PENGARUH PENGUKURAN KINERJA NON-KEUANGAN TERHADAP KINERJA KARYAWAN: MOTIVASI INTRINSIK DAN EKSTRINSIK SEBAGAI FAKTOR PEMEDIASI (Studi Kasus di-Kepolisian Kota Bandar Lampung)

(1)

PENGARUH PENGUKURAN KINERJA NON-KEUANGAN TERHADAP KINERJA KARYAWAN: MOTIVASI INTRINSIK DAN EKSTRINSIK

SEBAGAI FAKTOR PEMEDIASI

(Studi Kasus di Kepolisian Kota Bandar Lampung)

Oleh

Monica Carolina Sinulingga

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA EKONOMI

Pada

Jurusan Akuntansi

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(2)

ABSTRACT

THE EFFECT OF NON-FINANCIAL PERFORMANCE MEASUREMENT OF PERFORMANCE OF EMPLOYEES: INTRINSIC AND EXTRINSIC

MOTIVATION AS A FACTOR MEDIATING (Case Study in Police of Bandar Lampung City)

By

MONICA CAROLINA SINULINGGA

This research aims to analyze the influence of non-financial performance measures on employee performance through the mediating factors that intrinsic motivation and extrinsic motivation. The research consisted of one independent variable and three dependent variables. The independent variable of this research is the measurement of non-financial performance, while the dependent variable in this research is intrinsic motivation, extrinsic motivation and performance of employees.

The selection of the sample in this research using purposive sampling method. Namely the selection of the sample with certain criteria. Data were collected using a questionnaire survey method are carried out by spreading a questionnaire to members of the police with a number of 80 questionnaires distributed

questionnaire. After the data is collected then analyzed the data using SEM (Structural Equation Modeling) with statistical tools PLS (Partial Least Square)

with the help of software SmartPLS.

Based on the analysis carried out showed that the variables measuring non-financial performance was positively related to intrinsic motivation and extrinsic motivation. Intrinsic motivation-related variables significantly influence employee performance. Extrinsic motivation variables are positively related to employee performance. While the variable measuring non-financial performance there is no significant ties to employee performance.

Keywords : Non-financial performance measurements, intrinsic motivation, extrinsic motivation and performance of employees.


(3)

ABSTRAK

PENGARUH PENGUKURAN KINERJA NON-KEUANGAN TERHADAP KINERJA KARYAWAN: MOTIVASI INTRINSIK DAN EKSTRINSIK

SEBAGAI FAKTOR PEMEDIASI (Studi Kasus di-Kepolisian Kota Bandar Lampung)

Oleh

MONICA CAROLINA SINULINGGA

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana pengaruh pengukuran kinerja non-keuangan terhadap kinerja karyawan melalui faktor mediasi yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Penelitian ini terdiri dari satu variabel independen dan tiga variabel dependen. Variabel independen penelitian ini adalah pengukuran kinerja non-keuangan, sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah motivasi intrinsik, motivasi ekstrinsik dan kinerja karyawan.

Pemilihan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode purposive sampling. Yaitu pemilihan sampel dengan kriteria tertentu. Data dikumpulkan menggunakan metode survey kuesioner yang dilakukan dengan menyebar kuesioner kepada para anggota kepolisian dengan jumlah kuesioner yang disebar 80 lembar kuesioner. Setelah data terkumpul maka dilakukan analisis data menggunakan SEM

(Structural Equation Modeling) dengan alat statistik PLS (Partial Least Square)

dengan bantuan software SmartPLS.

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan menunjukkan bahwa variabel pengukuran kinerja non-keuangan memiliki hubungan positif terhadap motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Variabel motivasi intrinsik berhubugan signifikan terhadap kinerja karyawan. Variabel motivasi ekstrinsik berhubungan positif terhadap kinerja karyawan. Sedangkan variabel pengukuran kinerja non-keuangan tidak terdapat hubugan signifikan terhadap kinerja karyawan.

Kata kunci : Pengukuran kinerja non-keuangan, motivasi intrinsik, motivasi ekstrinsik dan kinerja karyawan.


(4)

(5)

(6)

(7)

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 3

1.3. Batasan Masalah ... 4

1.4. Tujuan Penelitian ... 4

1.5. Manfaat Penelitian ... 4

1.5.1 Manfaat Akademis ... 4

1.5.2 Manfaat Praktisi ... 5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori ... 6

2.1.1 Teori Motivasi ... 6

2.1.2 Teori Kognitif ... 7

2.1.3 Pengukuran Kinerja Non-Keuangan ... 8

2.1.4 Motivasi Intrinsik ... 9

2.1.5 Motivasi Ekstrinsik ... 10

2.1.6 Kinerja Karyawan ... 11

2.2. Penelitian Terdahulu ... 12

2.3. Model Penelitian ... 13

2.4. Pengembangan Hipotesis ... 14 2 .4.1 Hubungan Pengukuran Kinerja Non-Keuangan Terhadap


(8)

ii

Motivasi Intrinsik ... 14

2.4.2 Hubungan Pengukuran Kinerja Non-Keuangan Terhadap Motivasi Ekstrinsik ... 15

2.4.3 Hubungan Motivasi Intrinsik Terhadap Kinerja Karyawan ... 16

2.4.4 Hubungan Motivasi Ekstrinsik Terhadap Kinerja Karyawan ... 17

2.4.5 Hubungan Pengukuran Kinerja Non-Keuangan Terhadap Kinerja Karyawan .……….….……… 23

BAB III. METODE PENELITIAN 3.1. Populasi dan Sampel Penelitian ... 20

3.2. Operasional Variabel Penelitian ... 21

3.3. Pengukuran Instruemen ... 21

3.3.1 Pengukuran Kinerja Non-Keuangan ... 21

3.3.2 Motivasi Intrinsik ... 21

3.3.3 Motivasi Ekstrinsik ... 22

3.3.4 Kinerja Karyawan ... 22

3.4. Uji Kualitas Data ... 22

3.4.1 Uji Reliabilitas ... 23

3.4.2 Uji Validitas ... 23

3.5. Pengukuran Model / Measurement Model ... 24

3.6. Pengujian Hipotesis ... 25

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Deskriptif Data dan Responden ... 26

4.2. Demografi Responden ... 27

4.3. Analisis Faktor ... 29


(9)

4.3.2 Motivasi Intrinsik ... 29

4.3.3 Motivasi Ekstrinsik ... 30

4.3.4 Kinerja Karyawan ... 31

4.4. Analisis Data ... 32

4.4.1 Model Pengukuran ... 32

4.4.1.1 Uji Reliabilitas ... 32

4.4.1.2 Uji Validitas ... 33

4.4.1.3 Pengukuran Model Struktur ... 35

4.5. Pengujian Hipotesis ... 36

4.5.1 Hipotesis 1 ... 36

4.5.2 Hipotesis 2 ... 37

4.5.3 Hipotesis 3 ... 38

4.5.4 Hipotesis 4 ... 39

4.5.5 Hipotesis 5 ... 39

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 42

5.2. Keterbatasan ... 43

5.3. Saran ... 43

5.4. Implikasi ... 43

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 : Persentase Pengiriman dan Pengembalian Kuesioner ... 26

Tabel 1.1 : Deskriptif Data ... 27

Tabel 2 : Informasi Umum Responden Penelitian ... 27

Tabel 3 : Komponen Matrik Pengukuran Kinerja Non-Keuangan ... 29

Tabel 4 : Komponen Matrik Motivasi Intrinsik ... 30

Tabel 5 : Komponen Matrik Motivasi Ekstrinsik ... 30

Tabel 6 :Komponen Matrik Kinerja Karyawan ... 31

Tabel 7 : Model Pengukuran Data Menggunakan Path Least Square ... 32

Tabel 8 : Quality Criteria (Cronbach’s Alpha) ... 32

Tabel 9 : Quality Criteria (AVE) ... 33

Tabel 10 : Cross Loading ... 34

Tabel 11 : Laten Variabel Korelasi ... 35

Tabel 12 : Pengukuran Struktural Model ... 36


(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1 Model Penelitian ... 17


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Kuesioner Penelitian Lampiran 2 : Surat Izin Penelitian Lampiran 3 : Surat Izin Penelitian Lampiran 4 : Output PLS


(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Sistem pengukuran kinerja merupakan instrumen penting bagi organisasi untuk dapat berkomunikasi, monitoring dan mengevaluasi mengenai hasil pencapaian kinerja karyawan dalam organisasi. Brignall dan Ballantine (1996); Ittner dan Larcker (1998) dalam Chenhall dan Langfield-Smith (2007) yang menganggap bahwa pengukuran kinerja memiliki peran utama dalam pelaksanaan perencanaan, monitoring, evaluasi untuk mempertahankan suatu organisasi. Atkinson et al (1997) mendefinisikan bahwa pengukuran kinerja memiliki empat tujuan yaitu, pengukuran kinerja dapat membantu perusahaan dalam mengevaluasi apakah itu memberikan manfaat bagi stakeholder, sebagai alat umpan balik untuk

mengevaluasi kontribusi dari setiap stakeholder untuk mencapai tujuan utama, sebagai alat desain dan implementasi monitor yang dapat berkontribusi untuk tujuan lain perusahaan, dan memberikan informasi tentang perencanaan dan evaluasi kontrak dengan para stakeholder yang mengevaluasi pengaruh faktor lain untuk mencapai tujuan utama organisasi.

Proses pengukuran kinerja seringkali membutuhkan penggunaan bukti statistik untuk menentukan tingkat kemajuan suatu organisasi perusahaan dalam mencapai


(14)

2

tujuannya. Pengembangan suatu pengukuran kinerja dalam manajemen

perusahaan dipengaruhi oleh tuntutan untuk peningkatan kualitas dan pelayanan. Pengukuran kinerja harus didasarkan pada semua tujuan sesuai dengan visi misi masa depan suatu perusahaan yang berorientasi pada tingkat kepuasan pelanggan dan organisasi secara keseluruhan.

