PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DENGAN TEMA PERISTIWA PADA SISWA KELAS 1 SEKOLAH DASAR NEGERI 2 GADINGREJO 2012/2013

(1)

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW

DENGAN TEMA PERISTIWA PADA SISWA KELAS 1 SEKOLAH DASAR NEGERI 2

GADINGREJO 2012/2013

Oleh ZUBAIDAH

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Jurusan Ilmu Pendidikan

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2013


(2)

ABSTRAK

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW

DENGAN TEMA PERISTIWA PADA SISWA KELAS 1 SEKOLAH DASAR NEGERI 2

GADINGREJO 2012/2013 Oleh

ZUBAIDAH

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya aktivitas dan hasil belajar siswa serta kinerja guru yang cenderung menggunakan model pembelajaran yang tidak melibatkan siswa secara aktif. Dari 26 orang, 15 orang (57,70%) tuntas dengan KKM 60. Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa pada tema peristiwa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas. Prosedur dilaksanakan melalui tiga siklus dimana setiap siklusnya terdiri dari; (1) perencanaan (planning), (2) pelaksanaan (acting), (3) observasi (observing), dan (4) refleksi (reflecting). Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan lembar instrument aktivitas siswa, lembar instrument kinerja guru dan lembar soal tes.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pada tema peristiwa berdampak pada peningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata aktivitas belajar siswa pada siklus I (65,85%) dengan kategori “Cukup” meningkat sebesar 9,53% pada siklus II menjadi (75,38%) dengan kategori “Baik” dan terjadi peningkatan sebesar 9,70% pada siklus III menjadi (85,08%) dengan kategori “Baik sekali”. Sedangkan peningkatan hasil belajar siswa pada siklus I siswa yang telah tuntas mencapai 65,38% dengan kategori “Cukup” meningkat sebesar 11,54% menjadi 76,92% pada siklus II dengan kategori “Baik” dan terjadi peningkatan sebesar 19,23% menjadi 96,15% pada siklus III dengan kategori “Baiksekali”.


(3)

(4)

(5)

Halaman

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang ... 1

B.Identifikasi Masalah ... 4

C.Rumusan Masalah ... 4

D.Tujuan Penelitian ... 4

E. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS A.Kajian Pustaka ... 6

1. Belajar ... 6

a. Aktivitas Belajar ... 8

b. Hasil Belajar ... 10

2. Model Pembelajaran Tipe Jigsaw... 11

3. Pembelajaran Tematik ... 13

B.Kerangka Pikir Penelitian………..17

C.Hipotesis………18

BAB III METODE PENELITIAN A.Penelitian Tindakan Kelas (PTK)... 19

1. Pengertian PTK ... 19

2. Langkah-langkah PTK ... 21

B.Setting Penelitian ... 27

C.Tekhnik Pengumpulan Data ... 28

D.Alat Pengumpulan Data ... 28

E. Teknik Analisis Data ... 29

F. Pelaksanaan Penelitian ... 31

G.Indikator Keberhasilan ... 39

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Prosedur Penelitian ... 40

1. Deskripsi Awal ... 40


(6)

B.Pembahasan ... 75

1. Peningkatan Aktivitas Belajar ... 75

2. Peningkatan Kinerja Guru ... 76

3. Peningkatan Hasil Belajar Siswa ... 78

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A.Kesimpulan ... 81

B.Saran………..82

DAFTAR PUSTAKA ... 83


(7)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas suatu bangsa adalah pendidikan. Pendidikan memberikan sumbangan yang sangat besar terhadap kemajuan suatu bangsa, karena bangsa yang cerdas akan memberikan kehidupan yang cerdas dan berkarakter dalam mengembangkan potensinya.

Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (UU SPN) No. 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 1, menyebutkan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar pesera didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara.

Sebagai usaha sadar dan terencana, pendidikan tentunya harus mempunyai dasar dan tujuan yang jelas, sehingga isi pendidikan maupun cara-cara pembelajaran yang dipilih, ditentukan dan dilaksanakan dengan mengacu pada dasar dan tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Selain itu, pendidikan bukanlah proses pembentukan siswa untuk menjadi orang tertentu sesuai kehendak sepihak dari pendidik, karena manusia (siswa) hakikatnya adalah pribadi yang memiliki potensi dan memiliki keinginan untuk menjadi dirinya sendiri. Upaya pendidikan harus dipandang sebagai upaya bantuan dan memfasilitasi siswa dalam rangka mengembangkan potensi dirinya.

Ki Hajar Dewantara (Ihsan, 2005: 3) mengemukakan bahwa pendidikan pada umumnya berarti daya dan upaya untuk memajukan


(8)

bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin dan karakter), fikiran (intelek) dan tubuh anak.

Dari uraian tersebut dapat diartikan bahwa pendidikan merupakan suatu alat pengarahan dan bimbingan yang diberikan kepada anak dalam pertumbuhannya.

Sejalan dengan tahapan perkembangan anak, cara belajar anak, konsep belajar dan pembelajaran bermakna, maka kegiatan pembelajaran bagi anak kelas awal SD sebaiknya dilakukan dengan pembelajaran tematik.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah yang menyatakan bahwa pembelajaran kelas I SD dilaksanakan melalui pendekatan tematik.

Pengertian dari pembelajaran tematik adalah pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran. Jadi batasan waktu dan cakupan materi kegiatan siswa di sekolah didasarkan pada tema yang dikembangkan oleh guru bukan didasarkan pada jadwal mata pelajaran.

Berdasarkan hasil observasi pembelajaran tematik di kelas 1 SD Negeri 2 Gadingrejo, diketahui hasil belajar Ilmu Pengetahuan Alam rendah, dari 26 siswa hanya 57,70% tuntas dan sisanya 42,30% belum tuntas.

Pembelajaran yang digunakan selama ini guru bertumpu pada buku teks (text book), yang kegiatan utama didominasi oleh guru dengan metode pembelajaran ceramah dan pemberian tugas, siswa hanya pasif menerima


(9)

pembelajaran dari guru. Anak tidak mandiri dalam melaksanakan tugas, kurang merespon aktif pertanyaan lisan guru, tidak berani memberikan tanggapan atau perintah guru, tidak pernah melaksanakan diskusi aktif dengan teman.

Salah satu upaya untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa adalah dengan menerapkan model pembelajaran yang tepat sesuai dengan materi yang diajarkan serta dengan tingkat usia anak didik. Belajar aktif merupakan salah satu solusi yang dapat diterapkan dalam proses pembelajaran pada kelas awal Sekolah Dasar, khususnya kelas 1 lebih sesuai jika dikelola dalam pembelajaran terpadu melalui pendekatan tematik.

Peneliti memilih model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, karena Jigsaw merupakan salah satu pembelajaran kelompok yang terdiri atas beberapa siswa yang pandai (ahli) dan kelompok asal. Dengan pendekatan tematik dan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw siswa yang sudah pandai akan membantu temannya yang belum bisa sehingga suasana belajar tidak membosankan bagi siswa yang sudah pandai.

Menurut Ibrahim, dkk (2006: 18) mengemukakan kelebihan dari model pembelajaran tipe Jigsaw antara lain dapat mengembangkan kemampuan akademis siswa dan siswa lebih banyak belajar dari teman mereka dalam belajar kooperatif daripada guru.

Berdasarkan uraian di atas peneliti akan memperbaiki pembelajaran

dengan penelitian tindakan kelas yang berjudul “Peningkatan Aktivitas dan


(10)

Pada Siswa Kelas 1 SD Negeri 2 Gadingrejo Kabupaten Pringsewu Tahun

Pelajaran 2012/2013”. B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka masalah dapat diidentifikasikan sebagai berikut:

1. Guru masih menggunakan metode pembelajaran konvensional di kelas. 2. Kurang bervariasi dalam menjajikan pembelajaran di kelas.

3. Metode pembelajaran kurang bervariasi. 4. Aktivitas belajar siswa masih rendah.

5. Hasil belajar siswa rendah, masih 11 orang (42,30%) dari 26 orang mendapat nilai di bawah KKM 60.

C. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah meningkatkan aktivitas belajar menggunakan model pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw pada siswa kelas 1 SDN 2 Gadingrejo Kabupaten Pringsewu tahun pelajaran 2012/2013?

2. Bagaimanakah meningkatkan hasil belajar menggunakan model pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw pada siswa kelas 1 SDN 2 Gadingrejo Kabupaten Pringsewu tahun pelajaran 2012/2013?

D. Tujuan Penelitian


(11)

1. Meningkatkan aktivitas belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw pada siswa kelas 1 SDN 2 Gadingrejo Kabupaten Pringsewu.

2. Meningkatkan hasil belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw pada siswa kelas 1 SDN 2 Gadingrejo Kabupaten Pringsewu.

