kemampuan beradaptasi yang semakin menurun. d.
Gangguan cemas, terbagi dalam beberapa golongan yaitu fobia, gangguan panik, gangguan cemas umum, gangguan stress setelah trauma dan ganggua
obsesif-kompulsif. e.
Syndrome diagnose, merupakan suatu keadaan dimana indivdiu menunjukkan penampilan perilaku yang sangat mengganggu dalam menanggapi keadaan
dukanya.
F. KONSEP DAN KOMPLEKSITAS DUKACITA
1. Konsep Dukacita menurut Model Sistem Neuman
Model Sistem Neuman 1982 dapat digunakan untuk menjelaskan kerangka konsep dukacita. Variabel yang tidak bisa dipisahkan dalam sistem klien, yaitu:
fisiologis, psikologis, rohani, perkembangan, dan sosial budaya, dapat digunakan untuk menguraikan atribut dari dukacita. Kehilangan di masa lalu dapat dijelaskan sebagai
sebuah stresor, dan akibat dari dukacita diartikan sebagai suatu proses yang serupa dengan konsep Neuman yaitu rekonstitusi. Intervensi untuk membantu klien dalam
menghadapi pengalaman dukacita dapat dikategorikan sebagai upaya pencegahan primer, sekunder, dan tersier Reed, 2003. Penggunaan terminologi dari teori Neuman untuk
menguraikan konsep dukacita dimulai dengan terlebih dahulu mengidentifikasi permasalahan-permasalahan yang muncul sebelumnya. Dalam terminologi Neuman ini,
kejadian di masa lalu yang merupakan stressor adalah perasaan kehilangan. Perasaan kehilangan mungkin bersifat intra-personal misalnya: kehilangan salah satu anggota
badan, kehilangan peran atau fungsi, interpersonal misalnya: berpisah dengan
pasangannya, anak, atau orang tua, atau ekstra-personal misalnya: hilangnya pekerjaan, rumah, atau hilangnya lingkungan yang dikenal.
Neuman 1995 menyatakan bahwa “dampak dari stressor dapat didasarkan pada dua hal yaitu kekuatan stressor dan banyaknya stressor” h.147. Modifikasi
terhadap respon dukacita diidentifikasi sebagai kombinasi dari beberapa pengalaman yang bersifat individual dan dipengaruhi oleh banyak faktor yang terdiri dari hubungan
antara orang yang berduka dengan obyek yang hilang, sifat alami dari kehilangan, dan kehadiran sistem pendukung. Faktor-faktor lain memiliki efek yang kuat pada perasaan
dukacita, seperti pengalaman individu yang sama sebelumnya, kepercayaan spiritual dan budaya yang dianut. Penjelasan mengenai modifikasi respon dukacita sama halnya
dengan gagasan Neuman mengenai interaksi antar variabel fisik, psikologis, sosial budaya, perkembangan, dan rohani. Kombinasi beberapa variabel yang unik pada diri
seseorang pengalaman sebelumnya dengan dukacita, nilai-nilai, kepercayaan spiritual, status fisiologis, batasan sosial budaya, dan yang lainnya dapat dibandingkan dengan
variabel-variabel yang menyusun garis pertahanan normal dan garis perlawanan. Masing- masing garis pertahanan dan garis perlawanan memodifikasi pada tingkatan tertentu
dimana stressor mempunyai efek yang negatif pada diri seseorang. Garis pertahanan normal membantu sistem klien untuk menyesuaikan dengan stres akibat kehilangan,
sementara garis perlawanan bertindak sebagai kekuatan untuk membantu klien kembali ke kondisi yang stabil. Faktor yang lain, seperti pengalaman individu sebelumnya dengan
perasaan kehilangan dan dukacita, budaya, dan kepercayaan religius menjadi bagian dari struktur dasar individu. Garis pertahanan dan perlawanan melindungi struktur dasar dari
gangguan stres yang menimpa individu Reed, 1993. Cowles dan Rodgers 1993: 78 sebelumnya telah mendefinisikan “kondisi
respon seseorang yang normal terhadap perasaan dukacita”. Namun, penjelasan mengenai batasan normal dan batas waktu proses dukacita tersebut sebagian besar didasarkan pada
pandangan dan pengetahuan perawat bukan berasal dari klien yang sedang mengalaminya sendiri. Reed 2003 mencoba untuk mendeskripsikannya tidak hanya sebatas pada
respon normal saja, namun sampai pada cakupan respon itu sendiri. Serupa dengan Neuman 1995 yang telah menggunakan teori rentang sehat-sakit wellness-illness
continium untuk mendefinisikan batasan sehat, kondisi kesehatan seseorang yang optimal pada titik tertentu dan kondisi sakit pada titik yang lain. Kesehatan klien
disamakan dengan kemampuan klien untuk memelihara stabilitas yang optimal dan hal itu dilihat sebagai batasan normal.
Respon terhadap perasaan dukacita, selanjutnya dapat ditentukan dari efek kehilangan pada tingkat energi tertentu yang dibutuhkan untuk memelihara stabilitas
klien. Berbagai macam tingkatan reaksi dukacita dapat diamati, tergantung pada kemampuan untuk mengelola perasaan kehilangan dan efeknya dalam kehidupan klien
Reed, 2003. Hal yang serupa sesuai dengan gagasan Neuman dalam Reed, 2003 mengenai rekonstitusi dimana tujuannya adalah untuk mengembalikan sistem klien pada
kondisi yang stabil. Rekonstitusi dapat dijelaskan sebagai proses kerja dukacita, penyusunan karakter baru, dan penetapan kenyataan baru. Sistem klien berupaya untuk
mengembalikan keadaannya pada kondisi yang stabil, atau mengoptimalkan dirinya untuk mencapai daerah di luar garis pertahanan normal. Dengan kata lain, seseorang akan
mencoba untuk mengatasi perasaan dukanya agar lebih baik atau normal sehat. Sebuah penelitian telah membuktikan adanya perbedaan respon berdasarkan jender terhadap
perasaan kehilangan pada masa prenatal Adler Boxley, 1985 Gilbert, 1989, maka respon terhadap pengalaman dukacita bagi masing-masing orang tidak akan sama,
termasuk rentang waktu pemulihannyapun berbeda.
2. Kompleksitas Kedukaan