Beberapa dekade terakhir penggunaan pengukuran kinerja non-finansial meningkat signifikan sehubungan dengan keterbatasan dari penggunaan pengukuran kinerja berbasis keuangan. Terutama di sektor publik yang tidak berfokus pada orientasi profit/laba penggunaan pengukuran non-finansial menjadi sangat penting, misalnya kualitas pelayanan, jasa dan sebagainya. Sebelumnya sudah ada penelitian di institusi kepolisian di Amerika yang dilakukan oleh Sholihin dan Pike (2010) yang meneliti tentang bagaimana pengaruh pengukuran kinerja, keadilan prosedural dan interpersonal dalam komitmen organisasi di kepolisian. Akan tetapi penelitian-penelitian sebelum Sholihin dan Pike (2010) banyak dilakukan di perusahaan berorientasi laba sedangkan penelitian di sektor publik masih sangat sedikit. Oleh karena itu tujuan penelitian ini difokuskan pada sektor publik yang lebih khususnya di institusi kepolisian karena institusi

kepolisian merupakan pelayanan publik yang bergantung dari dedikasi para anggotanya dan seringkali menjadi sorotan masyarakat. Tetapi masalah di kepolisian yang berhubungan dengan pengukuran kinerja non-finansial daripada anggotanya dengan basis akuntansi masih kurang diperhatikan. Pada institusi kepolisian ini juga masih sedikit penelitian yang berbasis akuntansi manajemen terutama di Indonesia, karena institut kepolisian menerima penelitian akuntansi relatif sedikit.


(15)

Santori dan Anderson (1987) menyatakan pengukuran kinerja mempunyai faktor penting dalam meningkatkan motivasi kinerja karena dapat digunakan sebagai alat untuk memotivasi anggota organisasi. Dengan adanya motivasi kinerja diharapkan dapat meningkatkan kreativitas karyawan, yang akhirnya dapat mempengaruhi kinerja positif terhadap karyawan yang bersangkutan. Karyawan dituntut untuk mengembangkan kreativitasnya dalam pelaksanaan pencapaian suatu tujuan perusahaan. Maka dari itu diperlukan motivasi untuk mendorong karyawan agar dapat mengembangkan ide-ide penemuan baru yang berguna bagi perusahaan dalam pencapaian tujuannya.

Karyawan yang kreatif dapat menjadi suatu aset dalam suatu perusahaan yang mana mempunyai manfaat penting dalam meningkatkan reputasi dan kinerja organisasi. Karyawan dikatakan sebagai aset perusahaan karena baik buruknya suatu perusahaan dipengaruhi oleh kinerja para karyawannya dan kreativitas para karyawannya. Dalam mengembangkan perusahaan diperlukan

karyawan-karyawan yang kreatif dan inovatif. Lehman (xxx) pernah meneliti bahwa

kreativitas tidak datang begitu saja secara tiba-tiba, melainkan kreativitas datang dari hasil kerja keras dan disiplin kerja seorang karyawan itu sendiri. Untuk memperoleh suatu penemuan seorang karyawan membutuhkan persiapan besar dan disiplin mental, karya-karya besar biasanya muncul dari hasil kerja keras latihan terus-menerus. Untuk mendapatkan itu semua karyawan harus didorong dengan adanya motivasi baik dari dalam maupun dari luar perusahaan itu sendiri.

Motivasi kerja setiap orang berbeda-beda tergantung dari banyak faktor-faktor yang mempengaruhinya (Rinjak & Yohanes, 2008), faktor-faktor tersebut terdapat dari dalam individu (intrinsik) dan dapat juga timbul dari luar individu itu sendiri


(16)

4

(ekstrinsik). Beberapa peneliti menemukan bahwa motivasi intrinsik merupakan pendorong penting dari kreativitas (Elsbach & Hargadon, 2006). Motivasi intrinsik muncul dalam diri individu untuk bekerja yang didasarkan pada kepentingan, rasa ingin tahu, dan keinginan untuk belajar (Ryan & Deci, 2000). Meskipun motivasi intrinsik sebagai pendorong penting berkembangnya

kreativitas seorang karyawan, tetapi karyawan/individu juga dapat meningkatkan kreativitas didasarkan oleh motivasi ekstrinsik. Motivasi ekstrinsik mempunyai peran yang sama pentingnya dengan motivasi intrinsik, adanya motivasi ekstrinsik sebagai perangsang dari luar agar karyawan lebih bersemangat dalam

menjalankan pekerjaannya dan tentunya dapat mengeksplorasi kreativitasnya. Maka dari itu motivasi intrinsik sebagai perangsang dari dalam dan motivasi ekstrinsik perangsang dari luar tidak dapat dipisahkan, karena keduanya saling melengkapi.

Dari beberapa penjelasan tersebut peneliti akan meneliti perkembangan sistem akuntansi manajemen di organisasi kepolisian mengenai pengukuran kinerja non-finasial, motivasi intrinsik, motivasi ekstrinsik, dan kreativitas karyawan. Adapun responden penelitian ini adalah organisasi pemerintah yang bergerak dibidang kepolisian di Kota Bandar Lampung. Berdasarkan latar belakang tersebut maka penelitian ini akan menguji tentang “Pengaruh Pengukuran Kinerja Non-Finansial Dalam Membentuk Kreativitas Karyawan Melalui Motivasi Intrinsik Dan

Motivasi Ekstrinsik” studi di kepolisian Kota Bandar Lampung.

1.2Rumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang penelitian, secara spesifik masalah penelitian dapat dirumuskan dalam pertanyaan berikut:


(17)

Bagaimana pengaruh sistem pengukuran kinerja non-finansial terhadap kreativitas karyawan melalui motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik?

1.3Tujuan Penelitian

Penelitian ini sesuai dengan rumusan masalah bertujuan untuk:

Menguji pengaruh antara pengukuran kinerja non-finansial terhadap motivasi intrinsik.

Menguji pengaruh antara pengukuran kinerja non-finansial terhadap motivasi ekstrinsik.

Menguji pengaruh antara motivasi intrinsik terhadap kreativitas karyawan. Menguji pengaruh antara motivasi ekstrinsik terhadap kreativitas

karyawan.

Menguji pengaruh antara pengukuran kinerja non-finansial terhadap kreativitas karyawan.

1.4Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi para akademisi dan para praktisi.

1.4.1 Manfaat Akademis

Manfaat dari penelitian ini mempunyai 3 kontribusi akademisi, yaitu:

1. Kontribusi pertama berhubungan dengan variabel pengukuran non-finansial. Sejak lama para akademisi dan praktisi telah mengkritisi penggunaan pengukuran finansial sebagai indikator tunggal dalam pengukuran kinerja (Kaplan, 1992; Kaplan & Norton, 1996), salah satu saran dari mereka adalah penggunaan


(18)

6

pengukuran kinerja non-finansial. Walaupun lebih dari satu dekade mereka telah menyarankan penggunaan pengukuran kinerja non-finansial akan tetapi

pengukuran kinerja ini masih belum tergali. Misalnya Lau dan Sholihin (2005, p. 401) mengatakan bahwa “ The use of non-financial performance measures is a

relatively new phenomenon“. Selain itu Sholihin & Pike (2010, p.393)

mengatakan “ ... little research attention being given to the use of non-financial

performance measures” dan Hyvonen (2007, p.360) pun berasumsi “... there has

not been much research on non-financial management accounting systems, more

work on non-financial measures is needed”. Berdasarkan argumen-argumen diatas

penelitian ini memberikan kontribusi atas pengayaan literatur mengenai pengukuran kinerja non-finansial.

2. Kontribusi kedua berhubungan dengan kreativitas, dimana kreativitas merupakan suatu unsur penting untuk meningkatkan kinerja individu yang akhirnya akan berdampak kepada kinerja organisasi (Moulang, 2007). Oleh karena itu penelitian ini menambah literatur mengenai kreativitas individual dalam pekerjaannya.

3. Kontribusi ketiga berkaitan dengan framework of study. Penelitian kombinasi atas pengukuran kinerja non-finansial dan teori motivasi yang dapat

meningkatkan kreativitas individual masih langka atau terbatas. Oleh karena itu penelitian ini mempunyai arti penting dalam menambah literatur mengenai pengembangan pengukuran kinerja non-finasial melalui motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik dalam meningkatkan kreativitas karyawan.


(19)

1.4.2 Manfaat Praktisi

Manfaat bagi para praktisi dari penelitian ini adalah sebagai masukan bagi

kepolisian untuk melihat manfaat penggunaan non-finansial terhadap peningkatan kreativitas karyawan.


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Kognitif

Teori kognitif dikembangkan oleh Jean Piaget pada tahun 1896-1980. Piaget berpendapat bahwa proses berpikir sebagai aktivitas gradual dan fungsi intelektual dari konkret menuju abstrak. Pertumbuhan intelektual adalah tidak kuantitatif, melainkan kualitatif. Kognitif itu sendiri dapat diartikan sebagai potensi intelektual yang terdiri dari tahapan; pengetahuan (knowledge), pemahaman

(comprehension), penerapan (aplication), analisa (analysis), sintesa (sinthesis),

evaluasi (evaluation). Kognitif berarti persoalan yang menyangkut kemampuan untuk mengembangkan kemampuan rasional (akal).

Teori kognitif ini lebih menekankan pada proses atau upaya dalam

memaksimalkan pekerjaannya. Kognitif teori merupakan teori yang jelas, dimana orang akan bekerja dengan baik apabila tujuan dari pekerjaan itu jelas.

Pengukuran kinerja non-finansial memberikan arahan yang jelas apa yang harus dilakukan ketika karyawan tidak tahu apa yang harus mereka lakukan. Maka dari itu kognitif lebih menekankan pada proses dalam pencapaian tujuan dan dengan


(21)

dasar dari teori kognitif ini pula dapat dikembangkan bagaimana pengaruh pengukuran non-finansial tehadap pembentukan kreativitas karyawan.