E. Manfaat Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi: 1. Siswa, yaitu dapat menumbuhkan rasa tanggungjawab, kemampuan

berkomunikasi dengan baik dan menumbuhkan rasa ketergantungan positif sesama teman.

2. Guru, dapat memperluas pengetahuan tentang model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan guru termotivasi untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.

3. Sekolah, memberikan kontribusi positif pada sekolah dalam rangka perbaikan kualitas pembelajaran di SD Negeri 2 Gadingrejo.

4. Peneliti, dapat menambah pengetahuan tentang pentingnya penelitian tindakan kelas sehingga dapat menjadi acuan untuk menjadi guru yang profesional.


(12)

BAB II

KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS

A. Kajian Pustaka 1. Belajar

Belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Dalam proses belajar terjadi perubahan dan peningkatan mutu kemampuan, pengetahuan, dan ketrampilan siswa, baik dari segi kognitif, psikomotorik maupun afektif.

Menurut Sardiman (2001:a93) belajar merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan dengan serangkaian kegiatan seperti membaca, mengamati, dan aktivitas-aktivitas lain, sehingga siswa aktif dalam proses pembelajaran.

Ada beberapa definisi tentang belajar, antara lain dapat diuraikan sebagai berikut:

Cronbach dalam Djamarah (2002: 13) memberikan difinisi learning is shown by a change in behaviour as result of experience. (belajar ditunjukkan dengan perubahan perilaku sebagai hasil dari pengalaman).

Djamarah (2008: 13) mengemukakan bahwa belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif dan psikomotor.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah penguasaan kompetensi seorang siswa yang merupakan perpaduan dari pengetahuan, ketrampilan nilai sikap yang


(13)

direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak melalui proses usaha untuk memperoleh perubahan perilaku dalam aspek kognitif, afektik dan psikomotor dengan cara berinteraksi antara individu siswa dengan lingkungannya.

a. Aktivitas Belajar

Mengajar adalah upaya yang dilakukan oleh guru agar siswa belajar yang diselenggarakan dalam suatu bentuk pembelajaran di kelas dan siswa yang menjadi subjek sebab merekalah pelaku kegiatan belajar. Agar siswa berperan sebagai pelaku dalam kegiatan belajar, maka guru hendaknya merencanakan pembelajaran, yang menuntut siswa banyak melakukan aktivitas belajar. Belajar hanya mungkin terjadi apabila anak aktif mengalami sendiri. Aktivitas belajar yang melibatkan siswa untuk aktif dalam pembelajaran akan berdampak baik pada hasil belajarnya.

Seperti yang dikemukakan oleh Djamarah (2000:a67) bahwa belajar sambil melakukan aktivitas lebih banyak mendatangkan hasil bagi anak didik, sebab kesan yang dapat didapatkan oleh anak didik lebih tahan lama tersimpan didalam benak anak didik.

Aktivitas belajar adalah segenap rangkaian kegiatan atau aktivitas secara sadar yang dilakukan seseorang yang mengakibatkan perubahan dalam dirinya, berupa perubahan pengetahuan atau kemahiran yang sifatnya tergantung pada sedikit banyaknya perubahan.


(14)

Sedangkan John (dalam Dimyati,2006:a44) mengemukakan bahwa belajar adalah menyangkut apa yang harus dikerjakan siswa untuk dirinya sendiri, maka inisiatif harus datang dari siswa sendiri, guru sekedar pembimbing dan pengarah.

Ini menunjukkan setiap orang yang belajar harus aktif, tanpa ada aktivitas maka proses belajar tidak mungkin terjadi. Aktivitas fisik yaitu peserta didik giat-aktif dengan anggota badan, membuat suatu bermain atau bekerja, ia tidak hanya duduk dan mendengarkan, melihat atau hanya pasif.

Kegiatan fisik tersebut sebagai kegiatan yang tampak, yaitu saat peserta didik melakukan kegiatan yang dipandu guru seperti menulis, menjawab pertanyaan, membaca dan lain sebagainya. Sedangkan peserta didik yang memiliki aktivitas psikis (kejiwaan) terjadi jika daya jiwanya bekerja sebanyak-banyaknya atau banyak berfungsi dalam pembelajaran. Ia mendengarkan, mengamati, menyelidiki, mengingat, dan sebagainya. Kegiatan psikis tersebut tampak bila ia sedang mengamati dengan teliti, memecahkan persoalan, mengambil keputusan, dan sebagainya.

Selanjutnya Hamalik (2001: 175) mengatakan penggunaan aktivitas besar nilainya dalam pembelajaran, sebab dengan melakukan aktivitas pada proses pembelajaran, siswa dapat mencari pengalaman sendiri, memupuk kerjasama yang harmonis dikalangan siswa, siswa dapat bekerja menurut minat dan kemampuan sendiri, siswa dapat mengembangkan pemahaman dan berpikir kritis, dapat mengembangkan seluruh aspek pribadi siswa, suasana belajar menjadi lebih hidup sehingga kegiatan yang dilakukan selama pembelajaran menyenangkan bagi siswa.


(15)

Dengan mengemukakan beberapa pandangan di atas, jelas bahwa dalam kegiatan belajar, subjek didik atau siswa harus aktif berbuat. Dengan kata lain, bahwa dalam belajar sangat diperlukan adanya aktivitas. Tanpa aktivitas, belajar tidak akan berlangsung dengan baik.

Asas aktivitas digunakan dalam semua jenis metode mengajar, baik metode mengajar di dalam kelas maupun metode mengajar di luar kelas. Penggunaannya dilaksanakan dalam bentuk yang berlain-lainan sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai dan disesuaikan dengan orientasi sekolah yang menggunakan jenis kegiatan tersebut.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa aktivitas belajar merupakan serangkaian kegiatan pembelajaran yang dilakukan siswa selama proses pembelajaran. Dengan melakukan berbagai aktivitas dalam kegiatan pembelajaran diharapkan siswa dapat membangun pengetahuannya sendiri tentang konsep-konsep keilmuan yang sedang dipelajari dengan bantuan guru. Dalam hal ini, aktivitas yang diamati selama kegiatan pembelajaran berlangsung dibatasi pada ruang lingkup

Keberhasilan siswa dalam belajar tergantung pada aktivitas yang dilakukan selama proses pembelajaran. Aktivitas merupakan segala kegiatan yang dilakukan siswa dalam proses pembelajaran.


(16)

Kegiatan siswa yang dilakukan seperti menyelesaikan tugas dari guru, belajar kelompok dan mencoba memecahkan soal-soal sendiri.

Menurut Mulyono (2001: 26), aktivitas adalah kegiatan /keaktifan. Jadi segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi baik fisik maupun non-fisik, merupakan suatu aktifitas.

Aktivitas siswa di kelas diharapkan bersifat positif yang dapat menunjang tercapainya tujuan pembelajaran, antara lain aktivitas ketika siswa sedang belajar di kelas dengan panduan guru seperti menulis, menjawab pertanyaan, membaca dan lain sebagainya, sedangkan kegiatan non-fisik adalah kegiatan olah fikir siswa ketika sedang mengikuti pembelajaran, antara lain berfikir, mendengar, mengamati, mengambil kesimpulan, mengingat dan sebagainya.

Menurut Kunandar (2008:a277) aktivitas siswa adalah keterlibatan siswa dalam sikap, pikiran, perhatian, dan aktivitas dalam kegiatan pembelajaran guna menunjang keberhasilan proses belajar mengajar dan memperoleh manfaat dari kegiatan tersebut. Peningkatan aktivitas siswa yaitu meningkatnya jumlah siswa yang terlibat aktif belajar, meningkatnya jumlah siswa yang saling berinteraksi membahas materi pembelajaran. Dari pengertian di atas peneliti menyimpulkan bahwa aktivitas adalah segala kegiatan baik berupa sikap maupun pikiran yang dilakukan siswa pada saat proses kegiatan pembelajaran berlangsung dalam bentuk interaksi terhadap materi pembelajaran dan siswa memperoleh manfaat dari kegiatan tersebut.


(17)

b. Hasil Belajar

Dimyati dan Mujiono (1999: 3) mengemukakan bahwa hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi, yaitu dari sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesaikannya bahan pelajaran dengan proses evaluasi hasil belajar.

Hal serupa dikemukakan oleh Hamalik (2006: 30) hasil belajar adalah perubahan tingkah laku seseorang setelah belajar, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti. Hasil belajar adalah perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya.

Berdasarkan pengertian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah siswa menerima pengalaman belajar yang telah dialami siswa baik berupa sikap maupun tingkah laku. Indikator ketercapaian hasil belajar dalam penelitian ini mencakup tiga ranah, yaitu: (a) kognitif meliputi pengetahuan dan pemahaman, (b) afektif meliputi sikap dan partisipasi, dan (c) psikomotorik meliputi ketrampilan dan kreativitas.

1. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

Jigsaw merupakan salah satu pembelajaran kelompok yang terdiri dari kelompok asal dan kelompok ahli. Anggota kelompok yang terdiri atas beberapa siswa dengan tingkat heterogenitas yang tinggi. Siswa yang memiliki topik sama bertemu pada kelompok ahli,


(18)

kelompok ahli mempelajari satu topik setelah topik tersebut tuntas dibahas, maka siswa dari kelompok ahli kembali pada kelompok asal dan berbagi pengetahuan dengan teman-teman pada kelompok asal. Masing-masing anggota kelompok siswa dalam tipe Jigsaw memperoleh sub pokok bahasan yang berbeda, kemudian siswa yang mendapat pokok bahasan sama berkelompok dalam kelompok ahli untuk membahas permasalahan setelah memperoleh jawaban kelompok ahi kembali kepada kelompok asal.

Menurut Arends (2008:a11), langkah-langkah penerapan model pembelajaran Jigsaw, yaitu:

1. Membentuk kelompok heterogen yang beranggotakan 4 – 6 orang.

2. Masing-masing kelompok mengirimkan satu orang wakil mereka untuk membahas topik, wakil ini disebut dengan kelompok ahli.

3. Kelompok ahli berdiskusi untuk membahas topik yang diberikan dan saling membantu untuk menguasai topik tersebut.

4. Setelah memahami materi, kelompok ahli menyebar dan kembali ke kelompok masing-masing (kelompok asal), kemudian menjelaskan materi kepada rekan kelompoknya. 5. Guru memberikan tes individual pada akhir pembelajaran

tentang materi yang telah didiskusikan. Kunci pembelajaran ini adalah interpedensi setiap siswa terhadap anggota kelompok untuk memberikan informasi yang diperlukan dengan tujuan agar dapat mengerjakan tes dengan baik.

Dari langkah-langkah yang telah diuraikan diatas maka sering akuntabilitas individual sering diabaikan sehingga tugas-tugas sering diborong oleh salah seorang anggota kelompok sedangkan anggota kelompok lainnya hanya "mendompleng" keberhasilan "pemborong".

Kelompok belajar heterogen, baik dalam kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, etnik, dan sebagainya sehingga dapat saling


(19)

mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang memberikan bantuan. Kelompok belajar biasanya homogen. Pimpinan kelompok dipilih secara demokratis atau bergilir untuk memberikan pengalaman memimpin bagi para anggota kelompok Pemimpin kelompok sering ditentukan oleh guru atau kelompok dibiarkan untuk memilih pemimpinnya dengan cara masing-masing. Keterampilan sosial yang diperlukan dalam kerja gotong-royong seperti kepemimpinan, kemampuan berkomunikasi, mempercayai orang lain, dan mengelolah konflik secara langsung diajarkan. Keterampilan sosial sering tidak secara langsung diajarkan.

Pada saat belajar kooperatif sedang berlangsung guru terus melakukan pemantauan melalui observasi dan melakukan intervensi jika terjadi masalah dalam kerja sama antar anggota kelompok. Pemantauan melalui onservasi dan intervensi sering tidak dilakukan oleh guru pada saat belajar kelompok sedang berlangsung. Guru memperhatikan secara proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar. Guru sering tidak memperhatikan proses kelompok-kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar. Penekanan tidak hanya pada penyelesaian tugas tetapi juga hubungan interpersonal (hubungan antar pribadi yang saling menghargai). Bila dibandingkan dengan metode pembelajaran tradisional, model pembelajaran Jigsaw memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan.


(20)

Kelebihan Tipe Jigsaw :

Ibrahim, dkk (2006:18) mengemukakan kelebihan dan kelemahan dari metode jigsaw sebagai berikut:

Kelebihan metode jigsaw

 Dapat mengembangkan tingkah laku kooperatif.

 Menjalin/mempererat hubungan yang lebih baik antar siswa.

 Dapat mengembangkan kemampuan akademis siswa.

 Siswa lebih banyak belajar dari teman mereka dalam belajar kooperatif dari pada guru.

Kelemahan Tipe Jigsaw :

 Guru dan siswa kurang terbiasa dengan teknik ini karena masih terbawa kebiasaan menggunakan teknik konvensional, dimana pemberian materi terjadi secara satu arah.

 Memerlukan waktu yang relatif lama.

 Tidak efektif untuk siswa yang banyak.

 Memerlukan perhatian dan pengawasan ekstra ketat dari guru.

 Memerlukan persiapan yang matang.

2. Pembelajaran Tematik

Pembelajaran tematik dapat diartikan suatu kegiatan pembelajaran dengan mengintegrasikan materi beberapa mata pelajaran dalam satu tema/topik pembahasan.

Sutirjo dan Sri Istuti Mamik (2005: 6) menyatakan bahwa pembelajaran tematik merupakan satu usaha untuk mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan, nilai, atau sikap pembelajaran, serta pemikiran yang kreatif dengan menggunakan tema.

Dari pernyataan tersebut dapat ditegaskan bahwa pembelajaran tematik dilakukan dengan maksud sebagai upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pendidikan, terutama untuk mengimbangi padatnya materi kurikulum. Disamping itu pembelajaran tematik akan memberi peluang pembelajaran terpadu yang lebih menekankan pada partisipasi/keterlibatan siswa dalam belajar. Keterpaduan dalam


(21)

pembelajaran ini dapat dilihat dari aspek proses atau waktu, aspek kurikulum, dan aspek belajar mengajar.

Dalam menerapkan dan melaksanakan pembelajaran tematik, ada beberapa prinsip dasar yang perlu diperhatikan yaitu:

a. Bersifat kontekstual atau terintegrasi dengan lingkungan.

Pembelajaran yang dilakukan perlu dikemas dalam suatu format keterkaitan, maksudnya pembahasan suatu topik dikaitkan dengan kondisi yang dihadapi siswa atau ketika siswa menemukan masalah dan memecahkan masalah yang nyata dihadapi siswa dalam kehidupan sehari-hari dikaitkan dengan topik yang dibahas.

b. Bentuk belajar harus dirancang agar siswa bekerja secara sungguh-sungguh untuk menemukan tema pembelajaran yang riil sekaligus mengaplikasikannya. Dalam melakukan pembelajaran tematik siswa didorong untuk mampu menemukan tema-tema yang benar-benar sesuai dengan kondisi siswa, bahkan dialami siswa.

c. Efisiensi

Pembelajaran tematik memiliki nilai efisiensi antara lain dalam segi waktu, beban materi, metode, penggunaan sumber belajar yang otentik sehingga dapat mencapai ketuntasan kompetensi secara tepat.

Pembelajaran tematik memiliki ciri-ciri atau karakteristik sebagaimana diungkapkan dalam Sri Astuti Mamik (2005: 34) sebagai berikut:


(22)

a. Berpusat pada siswa

Proses pembelajaran yang dilakukan harus menempatkan siswa sebagai pusat aktivitas dan harus mampu memperkaya pengalaman belajar. Pengalaman belajar tersebut dituangkan dalam kegiatan belajar yang menggali dan mengembangkan fenomena alam di sekitar siswa.

b. Memberikan pengalaman langsung kepada siswa

Agar pembelajaran lebih bermakna maka siswa perlu belajar secara langsung dan mengalami sendiri. Atas dasar ini maka guru perlu menciptakan kondisi yang kondusif dan memfasilitasi tumbuhnya pengalaman yang bermakna.

c. Pemisahan mata pelajaran tidak begitu jelas

Mengingat tema dikaji dari berbagai mata pelajaran dan saling keterkaitan maka batas mata pelajaran menjadi tidak begitu jelas. d. Menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran dalam suatu proses

pembelajaran. e. Bersifat fleksibel

Pelaksanaan pembelajaran tematik tidak terjadwal secara ketat antar mata pelajaran.

f. Hasil pembelajaran dapat berkembang sesuai dengan minat, dan kebutuhan siswa.

Pelaksanaan pembelajaran tematik memiliki beberapa keuntungan dan juga kelemahan yang diperolehnya. Keuntungan yang dimaksud yaitu: a. Menyenangkan karena bertolak dari minat dan kebutuhan siswa


(23)

b. Pengalaman dan kegiatan belajar relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan siswa.

c. Hasil belajar akan bertahan lebih lama karena lebih berkesan dan bermakna.

d. Menumbuhkan keterampilan sosial, seperti bekerja sama, toleransi, komunikasi, dan tanggap terhadap gagasan orang lain.

Pembelajaran tematik di samping memiliki beberapa keuntungan sebagaimana dipaparkan di atas, juga terdapat beberapa kekurangan yang diperolehnya.

Kekurangan yang ditimbulkannya yaitu:

a. Guru dituntut memiliki keterampilan yang tinggi

b. Tidak setiap guru mampu mengintegrasikan kurikulum dengan konsep-konsep yang ada dalam mata pelajaran secara tepat.