2.1.2 Teori Motivasi

Motivasi merupakan suatu penggerak dari dalam hati seseorang untuk melakukan atau mencapai suatu tujuan. Motivasi sebagai sebuah proses untuk tercapainya suatu tujuan. Menurut Herzberg dalam Miner (2005), ada dua jenis faktor yang mendorong seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan diri. Dua faktor itu disebutnya faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik memotivasi seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan, yang termasuk di dalamnya adalah

achievement, pengakuan, kemajuan tingkat kehidupan, dan sebagainya, sedangkan

faktor ekstrinsik memotivasi seseorang dari luar untuk mencapai kepuasan, termasuk di dalamnya adalah hubungan antar manusia, imbalan, kondisi lingkungan, dan sebagainya.

Maslow (1965) mengatakan bahwa pada dasarnya semua manusia memiliki kebutuhan pokok. Salah satu diantaranya yaitu aktualisasi diri dimana kebutuhan akan aktualisasi diri itu sendiri dengan mendapatkan kepuasan dan menyadari potensi yang ada. McGregor (1966) mengemukakan mengenai dua pandangan manusia yaitu teori X (negatif) dan teori Y (positif), Menurut teori X beberapa pengandaian yang dipegang manajer yaitu : 1) karyawan tidak menyukai kerja mereka harus diawasi atau diancam dengan hukuman untuk mencapai tujuan 2) karyawan akan menghindari tanggung jawab 3) kebanyakan karyawan menaruh keamanan diatas semua faktor yang dikaitkan dengan kerja. Kontras dengan pandangan negatif ini mengenai kodrat manusia ada empat teori Y : 1) karyawan


(22)

10

dapat memandang kerjasama dengan sewajarnya seperti istirahat dan bermain 2) orang akan menjalankan pengarahan diri dan pengawasan diri jika mereka komit pada sasaran 3) rata-rata orang akan menerima tanggung jawab 4) kemampuan untuk mengambil keputusan inovatif.

Dari beberapa filosofi tersebut dapat dianalogikan bahwa dengan adanya motivasi baik intrinsik maupun ekstrinsik sebagai wujud dari aktualisasi diri akan

mendorong karyawan untuk bekerja lebih untuk menuju kesuksesan dan menghindari kegagalan. Dengan kata lain motivasi dapat membuat karyawan mengeksplorasi pemikiran mereka dengan membuat ide-ide baru dengan kreativitas mereka untuk mencapai suatu tujuan.

2.1.3 Pengukuran Kinerja Non-Finansial

Stiffler (2006) menyatakan dalam Baxter and MacLeod (2008) bahwa pengukuran kinerja merupakan subsistem dari manajemen kinerja. Pengukuran kinerja

didefinisikan sebagai proses untuk mengkuantifikasi efisiensi dan efektivitas dari suatu tindakan Olsen et al (2007) dalam Cocca & Alberti (2010). Pengukuran kinerja ini merupakan bagian dari analisa terhadap proses untuk mengidentifikasi aktivitas-aktivitas apa saja yang diprioritaskan dan harus diperbaiki agar dapat mencapai tujuan secara maksimal.

Pengukuran kinerja non-finansial merupakan kinerja yang tidak dinilai berdasarkan ukuran-ukuran angka dalam satuan nilai uang. Untuk melakukan pengukuran kinerja non-finansial terlebih dahulu kita harus mengetahui informasi-informasi non-finansial yang ada, karena informasi-informasi non-finansial merupakan salah satu faktor kunci untuk menetapkan strategi yang dipilih guna pelaksanaan tujuan


(23)

yang telah ditetapkan. Informasi ini didapat agar dapat membantu dalam peningkatan pelaksanaan operasi perusahaan dan kinerja organisasi agar lebih berhasil. Informasi non-finansial menjadi penting karena dalam pendayagunaan karyawan tidak hanya difokuskan kepada pengurangan biaya tenaga kerja, tetapi juga lebih kepada bagaimana meningkatkan kualitas, mengurangi siklus waktu produksi, dan kebutuhan pemuasan pelanggan.

Pengukuran non-finansial banyak direkomendasikan menggantikan pengukuran finansial diera ekonomi berbasis pengetahuan (Cumby & Conrod, 2001 ; Kannan & Aulbur, 2004). Pengukuran kinerja non-finansial ini penting karena indikator non-finansial mencerminkan intangible assets, yang mana intangible assets itu sendiri merupakan jenis aset yang mempunyai umur lebih dari satu tahun dan dapat diamortisasi selama periode pemanfaatannya, yang biasanya tidak lebih dari 40 tahun. Melalui indikator non-finansial, maka intangible assets dapat terukur juga. Banyak penelitian yang dilakukan mengenai peran intangible assets

terhadap nilai perusahaan. Nyatanya, ukuran yang berkaitan dengan inovasi, kapabilitas manajemen, hubungan karyawan, kualitas dan brand value dapat menjelaskan nilai perusahaan dengan signifikan. Jadi, dapat diketahui sistem pengukuran kinerja non-finansial lebih terfokus kepada kinerja jangka panjang untuk mencapai profitabilitas dan tujuan strategis perusahaan jangka panjang.

2.1.4 Motivasi Intrinsik

Salah satu kebutuhan psikologis dalam diri seseorang adalah motivasi. Motivasi didefinisikan sebagai suatu proses yang menjelaskan proses perbuatan/tingkah laku yang menjelaskan intensitas, arah dan ketekunan usaha untuk mencapai suatu


(24)

12

tujuan (Robbins & Judge, 2007). Motivasi dapat berfungsi sebagai pengarah yang artinya mengarahkan perbuatan untuk mencapai tujuan yang diinginkan, serta motivasi juga dapat berfungsi sebagai penggerak yang artinya menggerakkan tingkah laku seseorang. Besar kecilnya motivasi akan menentukan cepat lambatnya suatu pekerjaan.

Motivasi intrinsik adalah motivasi yang berasal dari dalam individu, yang berarti seseorang melakukan suatu tindakan tidak berdasarkan dari dorongan-dorongan atau faktor-faktor lain yang berasal dari luar diri, contohnya self actualization need (keinginan untuk mengaktualisasikan diri) (Maslow,1965). Terbentuknya motivasi intrinsik itu sendiri terjadi karena adanya keinginan yang timbul secara alamiah dari dalam yang membangkitkan semangat atau menggerakkan seseorang untuk melakukan sesuatu untuk mencapai kepuasan atau tujuan, karena manusia selalu mempunyai naluri untuk mencapai sesuatu maka melalui motivasi intrinsik inilah dapat mendorong seseorang untuk terlibat dalam sebuah aktivitas dalam rangka merasakan kenikmatan sensasional (Vallerand,dkk., 1992).

Motivasi intrinsik ini penting karena setiap individu mempunyai individual

differences yang membedakan dengan orang lain. Individual differences ini

meliputi kesenangan, tingkat kepuasan, kemampuan penyesuaian diri, tingkat emosi dan kerentanan. Salah satu pandangan tentang motivasi intrinsik

menekankan pada determinasi diri, dimana dalam pandangan ini mereka percaya bahwa mereka melakukan sesuatu karena kemauan diri mereka sendiri bukan karena kesuksesan, pamor atau imbalan eksternal lainnya (Rainey,1965). Sebagai contoh, karyawan yang sampai bekerja lembur karena ia merasa ingin memenuhi tanggung jawabnya dan segera menyelesaikan pekerjaannya, bukan karena


(25)

kompensasi dana lebih yang akan ia dapatkan ketika ia bekerja lembur. Orang yang termotivasi secara intrinsik cenderung akan bekerja lebih keras dan memiliki disiplin kerja yang tinggi.

Ketika karyawan termotivasi secara intrinsik, maka timbul secara alami keinginan untuk belajar lebih dan bekerja lebih keras untuk mengejar pencapaian kinerja mereka semaksimal mungkin, dan tanpa disadari mereka telah mengeksplorasi keingintahuan mereka (Ryan & Deci, 2000). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa motivasi intrinsik cenderung mendorong karyawan untuk lebih

memfokuskan diri dalam pencapaian tujuan kinerja suatu organisasi (Amabile et al, 1994; Ryan & Deci, 2000).

2.1.5 Motivasi Ekstrinsik

Ada definisi yang menyatakan bahwa motivasi berhubungan dengan : 1. Pengaruh perilaku 2. Kekuatan reaksi (upaya kerja), setelah seseorang karyawan telah memutuskan arah tindakan-tindakan 3. Persistensi perilaku, atau beberapa lama orang yang bersangkutan melanjutkan pelaksanaan perilaku dengan cara tertentu (Campbell, 1970). Dari definisi tersebut dapat kita ketahui adanya motivasi ekstrinsik, motivasi ekstrinsik merupakan motivasi yang berasal dari luar diri seseorang atau dari luar suatu lingkungan pekerjaan, karena adanya pengaruh faktor-faktor lain dari luar itulah yang menyebabkan rangsangan dari luar menjadi motivasi ekstrinsik bagi individu. Dengan kata lain motivasi ekstrinsik ini

membuat seseorang melakukan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu yang lain yang menguntungkannya. Rangsangan dari luar sebagai motivasi ekstrinsik ini misalnya reward dan punishment. Contohnya seorang karyawan yang bekerja


(26)

14

keras untuk menjadi karyawan yang baik karena ingin dikagumi oleh rekan-rekannya dan mendapat pujian dari pimpinannya, bukan karena ia memiliki ketertarikan dan rasa tanggung jawab terhadap pekerjaannya tersebut.

Karyawan yang terdorong secara ekstrinsik cenderung melihat kepada apa yang diberikan oleh organisasi untuk mereka dan kinerjanya diarahkan kepada perolehan hal-hal yang diinginkannya dari organisasi. Menurut para ahli faktor ekstrinsik tidak akan mendorong minat para karyawan untuk bekerja dengan performa baik, sehingga tidak jarang motivasi ekstrinsik menjadikan karyawan bekerja tidak maksimal karena mereka hanya mengincar reward yang mereka akan dapatkan tanpa memikirkan tanggung jawab dari hasil pekerjaan mereka.

2.1.6 Kreativitas Karyawan

Kreativitas karyawan merupakan sumber penting dan merupakan keunggulan yang kompetitif bagi suatu organisasi dalam pengembangan inovasi-inovasi baru dalam organisasi (Amabile, 1988, 1996; Oldham & Cummings, 1996; Shalley, 1991; Zhou, 2003) dalam Hirst (2009). Proses kreativitas melibatkan adanya ide-ide baru yang berguna dan tidak terduga tetapi dapat diimplementasikan di dunia luar. Karena kreativitas itu sendiri merupakan kemampuan seseorang untuk melihat dengan sudut pandang/perspektif baru yang berbeda dari biasanya, dan membentuk hubungan baru dengan kombinasi dari beberapa obyek, konsep atau fenomena. Menurut para ahli orang yang kreatif melihat segala sesuatu dengan cara yang berbeda dan baru yang tidak terpikirkan oleh orang lain dan pada umumnya mereka mengetahui permasalahan dengan sangat baik dan disiplin.


(27)

Terbangunnya kreativitas karyawan apabila mereka dapat bekerja dengan nyaman dan menyenangkan tanpa ada tekanan, tidak hanya bekerja untuk menyenangkan pimpinan saja dan memiliki hubungan kerja yang harmonis tanpa politik kerja yang mengarah kepada friksi antar kelompok kerja dan lain-lain. Jika suatu

organisasi menginginkan adanya peningkatan kualitas kinerja baik secara individu maupun secara kelompok mereka harus membangun kreativitas itu sendiri.

Menurut para pakar Human Resources secara umum tahapan untuk membangun kreativitas dapat dibagi dalam empat tahap, yaitu : exploring, inventing, choosing

dan implementing. Dimana tahap exploring yaitu para karyawan mengeksplorasi

kemampuan mereka dengan berusaha menemukan penemuan-penemuan baru

(inventing) yang selanjutnya penemuan-penemuan tersebut diuji dan dipilih

(choosing) mana yang terbaik dan akhirnya dapat diterapkan (implementing) di

dunia luar sebagai penemuan baru yang dapat diandalkan .

Kreativitas karyawan sangat penting bagi kelangsungan hidup suatu organisasi dan sebagai daya saing dengan organisasi lainnya menurut George & Zhou (2002) dalam Gong et al (2009). Beberapa peneliti percaya bahwa kreativitas karyawan akan berkembang ketika seorang supervisor memberikan

kepemimpinan yang transformasional dan ketika karyawan memiliki orientasi belajar yang tinggi (Gong et al, 2009). Jaussi dan Dionne (2003) menemukan hubungan yang positif antara kepemimpinan yang transformasional dengan orientasi belajar karyawan, karena dengan kepemimpinan yang transformasional dapat mempengaruhi kinerja karyawan, yang pada akhirnya karyawan akan memperluas dan meningkatkan pengetahuan mereka untuk mencapai tujuan organisasi.


(28)

16

2.2 Penelitian Terdahulu

Beberapa hasil penelitian mengenai pengukuran kinerja non-finansial memberikan kontribusi kepada penulis untuk menelaah kembali terhadap penelitian yang sudah ada dan dapat mengimplementasikan kepada penelitiannya. Beberapa penelitian itu antara lain:

Sholihin & Pike (2010) meneliti tentang pengukuran kinerja finansial maupun non-finansial dan keadilan prosedural berpegaruh positif terhadap komitmen organisasi dan juga memiliki efek yang penting dalam hubungan interpersonal dan kerjasama dalam organisasi. Lau dan Sholihin (2005) menyatakan bahwa

pengukuran non-finansial mempengaruhi kepuasan kerja karyawan dan ukuran finansial tidak berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan. Eisenberger dan Aselage (2009) dari hasil studinya meneliti bahwa motivasi intrinsik dan ekstrinsik berpengaruh positif terhadap kinerja kreatif yang mana dengan adanya motivasi dari dalam dan dorongan dari luar seperti reward kinerja karyawan akan meningkat dan dapat memunculkan kreativitas. Sementara itu Ryan & Deci (2000) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa motivasi intrinsik dan ekstrinsik dalam penyusunan anggaran berhubungan positif dengan kinerja.

Dari beberapa penelitian tersebut, peneliti ingin meneliti mengenai adakah pengaruh pengukuran kinerja non-finansial dalam meningkatkan kreativitas karyawan, dengan menghubungkan motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik sebagai faktor pemediasinya. Dimana studi dilakukan di kepolisian Kota Bandar Lampung. Dilakukannya penelitian ini karena masih jarangnya penelitian


(29)

terutama di Indonesia, maka dari itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tersebut.

2.3 Pengembangan Hipotesis

Sebelum menjelaskan tentang hipotesis, terlebih dahulu akan digambarkan ringkasan dari kerangka pemikiran teori. Secara sederhana pengukuran kinerja non-finansial dapat meningkatkan kreativitas karyawan melalui dua aspek yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Salah satu alat ukur untuk

meningkatkan kreativitas karyawan adalah dengan pengukuran kinerja non- finansial melalui motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Dengan demikian dapat diformulasikan kerangka berpikir sebagai berikut:

H1 H3

H5

H2 H4

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Teoritis

2.3.1 Pengaruh Pengukuran Kinerja Non-Finansial Terhadap Motivasi Intrinsik

Menurut Bernaden dan Russel, dikutip oleh Gomes (2000) pengukuran kinerja diartikan sebagai “outcome yang dihasilkan dari fungsi suatu pekerjaan tertentu

Pengukuran Kinerja Non-Finansial

Motivasi Intrinsik

Motivasi Ekstrinsik

Kreativitas Karyawan


(30)

18

atau kegiatan karyawan selama suatu periode waktu tertentu”. Untuk mengukur kinerja, dapat digunakan beberapa ukuran kinerja yang meliputi: kuantitas kerja, kualitas kerja, pengetahuan tentang pekerjaan, kemampuan mengemukakan pendapat, pengambilan keputusan, perencanaan kerja, dan daerah organisasi kerja. Pengukuran kinerja karyawan evaluasi yang sistematis dari pekerjaan karyawan dan potensi yang dapat dikembangkan.

Simon (1995) dalam Yuliansyah (2011) menjelaskan bahwa pengukuran kinerja yang paling sering digunakan adalah diagnostik dan interaktif. Beberapa peneliti menghubungkan kinerja interaktif sebagai bentuk dari sistem pengukuran kinerja non-finansial, hal ini dikarenakan orientasi utama kinerja interaktif adalah diskusi dan komunikasi mengenai tujuan organisasi. Menurut Bisbe & Otley (2004) diskusi akan menambah pengetahuan serta inovasi. Dengan demikian dapat dikatakan bertambahnya pengetahuan serta inovasi akan membuat para karyawan mempunyai tingkat kepuasan tersendiri untuk lebih giat bekerja, sehingga apabila dianalogikan tingkat kepuasan merupakan salah satu unsur dari motivasi intrinsik karena tingkat kepuasan itu berasal dari diri sendiri.

Selain itu hubungan antara pengukuran non-finansial dan motivasi intrinsik dapat juga dilihat dari unsur pengukuran non-finansial itu sendiri. Dibandingkan dengan pengukuran finansial, pengukuran non-finansial lebih fleksibel karena

penilaiannya subjektif (Vaivio, 2004) dalam Yuliansyah (2011). Dengan adanya fleksibilitas tersebut memungkinkan setiap anggota untuk bereksplorasi mengenai bagaimana mereka dapat meningkatkan kinerja menjadi lebih baik. Peningkatan tersebut bisa terjadi karena adanya motivasi intrinsik. Berdasarkan kedua analogi


(31)

tersebut dapat disimpulkan bahwa pengukuran kinerja non-finansial berpengaruh terhadap motivasi intrinsik, sehingga dapat dikembangkan dalam hipotesis:

H1 : Pengukuran kinerja non-finansial berpengaruh positif terhadap motivasi intrinsik.

2.3.2 Pengaruh Pengukuran Kinerja Non-Finansial Terhadap Motivasi Ekstrinsik

Aspek penting dari perusahaan untuk meningkatkan kinerja karyawan adalah dukungan yang kuat dari perusahaan tersebut. Dengan adanya dukungan yang kuat produktivitas kerja karyawan akan meningkat. Bentuk dukungan itu adalah dengan adanya konsistensi aturan yang telah ditetapkan perusahaan dan

memberikan motivasi. Salah satu motivasinya yaitu motivasi ekstrinsik, yang mana motivasi ini dapat dipengaruhi oleh pengukuran dari kinerja non-finansial. Sebagai contoh sederhana di kepolisian dengan pengukuran kinerja non-finansial adalah kehadiran anggota (absensi), apabila ketidakhadiran anggota melebihi aturan yang sudah ditetapkan perusahaan maka anggota tersebut akan

mendapatkan punishment, berupa rasa malu. Jadi, timbul motivasi ekstrinsik para anggota yang akan berusaha untuk tidak melewati batas ketidakhadirannya, agar tidak mendapatkan punishment dan para anggota akan lebih disiplin.

Salah satu indikator dari motivasi ekstrinsik adalah rasa malu apabila tidak dapat mengerjakan pekerjaan dengan baik maka dari itu diperlukan disiplin kerja yang tinggi (Wong, Guo & Lui, 2010). Sama halnya dengan Yuliansyah (2011) yang mengatakan pada studinya di perbankan bahwa salah satu indikator pengukuran non-finansial disiplin kerja dan indikator motivasi ekstrinsik adalah rasa malu,


(32)

20

yang mana disiplin kerja tersebut dapat mempengaruhi berkembangnya motivasi ekstrinsik karyawan. Dari motivasi ekstrinsik para karyawan itulah pengukuran kinerja non-finansial dapat dilakukan.

Pada era globalisasi seperti ini kinerja non-finansial mempengaruhi motivasi ekstrinsik karyawan . Dimana pengukuran non-finansial dapat membangkitkan dan mendorong motivasi ekstrinsik tersebut. Pengukuran kinerja non-finansial dan motivasi ekstrinsik dapat dijadikan contoh atau tuntutan untuk menunjukkan bagaimana kinerja yang baik. Karena itu berdasarkan asumsi-asumsi tersebut dapat dirumuskan hipotesis:

H2 : Pengukuran kinerja non-finansial berpengaruh positif terhadap motivasi ekstrinsik.