B. Kerangka Pikir Penelitian

Hasil belajar yang dicapai oleh siswa ada kaitannya dengan kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan oleh seorang guru. Model pembelajaran yang digunakan tentu akan berpengaruh terhadap hasil belajar siswa dalam pencapaian tujuan pembelajaran yang telah ditentukan.

Model pembelajaran sebagai salah satu faktor yang mendukung pencapaian tujuan pembelajaran menempati peran penting dalam proses pembelajaran. Kemampuan guru untuk memilih dan menerapkan model pembelajaran yang tepat akan menentukan tingkat aktivitas dan prestasi belajar siswa terhadap konsep yang diberikan terhadap proses


(24)

pembelajaran.Selama ini guru belum memanfaatkan model pembelajaran yang ada sehingga berpengaruh pada aktivitas dan prestasi belajar siswa.

Untuk mengetahui bagaimanakah model pembelajaraan kooperatif teknik Jigsaw dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas 1 SD Negeri 2 Gadingrejo, maka dilakukan penelitian terhadap kelas tersebut dengan diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.

Gambar 1: Alur kerangka pikir penelitian

C. Hipotesis

Hipotesis tindakan yang akan dilakukan dalam penelitian yaitu:

Berdasarkan hasil tinjauan pustaka dan kerangka pikir maka dapat ditarik hipotesa jika menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan tema Peristiwa maka dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas 1 SD Negeri 2 Gadingrejo Kabupaten Pringsewu tahun pembelajaran 2012/2013.

Kondisi

Awal

Guru belum menggunakan model Jigsaw

Aktvitas belajar siswa

Tindakan

Kondisi

Pembelajaran dengan model kooperatif menggunakan

tipe Jigsaw

Siklus I; Pembelajaran menggunakan kooperatif Jigsaw

Meningkatkan aktivitas belajar

siswa

Siklus I dan II menggukanan tipe

Jigsaw

Hasil belajar meningkat


(25)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

1. Pengertian Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau Classroom Action Research merupakan suatu model penelitian yang dikembangkan di kelas. Ide tentang penelitian tindakan pertama kali dikembangkan oleh Kurtdan Lewin pada tahun 1946.

Menurut Stephen Kemmis (1983 dalam Wiriaatmadja, 2008:a12)PTK atau action research adalah suatu bentuk penelaahan atau inkuiri melalui refleksi diri yang dilakukan oleh peserta kegiatan pendidikan tertentu dalam situasi sosial (termasuk pendidikan) untuk memperbaiki rasionalitas dan kebenaran dari (a) praktik-praktik sosial atau pendidikan yang mereka lakukan sendiri; (b) pemahaman mereka terhadap praktik-praktik tersebut, dan (c) situasi di tempat praktik itu dilaksanakan.

Sejalan dengan pengertian diatas, Prabowo (2001: 4) mendefinisikan:

“Makna dari penelitian tindakan yaitu suatu penelitian yang dilakukan kolektif oleh suatu kelompok sosial (termasuk juga pendidikan) yang bertujuan untuk memperbaiki kualitas kerja mereka serta mengatasi berbagai permasalahan dalam kelompok tersebut.

Definisi tersebut diperjelas oleh pendapat Kemmis dalam Kardi dan Nur (2000: 43) yang menyatakan bahwa penelitian tindakan adalah studi sistematik tentang upaya memperbaiki praktik pendidikan oleh sekelompok peneliti melalui kerja praktik mereka sendiri dan merefleksikannya untuk mengetahui pengaruh-pengaruh kegiatan tersebut. Atau dapat disederhanakan dengan kalimat yaitu upaya mengujicobakan ide dalam praktik dengan tujuan memperbaiki atau


(26)

mengubah sesuatu, mencoba memperoleh pengaruh yang sebenarnya dalam situasi tersebut.

Sebagaimana disyaratkan diatas, PTK antara lain bertujuan untuk memperbaiki dan/atau meningkatkan praktik pembelajaran secara berkesinambungan yang pada dasarnya melekat penuaian misi profesional kependidikan yang diemban oleh guru. Dengan kata lain, tujuan utama PTK adalah untuk perbaikan dan peningkatan layanan profesional guru. Di samping itu, sebagai tujuan penyerta PTK adalah untuk meningkatkan budaya meneliti bagi guru guna memperbaiki kinerja di kelasnya sendiri.

Dengan bertumbuhnya budaya meneliti yang merupakan dampak bawaan dari pelaksanaan PTK secara berkesinambungan, maka PTK bermanfaat sebagai inovasi pendidikan karena guru semakin diberdayakan untuk mengambil berbagai prakarsa profesional secara mandiri. Dengan kata lain, karena para guru semakin memiliki suatu kemandirian yang ditopang oleh rasa percaya diri. Disamping itu PTK juga bermanfaat untuk pengembangan kurikulum dan untuk peningkatan profesionalisme guru.

Ada beberapa model penelitian tindakan, seperti model yang diusulkan oleh Stephen Kemmis, John Elliot, dan Dave Ebbutt. Model-model tersebut dikembangkan dari pemikiran Kurt Lewin pada tahun 1946 (McNiff, 1992:a19). Ia menggambarkan penelitian tindakan sebagai serangkaian langkah yang membentuk spiral.


(27)

2. Langkah Langkah Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

Kusumah dan Dwitagama (2009: 25) mengungkapkan untuk melaksanakan penelitian tindakan kelas dibutuhkan tahapan sebagai berikut, yaitu perencanaan (planning), tindakan (acting), pengamatan (observing), dan refleksi (reflecting).

Gambar 2: Tahap-tahap dalam PTK (Wardhani, 2007: 24) Berikut ini disajikan penjelasan singkat tentang prosedur penelitian tindakan kelas (PTK) di atas sebagai berikut:

Perencanaan I

SIKLUS I

Pengamatan I

Perencanaan II

SIKLUS II

Pengamatan II

Refleksi I Pelaksanaan I

Pelaksanaan II Refleksi II

Refleksi III

Perencanaan III

Pelaksanaan III SIKLUS III


(28)

a. Refleksi Awal

PTK dimulai dari kesadaran akan adanya masalah di dalam kelas yang merupakan hasil refleksi awal (oleh guru/peneliti) atas apa yang terjadi selama periode tertentu. Masalah tersebut pada dasarnya dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu masalah pembelajaran (learning) dan masalah pengelolaan kelas (class management). Kategori pertama berkenaan dengan masalah belajar, seperti pemahaman konsep yang kurang tepat, kesulitan melafalkan kata-kata tertentu, kesulitan menulis dengan rapi, kesalahan strategi belajar, dan rendahnya prestasi belajar. Kategori kedua berkaitan dengan masalah perilaku siswa, seperti sering terlambat hadir dalam kelas, sikap pasif di dalam kelas, sikap agresif terhadap guru, sering mengantuk, membuat kegaduhan dalam kelas, sering membolos, menyontek ketika ujian, dan sering tidak menyelesaikan tugas tepat pada waktunya (Turney,1992).

b. Rumusan Masalah

Masalah-masalah tersebut selanjutnya diidentifikasi dan disusun menurut skala prioritas, yaitu masalah-masalah mana yang perlu dipecahkan dengan segera, masalah-masalah mana yang dapat ditunda pemecahannya, dan masalah-masalah mana yang dapat diabaikan. Terhadap masalah-masalah yang perlu pemecahan segera, yang selanjutnya akan menjadi tema penelitian, dilakukan analisis lebih lanjut agar peneliti dapat


(29)

mengenali masalah-masalah tersebut secara lebih mendalam. Analisis terhadap permasalahan itu dapat dilakukan dengan berbagai teknik, yang secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu teknik pengukuran (measurement) dan teknik non-pengukuran (non-measurement). Teknik pengukuran yang paling lazim digunakan adalah tes (test), sedangkan teknik non-pengukuran meliputi pengamatan (observation), wawancara (interview), analisis dokumen (document analysis), catatan anekdot (anecdotal records), skala sikap (rating scales), dan lain-lainnya (Gronlund, 1985; Spradley,1980).