2.3.3 Pengaruh Motivasi Intrinsik Terhadap Kreativitas Karyawan

Dalam organisasi karyawan bekerja dalam tim, dan dalam tim tersebut kreativitas karyawan dituntut untuk menyelesaikan suatu pekerjaannya ( Shalley, Zhou, & Oldham, 2004) dikutip oleh Hirst et al(2009). Kreativitas karyawan merupakan hal penting bagi organisasi, karena bagaimanapun juga kreativitas karyawan dapat mempengaruhi kinerja para karyawan tersebut (Gilson, 2008) dalam Gong et al (2009). Untuk dapat menggali kreativitas individu dari para karyawan tersebut diperlukan suatu motivasi baik dari dalam maupun dari luar. Salah satu unsur yang dapat membentuk kreativitas tersebut adalah motivasi intrinsik, yang mana motivasi ini timbul karena keingintahuan mereka untuk belajar mengenai hal baru dan membuat mereka untuk mengeksplorasi kepentingan mereka.


(33)

Menurut Amabile (1996) dikutip oleh Ryan & Deci (2000) motivasi intrinsik mengacu pada keinginan untuk mengeluarkan usaha berdasarkan minat dan keuntungan dari pekerjaan yang dilakukan. Motivasi intrinsik merupakan salah satu pendorong penting bagi berkembangnya kreativitas karyawan (Elsbach & Hargadon, 2006). Ketika karyawan secara intrinsik termotivasi mereka akan mengalami pengaruh positif yang akan merangsang timbulnya kreativitas dengan cara memperluas berbagai informasi yang tersedia, mendorong karyawan untuk mengemukakan ide-ide baru dan mengidentifikasikannya (Amabile, Barsade, Mueller & Staw, 2005). Jadi, ketika karyawan secara intrinsik termotivasi, maka secara otomatis mereka akan terdorong untuk meningkatkan pengetahuan mereka dengan belajar lebih dengan melibatkan rasa ingin tahu mereka (Ryan & Deci, 2000) dan tanpa disadari mereka akan bereksplorasi dan fokus pada ide-ide baru yang mereka temukan. Dengan demikian dapat disimpulkan motivasi intrinsik cenderung mendorong karyawan untuk berfokus pada ide-ide baru yang orisinil dan unik yang dapat memberikan kontribusi pada pekerjaan mereka. Maka hipotesis yang dapat diajukan:

H3 : Terdapat pengaruh positif antara motivasi intrinsik dan kreativitas karyawan.

2.3.4 Pengaruh Motivasi Ekstrinsik Terhadap Kreativitas Karyawan Beberapa peneliti mengatakan bahwa motivasi ekstrinsik membuat seseorang bekerja lebih untuk berprestasi, sehingga dengan adanya motivasi secara psikologi karyawan terdorong untuk melakukan sesuatu hal berdasarkan kemauan sendiri untuk mendapatkan kepuasan diri. Berbanding terbalik dengan Herzberg (1959)


(34)

22

dalam Furnham (2009) yang mengatakan faktor ekstrinsik tidak akan mendorong minat seseorang untuk bekerja dengan performa baik, sehingga tidak jarang motivasi ekstrinsik menjadikan seseorang bekerja tidak maksimal karena mereka hanya mengincar reward yang mereka akan dapatkan tanpa memikirkan tanggung jawab dari hasil pekerjaan mereka. Dari kedua pendapat para ahli tersebut dapat pula dianalogikan apabila diri merasa puas dengan hasil yang dicapai maka karyawan akan berusaha mengeksplor lagi kemampuannya, pengetahuannya dan berusaha menemukan penemuan-penemuan baru guna meningkatkan

produktivitas organisasinya.

Disinilah peran motivasi ekstrinsik bekerja, karena dorongan-dorongan itulah timbul kreativitas karyawan. Dengan adanya motivasi dari luar seperti insentif, penghargaan dan sebagainya, membuat karyawan semangat untuk berusaha agar mendapatkannya. Dan usaha para karyawan tersebut adalah dengan meningkatkan kreativitas dirinya, tentunya peningkatan kreativitas tersebut harus sesuai dengan dengan aturan organisasi. Jadi dapat diketahui motivasi ekstrinsik sangat erat pula kaitannya dengan peningkatan kreativitas karyawan, yang mana motivasi intrinsik dapat mempengaruhi peningkatan kreativitas karyawan. Maka dapat dirumuskan dalam hipotesis:

H4: Terdapat pengaruh positif antara motivasi ekstrinsik dan kreativitas karyawan.


(35)

2.3.5 Pengaruh Pengukuran Kinerja Non-Finansial Terhadap Kreativitas Karyawan

Kreativitas saat ini semakin diakui sebagai suatu hal penting yang mendasari inovasi, mengingat banyak faktor yang mempengaruhi kreativitas dalam organisasi terus berkembang (Hirst, Van Knippenberg & Zhou, 2009). Dengan adanya kreativitas ini dapat mendorong pertumbuhan organisasi dan

mempertahankan daya saingnya menurut Amabile & Khaire (2008) dikutip oleh Zhang & Bartol (2010). Sampai saat ini banyak penelitian tentang kreativitas yang telah difokuskan pada kinerja kreatif (Zhang & Bartol, 2010). Kinerja kreatif mengacu pada hasil yang kreatif melalui ide-ide tentang produk, jasa, metode dan prosedur dan dapat dilakukan dengan pengukuran non-finansial.

Penggunaan pengukuran kinerja non-finansial penting karena keberhasilan

perusahaan tidak hanya ditentukan oleh strategi perusahaan dengan menggunakan data akuntansi dan keuangan saja, tetapi juga sebagian dipengaruhi oleh perilaku individu dalam organisasi sebagai pekerja untuk melaksanakan strategi tersebut (Otley, 1999). Bisbe dan Otley (2004) dalam mengungkapkan bahwa penggunaan pengukuran kinerja non-finansial dianggap sebagai pendorong individu untuk lebih kreatif dan membantu untuk mengembangkan ide-ide baru yang berguna bagi organisasi. Pengukuran kinerja non-finansial memberikan fleksibilitas kepada karyawan dalam mengeksplorasi kemampuannya agar dapat

menghasilkan cara yang efektif dan efisien untuk mencapai target atau tujuan dari organisasi (Yuliansyah, 2011), ini merangsang para karyawan untuk lebih


(36)

24

kepada peningkatan inovasi pula. Berdasarkan argumen-argumen tersebut hipotesis selanjutnya dapat dirumuskan sebagai berikut:

H5 : Terdapat pengaruh positif antara pengukuran kinerja non-finansial dan kreativitas karyawan.


(37)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Populasi dan Sampel Penelitian 3.1.1 Populasi Penelitian

Dalam penelitian ini populasi yang digunakan oleh penulis adalah karyawan yang bekerja di sektor publik khususnya di institusi kepolisian. Dipilihnya institusi kepolisian sebagai objek penelitian karena keunikannya. Dikatakan unik karena organisasi sektor publik terutama institusi kepolisian tujuannya tidak berorientasi pada profit/laba tidak seperti perusahaan lainnya yang tujuannya utamanya berorientasi pada peningkatan profit perusahaan. Sedangkan tujuan utama dari institusi kepolisian adalah melayani masyarakat, karena fokus utama mereka melayani masyarakat, maka dari itu penulis melakukan penelitian mengenai pengukuran kinerja para anggota kepolisian dan bagaimana kualitas pelayanan mereka terhadap masyarakat dan itu dapat diukur dengan menggunakan pengukuran non-finansial. Selain itu juga selama ini masih jarang yang melakukan penelitian mengenai pengukuran kinerja non-finansial berbasis akuntansi manajemen terutama di institusi kepolisian.


(38)

26

3.1.2 Sampel Penelitian

Sampel dalam penelitian adalah anggota kepolisian di Kota Bandar Lampung. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Penelitian ini menggunakan metode survey, yang dilakukan dengan menyebar kuesioner kepada para anggota kepolisian dengan jumlah kuesioner yang disebar 80 lembar

kuesioner. Masing-masing item pada pertanyaan dalam kuesioner diukur dengan menggunakan skala likert 1 sampai 7, dimana jawaban poin 1 menunjukkan skala yang sangat rendah dan jawaban poin 7 menunjukkan skala yang sangat tinggi. Teknik pengumpulan sampel pada penelitian ini menggunakan metode purposive

sampling, yaitu pemilihan sampel menggunakan kriteria tertentu. Adapun kriteria

sampel yaitu, anggota kepolisian di Kepolisian Resort Kota dan Kepolisian Daerah Bandar Lampung.

3.2 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini penulis menggunakan data primer dengan metode survey kuesioner. Kuesioner yang akan dibagikan kepada para responden ini terdiri dari satu set pertanyaan yang disusun secara sistematis dan sesuai standar sehingga responden dapat dengan mudah menjawab pertanyaan yang ada. Kemudian jawaban dari para responden inilah yang akan diolah dan dianalisis untuk mendapatkan hasil penelitian. Sebelum dilakukan penyebaran kuesioner kepada responden yang sebenarnya penulis melakukan studi pendahuluan terlebih dahulu. Studi pendahuluan ini bertujuan untuk mengurangi permasalahan responden dalam menjawab pertanyaan atas kuesioner yang akan berdampak terhadap tinggi rendahnya tingkat responsi responden.


(39)

Studi pendahuluan yang pertama mengenai tata bahasa, karena data literatur dan kuesioner asli penelitian ini berbahasa Inggris, maka dari itu perlu dilakukan penerjemahan kedalam bahasa Indonesia secara tepat. Selanjutnya ditelaah terlebih dahulu agar terjemahan lebih akurat dan tidak menimbulkan kerancuan pertanyaan dalam kuesioner tersebut dan responden dapat mengerti akan isi dari kuesioner yang disebarkan. Studi pendahuluan kedua yaitu melakukan pilot test,

ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui tinggi rendahnya tingkat reabilitas dan validitas atas kuesioner tersebut. Pilot test dilakukan dengan menyebar 20 lembar kuesioner kepada sejumlah anggota polisi satlantas. Hasil pilot test

menunjukkan tingkat reliabilitas yang cukup baik yaitu cronbach’s alpha diatas 0,7 dan tingkat validitas yang baik pula dengan nilai AVE diatas 0,5. Setelah didapati hasil pilot test yang baik barulah dilanjutkan ketahap berikutnya penyebaran kuesioner sebenarnya.

Proses pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan secara langsung kepada responden atau meminta bantuan dari salah satu anggota untuk mengkoordinir penyebaran dan pengumpulan kuesioner. Pengumpulan secara langsung dilakukan dengan cara mendatangi kantor kepolisian dan selanjutnya dibantu oleh anggota kepolisian peneliti menyebarkan kuesioner kepada para anggota-anggota lainnya untuk mengisi kuesioner tersebut.

3.3 Pengukuran Instrumen

3.3.1 Pengukuran Kinerja Non-Finansial

Penggunaan pengukuran kinerja non-finansial diukur menggunakan 7 poin skala likert. Pengukuran variabel ini menggunakan 9 pertanyaan dari instrumen yang diambil dari Ittner dan Larcker (2003) yang dikembangkan oleh Sholihin dan Pike


(40)

28

(2010). Responden diberikan pertanyaan mengenai seberapa besar pendapat mereka atas pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan menggunakan skala likert 1-7, dimana jawaban poin 1 menunjukkan skala yang sangat tidak penting dan

jawaban poin 7 menunjukkan skala yang sangat penting.

3.3.2 Motivasi Intrinsik

Penggunaan pengukuran motivasi intrinsik diukur menggunakan 7 poin skala likert. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner yang dikembangkan oleh Amabile (1985), Tierney, Farmer & Graen (1999) yang terdiri dari 3 pertanyaan. Responden ditanya seberapa besar pendapat mereka atas pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan menggunakan skala likert 1-7, dimana jawaban poin 1

menunjukkan skala yang sangat tidak setuju dan jawaban point 7 menunjukkan skala yang sangat setuju.

3.3.3 Motivasi Ekstrinsik

Penggunaan pengukuran motivasi ekstrinsik diukur menggunakan 7 poin skala likert. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner yang dikembangkan oleh Wong, Guo, & Lui (2010) yang terdiri dari 3 pertanyaan. Responden ditanya seberapa besar pendapat mereka atas pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan menggunakan skala likert 1-7, dimana jawaban poin 1 menunjukkan skala yang sangat tidak setuju dan jawaban poin 7 menunjukkan skala yang sangat setuju.

3.3.4 Kreativitas Karyawan

Penggunaan pengukuran kreativitas karyawan diukur menggunakan 7 poin skala likert. Pengukuran variabel ini menggunakan 8 pertanyaan dari instrumen yang dikembangkan oleh Moulang (2007). Setelah dilakukan pilot test terlebih dahulu


(41)

ada satu pertanyaan yang tidak digunakan karena didapatkan dari hasil pilot test

tingkat reabilitas dari pertanyaan tersebut rendah. Jadi dalam penelitian ini hanya menggunakan 7 pertanyaan. Responden diberikan pertanyaan mengenai seberapa besar pendapat mereka atas pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan menggunakan skala likert 1-7, dimana jawaban poin 1 menunjukkan skala yang sangat tidak setuju dan jawaban poin 7 menunjukkan skala yang sangat setuju.

3.5 Analisis Data

Data dalam penelitian ini dianalisis menggunakan SEM (Structural Equation

Modeling). Menurut Smith dan Langfield (2004) keuntungan menggunakan SEM

adalah:

1. Strucural Equation Modeling memungkinkan peneliti untuk mengadopsi

pendekatan yang lebih holistik untuk membangun model. Karena SEM memungkinkan berbagai hubungan antara variabel yang akan diakui dalam analisis dibandingkan dengan analisis regresi berganda, dan hubungan dapat rekursif atau non rekursif.

2. Kemampuannya untuk menjelaskan efek dari kesalahan pengukuran estimasi variabel laten adalah perbedaan utama SEM dari kedua jenis analisis jalur dan analisis regresi berganda.

3. SEM dapat mengatasi beberapa masalah dan keterbatasan yang melekat dalam analisis regresi berganda.

Alat statistik yang digunakan untuk pengujian variabel dalam penelitian ini adalah PLS (Partial Least Square) dengan menggunakan software SmartPLS. Dengan instrument kuesioner untuk mengumpulkan data yang nantinya akan dianalisis.


(42)

30

3.5.1 Uji Kualitas Data

Dalam penelitian ini tiap pertanyaan kuesioner harus memenuhi kualitas data yang valid dan reliabel. Instrumen dalam penelitian ini dinyatakan valid jika data yang diperoleh dapat menjawab tujuan penelitian yang akan dicapai dengan akurat. Dinyatakan reliabel jika instrumen penelitian yang sama dapat konsisten atau stabil ketika digunakan kembali pada penelitian selanjutnya.

3.5.1.1 Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas ini dilakukan dengan menggunakan Partial Least Square (PLS) untuk dapat menganalisis Cronbach’s alpha dan Composite reliability. Sesuai dengan aturan yang berlaku bahwaCronbach’s alpha lebih dari 0,7 menunjukkan tingkat reliabilitas yang cukup baik (Hulland, 1999). Pengujian validitas

dilakukan dengan menghitung korelasi masing-masing pertanyaan disetiap variabel dengan skor total.

3.5.1.2 Uji Validitas

Pengujian validitas menggunakan Partial Least Square (PLS) dapat dilihat dari pengujian validitas convergent dan discriminant. Validitas convergent dihitung dengan melihat skor Average Variance Extracted (AVE) Henseler et al (2009) mengatakan bahwa nilai validitas convergent sangat baik apabila skor AVE di atas 0,5.

Validitas discriminant merupakan validitas yang selanjutnya, pengujian validitas ini bertujuan untuk melihat apakah suatu item itu unik dan tidak sama dengan konstruk lain dalam model (Hulland, 1999). Validitas discriminant dapat diuji dengan dua metode yaitu dengan metode Fornell-Larcker dan Cross-Loading.


(43)

Metode Fornell-Larcker dapat dilakukan dengan membandingkan square roots

atas AVE dengan korelasi partikel laten. Variabel discriminant dikatakan baik apabila square roots atas AVE sepanjang garis diagonal lebih besar dari korelasi antara satu konstruk dengan yang lainnya. Selain itu metode Cross-Loading

menyatakan bahwa semua item harus lebih besar dari konstruk lainnya (Al-Gahtani, Hubona & Wang, 2007).

3.6 Pengukuran Model / Measurement Model

Dalam literatur akuntansi manajemen pengukuran struktur model dalam penelitian banyak menggunakan teknik coefficient of determination dan path coefficient

(Chenhall, 2004; Hall, 2008), sama halnya dengan penelitian ini juga menggunakan kedua teknik tersebut.

1. Coefficient of Determination (R²)

Teknik pengukuran ini menunjukkan konstruk endogen diuji untuk menguatkan hubungan antara konstruk eksogen dengan mengevaluasi R². R² digunakan untuk mengukur hubungan antara variabel laten terhadap total varians. Sebagaimana peneliti sebelumnya menyatakan bahwa nilai R² dengan variabel endogen di atas 0,1 adalah yang dapat diterima (Yuliansyah, 2011).

2. Path Coefficient

Tes Path Coefficient (β) digunakan untuk meyakinkan bahwa hubungan antar konstruk adalah kuat. Cara ini dinilai dengan menggunakan prosedur bootstrap

dengan menggunakan 500 pergantian (e.g. Chenhall, 2004; Hartman & Slapnicar, 2009; Sholihin et al., 2011). Hubungan antar konstruk dikatakan kuat apabila path


(44)

32

Selanjutnya hubungan antara variabel latent dikatakan signifikan jika path

coefficients ada pada level 0,050 (Urbach & Ahlemann, 2010).

3.7 Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan perbandingan hasil path

coefficients dengan t-tabel. Dengan ketentuan, hipotesis dikatakan sangat

signifikan apabila T hitung > T tabel pada derajat kebebasan 1%. Hipotesis dikatakan signifikan apabila T hitung > T tabel pada derajat kebebasan 5%, dan hipotesis dikatakan lemah apabila T hitung > T tabel pada derajat kebebasan 10%. Sedangkan hipotesis dikatakan tidak signifikan apabila T hitung < T tabel pada derajat kebebasan 10%.

3.8 Uji Jalur (Path Analysis)

Uji jalur dilakukan untuk mengetahui jalur manakah yang tepat dan singkat suatu variabel independen menuju variabel dependen yang terakhir. Uji jalur dilakukan apabila keseluruhan hipotesis baik pengaruh langsung maupun tidak langsung menunjukkan nilai yang positif. Pengujian jalur ini dihitung menggunakan kalkulator The Sobel’s test.


(45)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari analisis yang sudah dilakukan penulis didapatkan hasil penelitian yaitu, hipotesis pertama diterima, pengukuran kinerja non-finansial berpengaruh positif terhadap motivasi intrinsik. Hipotesis kedua diterima, pengukuran kinerja non-finansial berpengaruh positif terhadap motivasi ekstrinsik. Pada hipotesis ketiga ditolak karena tidak terdapat pengaruh positif antara motivasi intrinsik terhadap kreativitas karyawan. Hipotesis keempat diterima dengan hasil signifikan motivasi ekstrinsik berpengaruh positif terhadap kreativitas karyawan. Dan hipotesis

kelima terdapat pengaruh positif secara langsung antara pengukuran non-finansial dan kreativitas karyawan sehingga hipotesis lima diterima.

Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa kreativitas karyawan/anggota kepolisian dapat meningkat dan berkembang bukan dari dalam diri sendiri

melainkan karena adanya dorongan dari luar yaitu karena motivasi ekstrinsik.

5.2 Keterbatasan

Penelitian ini memiliki keterbatasan yaitu, penelitian ini hanya dilakukan di lingkup kepolisian saja jadi tidak bisa disamakan dengan institusi lainnya.


(46)

50

Keterbatasan lainnya adalah penelitian hanya dilakukan di daerah Bandar Lampung saja sehingga tidak bisa digeneralisir di luar daerah Bandar Lampung.