Berdasarkan hasil identifikasi dan analisis masalah di atas peneliti merumuskan masalah yang akan dipecahkan melalui penelitian tindakan. Masalah hendaknya dirumuskan secara jelas dengan disertai dengan penyebab munculnya masalah tersebut. Hal itu penting agar peneliti dapat merencanakan tindakan secara tepat. Penyebab masalah itu sendiri hendaknya digali ketika peneliti melakukan langkah kedua, yaitu pengenalan lapangan (reconnaissance). Berbeda

dari penelitian “formal” yang rumusan masalahnya berbentuk

kalimat pertanyaan tunggal, dalam penelitian tindakan masalah dan penyebab nya lazimnya dirumuskan dalam bentuk uraian atau narasi yang memperlihatkan konstelasi permasalahan secara mendalam dan komprehensif. Apabila digunakan bentuk


(30)

pertanyaan, hal itu merupakan bagian yang tak terpisahkan dari uraian utuh tersebut.

c. Perencanaan Tindakan

Setelah masalah dan penyebabnya dirumuskan secara jelas, peneliti kemudian merencanakan tindakan yang akan diambil untuk memecahkan masalah tersebut. Sudah barang pasti bahwa tindakan yang akan di ambil tersebut hendaknya sesuai dengan hakikat masalahnya dan dengan mempertimbangkan penyebab timbulnya masalah itu. Untuk keperluan tersebut peneliti perlu melakukan kajian pustaka (terutama jurnal-jurnal hasil penelitian) secara memadai agar apa yang akan ia lakukan memiliki pijakan teoretis yang dapat dipertanggungjawabkan. Kajian pustaka tidak hanya memungkinkan peneliti mengenali hakikat permasalahan secara mendalam tetapi juga memungkinkannya menginventarisasi serta menentukan cara-cara pemecahan yang sesuai dengan permasalahan tersebut. Dengan kata lain, kajian pustaka dapat membimbing peneliti ke arah tindakan yang (secara teoretis) tepat. Namun demikian, tindakan tersebut baru akan diketahui ketepatannya di lapangan. Di samping itu, rencana pengambilan tindakan sebaiknya mempertimbangkan kemungkinan keterlaksanaan (feasibility) tindakan tersebut, baik secara objektif maupun subjektif. Hendaknya dihindari


(31)

rencana tindakan yang terlalu ambisius yang pada akhirnya tidak dapat dilaksanakan.

d. Tindakan

Tahap ini pada hakekatnya adalah pelaksanaan rencana tindakan yang telah dikembangkan pada tahap sebelumnya. Namun demikian, seringkali didapati bahwa pelaksanaannya tidak sesederhana yang direncanakan. Hal itu karena kenyataan di lapangan seringkali jauh lebih kompleks daripada apa yang ada dalam pikiran peneliti ketika ia membuat rencana tindakan. Di samping itu, lambat atau cepat keadaan di lapangan senantiasa berubah dalam kurun waktu antara perencanaan tindakan dan pelaksanaan tindakan. Yang dapat dilakukan peneliti adalah mengantisipasi keadaan dan mengadaptasi rencana tindakan sesuai dengan keadaan nyata di lapangan.

e. Observasi

Langkah selanjutnya adalah melakukan monitoring terhadap efek tindakan, yaitu apakah tindakan yang diambil menghasilkan dampak seperti yang diharapkan atau tidak. Teknik-teknik monitoring yang dapat digunakan untuk mengumpulkan data sama seperti yang telah dipaparkan pada langkah kedua di atas (pengenalan lapangan). Dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa ada tindakan yang efeknya dapat segera diamati begitu tindakan diambil, seperti anak yang


(32)

guru; tetapi ada pula tindakan yang efeknya akan muncul beberapa saat kemudian, seperti anak yang membacanya kurang lancar kemudian menjadi baik setelah mendapatkan pelatihan yang intensif beberapa minggu. Oleh karena itu, langkah pengamatan ini dapat dilakukan bersamaan dengan dilakukannya tindakan atau dapat pula dilakukan beberapa saat setelah tindakan diambil. Hal itu tergantung pada hakikat permasalahannya.

f. Refleksi

Refleksi dalam penelitiam tindakan (kelas) adalah kegiatan mengkaji apa yang telah terjadi di dalam kelas (effects) sebagai akibat dari diberlakukannya tindakan oleh peneliti. Langkah ini pada dasarnya adalah kegiatan menjelaskan keberhasilan dan/atau kegagalan tindakan. Sebagaimana dikemukakan di atas, rencana tindakan yang telah dikembangkan secara matang tidak selalu dapat diimplementasikan dengan baik. Hal itu karena fenomena di lapangan sangat kompleks dan seringkali sulit diprediksi. Oleh karena itu tugas peneliti adalah mengidentifikasi sisi-sisi tindakan mana yang berhasil dan sisi-sisi tindakan mana yang kurang berhasil seraya mencari penjelasan tentang masalah itu. Informasi ini sangat penting sebagai dasar untuk melakukan perencanaan ulang pada siklus selanjutnya.


(33)

g. Perencanaan Ulang

Seperti tersirat dalam uraian di atas, refleksi merupakan langkah akhir dari suatu siklus dalam penelitian tindakan (kelas).Berdasarkan hasil refleksi tersebut peneliti dapat mengakhiri penelitiannya atau melangkah ke siklus selanjutnya, tergantung apakah masalah utama yang dirumuskan pada awal penelitian telah terpecahkan. Apabila harus melangkah ke siklus berikutnya, maka peneliti perlu membuat rencana tindakan lagi atas dasar hasil refleksi pada siklus sebelumnya. Dengan demikian terdapat hubungan fungsional antara siklus satu dengan siklus selanjutnya.

B. Setting Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan penelitian tindakan yang disusun untuk memecahan suatu masalah dan diujicobakan dalam situasi sebenarnya dengan melihat kekurangan dan kelebihan serta dengan melakukan perubahan fungsi sebagai peningkatan. Upaya perbaikan ini dilakukan dengan melaksanakan tindakan untuk mencari jawaban atas permasalahan yang diangkat dari kegiatan sehari-hari.

Penelitian tindakan kelas dilakukan secara kolaborasi dengan 5 orang guru kelas sebagai mitra. Sebelum penelitian tindakan kelas dilakukan peneliti terlebih dahulu melakukan observasi awal terhadap siswa untuk mengetahui berbagai hal yang berhubungan dengan cara belajar, proses belajar dan prestasi belajar yang diperoleh selama ini.


(34)

1. Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di SD Negeri 2 Gadingrejo Kecamatan Gadingrejo Kabupaten Pringsewu di tempat tugas peneliti.

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2012 sampai dengan Februari2013.

3. Subjek Penelitian

Subjek penelitian tindakan kelas dalam adalah guru dan siswa kelas 1 SD Negeri 2 Gadingrejo Kecamatan Gadingrejo Kabupaten Pringsewu, jumlah murid 26 orang siswa, laki-laki 11 orang dan perempuan 15 orang.

C. Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah: 1. Data Kualitatif

Yaitu data yang diperoleh dari hasil observasi terhadap aktivitas belajar siswa dan kinerja guru selama proses belajar mengajar berlangsung dibantu oleh rekan sejawat dengan mengisi lembar observasi.

2. Data Kuantitatif

Yaitu data yang diperoleh dari hasil tes setiap akhir siklus berupa Lembar Kerja Siswa.


(35)

D. Alat Pengumpulan Data

1. Lembar Observasi

Instrumen ini dirancang peneliti berkolaborasi dengan guru mitra. Lembar obsservasi ini digunanakan untuk mengumpulkan data mengenai aktivitas belajar siswa dan kinerja guru dalam pengelolaan pembelajaran di kelas selama penelitian tindakan kelas berlangsung. Observasi yang dilakukan pada penelitian ini adalah observasi langsung terhadap aktivitas siswa selama kegiatan berlangsung dengan menggunakan lembar aktivitas siwa, dengan memperhatikan aspek-aspek sebagai berikut (a) Mandiri dalam menyelesaikan tugas, (b) Merespon aktif pertanyaan lisan dari guru, (c) Melaksanakan instruksi/perintah, (d) Berani memberi tanggapan atau pendapat, dan (e) Berdiskusi secara aktif dengan teman dalam kelompok.

2. Tes Hasil Belajar

Instrumen ini digunakan untuk memperoleh data data kuantitatif mengenai hasil belajar siswa khususnya mengenai penguasaan materi yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw pada tiap-tiap siklus.

E. Teknik Analisis Data

Penelitian ini menggunakan teknik analisis data kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif akan digunakan untuk menganalisis data hasil observasi yang digunakan untuk menjaring aktivitas belajar siswa dan kinerja guru dalam proses pembelajaran. Sedangkan analisisis kuantitatif


(36)

akan digunakan untuk mendeskripsikan dasil belajar siswa dalam hubungannya dengan penguasaan materi pembelajaran.

1. Data kualitatif ini diperoleh dari data non-tes yaitu lembar panduan observasi. Data hasil observasi digunakan untuk mengetahui sejauh mana aktivitas siswa dan kinerja guru setelah diterapkannya model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw. Indikator keberhasilan aktivitas belajar siswa dilihat dari on task dan off task (aktif atau tidak aktif) siswa dalam proses pembelajaran. Sedangkan indikator keberhasilan kinerja guru dilihat dari IPKG (Instrumen Penilaian Kegiatan Guru). Ketercapian aktivitas siswa dan kinerja guru dalam proses pembelajaran dianalisis dengan menentukan nilai rata-rata yang dihitung dengan menggunakan rumus:

Tingkat Aktivitas Siswa

Tabel3.1: Persentase Aktivitas Siswa dan Kinerja Guru

Rentang Nilai Aktivitas Kategori

85% - 100% Baik sekali

75% - 84% Baik

65% - 74% Cukup

45% - 64% Kurang

≤44% Kurang sekali

(Modifikasi: Arikunto, 2007: 44)

2. Data kuantitatif diperoleh dari hasil tes yang dikerjakan siswa pada siklus I, II dan siklus III. Penguasaan materi pelajaran dapat dilihat dari nilai yang diperoleh siswa pada setiap akhir pertemuan pembelajaran. Hasil belajar dapat dihitung menggunakan rumus:

Nilai


(37)

Siswa yang mendapatkan nilai kurang dari KKM yaitu 60 dinyatakan mengalami kesulitan belajar atau belum tuntas, sedangkan siswa yang mencapai KKM dinyatakan telah tuntas belajar. Persentase ketuntasan belajar secara klasikal dihitung dengan rumus :

Ketuntasan

(Herrhyanto, dkk. 2009: 4.2)

F. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian Tindakan Kelas ini direncanakan terdiri dari dua siklus dan masing-masing seklus terdiri dari empat tahapan kegiatan, yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Adapun rincian siklus tersebut antara lain:

Siklus I

1. Perencanaan

a. Wawancara dengan guru mitra untuk menganalisis materi yang sudah diajarkan guna penyusunan perangkat pembelajaran. b. Menganalisis pokok Standar Kompetensi (SK)

c. Menganalisis Kompetensi Dasar (KD)

d. Menganalisis materi pembelajaran yang kemudian dijadikan beberapa indikator yang akan diajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.

e. Menyiapkan perangkat pembelajaranyang akan digunakan selama proses pembelajaran pada siklus I, yaitu: pemetaan, silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), media


(38)

pembelajarann, soal (pre test dan post test), dan lembar panduan obsevasi.

2. Pelaksanaan

Pada siklus I materi/tema pembelajaran adalah “Peristiwa”, Kompetensi Dasar Mengenal benda-benda langit (IPA), Membaca puisi anak yang terdiri dari 2 – 4 baris dengan lafal dan intonasi yang tepat (Bahasa Indonesia) dan Mengekspresikan diri melalui karya seni gambar ekspresif (Seni Budaya dan Ketrampilan). Dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.

Adapun langkah-langkah pembelajaran yang ditempuh adalah diantaranya:

a. Kegiatan Awal

1) Mengkondisikan siswa agar siap menerima pelajaran.

2) Menyampaikan kompetensi yang akan dicapai dalam pembelajaran.

b. Kegiatan Inti

1) Siswa memperhatikan gambar-gambar yang dipajang di papan tulis.

2) Guru menyebutkan nama benda-benda langit yang terdapat dalam gambar.

3) Guru bersama-sama murid menyanyikan lagu “Bintang

Kecil”.

4) 26 siswa dibagi menjadi 5 kelompok, 4 kelompok asal dan 1 kelompok ahli.


(39)

5) Tiap kelompok mendapat 1sub pokok bahasan yang berbeda. 6) Kelompok ahli yang sudah dibimbing guru kembali ke

kelompok asal untuk membantu teman temannya.

7) Tiap kelompok menunjukkan hasil kerja kelompoknya di depan kelas.

8) Setiap kelompok yang sudah menunjukkan hasil kerjanya di depan kelas mendapat apresiasi dari teman temannya berupa tepuk tangan.

c. Kegiatan Penutup

1) Siswa mengerjakan tes tertulis secara individu.

3. Pengamatan (Observasi)

Selama proses pembelajaran dari kegiatan awal sampai kegiatan akhir diamati oleh observer dengan menggunakan lembar observasi mengenai aktivitas belajar siswa dan kinerja guru.

4. Refleksi

Hasil yang dicapai dalam tahap oservasi dikumpulkan serta dianalisis. Refleksi dilakukan dengan pada proses pembelajaran setelah melihat kelemahan dan kelebihan pada proses pembelajaran melalui model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw. Hasil analisis data yang dilaksanakan dipergunakan sebagai acuan untuk merencanakan perbaikan pada siklus berikutnya.


(40)

Siklus II

1. Perencanaan

a. Mendata kendala-kendala yang dihadapi dalam proses pembelajaran yang telah dilaksanakan pada siklus I.

b. Merancang perbaikan untuk proses pembelejaran pada siklus II berdasarkan refleksi dari siklus I.

c. Menganalisis Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) dan materi/tema pembelajaran yang kemudian dijadikan beberapa indikator yang akan diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.

d. Menyiapkan perangkat pembelajaran yang akan digunakan selama proses pembelajaran pada siklus II, yaitu: pemetaan, silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), media pembelajaran, soal (pre test dan post test) dan lembar panduan observasi.

2. Pelaksanaan

Pada siklus II materi pembelajarannya adalah Peristiwa, Kompetesi Dasar :

a. Mengenal benda-benda langit

b. Membaca puisi anak yang terdiri dari dua sampai empat baris dengan lafal dan intonasi yang tepat (Bahasa Indonesia),

c. Mengekspresikan diri melalui karya seni rupa gambar ekspresif (Seni Budaya dan Ketrampilan)


(41)

Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam pembelajaran diantaranya:

a. Kegiatan Awal

1) Mengkondisikan siswa agar siap menerima pelajaran.

2) Menyampaikan kompetensi yang akan dicapai dalam pembelajaran.

b. Kegiatan Inti

1) Guru menggunakan media berupa benda-benda langit. Dari gambar tersebut

2) Guru melakukan tanya jawab untuk memancing pengetahuan siswa tentang benda-benda langit.

3) Guru menuliskan puisi di papan tulis. Setelah itu guru memberikan contoh membaca puisi dengan baik dan benar dan siswa mengikutinya.

4) Guru menunjuk salah satu siswa yang pandai untuk membacakan puisi di depan kelas

5) Guru membagi siswa menjadi 5 kelompok yang terdiri dari 4 kelompok asal dan 1 kelompok ahli. Setiap kelompok mendapat tugas mewarnai gambar. Kelompok ahli dibimbing oleh guru supaya membantu temannya dalam mewarnai gambar.

6) Guru meminta masing-masing perwakilan kelompok untuk menunjukkan hasil menggambar depan kelas, kelompok lain


(42)

memberikan komentarnya setelah semua selesai mempresentasikannya.

7) Guru meluruskan jawaban dari setiap kelompok sebagai kesimpulan akhir dari permasalahan yang telah diberikan, serta 8) Guru mengumumkan kelompok terbaik dan memberikan

penghargaan berupa ucapan selamat dan tepuk tangan. Kemudian siswa mengerjakan tugas individu.

c. Kegiatan Akhir

1) Guru mencatatkan rangkuman materi pembelajaran di papan tulis

2) Guru memberikan tindak lanjut berupa pekerjaan rumah. Dilanjutkan dengan memberikan kesempatan kepada siswa bertanya jika ada hal yang kurang jelas.

3) Guru menutup pelajaran dengan mengucapkan salam.

3. Pengamatan (Observasi)

Selama proses pembelajaran dari kegiatan awal sampai kegiatan akhir diamati oleh observer dengan menggunakan lembar observasi mengenai aktivitas belajar siswa dan kinerja guru.

4. Refleksi

Hasil yang dicapai dalam tahap oservasi dikumpulkan serta dianalisis. Refleksi dilakukan setelah proses pembelajaran dengan melihat kelemahan dan kelebihan pada proses pembelajaran melalui


(43)

model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw. Hasil analisis data yang dilaksanakan dipergunakan sebagai acuan untuk merencanakan perbaikan pada siklus berikutnya.

Siklus III

1. Perencanaan

Adapun hal-hal harus dipersiapkan pada perencanaan siklus III adalah sebagai berikut:

a. Menyiapkan perangkat pembelajaran yang akan digunakan selama proses pembelajaran pada siklus III, yaitu: pemetaan, silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), lembar evaluasi yang terdiri dari beberapa soal dan kunci jawabannya dan mempersiapkan bahan ajar (buku panduan) yang digunakan dalam pembelajaran.

b. Menyiapkan lembar observasi untuk mengamati aktivitas siswa dan kinerja guru dalam pembelajaran tema Peristiwa.

c. Menyiapkan media-media pembelajaran yang akan digunakan saat pembelajaran berlangsung serta menyiapkan alat dokumentasi berupa kamera untuk mendokumentasikan pelaksanaan pembelajaran.

2. Pelaksanaan

Pada siklus III materi pembelajarannya adalah Peristiwa, Kompetesi Dasar :


(44)

b. Membaca puisi anak yang terdiri dari dua sampai empat baris dengan lafal dan intonasi yang tepat (Bahasa Indonesia).

c. Mengekspresikan diri melalui karya seni rupa gambar ekspresif (Seni Budaya dan Ketrampilan).

Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam pembelajaran diantaranya:

a. Kegiatan awal

1) Tanya jawab guru dan siswa yang berhubungan dengan materi yang akan disampaikan.

2) Menyampaikan kompetensi yang akan dicapai dalam pembelajaran.

b. Kegiatan Inti

1) Gurumenjelaskan materi/tema Peristiwa, pada penjelasan tersebut guru menggunakan media berupa gambar arah matahari.

2) Guru melakukan tanya jawab untuk memancing pengetahuan siswa tentang benda-benda langit.

3) Guru memberikan penjelasan secara singkat dengan menggunakan gambar.

4) Guru menunjuk siswa pintar untuk berdiri membelakangi siswa.

5) Siswa dan guru melakukan Tanya jawab berkenaan dengan arah matahari.


(45)

6) Guru membagi siswa menjadi 5 kelompok yang terdiri dari 4 kelompok asal dan 1 kelompok ahli. Setiap kelompok mendapat tugas menunjukan arah matahari. Kelompok ahli dibimbing oleh guru supaya membantu temannya dalam menyelesaikan tugas guru.

7) Guru meminta masing-masing perwakilan kelompok untuk menunjukkan hasil menggambar depan kelas, kelompok lain memberikan komentar. Setelah semua selesai mempresentasikan

8) Guru meluruskan jawaban dari setiap kelompok sebagai kesimpulan akhir dari permasalahan yang telah diberikan, 9) Guru mengumumkan kelompok terbaik dan memberikan

penghargaan berupa ucapan selamat dan tepuk tangan. Kemudian siswa mengerjakan tugas individu.

c. Kegiatan akhir

1) Guru mencatatkan rangkuman materi pembelajaran di papan tulis.

2) Gurumemberikan kesempatan kepada siswa bertanya jika ada hal yang kurang jelas.

3) Guru memberi penguatan serta motivasi siswa dan menyarankan untuk membaca buku guna menambah ilmu. 4) Guru menutup pelajaran dengan mengucapkan salam.


(46)

3. Pengamatan (Observasi)

Selama proses pembelajaran dari kegiatan awal sampai kegiatan akhir diamati oleh observer dengan menggunakan lembar observasi mengenai aktivitas belajar siswa dan kinerja guru.

4. Refleksi

Hasil yang dicapai dalam tahap oservasi dikumpulkan serta dianalisis. Refleksi dilakukan setelah proses pembelajaran dengan melihat kelemahan dan kelebihan pada proses pembelajaran melalui model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.

G.Indikator Keberhasilan

1. Adanya peningkatan aktivitas dan hasil belajar pada setiap siklusnya. 2. Pada akhir penelitian ada keberhasilan secara klasikal ≥80% dari


(47)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tindakan yang telah dilakukan terhadap siswa kelas I Sekolah Dasar Negeri 2 Gadingrejo pada tema Peristiwa dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa. Hal ini terbukti dengan adanya peningkatan aktivitas pembelajaran siswa dalam kegiatan pembelajaran pada setiap siklusnya. Pada siklus I persentase aktivitas belajar siswa mencapai 65,85% dengan kategori “Cukup” dan meningkat sebesar 9,53% pada siklus II menjadi 75,38% dengan kategori “Baik”. Kemudian pada siklus III meningkat sebesar 9,70% menjadi 85,08%

dengan kategori “Baik sekali”. Dari hasil berikut maka dapat di ambil

kesimpulan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa pada tema Peristiwa di kelas I SDN 2 Gadingrejo.

2. Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini terbukti dengan adanya peningkatan hasil belajar siswa pada setiap siklusnya. Pada siklus I siswa yang telah tuntas mencapai 65,38% dengan kategori “Cukup” meningkat sebesar 11,54% menjadi 76,92% pada siklus II dengan kategori


(48)

siklus III dengan kategori “Baik sekali”. Dari hasil tersebut dapat di ambil kesimpulan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada setiap siklusnya.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, saran yang diberikan sebagai berikut: 1. Kepada siswa, sebaiknya mengikuti pelajaran dengan baik, berfikir kritis,

berani mengungkapkan pendapatnya, dan lebih banyak berlatih untuk mengerjakan soal-soal agar mendapatkan nilai yang lebih baik.

2. Kepada guru, hendaknya memotivasi para siswa agar belajar dengan giat, dan dapat menciptakan suasana belajar yang kondusif, sehingga pembelajaran dapat berjalan dengan baik. Guru juga perlu menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa

3. Kepala sekolah, hendaknya melengkapi sarana dan prasarana dengan baik, sehingga dalam proses pembelajaran mendapatkan hasil sesuai dengan harapan

4. Mahasiswa Pendidikan Guru Sekolah Dasar ( PGSD), untuk lebih memahami tugas seorang guru serta dapat meningkatkan mutu pembelajaran dengan mengetahui permasalahan-permasalahan di sekolah.


(49)

Anonim. Pembelajaran Tematik. http: //www. pppg tertulis.or.id/. Diakses pada Rabu, 13 Desember 2012 @ 00.18 WIB.

Arends, Richard I (2008). Learning to Teach. Penerbit Pustaka Belajar. Yogyakarta.

Arikunto, 2007. Manajemen Penelitian. PT Rineka Cipta. Jakarta.

Bundu, Patta. 2006. Penilaian Ketrampilan Proses dan Sikap Ilmiah. Depdiknas. Jakarta

Dimyati. 1998. Belajardan Pembelajaran. PT Rineka Cipta. Jakarta.

Djamarah, Syaiful Bahri. 2002. Strategi Belajar Mengajar. PT. Rineka Cipta. Jakarta.

Djamarah Syaiful Bahri, 2008.PsikologiBelajar, Edisi 2. PT. Rineka Cipta. Jakarta.

Gie, The Liang, 1995. Cara Belajar Yang Efisien. Liberty.Yogyakarta. Gronlund, Norman E. 1985. Measurement and Evaluation in Teaching.

MacMillan Publishing Company. New York.

Hamalik, Oemar. 2001. Proses Belajar Mengajar. Bumi Aksara. Jakarta. Herrhyanto, Nar, dkk. 2009. Statistik Dasar. Universitas Terbuka. Jakarta. Hopkins, David. 1993. A Teacher’s Guide to Classroom Research. Open

University Press. Philadelphia.

Ibrahim, Muslimin. 2006. Pembelajaran Kooperatif. University Press. Surabaya. Ikhsan, Fuad. 2005. Dasar.-dasar Kependidikan. PT Rineka Cipta. Jakarta

Johnson, Donna M. 1992. Approaches to Research in Second Language Learning. Longman. New York.

Kardi, Soeparman. Mohammad Nur. 2000. Pengajaran Langsung. http: //algebra-wanini.blogspot.com/2012/03/model-pembelajaran-langsung-direc.html. Diakses pada Rabu, 12 Desember 2012 @ 211.18 WIB.


(50)

Mulyono, Anton M, dkk.1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka.Jakarta.

Natawidjaja, Rachman. 1997. “Konsep Dasar Penelitian Tindakan (Action Research)”. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, IKIP Bandung. Bandung.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta.

Rohani, Ahmad. 2004. Pengelolaan Pengajaran.PT. Rineka Cipta.Jakarta Sardiman. 2002. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. PT. Raja Grafindo

Persada. Jakarta.

Slameto. 1999. Belajar dan Faktor Yang Mempengaruhinya. Rineka Cipta. Jakarta

Soedijarto. 1993. Memantapkan Sistem Pendidikan Nasional. Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta.

Sudjana, Nana. 2006. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar.Remaja Rosdakarya.Bandung.

Spradley, James P. 1980. Participant Observation. Holt, Rinehart and Winston. New York.

Spears, Harold. 1955. Principles of Teaching. Printi Hall. New York. Sutirjo dan Sri Istuti Mamik, 2005.Tematik: Pembelajaran Efektif dalam

Kurikulum 2004. Banyumedia Publising. Malang.

Tim Pelatih Proyek PGSM. 1999. Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research). Balai Pelatihan Dosen LPTK dan Guru Sekolah Menengah.Depdikbud Dikti PGSM.Jakarta.

Turney C., et.al. 1992. The Classroom Manager. Allen & Unwin. Australia. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang SistemPendidikan Nasional Pasal

1, ayat 1.

Wardhani, IGAK, dkk. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Universitas Terbuka. Jakarta.


(1)

6) Guru membagi siswa menjadi 5 kelompok yang terdiri dari 4 kelompok asal dan 1 kelompok ahli. Setiap kelompok mendapat tugas menunjukan arah matahari. Kelompok ahli dibimbing oleh guru supaya membantu temannya dalam menyelesaikan tugas guru.