5.3 Saran

Untuk penelitian selanjutnya penulis menyarankan agar peneliti selanjutnya memperluas sektor yang diteliti agar data yang diperoleh lebih valid dan dapat digeneralisir.

5.4 Implikasi

Implikasi dari penelitian ini adalah dari hasil penelitian ditemukan bahwa meskipun para anggota kepolisian yang bekerja dengan disiplin tetapi untuk menumbuhkembangkan dan meningkatkan kreativitasnya mereka memerlukan motivasi ekstrinsik yaitu dorongan dari luar baik dari lingkungan sekitar,

hubungan rekan kerja maupun adanya tujuan lain seperti reward dan punishment. Dan untuk itu semua, pimpinan dalam organisasi kepolisian sebaiknya

mengadakan sosialisasi agar para karyawan/anggotanya bekerja dengan dorongan dari diri sendiri bukan karena dorongan dari luar saja. Penelitian ini juga

diharapkan dapat memberikan kontribusi dan menjadi acuan untuk penelitian-penelitian selanjutnya.


(47)

DAFTAR PUSTAKA

Amabile, T. M., S. G. Barsade, J. S. Mueller and B. M. Staw. 2005. Affect and Creativity at Work. Administrative Science Quarterly, vol 50(3): 367-403. Al-Gahtani, S. S., Hubona, G. S., & Wang, J. 2007. Information Technology in

Saudi Arabia: Culture and The Acceptance and Use of Information Technology. Information and Management, p: 681-191.

Atkinson, A.A., J.H.Waterhouse., & Robert, B.Wels. 1997. A Stakeholder Approach to Strategic Performance Measurement. Sloan Management

Accounting Review, vol 38 (3) : 25-37.

Baxter, L.F & MacLeod, A.M. 2008. Managing Performance Improvement. New York : Routledge.

Bisbe, J., & Otley, D. 2004. The Effects of The Interactive Use of Management Control Systems on Product Innovation. Accounting, Organizations and

Society, vol 29(8): 709-737.

Campbell, John. P.1970. Managerial Behaviour, Performance, and Effectiveness. New York : McGraw-Hill.

Chenhall, R.H. 2004. The Role of Cognitive and Affective Conflict in Early Implementation of Activity-Bast Cost Management. Behavioral Research in

Accounting, 16: 19-44.

Chenhall, R.H & Kim, Langfield-Smith. 2007, Multiple Perspectives of Performance Measure. Europe Management Journal, 25: 266-282.

Cocca, P & Alberti, M. 2010. A Framework to Assess Performance Measurement Systems in SMEs. International Journal of Productivity and Performance

Management, vol 59 (2) : 186 – 200.

Cokins, G. 2004. Performance Management : Finding the Missing Pieces (to


(48)

Eisenberger, R & Justin, Aselage. 2009. Incremental Effect of Reward on Experienced Performance Pressure: Positive Outcomes for Intrinsic Interest and Creativity. Journal of Organizational Behaviour, vol. 30:95-117.

Elsbach, Kimberly. D & A.B. Hargadon. 2006. Enhancing Creativity Trough “Mindless” Work: A Framework of Workday Design. Organization

Science, 17 (4) : 470-483.

Furnham, Adrian., Andreas Eracleous., & Tomas Chamorro Premuzic. 2009.

Personality, Motivation and Job Satisfaction: Herztberg Meet the Big Five.

Emerald Group Publishing Limited: 1-24.

George, J. M., & Zhou, J. 2002. Understanding When Bad Moods Foster Creativity and Good Ones Don’t: The Role of Context and Clarity of Feelings. Journal of AppliedPsychology, 87: 687–697.

Gomes, Faustino. C. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia, p:162. Jakarta: Andi Offset.

Gong, Yaping., Jia Chi Huang., & Jiing Lih Farh. 2009. Employee Learning Orientation, Transformational Leadership, and Employee Creativity: The Mediating Role Of Employee Creative Self-Efficacy. Academy of

Management Journal, vol 52, No.4: 765-778.

Ittner, C.D & D.F.Larcker. 1998, Are Nonfinancial Measure Leading Indicators of Financial Performance? An Analysis of Customer Satisfaction. Journal of

Accounting Research, 36: 1-35.

Halachmi, A. 2005. Performance Measurement is Only One Way of Managing Performance. International Journal of Productivity and Performance

Management, vol 54 (7) : 502 – 516.

Henseler, J., Ringke, C., & Sinkovics, R. 2009. The Use of Partial Least Squares Path Modeling in International Marketing. Advances in International

Marketing, 20: 277-319.

Hirst, Giles., D. Van Knippenberg., & Jing. Zhou. 2009. A Cross-Level Perspective on Employee Creativity: Goal Orientation, Team Learning Behaviour and Individual Creativity. Academy of Managemen journal, vol 52: 280-293.

Hulland, J. 1999. Use of Partial Least Squares (PLS) in Strategic Management Research: A Review of Four Recent Studies. Strategic Management Journal

20 (2): 195-204.

Hyvonen, J. 2007. Strategy, Performance Measurement Techniques and Information Technology of The Firm and Their Links to Organizational Performance. Management Accounting Research, vol 18(3): 343-366.


(49)

Kannan, Gopika, and Wilfried G. Aulbur. 2004. Intellectual Capital, Measurement Effectiveness. Journal of Intellectual Capital, vol 5 No 3, pp 389 – 413. Kaplan, R. S., & Norton, D.P. 1996. Linking the Balanced Scorecard to Strategy.

California Management Review, vol 39 (1): 53-79.

Lau, C. M., & Sholihin, M. 2005. Financial and Nonfinancial Performance Measures: How do They Affect Job Satisfaction?. The British Accounting

Review, vol 37 (4): 401.

Maslow, Abraham. 1965. Self Actualization And Beyond. Education Research

Information Center : 108-131.

McGregor, D. 1966. The Human Side of Enterprise. The Management Review, vol 46 (11): 22-28.

Miner, John., B. 1966. Organizational Behaviour: Essential Theories of

Motivation and Leadership. United States of America: Library of Congress

Cataloging-in-Publication Data.

Modgil, S., Celia, M., & G. Brown. 2006. Jean Piaget: An Interdisciplinary

Critique. New York: Routledge.

Moses, Lina. 2012. Bagaimana Menjadi Seorang Karyawan yang Kreatif.

http://managedaily.co.id/journal/index/category/human_resources. 27 April 2012.

Moulang, Charly. 2007. Does “Style of Use” Performance Measurement System Impact On Individual Creativity? An Empirical Analysis. Departement of

Accounting and Finance. Monash University.

Otley, D. 1999. Performance Management: A Framework For Management Control Systems Research. Management Accounting Research, 10(4): 363-382.

Rainey, R.G. 1965. The Effect of Directed Versus Non-Directed Laboratory Work on High School Chemistry Achievement. Journal of Research in Science

Teaching, vol.3 : 286-292.

Rinjak, Yohanes. 2008. Gambaran Faktor Intrinsik dan Ekstrinsik motivasi kerja perawat di instalasi rawat inap Rumah Sakit Umum dr. Achmad Diponegoro Putussibau Kalimantan Barat. Undergraduate thesis, Universitas Diponegoro.


(50)

Robbins, Stephen P., & Judge, Timothy A. 2008. Perilaku Organisasi, Jakarta: Salemba Empat. Hal.229-239

Ryan, R. M., & Deci, E. L. 2000. Intrinsic and Extrinsic Motivations: Classic Definitions and New Directions. Contemporary Educational Psychology,

25: 54-67.

Santori, P. S., and A. D. Anderson. 1987. Manufacturing Performance in The 1990's: Measuring for Excellence. Journal of Accountancy. p:143-148. Sholihin, Mahfud & Richard, Pike. 2010. Organizational Commitment In The

Police Service: Exploring The Effects of Performance Measures, Procedural Justice, and Interpersonal Trust. Financial Accountability and Management, 26 (4): 392-417.

Tierney, P., S.M.Farmer., & G.B.Graen. 1999. An Examination of Leadership and Employee Creativity: The Relevance of Traits and Relationships. Journal of

Personel Psychology, vol. 52: 591-620.

Urbach, N., & Ahlemann, F. 2010. Stuctural Equation Modeling in Information Systems Research Using Partial Least Square. Journal of Information

Technology Theory and Application, 11 (2): 5-39.

Vallerand, R.J., dkk. 1992. The Academic Motivation Scale : A Measure of Intrinsic, Extrinsic, and A Motivation in Education. Educational and

Psychological Measurement, vol. 52 : 1003-1017.

Wong, Bernard. O. W., Lan, Guo., Gladie, Lui. 2010. Intrinsic and Extrinsic Motivation and Participation in Budgeting: Antecedents and Consequences.

Behavioral Research In Accounting, vol. 22 (2): 133-153.

Yuliansyah. 2011. The Relationship Between Non-Financial Performance Measurements on Managerial Performance: The Intervening Role of Innovation. Accounting Departement University of Lampung.

Zhang, Xiaomeng & Kathryn, M. Bartol. 2010. Linking Empowering Leadership and Employee Creativity: The Influence of Psychological Empowerment, Intrinsic Motivation, Creative Process Engangement. Academy of

Management Journal, vol. 53: 107-128.

Zhou & C. E. Shalley.2008. (Eds.), Handbook of organizational creativity: 303– 322. Mahwah, NJ: Erlbaum.


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari analisis yang sudah dilakukan penulis didapatkan hasil penelitian yaitu, hipotesis pertama diterima, pengukuran kinerja non-finansial berpengaruh positif terhadap motivasi intrinsik. Hipotesis kedua diterima, pengukuran kinerja non-finansial berpengaruh positif terhadap motivasi ekstrinsik. Pada hipotesis ketiga ditolak karena tidak terdapat pengaruh positif antara motivasi intrinsik terhadap kreativitas karyawan. Hipotesis keempat diterima dengan hasil signifikan motivasi ekstrinsik berpengaruh positif terhadap kreativitas karyawan. Dan hipotesis

kelima terdapat pengaruh positif secara langsung antara pengukuran non-finansial dan kreativitas karyawan sehingga hipotesis lima diterima.

Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa kreativitas karyawan/anggota kepolisian dapat meningkat dan berkembang bukan dari dalam diri sendiri

melainkan karena adanya dorongan dari luar yaitu karena motivasi ekstrinsik.

5.2 Keterbatasan

Penelitian ini memiliki keterbatasan yaitu, penelitian ini hanya dilakukan di lingkup kepolisian saja jadi tidak bisa disamakan dengan institusi lainnya.


(2)

50

Keterbatasan lainnya adalah penelitian hanya dilakukan di daerah Bandar Lampung saja sehingga tidak bisa digeneralisir di luar daerah Bandar Lampung.

5.3 Saran

Untuk penelitian selanjutnya penulis menyarankan agar peneliti selanjutnya memperluas sektor yang diteliti agar data yang diperoleh lebih valid dan dapat digeneralisir.

5.4 Implikasi

Implikasi dari penelitian ini adalah dari hasil penelitian ditemukan bahwa meskipun para anggota kepolisian yang bekerja dengan disiplin tetapi untuk menumbuhkembangkan dan meningkatkan kreativitasnya mereka memerlukan motivasi ekstrinsik yaitu dorongan dari luar baik dari lingkungan sekitar,

hubungan rekan kerja maupun adanya tujuan lain seperti reward dan punishment. Dan untuk itu semua, pimpinan dalam organisasi kepolisian sebaiknya

mengadakan sosialisasi agar para karyawan/anggotanya bekerja dengan dorongan dari diri sendiri bukan karena dorongan dari luar saja. Penelitian ini juga

diharapkan dapat memberikan kontribusi dan menjadi acuan untuk penelitian-penelitian selanjutnya.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Amabile, T. M., S. G. Barsade, J. S. Mueller and B. M. Staw. 2005. Affect and Creativity at Work. Administrative Science Quarterly, vol 50(3): 367-403. Al-Gahtani, S. S., Hubona, G. S., & Wang, J. 2007. Information Technology in

Saudi Arabia: Culture and The Acceptance and Use of Information Technology. Information and Management, p: 681-191.

Atkinson, A.A., J.H.Waterhouse., & Robert, B.Wels. 1997. A Stakeholder Approach to Strategic Performance Measurement. Sloan Management Accounting Review, vol 38 (3) : 25-37.

Baxter, L.F & MacLeod, A.M. 2008. Managing Performance Improvement. New York : Routledge.

Bisbe, J., & Otley, D. 2004. The Effects of The Interactive Use of Management Control Systems on Product Innovation. Accounting, Organizations and Society, vol 29(8): 709-737.

Campbell, John. P.1970. Managerial Behaviour, Performance, and Effectiveness. New York : McGraw-Hill.

Chenhall, R.H. 2004. The Role of Cognitive and Affective Conflict in Early Implementation of Activity-Bast Cost Management. Behavioral Research in Accounting, 16: 19-44.

Chenhall, R.H & Kim, Langfield-Smith. 2007, Multiple Perspectives of Performance Measure. Europe Management Journal, 25: 266-282.

Cocca, P & Alberti, M. 2010. A Framework to Assess Performance Measurement Systems in SMEs. International Journal of Productivity and Performance Management, vol 59 (2) : 186 – 200.

Cokins, G. 2004. Performance Management : Finding the Missing Pieces (to Close the Intelligence Gap). New Jersey : John Wiley & Sons.


(4)

Eisenberger, R & Justin, Aselage. 2009. Incremental Effect of Reward on Experienced Performance Pressure: Positive Outcomes for Intrinsic Interest and Creativity. Journal of Organizational Behaviour, vol. 30:95-117.

Elsbach, Kimberly. D & A.B. Hargadon. 2006. Enhancing Creativity Trough

“Mindless” Work: A Framework of Workday Design. Organization

Science, 17 (4) : 470-483.

Furnham, Adrian., Andreas Eracleous., & Tomas Chamorro Premuzic. 2009. Personality, Motivation and Job Satisfaction: Herztberg Meet the Big Five. Emerald Group Publishing Limited: 1-24.

George, J. M., & Zhou, J. 2002. Understanding When Bad Moods Foster

Creativity and Good Ones Don’t: The Role of Context and Clarity of

Feelings. Journal of Applied Psychology, 87: 687–697.

Gomes, Faustino. C. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia, p:162. Jakarta: Andi Offset.

Gong, Yaping., Jia Chi Huang., & Jiing Lih Farh. 2009. Employee Learning Orientation, Transformational Leadership, and Employee Creativity: The Mediating Role Of Employee Creative Self-Efficacy. Academy of Management Journal, vol 52, No.4: 765-778.

Ittner, C.D & D.F.Larcker. 1998, Are Nonfinancial Measure Leading Indicators of Financial Performance? An Analysis of Customer Satisfaction. Journal of Accounting Research, 36: 1-35.

Halachmi, A. 2005. Performance Measurement is Only One Way of Managing Performance. International Journal of Productivity and Performance Management, vol 54 (7) : 502 – 516.

Henseler, J., Ringke, C., & Sinkovics, R. 2009. The Use of Partial Least Squares Path Modeling in International Marketing. Advances in International Marketing, 20: 277-319.

Hirst, Giles., D. Van Knippenberg., & Jing. Zhou. 2009. A Cross-Level Perspective on Employee Creativity: Goal Orientation, Team Learning Behaviour and Individual Creativity. Academy of Managemen journal, vol 52: 280-293.

Hulland, J. 1999. Use of Partial Least Squares (PLS) in Strategic Management Research: A Review of Four Recent Studies. Strategic Management Journal 20 (2): 195-204.

Hyvonen, J. 2007. Strategy, Performance Measurement Techniques and Information Technology of The Firm and Their Links to Organizational Performance. Management Accounting Research, vol 18(3): 343-366.


(5)

Jaussi, K. S., & Dionne, S. D. 2003. Leading for creativity: The role of unconventional leader behavior. Leadership Quarterly, 14: 475–498.

Kannan, Gopika, and Wilfried G. Aulbur. 2004. Intellectual Capital, Measurement Effectiveness. Journal of Intellectual Capital, vol 5 No 3, pp 389 – 413. Kaplan, R. S., & Norton, D.P. 1996. Linking the Balanced Scorecard to Strategy.

California Management Review, vol 39 (1): 53-79.

Lau, C. M., & Sholihin, M. 2005. Financial and Nonfinancial Performance Measures: How do They Affect Job Satisfaction?. The British Accounting Review, vol 37 (4): 401.

Maslow, Abraham. 1965. Self Actualization And Beyond. Education Research Information Center : 108-131.

McGregor, D. 1966. The Human Side of Enterprise. The Management Review, vol 46 (11): 22-28.

Miner, John., B. 1966. Organizational Behaviour: Essential Theories of Motivation and Leadership. United States of America: Library of Congress Cataloging-in-Publication Data.

Modgil, S., Celia, M., & G. Brown. 2006. Jean Piaget: An Interdisciplinary Critique. New York: Routledge.

Moses, Lina. 2012. Bagaimana Menjadi Seorang Karyawan yang Kreatif.

http://managedaily.co.id/journal/index/category/human_resources. 27 April 2012. Moulang, Charly. 2007. Does “Style of Use” Performance Measurement System Impact On Individual Creativity? An Empirical Analysis. Departement of Accounting and Finance. Monash University.

Otley, D. 1999. Performance Management: A Framework For Management Control Systems Research. Management Accounting Research, 10(4): 363-382.

Rainey, R.G. 1965. The Effect of Directed Versus Non-Directed Laboratory Work on High School Chemistry Achievement. Journal of Research in Science Teaching, vol.3 : 286-292.

Rinjak, Yohanes. 2008. Gambaran Faktor Intrinsik dan Ekstrinsik motivasi kerja perawat di instalasi rawat inap Rumah Sakit Umum dr. Achmad Diponegoro Putussibau Kalimantan Barat. Undergraduate thesis, Universitas Diponegoro.


(6)

Robbins, Stephen P., & Judge, Timothy A. 2008. Perilaku Organisasi, Jakarta: Salemba Empat. Hal.229-239

Ryan, R. M., & Deci, E. L. 2000. Intrinsic and Extrinsic Motivations: Classic Definitions and New Directions. Contemporary Educational Psychology, 25: 54-67.

Santori, P. S., and A. D. Anderson. 1987. Manufacturing Performance in The 1990's: Measuring for Excellence. Journal of Accountancy. p:143-148. Sholihin, Mahfud & Richard, Pike. 2010. Organizational Commitment In The

Police Service: Exploring The Effects of Performance Measures, Procedural Justice, and Interpersonal Trust. Financial Accountability and Management, 26 (4): 392-417.

Tierney, P., S.M.Farmer., & G.B.Graen. 1999. An Examination of Leadership and Employee Creativity: The Relevance of Traits and Relationships. Journal of Personel Psychology, vol. 52: 591-620.

Urbach, N., & Ahlemann, F. 2010. Stuctural Equation Modeling in Information Systems Research Using Partial Least Square. Journal of Information Technology Theory and Application, 11 (2): 5-39.

Vallerand, R.J., dkk. 1992. The Academic Motivation Scale : A Measure of Intrinsic, Extrinsic, and A Motivation in Education. Educational and Psychological Measurement, vol. 52 : 1003-1017.

Wong, Bernard. O. W., Lan, Guo., Gladie, Lui. 2010. Intrinsic and Extrinsic Motivation and Participation in Budgeting: Antecedents and Consequences. Behavioral Research In Accounting, vol. 22 (2): 133-153.

Yuliansyah. 2011. The Relationship Between Non-Financial Performance Measurements on Managerial Performance: The Intervening Role of Innovation. Accounting Departement University of Lampung.

Zhang, Xiaomeng & Kathryn, M. Bartol. 2010. Linking Empowering Leadership and Employee Creativity: The Influence of Psychological Empowerment, Intrinsic Motivation, Creative Process Engangement. Academy of Management Journal, vol. 53: 107-128.

Zhou & C. E. Shalley.2008. (Eds.), Handbook of organizational creativity: 303– 322. Mahwah, NJ: Erlbaum.