7) Guru meminta masing-masing perwakilan kelompok untuk menunjukkan hasil menggambar depan kelas, kelompok lain memberikan komentar. Setelah semua selesai mempresentasikan

8) Guru meluruskan jawaban dari setiap kelompok sebagai kesimpulan akhir dari permasalahan yang telah diberikan, 9) Guru mengumumkan kelompok terbaik dan memberikan

penghargaan berupa ucapan selamat dan tepuk tangan. Kemudian siswa mengerjakan tugas individu.

c. Kegiatan akhir

1) Guru mencatatkan rangkuman materi pembelajaran di papan tulis.

2) Gurumemberikan kesempatan kepada siswa bertanya jika ada hal yang kurang jelas.

3) Guru memberi penguatan serta motivasi siswa dan menyarankan untuk membaca buku guna menambah ilmu. 4) Guru menutup pelajaran dengan mengucapkan salam.


(2)

40

3. Pengamatan (Observasi)

Selama proses pembelajaran dari kegiatan awal sampai kegiatan akhir diamati oleh observer dengan menggunakan lembar observasi mengenai aktivitas belajar siswa dan kinerja guru.

4. Refleksi

Hasil yang dicapai dalam tahap oservasi dikumpulkan serta dianalisis. Refleksi dilakukan setelah proses pembelajaran dengan melihat kelemahan dan kelebihan pada proses pembelajaran melalui model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.

G.Indikator Keberhasilan

1. Adanya peningkatan aktivitas dan hasil belajar pada setiap siklusnya. 2. Pada akhir penelitian ada keberhasilan secara klasikal ≥80% dari


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tindakan yang telah dilakukan terhadap siswa kelas I Sekolah Dasar Negeri 2 Gadingrejo pada tema Peristiwa dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa. Hal ini terbukti dengan adanya peningkatan aktivitas pembelajaran siswa dalam kegiatan pembelajaran pada setiap siklusnya. Pada siklus I persentase aktivitas belajar siswa mencapai 65,85% dengan kategori “Cukup” dan meningkat sebesar 9,53% pada siklus II menjadi 75,38% dengan kategori “Baik”. Kemudian pada siklus III meningkat sebesar 9,70% menjadi 85,08% dengan kategori “Baik sekali”. Dari hasil berikut maka dapat di ambil kesimpulan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa pada tema Peristiwa di kelas I SDN 2 Gadingrejo.

2. Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini terbukti dengan adanya peningkatan hasil belajar siswa pada setiap siklusnya. Pada siklus I siswa yang telah tuntas mencapai 65,38% dengan kategori “Cukup” meningkat sebesar 11,54% menjadi 76,92% pada siklus II dengan kategori “Baik” dan terjadi peningkatan sebesar 19,23% menjadi 96,15% pada


(4)

85

siklus III dengan kategori “Baik sekali”. Dari hasil tersebut dapat di ambil kesimpulan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada setiap siklusnya.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, saran yang diberikan sebagai berikut: 1. Kepada siswa, sebaiknya mengikuti pelajaran dengan baik, berfikir kritis,

berani mengungkapkan pendapatnya, dan lebih banyak berlatih untuk mengerjakan soal-soal agar mendapatkan nilai yang lebih baik.

2. Kepada guru, hendaknya memotivasi para siswa agar belajar dengan giat, dan dapat menciptakan suasana belajar yang kondusif, sehingga pembelajaran dapat berjalan dengan baik. Guru juga perlu menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa

3. Kepala sekolah, hendaknya melengkapi sarana dan prasarana dengan baik, sehingga dalam proses pembelajaran mendapatkan hasil sesuai dengan harapan

4. Mahasiswa Pendidikan Guru Sekolah Dasar ( PGSD), untuk lebih memahami tugas seorang guru serta dapat meningkatkan mutu pembelajaran dengan mengetahui permasalahan-permasalahan di sekolah.


(5)

Anonim. Pembelajaran Tematik. http: //www. pppg tertulis.or.id/. Diakses pada Rabu, 13 Desember 2012 @ 00.18 WIB.

Arends, Richard I (2008). Learning to Teach. Penerbit Pustaka Belajar. Yogyakarta.

Arikunto, 2007. Manajemen Penelitian. PT Rineka Cipta. Jakarta.

Bundu, Patta. 2006. Penilaian Ketrampilan Proses dan Sikap Ilmiah. Depdiknas. Jakarta

Dimyati. 1998. Belajardan Pembelajaran. PT Rineka Cipta. Jakarta.

Djamarah, Syaiful Bahri. 2002. Strategi Belajar Mengajar. PT. Rineka Cipta. Jakarta.

Djamarah Syaiful Bahri, 2008.PsikologiBelajar, Edisi 2. PT. Rineka Cipta. Jakarta.

Gie, The Liang, 1995. Cara Belajar Yang Efisien. Liberty.Yogyakarta. Gronlund, Norman E. 1985. Measurement and Evaluation in Teaching.

MacMillan Publishing Company. New York.

Hamalik, Oemar. 2001. Proses Belajar Mengajar. Bumi Aksara. Jakarta. Herrhyanto, Nar, dkk. 2009. Statistik Dasar. Universitas Terbuka. Jakarta. Hopkins, David. 1993. A Teacher’s Guide to Classroom Research. Open

University Press. Philadelphia.

Ibrahim, Muslimin. 2006. Pembelajaran Kooperatif. University Press. Surabaya. Ikhsan, Fuad. 2005. Dasar.-dasar Kependidikan. PT Rineka Cipta. Jakarta

Johnson, Donna M. 1992. Approaches to Research in Second Language Learning. Longman. New York.

Kardi, Soeparman. Mohammad Nur. 2000. Pengajaran Langsung. http: //algebra-wanini.blogspot.com/2012/03/model-pembelajaran-langsung-direc.html. Diakses pada Rabu, 12 Desember 2012 @ 211.18 WIB.


(6)

McNiff, Jean. 1992. Action Research: Principles and Practice. Routledge. London

Mulyono, Anton M, dkk.1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka.Jakarta.

Natawidjaja, Rachman. 1997. “Konsep Dasar Penelitian Tindakan (Action Research)”. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, IKIP Bandung. Bandung.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta.

Rohani, Ahmad. 2004. Pengelolaan Pengajaran.PT. Rineka Cipta.Jakarta Sardiman. 2002. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. PT. Raja Grafindo

Persada. Jakarta.

Slameto. 1999. Belajar dan Faktor Yang Mempengaruhinya. Rineka Cipta. Jakarta

Soedijarto. 1993. Memantapkan Sistem Pendidikan Nasional. Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta.

Sudjana, Nana. 2006. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar.Remaja Rosdakarya.Bandung.

Spradley, James P. 1980. Participant Observation. Holt, Rinehart and Winston. New York.

Spears, Harold. 1955. Principles of Teaching. Printi Hall. New York. Sutirjo dan Sri Istuti Mamik, 2005.Tematik: Pembelajaran Efektif dalam

Kurikulum 2004. Banyumedia Publising. Malang.

Tim Pelatih Proyek PGSM. 1999. Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research). Balai Pelatihan Dosen LPTK dan Guru Sekolah Menengah.Depdikbud Dikti PGSM.Jakarta.

Turney C., et.al. 1992. The Classroom Manager. Allen & Unwin. Australia. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang SistemPendidikan Nasional Pasal

1, ayat 1.

Wardhani, IGAK, dkk. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Universitas Terbuka. Jakarta.


Dokumen yang terkait

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR BIOLOGI SISWA KELAS VII MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DI SMPN 2 BANDAR LAMPUNG

0 7 15

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW PADA SISWA KELAS IV SDN 2 SUMUR PUTRI BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 4 47

UPAYA PENINGKATAN AKTIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW PADA SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR NEGERI 8 METRO SELATAN TAHUN PELAJARAN 2009/2010

0 4 10

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DENGAN TEMA PERISTIWA PADA SISWA KELAS 1 SEKOLAH DASAR NEGERI 2 GADINGREJO 2012/2013

0 12 50

UPAYA PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPS MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DI KELAS IX.3 SMP NEGERI 1 WAY BUNGUR TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 3 60

UPAYA PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPS MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DI KELAS IX.3 SMP NEGERI 1 WAY BUNGUR TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 9 59

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI MODEL KOOPERATIF TIPE STAD SISWA KELAS V SD NEGERI 1 GUNUNG MAS TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 3 53

MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW SISWA KELAS IV SD NEGERI 1 GUNUNG RAYA TAHUN PELAJARAN 2014/2015

0 5 76

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI MODEL KOOPERATIF TIPE STAD SISWA KELAS V SD NEGERI 1 GUNUNG MAS TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 11 51

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR PPKn MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR NEGERI 3 NEGERI SAKTI KECAMATAN GEDONGTATAAN KABUPATEN PESAWARAN TP 2013/2014

0 7 44